• Tidak ada hasil yang ditemukan

139884853 Pembangunan Versus Pelestarian Suatumalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "139884853 Pembangunan Versus Pelestarian Suatumalang"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Pembangunan versus Pelestarian suatu “Dilema” Pembangunan Kota Malang ? Pengantar

Pembangunan sebagai suatu upaya untuk meciptakan/mengembangkan kota menjadi lingkungan yang nyaman baik untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya (tempat hidup komunitas kota). Kota yang selalu berkembang baik secara alamiah maupun melalui proses perencanaan dan perancangan, dihadapkan pada permasalahan tidak tercapainya kondisi "ideal” akan tuntuntan kebutuhan tujuan pembangunan tersebut. Ada tiga orientasi pembangunan yang seharusnya diperhatikan dalam melakukan proses pembangunan, yakni; orientasi pada pengembangan fisik (development orientation); orientasi pada komunitas (community orientation) dan orientasi pada konservasi (conservation orientation). Kepentingan pembangunan menjadi hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan/kegagalan "intervensi fisik” pembangunan kota.

Sebagai suatu proses, pembangunan kota (baik secara parsial; pembangunan satu gedung maupun menyeluruh dalam bentuk perancangan kawasan dan/atau kota)

seharusnya disadari merupakan suatu tindakan menambah/ merubah dan/atau menghilangkan yang lama untuk menghadirkan sesuatu yang "baru” untuk "memperbaiki” kondisi sebelumnya. Apakah tujuan membangun dalam rangka "memperbaiki” tersebut tersebut tercapai (dalam kerangka 3 orientasi tersebut) ? Ini yang seharusnya menjadi perenungan kita bersama mulai pada saat penetapan rencana, proses perancangan bahkan pada tahapan pelaksanaan dan operasional suatu proyek pembangunan.

Orientasi pembangunan (baca: kepentingan) seperti ke-tiga orientasi disebutkan di atas memiliki makna yang luas, dan sangat interpretatif. Artinya apa sebenarnya tujuan (kepentingan) yang akan diprioritaskan dalam melakukan berbagai bentuk "intervensi fisik” yang berbaju "pembangunan” tersebut ? Sehingga sering kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa intervensi (baca: pembangunan) merupakan pembangunan atau perusakan (lingkungan); pembangunan atau penggusuran; bahkan sering dipertentangkan antara pembangunan versus pelestarian. Kenyataan ini membawa kita pada posisi

"dilema” atau kalau boleh meminjam istilah panitia "berada di persimpangan jalan” atau ada pada beberapa pilihan. Dalam hal ini apakah kita harus bimbang? Atau tetap kepada keteguhan prinsip untuk tetap mempertahankan yang lama dengan upaya pelestarian bahkan melakukan konservasi. Disini diperlukan suatu "kearifan” sikap dan "keaifan” disain untuk bisa "memilah” dan "memilih” dengan tetap memperhatian tiga pilar orientasi pembangunan seperti diuraikan di atas.

(2)

pengembangan kota (pemerintah kota), yang didasarkan atas kemampuan teknis aparat dan perangkat yang mendukung.

Pembangunan Vs Pelestarian

Kota Malang kaya dengan potensi tinggalan arsitektur kolonialnya sebagai suatu entitas kehidupan kota, dalam perkembangannya menghadapi permasalahan yang cukup serius. Satu-persatu asset arsitektur hilang, bahkan ciri kawasan secara akumulatif terjadi kecenderungan terjadinya penurunan kualitas visual. Upaya pelestarian bangunan

dan/atau kawasan kota rasanya masih terbatas pada wacana, kalaupun sudah ada peraturan masih dirasa sangat parsial, dan belum menyentuh pada tataran operasional bagaimana upaya pelestarian asset-asset itu harus dilakukan. Mengutip pada pernyataan dalam sinopsis seminar ini bahwa "UU Cagar Budaya, 1992 ternyata belum dapat menjamin berbagai upaya pelestarian bangunan-bangunan lama yang memiliki nilai sejarah & arsitektur yang khas. Lemahnya law enforcement dari Pemerintah karena semua strategi konservasi hanya diarahkan pada bangunan fisik semata sebagai bagian dari nostalgia dan appresiasi pada suatu masa.” ada benarnya. Kondisi pada hampir di semua kota-kota kita upaya pelestarian bangunan dan/atau kawasan masih terbentur kepada "keterbatasan” akan pemahaman potensi-potensi bangunan dan/atau kawasan sebagai fisikal arsitektur yang "steril” di lingkungannya. Sehingga upaya pelestarian masih dituding hanya sekedar untuk kepentingan "nostalgia” kelompok tertentu. Produk perangkat peraturan yang berkaitan dengan perkembangan kota rasanya baru menyentuh pada pengatran yang bersifat spatial (2 dimensi), sementara bangunan

arsitektur dan lingkungan binaan lainnya merupakan produk yang 3 (tiga) dimensi (form and space). Sehingga tuntutan terhadap perangkat pengendali perkembangan kota dalam bentuk panduan rancang kota (Urban Design Guide Lines) sangat diperlukan. Produk panduan rancang kota yang mendekati kebutuhan ini adalah RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Produk-produk panduan rancang kota ini sebenarnya yang bisa cukup operasional men-drive perkembangan fisik kota secara 3 dimensi.

Keterbatasan-keterbatasan produk panduan semacam inilah yang sering menyebabkan terjadinya "dilema” dalam menentukan upaya konkrit, bahkan sering memunculkan pertentangan pembangunan atau pelestarian. Karena sifatnya yang sangat lokal, RTBL ataupun produk lain sebagai perangkat pengendali perkembangan kota (UDGL), maka kajian-kajian spesifik kawasan sangat diperlukan. Potensi spesifik fisik kawasan tertentu akan menentukan jenis perlakuan tertentu yang spesifik.

Malang sebagai Produk Rancang Kota

(3)

Peraturan pertama yang mengatur tentang ketentuan hukum perkotaan adalah "De statutten van 1642", merupakan peraturan produk V.O.C. yang isinya mengatur pembangunan jalan, jembatan, bangunan serta menentukan wewenang dan tanggung jawab dewan kota. Peratuan ini relatif lengkap karena telah mencakup tata ruang kota, garis sempadan, pemeliharaan saluran air dan sebagainya. Dalam peraturan telah digariskan pedoman utama dalam penataan kota, baik dari aspek keamanan, kesehatan lingkungan, serta lalu lintas beserta pedoman bagi penguasa dalam melaksanakan peraturan tersebut dalam praktek (Marbun,B.N., 1979).

Penyesuaian sistem pemerintahan Belanda yang dilakukan pada tahun 1903, dengan diterbitkannya Decentralisatie Wet (Ind. Slbl. No. 329) pemerintah Belanda memberi otonomi kepada daerah dengan hak-hak antara lain; menetapkan anggaran belanja sendiri, dan menetapkan peraturan lokal dengan persetujuan Gubernur Jendral. Undang-undang desentralisasi yang mendasari terbentuknya sistem pemerintahan kotapraja (stads gemeente), "Decentralisatie Besluitt Indische Staatblad 1905/137, semakin mendorong berlangsungnya otonomi pemerintah daerah atau pemerintahan kotapraja.

Pada tahun yang sama (1905), pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur perkotaan yakni; Localen raden ordonantie, Staatsblaad 1905 No.181, yang memberi wewenang kepada dewan rakyat daerah dan kota untuk menentapkan ketentuan peraturan bangunan lokal. Tahun 1919 di Batavia ditetapkan Bataviasche Bouwver-ordening yang direvisi pada tahun 1941. Untuk kota Bandung pada tahun 1929 diterbitkan Bouwverordening van Bandoeng, sedangkan untuk kota Palembang mulai diatur penataan kotanya pada tahun 1943, dengan dikeluarkannya

Bouwverordening Stadsgemeente Palembang. Pedoman yang mengatur persyaratan kota baik dari segi tempat tinggal, transportasi, lapangan kerja, maupun tempat rekreasi telah diatur pada Stadsverordenings ordonantie Stadgemeenten Java 1938. Bahkan pada tahun 1941 melalui Kringen en Typen Verordening, telah diatur tindak lanjut pembangunan dalam areal kota yang telah ditentukan peruntukannya (Marbun, B.N, 1979).

Kota Malang sudah ada sejak tahun 1400-an tetapi baru berkembang dengan pesat sebagai kota modern sesudah tahun 1914, yaitu sesudah kota Malang di tetapkan sebagai kotapradja (Gemeente). Hal ini di sebabkan adanya investasi secara besar-besaran dalam bidang infra struktur dan komunikasi di Hindia - Belanda yang dilakukan oleh

pemerintah Belanda dan pihak swasta setelah tahun 1870. Ada beberapa keputusan politik yang berpengaruh terhadap perkembangan kota Malang. Yang pertama adalah dengan di keluarkannya undang-undang gula (suikerwet) dan UU agraria (agrarischewet) pada tahun 1870. yang kedua adalah akibat dikeluarkannya UU desentralisasi pada tahun 1903, yang baru dilaksanakan pada tahun 1905. Kesuksesan perkembangan kota Malang tak lepas dari kerja sama yang baik antara walikota pertama, H.I. Bussemaker dan penggantinya Ir. EA. Voorneman, PU kotamadya serta Thomas Karsten sebagai adviseur (penasehat). Pihak pemerintah kota mengontrol perkembangan kota dengan mengatur perencanaan perluasan kota yang dibagi menjadi 8 bagian, yaitu masing-masing disebut sebagai Bouwplan I s/d Bouwplan VIII.

(4)

"lingkungan” kota yang kontekstual. Salah satu "produk” arsitekturnya adalah indish style yang mampu memberikan "warna” pada disan-disain kawasan kota-kota di Indonesia termasuk Malang. Sebagai salah satu mata rantai sejarah fisik kota, adalah tidak berlebihan kalau kita mau mempelajari serta "menyerap” konsepsi-konsepsi disain kawasan, kota, dan/atau arsitekturnya. Idjen Boulevard merupakan salah satu hasil rancangan kawasan kota yang sarat akan konsepsi ruang, bangunan, dan townscape. Pemahaman konsep melalui ulasan disain akan semakin memperkaya wawasan, "pengalaman visual” serta pemahaman akan potensi visual kawasan yang sangat diperlukan oleh pelaku pembangunan (masyarakat kota, birokrat, dan pengembang). Kawasan Idjen Boulevard didisain pada masa pemerintahan kolonial Belanda antara tahun 1919-1929 pada masa HI Bussemaker sebagai walikota Malang. Kawasan ini sarat akan konsepsi-konsepsi penataan ruang kawasan, yang apabila secara arif dapat dikaji kita akan mendapatkan beberapa pelajaran berharga untuk referensi disain kawasan sejenis di masa mendatang. Perjalanan sejarah dengan berbagai tekanan akan tuntutan kebutuhan ruang kawasan, serta perubahan gaya hidup masyarakat yang mendiami kawasan ini sedikit banyak telah memacu berlangsungnya perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan konsekwensi logis dari adanya pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakatnya. Mempelajari bentuk

morfologi kawasan Idjen Boulevard menjadi sangat signifikan mengingat potensi-potensi disain yang melekat dalam keseluruhan konteks kawasan. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan serta dipelajari dalam studi morfologi antara lain aspek historis kawasan, aspek kecenderungan perkembangan, aspek disain (bangunan, tata lingkungan, penataan jalur hijau, maupun townscape), serta aspek regulasi (usaha-usaha terhadap upaya penataan dan atau pengaturan) dalam mengantisipasi tuntutan perkembangan kota. Keempat aspek tersebut merupakan aspek utama yang harus diperhatikan dalam

penanganan perancangan kawasan dan/atau perancangan kota (Urban Design). Ulasan Disain Kawasan Idjen Boulevard

(5)

Pola grid sama sekali tidak ditemukan pada pengembangan kawasan idjen boulevard. Tipical penggunaan pola grid pada kota-kota kolonial di Indonesia biasaya ditemukan pada bagian selatan kota yang didominasi oleh komunitas pribumi. Demikian juga yang terjadi di kota Malang, kawasan idjen boulevard yang terletak di bagian utara dan didominasi serta diperuntukan bagi komunitas non-pribumi, dengan klas ekonomi menengah ke-atas.

Konsepsi pengembangan kota Malang pada waktu itu yang dimotori oleh Karsten, memang tidak didasarkan atas segregasi sosial (etnik tertentu), tetapi lebih kepada kelas status sosial. Kawasan idjen boulevard perancangannya memang ditujukan untuk kelas atas, sehinga tipologi rumah villa dengan halaman depan yang relatif luas merupakan inti pola pemukiman di kawasan idjen. Trend tipologi lingkungan seperti kawasan idjen saat ini mulai muncul kembali pada pemukiman-pemukiman baru yang memiliki segment pasar menengah ke atas. Pengolahan lingkungan dengan tata taman dan lingkungan (townscape) yang didominasi vegetasi, dan pengkayaan tipologi kapling hunian yang bervariasi. Pemanfaatan potensi lingkungan alamiah sangat menonjol. Hal ini

ditunjukkan dengan "membuka” ruang yang cukup untuk menghadirkan vista "putri tidur” dengan taman "indrokilonya” (sekarang telah berubah menjadi pemukiman elite). Kondisi idjen boulevard saat ini pada beberapa bagian sudah mengalami perubahan. Peremajaan tanaman palem raja, serta perubahan disain rumah di kawasan idjen boulevard saat ini telah terjadi. Untuk menjaga kelestarian visual kawasan diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif agar kawasan ini dapat terjaga kelestariannya. Peremajaan yang kurang memperhatikan konsep awalnya menimbulkan perubahan yang kurang sesuai, hal ini dapat dilihat pada kondisi vegetasi di sisi jalan, pedestrian serta tampilan bangunan.

Perubahan yang terjadi terlihat tidak terencana dengan baik hal ini karena tidak adanya regulasi yang jelas dalam usaha pelestarian kawasan ini. Hal yang cukup

memprihatinkan, mengingat Idjen Boulevard merupakan salah satu contoh penataan kawasan yang sangat memperhatikan potensi-potensi lingkungan sebagai unsur

(6)

diijinkan di luar pagar hanyalah rumput sebagai ground cover dan penyerap air hujan. Tetapi pada beberapa bagian terdapat vegetasi-vegetasi, seperti palem merah dan jenis perdu-perduan, yang ditanam di bagian luar pagar. Pada bagian lain, kondisi taman tampak tidak terurus karena penghuni rumah yang seharusnya berkewajiban memelihara tidak tinggal di situ lagi. Perbedaan perlakuan bagi taman di Idjen Boulevard disebabkan tidak adanya pemahaman bahwa taman pada kawasan ini, baik di tengah maupun di sisi jalan, merupakan satu kesatuan dari disain kawasan.

Jalur Pedestrian

Pengendalian terhadap kualitas disain kawasan termasuk kualitas disain Pedestrian sangat diperlukan. Perlu disosialisasikan tentang kedudukan pedestrian beserta unsur

pembentukknya (grass cover) merupakan domain publik (public domain), sehingga "batas” kepemilikan pribadi (batas kapling) tidak mempengaruhi bentuk disain maupun kualitas dan kuantitas visual pedestrian. Panduan perancangan jalur pedestrian menjadi sangat penting. Secara keseluruhan sebenarnya kawasan idjen boulevard memerlukan pengaturan yang khusus dengan penetapan kawasan dengan perangkat "exclusionary zonning” untuk menjamin Visual performance lingkungan tetap terjaga. Menurut Truman Asa Hartshorn (1980:226), dalam Interpreting The City: An Urban Geography, yang dikutip Wikantiyoso, R (2004), bahwa Exclusionary Zonning bisa diterapkan untuk menentukan standart performance, dalam rangka untuk mempertahankan ekslusivitas dan keseragaman suatu kawasan.

Tipologi hunian di sepanjang Idjen boulevard adalah tipologi rumah Villa dengan halaman depan rumah yang relatif luas. Disain kapling relatif bervariasi sebagai kosekwensi dari pengolahan tata taman yang mendominasi kawasan. Kondisi ini

menyebabkan disain bangunan menjadi relatif beragam, baik dari sisi besaran bangunan, orienasi, maupun bentuknya.

(7)

lingkungan yang berada di "dalam” kawasan diperkuat kesan ruangnya dengan menghadirkan beberapa taman seperti taman Slamet, taman buring, taman cerme dll. Konsep peancangan sirkulasi seperti ini, mendudukkan ruang jalan hanya sebagai jalur sirklasi saja tetapi juga ditujukan untuk menghadirkan "vista” lingkungan yang lebih bervariasi. Hal ini bisa berhasil karena setiap disain "taman” memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Selain berfungsi sebagai "pemecah” sirkulasi tetapi juga untuk memperkuat kesan-kesan visual tertentu. Bisa kita rasakan penggunaan pola boulevard di Jalan Raya Idjen berbeda dengan boulevard menuju SMA Dempo.

Eksklusifitas disain kawasan idjen boulevard terlihat juga dari disediakannya jalus pedestrian pada dua sisi sepanjang jalur Idjen boulevard. Konsepsi tata ruang luar dengan pendekatan yang komprehensif dari beberapa aspek; aspek sirkulasi, aspek ekologis, estetika serta "penyatuan” panorama lingkungan dalam disain kawasan sangat terasa. Salah satu contoh konsepsi yang patut untuk di pertahankan eksistensinya. Diperlukan upaya-upaya kongkrit bukan hanya berupa perda yang mengatur secara verbal, tetapi perangkan urban design guide line yang menyentuh aspek-aspek disain fisik ruangnya.

Kawasan Idjen Boulevard dalam "tekanan” Perubahan

Rasanya konotasi sub judul di atas sangat berlebihan. Akan tetapi dalam konteks perubahan hal ini perlu untuk menyikapi secara positif dan arif dalam rangka

mendapatkan solusi untuk "mempertahankan” image Idjen Boulevard sebagai salah satu icon kota Malang. "Tekanan” perubahan idjen Boulevard bukan hanya datang dari perubahan fisik sepanjang Idjen Boulevard saja, tetapi juga dari sekitar kawasan Idjen. Seperti kita ketahui dalam waktu yang tidak terlalu lama akan muncul sebuah;

lingkungan baru, aktifitas baru, arsitektur baru dengan karakter baru, bahkan image baru di dekat Idjen Boulevard, dengan hadirnya MOG (Malang Olimpic Garden). Arsitektur baru dengan "skala” aktifitas yang cukup besar, sedikit banyak akan memberikan "tekanan” perubahan yang cukup signifikan dalam jangka panjang.

Kondisi kawasan Idjen Boulevard saat ini telah mengalami perubahan yang cukup besar, hal ini bisa dilihat dari foto udara kawasan Idjen Boulevard antara tahun 1946-2004 (lihat gambar 8). Alih fungsi beberapa bagian kawasan secara pelan dan pasti telah dan akan terus terjadi. Hal ini harus disadari sebagai suatu proses perkembangan kota. Sekali lagi apa yang harus dilakukan oleh pengelola kota, serta komunitas kotanya ? Jawabnya adalah mempersiapkan perangkat yang mampu "mengendalikan”

perkembangan kawasan/kota sesuai dengan "prioritas” kepentingan (baca: orientasi pengembangan); development orientation; conservation orientation dan/atau community orientation seperti di uraikan di depan. Urban design guide line kawasan Idjen Boulevard sudah menjadi kebutuhan untuk "menjaga” kelestarian, potensi spesifik kawasan sebagai salah satu icon kota Malang.

Catatan Penutup

(8)

menuntut perlakuan tidak sama. Karakteristik obyek yang berbeda diperlukan klasifikasi bangunan kuno-bersejarah dan kriteria fisik-visualnya sangat tergantung pada nilai-nilai yang dikandung (nilai historis, nilai keilmuan, nilai kultural dll). Kategori obyek sangat menentukan langkah-langkah konkrit pada upaya menjaga kelestarian bangunan dan/atau kawasan tersebut. Kajian terhadap bangunan dan/atau kawasan harus dilakukan secara konprehensif untuk menetapkan kebijakan preservasi, konservasi, atau demolisi. Dalam tahapan implementatif perlu law inforcement dengan kelengkapan UDGL (urban design guide lines) yang mampu men-drive upaya kelestariannya didalam "tekanan” perubahan yang sangat kuat.

Pembahasan tentang perancangan kawasan khusus seperti halnya kawasan idjen bouevard ini tentunya bertujuan bukan hanya untuk mengagumi "keelokan” atau keindahan disain kawasan, tetapi lebih kepada menggali konsepsi-konsepsi disain kawasan. Upaya menjaga kelestarian kawasan idjen boulevard memang telah dilakukan, dengan upaya regenerasi tanaman baru, tetapi tidak/kurang memperhatikan konsep penataan (jarak tanam, besar tanaman) sehingga kualitas visual sangat memprihatinkan. Disini diperlukan upaya-upaya kongkrit yang mengarah kepada penataan fisik dalam bentuk pemberlakuan UDGL (urban design guide lines) atau panduan rancang kota yang mampu menjaga kualitas visual kawasan secara menyeluruh meliputi tata taman, jalur pedestrian maupun tata bangunan di kawasan idjen boulevard.

Upaya partisipatif dalam "pengelolaan” ruang terbuka pada zona publik memang perlu untuk efisiensi anggaran pemerintah kota dalam pemeliharaan taman kota. Tetapi hal ini harus di drive dengan perangkat pengaturan seperti UDGL yang mampu menjadi panduan operasionalnya. Secara keseluruhan sebenarnya kawasan idjen boulevard memerlukan pengaturan yang khusus dengan penetapan kawasan dengan perangkat "exclusionary zonning” untuk menjamin Visual performance lingkungan tetap terjaga. Exclusionary Zonning bisa diterapkan untuk menentukan standart performance, dalam rangka mempertahankan ekslusivitas dan keseragaman suatu kawasan (Truman Asa Hartshorn, 1980:226). Semoga catatan-catatan penutup ini dapat memberikan wawasan baru dalam memahami disain kawasan serta menjadi acuan dalam upaya penataan kawasan idjen boulevard khususnya.

[1] Makalah disampaikan pada Seminar Peletarian di Simpang Jalan, diselenggarakan oleh IAI Nasional di Hotel Tugu Malang, 7 April 2006.

[2] Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang

Malang Post- Sabtu, 18 Februari 2012 14:57 Pasar Tugu ke Rampal

MALANG – Pasar wisata belanja Tugu Kota Malang sudah menjadi salah satu tujuan pariwisata alternatif wisatawan yang datang ke Kota Malang. Sebagai salah satu cirri khas Kota Malang, lokasi Pasar Tugu harus berada di lokasi yang tepat. Sesuai dengan tata kota, keberadaanya tidak boleh mengganggu aktivitas lainnya, harusnya dapat mengangkat vitalitas kawasan itu.

Menurut pakar tata kota dari Universitas Merdeka Malang, Prof. Ir. Respati Wikantiyoso, MSA, Ph.D. keberadaan Pasar Tugu di Jalan Semeru saat ini perlu ditinjau kembali. Sejauh mana efektifitas dan sejauh mana mengganggu aktivitas di sekitar kota. Mengingat di lokasi itu ada rumah warga, ada pula tempat-tempat bisnis dan lainnya. Bagaimana pun dampak terhadap kemacetan lalu lintasnya.

‘’Dampak kemacetan sudah terlihat di sekitar lokasi itu karena fasilitas parkir yang tidak terlalui memadai. Sering juga ada bus yang parkir di pinggir jalan di sekitar lokasi yang akan berwisata di Pasar Tugu. Di kawasan itu pula ada rumah, tempat bisnis,’’ kata Respati kepada Malang Post, kemarin.

Aktivitas di Jalan Semeru dibutuhkan semua pihak. Para PKL butuh untuk menggelar barang dagangannya di Pasar Tugu, warga juga membutuhkan untuk aktivitasnya, juga pelaku usaha yang ada di sekitarnya. Semuanya saling membutuhkan kawasan itu.

(9)

kawasan itu akan lebih baik. Hanya saja, perlu ada kelengkapan fasilitas yang disediakan untuk

memberikan kenyamanan bagi pedagang dan juga pengunjungnya. Seperti luasan tempat yang mampu menampung semua pedagang, memiliki akses jalan yang memadai, fasilitas parkir yang luas agar tidak menimbulkan kemacetan di jalan serta fasilitas lainnya. Yang terpenting jangan sampai jauh dari pusat kota.

‘’Kalau di Jalan Semeru kawasannya terbatas. Kalau ada kawasan yang luas dapat terus dikembangkan lebih baik lagi,’’ ungkapnya.

Jalan Bela Negara Rampal misalnya, kawasan itu setiap minggunya sudah ramai dan dapat menjadi konsumen Pasar Tugu jika dipindahkan ke kawasan Rampal. Kawasan itu pun cukup luas dan memiliki akses yang mudah untuk dijangkau, keberadaannya pun tidak jauh dari pusat kota. Lokasi parkir pun masih memadai untuk ditempati sepeda motor dan mobil.

‘’Fasilitas parkir menjadi hal yang penting. Pasar Tugu sudah menjadi ciri karakter yang ada di Kota Malang. Bukan hanya masyarakat Kota Malang saja yang berkunjung, tapi juga wisatawan dari luar kota. Dimanapun Pasar Tugu ditempatkan akan dikunjungi masyarakat dan wisatawan asalkan tidak jauh dari pusat kota,’’ terang pria yang menjadi Koordinator Tim Penyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Malang 2005-2025 itu.

Di Jalan Bela Negara Rampal, kata dia, juga dapat meminimalisir gangguan aktivitas lainnya. Justru keberadaanya akan dapat meningkatkan kawasan itu. Jika ditempatkan di lokasi itu, masyarakat bisa berwisata, olahraga dan mencari kuliner khas Kota Malang yang banyak dijajakan di Pasar Tugu.

‘’Perizinannya juga harus pasti. Karena dulu pernah di pindahkan ke dalam Rampal dan dikembalikan lagi ke Jalan Semeru,’’ tambah Kepala Laboratorium Kota dan Permukiman Jurusan Teknik Arsitektur Universtas Merdeka Malang itu.

Seperti diketahui, Pemkot Malang sudah mengajukan izin ke Pangdam V Brawijaya untuk Pasar Tugu di Jalan Bela Negara Rampal.

Ditambahkannya, Pasar Tugu sudah menjadi ciri khas karakter kota yang ada di Kota Malang yang ada setiap minggunya. Untuk siklus tahunan ada Malang Tempo Dulu (MTD). Untuk ciri fisik bangunan, Kota Malang memiliki kawasan Jalan Ijen yang menjadi land mark. (aim/avi)

Kota Bogor Segera Bangun Boulevard - Malang Juga Mau Bikin Pedestarian Malang Juga Mau Bikin Pedestarian

Jumat, 30 Juli 2010 02:24

BOGORKITA - Kota apel Malang, Jawa Timur juga berniat membuat pedestarian sebagaimana halnya Kota Bogor Seperti apa konsep pedestarian Malang? Pakar Tata Kota Universitas Merdeka Malang meminta Pemkot Malang untuk benar-benar menyeriusi gagasan brilian Wali Kota Malang, Peni Suparto soal

pedestrian zone di Jalan Pasar Besar. Bahkan ada masukan, konsep pedestrian yang nyaman itu bisa dilihat dan dirasakan di Orchard Road Singapura.

Prof.Ir. Respati Wikantiyoso, MSA., Ph.d. guru besar arsitektur Universitas Merdeka Malang mengatakan, untuk pedestrian zone, ada beberapa bangunan baru yang harus ada di sepanjang jalan. Seperti bangku duduk untuk beristirahat, pemandangan yang mendukung, lintasan jalan yang baik, kanopi yang

menyejukkan serta magnet pemandangan lain yang menyebabkan pejalan kaki betah berjalan di kawasan tersebut.

”Seperti di Orchard Road Singapura. Di sana walaupun rute berkilo meter, pejalan kaki tidak merasa lelah. Karena mereka banyak dihibur dengan pemandangan yang asri dan nyaman di sepanjang jalan,” kata Respati kepada Malang Post kemarin.

Di Indonesia, konsep pejalan kaki ada juga di Pangkal Pinang Provinsi Bangka Belitung. Dengan menggunakan kanopi berbentuk dome yang menutup seluruh atap jalan. Namun Respati menganggap konsep itu bukanlah satu referensi yang baik. Di kawasan Malioboro Jogjakarta, pernah juga dijadikan sebagai zona pejalan kaki. Namun karena omzet pedagang yang ternyata menurun, konsep itu lantas di hentikan.

”Intinya Pemkot harus memiliki konsep yang matang dan bisa bertahan lama. Harus ada magnet yang lebih besar untuk menjadikan kawasan pedestrian, seperti di Singapura itu,” tandasnya.

Uji coba bisa jadi sebuah alternatif yang harus dilakukan oleh Pemkot untuk melihat kesiapan kawasan Jalan Pasar Besar sebagai pedestrian zone. Dengan kajian lalu-lintas yang matang bisa jadi kemacetan tidak akan terjadi.

Konsep zona pejalan kaki yang terpenting harus dibuat agar dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Sebab akan banyak biaya dan tenaga untuk mempersiapkan konsep itu. ”Jangan hanya

gebyarnya saja terus tiba-tiba hilang. Kan banyak kerugian dari segi biaya dan juga warga di sana,” lanjutnya.

(10)

”Karena di situ adalah zona perekonomian, saya kira lebih baik untuk menerapkan konzep ini dalam waktu tertentu dimana kegiatan dan omzet pemasukan warga setempat mengalami penurunan. Seperti ketika sore hari atau malam. Pada pagi hingga siang saya lihat di daerah itu padat sekali terjadi transaksi,” ujarnya.(sumber: malangpost)

Berita selengkapnya di:

http://www.bogor-kita.com/pemerintahan/kotamdya-bogor/473-kota-bogor-segera-bangun-boulevard.html? start=1

P2KPB, Solusi Atasi Ketimpangan Perdesaan-Perkotaan

Ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, yang ditandai dengan terkonsentrasinya berbagai program pembangunan di perkotaan, masih terus terjadi di Indonesia hingga saat ini. Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB), diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I Lina Marlia dalam Lokakarya Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan di Jakarta (12/4). Lebih lanjut Lina menjelaskan, Konsep utama P2KPB adalah pengelolaan kekayaan desa sebagai common property, serta penciptaan pengolahan kekayaan desa yang bernilai tambah dan mengembalikan nilai tambah tersebut ke desa. Konsep ini diharapkan dapat mengatasi krisis yang terjadi di perdesaan, yang ditandai dengan semakin berkurangnya lahan pertanian, meningkatnya kerusakan DAS, serta kerusakan hutan (deforestasi).

Senada dengan Lina, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Hayu Parasati mengakui pentingnya pengembangan perdesaan di Indonesia. Hayu juga mengungkapkan masih terjadinya ketimpangan pembangunan perdesaan dan perkotaan ditandai antara lain dengan semakin besarnya persentase desa swadaya di Indonesia, semakin bergesernya tenaga kerja di sektor pertanian ke sektor industri serta urbanisasi penduduk yang terus meningkat.

Hayu memaparkan, pada saat ini arah kebijakan dan strategi pembangunan desa yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga telah sejalan dengan P2KPB. "Prinsip pembangunan perdesaan dalam RPJMN adalah pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat, pembangunan yang partisipatif, serta berkelanjutan”, imbuhnya.

Sementara Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono pada kesempatan yang sama mengungkapkan, pengembangan kawasan minapolitan merupakan salah satu konsep dalam penataan ruang desa pesisir berkelanjutan. Melalui konsep ini, tutur Subandono, desa pesisir yang memiliki arti penting sebagai pondasi industrialisasi kelautan dan perikanan mendapatkan dukungan fungsi kota-kota pesisir yang merupakan pusat pemasaran produk.

"Dengan adanya konsep minapolitan sebagai satu kesatuan manajemen pengembangan wilayah yang memadukan keterkaitan produksi-pemrosesan-pemasaran dan prasarana pendukungnya, maka peningkatan nilai tambah ekonomi dari kegiatan perikanan dapat terwujud," ujar Subandono. Harus Partisipatif dan Berwawasan Lingkungan

Akademisi dari Universitas Merdeka Malang Respati Wikantiyoso menambahkan, berbagai program dan prioritas dalam pengembangan perdesaan yang akan dikembangkan di kawasan perdesaan harus diterapkan dengan pendekatan partisipatif. Pengembangan perdesaan, menurut Respati harus partisipatif agar sesuai dengan karakteristik masing-masing tipologi perdesaan, serta harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. "Sebelum menetapkan prioritas dalam pengembangan perdesaan, kenali dulu karakteristik desa, agar tidak bias dengan kepentingan pengembangan ekonomi," tegas Respati.

Sementara Akademisi dari Institut Teknologi Bandung Acha Sugandhi menambahkan, P2KPB juga harus menegaskan adanya prinsip pembangunan berwawasan lingkungan sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta adaptasi terhadap perubahan iklim yang drastis. (sha) Sumber : admintaru_130412

(11)

Karena Iklan, Karakteristik Kota Hilang

MALANG– Maraknya papan reklame yang terpasang di Kota Malang memberikan sumbangsih negatif bagi wajah kota. Potensi visual kota yang menjadi penanda di setiap kota menjadi tertutup dan hilang

karakteristiknya karena pemasangan reklame yang tidak tertata dengan baik. Menurut pakar tata kota Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Prof Ir Respati Wikantiyoso MSA Phd, dalam perencanaan kota ada penanda (signed) untuk membedakan dengan daerah lainnya.

Unsur penanda kota berupa elemen yang menonjol seperti bangunan, pemandangan atau tanaman. Unsur penanda ini, menurutnya sangat penting. Di Kota Malang ada bangunan-bangunan bersejarah seperti gereja di Kayutangan, gedung PLN dan lainnya. "Dengan banyaknya papan reklame yang terpasang elemen penanda itu menjadi tertutup. Kalah besar dengan papan reklame yang semakin marak terpasang di mana-mana,” kata Respati kemarin. Guru besar Unmer Malang itu mencontohkan kawasan Kayutangan. Saat berjalan menuju ke Alun-alun dari arah Jalan Basuki Rahmad gedung bangunan sebagai elemen penanda kota, gereja Kayutangan sudah tidak terlihat lagi karena tertutup reklame besar. Sementara itu, LSM Pusat Telaah Informasi Regional (Patiro) mendesak Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Ranperda RTRW) memuat tentang zonasi, ukuran dan faktor keamanan reklame. Menurut LSM ini, reklame yang menjamur ini dipandang tidak memenuhi standar keamanan serta mengabaikan aturan zona larangan reklame. Ranperda RTRW yang kini sedang digodok dewan menurut Patiro belum memuat tentang tiga hal penting tentang pengaturan reklame. Zona reklame menurut Muhammad Fahaza, Manajer Program Patiro belum juga disinggung dalam Ranperda itu. Sedangkan peletakan papan reklame saat ini telah melanggar aturan yang telah disebutkan dalam perwakot. ”Dalam perwakot ada aturan kalau Alun-Alun Kota Malang itu adalah area publik dan bebas dari reklame. Tapi sekarang sering dipasang papan reklame ukuran besar. Papan itu biasanya dipasang di atas pos polisi atau pos Satpol PP itu,” ujar Fahaza.

Selain itu, bando yang sering terpasang saat ini belum diketahui keamanan konstruksinya. Fahaza mengaku publik belum mengerti tentang konstruksi hingga ukuran bando yang terpasang di atas suatu konstruksi. ”Banyak bando tapi tidak ada ukuran jelas. Apakah papan bando itu, sama dengan papan yang dipasang di jembatan penyeberangan?. Konstruksi itu berpengaruh pada terjaminnya keselamatan warga di sekitarnya,” lanjutnya.

Sutiaji, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang mengaku akan membicarakan tentang zonasi reklame. Namun jika terbentur dengan waktu maka nantinya zonasi harus diatur dalam perwakot. ”Sesuai amanat UU nomor 26 tahun 2007 setiap daerah kan diberi waktu 2 tahun untuk memiliki perda RTRW. Sampai sekarang ini masih banyak daerah yang belum punya, termasuk Provinsi Jawa Timur juga belum punya,” tegas dia. (aim/pit/mar)

Baca berita aslinya dengan klik link dibawah:

http://www.malang-post.com/index.php?

option=com_content&view=category&layout=blog&id=46&Itemid=71

Malang International Education Park Wednesday, 31 March 2010 20:12

MALANG – Pembangunan di Kota Malang benar-benar terlihat pesat. Namun pembangunan masih terpusat di beberapa wilayah tertentu saja. Dibutuhkan akses jalan yang layak untuk memecah pemusatan dan memeratakan pembangunan dengan adanya sinergi antara Pemkot Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Jalur lingkar menjadi salah satu alternatif yang ditawarkan oleh pengamat dan juga akademisi di bidang tata kota Respati Wikantiyoso. Kepala Laboratorium Kota dan Pemukiman Universitas Merdeka Malang ini berpendapat, jalur lingkar sudah saatnya dimiliki Kota Malang untuk memeratakan pembangunan. ”Akses jalan yang layak harus disediakan untuk memecah jalur yang melalui pusat kota. Dengan infrastruktur itu pembangunan akan berjalan seiring dengan pola jalan,” kata Respati kemarin. Jalur Lingkar Barat (JLB) sebelumnya telah dibahas menjadi salah satu rencana jangka panjang yang hingga kini belum juga disyahkan oleh legislatif dan eksekutif Kota Malang. Rencana yang digodok sejak tahun 2005 lalu itu menyebutkan kebutuhan jalur lingkar untuk memberikan akses jalan luar kota dari Kota Malang menuju Kota Batu. Pembangunannya tentu saja melibatkan tiga institusi kota dari Pemkot Malang, Kabupaten dan juga Kota Batu karena lokasi lingkar barat akan memanjang dan melintas di tiga wilayah itu. ”Misalnya dari arah Kebonagung Kabupaten melingkar ke arah Dieng di kota dan nyambung ke daerah Batu. Jalur dalam kota seperti Dinoyo sudah sangat penuh dan akan buruk jika pembangunan dipaksakan terpusat di beberapa wilayah itu saja,” imbuhnya.

Respati menilai usaha Pemkot untuk pemerataan pembangunan mulai terlihat dengan dibangunnya sekolah bertaraf internasional di Kedungkandang. Wilayah di bagian Timur Kota Malang itu memiliki potensi yang belum tergali dengan maksimal. Di wilayah itu juga Malang bisa memiliki jujugan tempat wisata buatan terkait pendidikan.

”Rencananya daerah itu akan dibuat sesuai konsep yang bernama MIEP (Malang International Education Park). Tempat wisata pendidikan nantinya akan ada di sana,” kata Respati yang mengaku ikut menggodok MIEP dalam rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025 yang sedang dalam proses itu.(pit/lim). Berita asli di Malang post kliklink dibawah:

(12)

Bangunan Mangkrak Tercecer Di Sudut Kota MALANG POS,

Selasa, 12 Oktober 2010 17:37

MALANG - Sejumlah bangunan mangkrak di Kota Malang mengganggu keindahan kota. Apalagi bangunan mangkrak yang tersebar di berbagai sudut kota pendidikan ini menonjol. Pemkot seharusnya tidak sekadar memberi izin mendirikan bangunan (IMB) tapi juga melakukan pengawasan hingga bangunan selesai. Pakar Tata Kota, Prof Ir Respati Wikantiyoso MSA, PhD mengatakan, seharusnya tidak boleh ada bangunan yang mangkrak. "Apalagi bangunan yang berskala besar,” katanya saat dihubungi Malang Post kemarin. Sejumlah bangunan berskala besar yang mangkrak di antaranya seperti bangunan hotel di kompleks MOG, bangunan ruko sepanjang sekitar 1 Km di kawasan Sawojajar hingga di Jalan Brigjen Slamet Riyadi. Persoalan ini kata Respati seharusnya tidak perlu terjadi jika tak sekadar menerbitkan IMB. "Harusnya diikuti dengan pengawasan bangunan sampai bangunan selesai,” kata

Kepala Laboratorium Kota dan Pemukiman, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik (FT) Universitas Merdeka Malang ini.

Tak hanya itu saja, menurut Respati, persoalan lain karena studi kelayakan hingga kajian ekonomi sebelum membangun kurang maksimal. Seharusnya kata dia, untuk membangun harus diawali dengan studi kelayakan dan kajian ekonomi yang lebih matang.

Dia memperkirakan, berhentinya pembangunan juga karena faktor finansial. "Aspek ekonomi juga sangat berpengaruh,” ujarnya.

Persoalan lain yang harus diperhatikan serius yakni ketika akan melanjutkan pengerjaan bangunan yang mangkrak, harus diikuti dengan kajian lagi. Tujuannya untuk memastikan kekuatan konstruksi.

"Hal ini penting karena selama pembangunan berhenti, konstruksi mengalami perubahan cuaca, hujan dan panas. Selain itu ada juga bagian bangunan yang seharusnya dilindungi, tapi tidak dapat terlindungi karena pembangunan tidak berlanjut. Karena itu harus dilakukan kajian sebelum melanjutkan pembangunan,” paparnya.

Agar persoalan bangunan mangkrak tak terjadi lagi, Respati mengingatkan agar pemberian IMB harus dibarengi dengan memastikan apalah bangunan akan terwujud dalam waktu tertentu atau tidak. "Karena itu pelaksanaan pembangunan harus terkontrol, termasuk bangunan per orangan seperti rumah,” pungkas Respati.

Untuk melihat berita selengkapnya silahkan klik dibawah ini:

http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19425:bangunan-mangkrak-tercecer-di-sudut-kota&catid=46:tribunngalam&Itemid=71

Lambannya Pembangunan Kota Malang

Untuk Kurangi Pengangguran

REP | 07 May 2012 | 09:19 Dibaca: 202 Komentar: 0 Nihil

Salah satu bumi dan kekayaan alam yang terdapat di Kota Malang adalah Kota Malang dikenal dengan sebutan TRIBINA CITA, sebagai Malang Kota Bunga, Malang sebagai Kota Pendidikan, Malang sebagai Kota Pariwisata dan Malang sebagai Kota Industri.

Oleh : Satriya Nugraha, SP

Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Dari

Provinsi Jawa Timur 2014-2019

Konsultan Ekowisata, Pemerhati Pembangunan Jawa Timur

Wirausaha Mesin Abon Ikan “BONIK”

(13)

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Salah satu bumi dan kekayaan alam yang terdapat di Kota Malang adalah Kota Malang dikenal dengan sebutan TRIBINA CITA, sebagai Malang Kota Bunga, Malang sebagai Kota Pendidikan, Malang sebagai Kota Pariwisata dan Malang sebagai Kota Industri.. Mari kita lihat kilas balik sejarah Kota Malang di masa kepemimpinan dr. Tom Uripan, SH.

Sejak tahun 1987, Walikota Malang, dr. Tom Uripan,SH sudah bekerjasama dengan pemerintah Turki dalam hal pembangunan jalan tol di wilayah Karisidenan Malang (sekarang disebut Bakorwil Malang). Latar belakang kerjasama pembangunan jalan tol tersebut adalah banyaknya jamah haji dari Provinsi Jawa Timur dan Walikota Malang ditunjuk sebagai Koordinator pembangunan jalang di sepanjang Karesidenan Malang, mulai dari Malang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Tidak hanya itu, pemerintah Turki juga membantu proposal pembangunan masjid dengan arsitektur Turki, kalau kita melihat arsitektur masjid di Malang Raya yang mirip

arsitektur masjid Turki, artinya waktu proses pembangunan masjid tersebut, mereka dibantu dana hibah dari pemerintah Turki bisa melalui perseorangan ataupun kelompok takmir masjid.

Kemudian pemerintah Turki memberikan bantuan modal wirausaha baik perseorangan maupun kelompok usaha di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) tanpa harus melalui Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hanya saja tidak banyak pengusaha Malang yang sudah sukses yang mengaku telah dibantu bantuan modal hibah dari

pemerintah Turki. Hal ini berlangsung sejak tahun 1987. Namun setelah Walikota Malang,, dr.Tom Uripan, SH diganti Walikota Malang, Soesamto, tidak ada

perkembangan pasti transparansi dana dan realisasi nyata pembangunan jalan tol dari pemerintah Turki. Hal ini membuat berang dan marah Pemerintah Turki dan akhirnya menghentikan segala bentuk bantuan dana hibah dari proposal yang diajukan masyarakat Malang Raya.

Kondisi stagnasi pembangunan jalan tol yang didanai Pemerintah Turki berlanjut sampai masa kepemimpinan Walikota Malang, H. Soeyitno, tidak ada perkembangan yang berarti. Padahal kalau kita mengkaji, salah satu indikator percepatan pembangunan khususnya pembangunan bidang industri, pariwisata dan pendidikan serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat bisa dilihat dari semakin lancar jalur transportasi dan infrastruktur. Masa pemerintah Soeyitno, tidak bisa memberikan

kepercayaan pemerintah Turki, dan akhirnya merugikan masyarakat Malang Raya sendiri yang terhambat mengajukan proposal bantuan dana hibah untuk mensejahterakan

masyarakat Malang Raya juga. Sejarah ini belum dimunculkan oleh para sejarahwan Kota Malang di berbagai media massa.

(14)

Pembangunan fly over di kelurahan Arjosari dan di Kelurahan Kotalama, ternyata berasal dari sumber dana pemerintah Turki, bukan dari APBN pemerintah pusat. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab terakhir dan untuk menutupi rasa malu Pemerintah Kota Malang sejak tahun 1987, belum berhasil menjalankan amanah pembangunan jalan tol dari dana Pemerintah Turki.

Selain itu, di masa kepemimpinan Walikota Malang sekarang ini, belum muncul dampak pembangunan Kota Malang dari APBD Kota Malang, malah timbul distribusi perpecahan sentra ekonomi dan hilangnya rasa persaudaraan masyarakat Kota Malang sendiri. Sampai tahun 2012 ini, sudah banyak bermunculan rumah toko (ruko) di berbagai kawasan Kota Malang, padahal sejak tahu 2002, sebaiknya pembangunan Ruko

dihentikan karena akan mengganggu dana perkreditan perbankan Kota Malang, kalau kita cermati, sebagian pembangunan Ruko Kota Malang menggunakan kredit perbankan. Apabila tidak banyak Ruko yang terjual maka dipastikan akan terjadi kredit macet dan aliran kas perbankan di Kota Malang akan terganggu.

Harusnya Pemerintah Kota Malang memunculkan wirausaha-wirausaha baru seperti wirausaha industri inovatif, wirausaha yang bergerak di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, agar semakin bergairah perekonomian Kota Malang, semakin meningkatkan lapangan pekerjaan dan masyarakat asli Kota Malang tidak melakukan urbanisasi

pekerjaan di luar Kota Malang. Semakin banyak tenaga terdidik khususnya sarjana muda melakukan gerakan kewirausahaan maka akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, meningkatkan kesejahteraan, Produk Domestik Bruto akan semakin meningkat sehingga dapat menurunkan tingkat inflasi di Kota Malang.

Belum lagi banyak bermunculan mall di Kota Malang, yang kesemua pemilik tenant / tenant di mall tersebut berasal dari luar Kota Malang, otomatis aliran dana masyarakat Malang ke luar kota Malang. Masyarakat asli dan bermukim di Kota Malang hanya menjadi pihak konsumtif yang berbelanja dan melakukan gaya hidup hedonisme, yang dikhawatirkan akan memunculkan sikap pamer diri, individualisme dan sebagainya. Generasi muda Kota Malang akan muncul kelompok-kelompok seperti geng motor karena mereka terpengaruh gaya hidup modern yang malah semakin mengaburkan jati diri dan identitas asli Arema Malang.

(15)

UUD 1945 Pasal 32 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Oleh karena itu, pemerintah, pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota perlu melestarikan budaya lokal dalam upaya memajukan kebudayaan nasional. Salah satu contoh budaya lokal adalah pasar

tradisional. Perlu diketahui, pasar tradisional merupakan salah satu wujud budaya lokal dan ekonomi rakyat yang dapat menjadi wahana efektif untuk melestarikan kebudayaan. Selama ini, kondisi pasar tradisional hampir memprihatinkan, dianggap kumuh dan kurang tertata dengan baik. Bahkan sebagian pemerintah daerah mengalihfungsikan pasar tradisional menjadi pasar modern.

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, BUMD termasuk kerjasama dengan Swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar-menawar. Untuk mengatasi keruwetan dan kekumuhan pasar tradisional maka pasar tradisional perlu berubah fungsi menjadi pasar pesona budaya. Hal ini dalam rangka meningkatkan dan memajukan pasar tradisional yang berbasis budaya dan wisata.

Pasar Pesona Budaya adalah pasar tradisional yang mencerminkan aktualisasi nilai-nilai budaya lokal, melestarikan produk lokal dimana suatu komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Saat ini, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI masih dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI tentang pasar pesona budaya. Keberadaan regulasi tersebut untuk memberikan

pedoman kepada Pemerintah Daerah dalam mengintegrasikan kebijakan dan program pasar pesona budaya ke dalam perencanaan pembangunan daerah.

Perencanaan pembangunan daerah tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar tradisional menjadi pasar pesona budaya. Kita berharap tujuan pengaturan tentang pasar pesona budaya adalah sebagai pedoman untuk : (a) melestarikan nilai dan perilaku budaya dalam pasar tradisional ; (b) membangun,

merenovasi, dan merevitalisasi arsitektur pasar tradisional sesuai kondisinya ; (c) menata pasar tradisional dalam mengembangkan usaha bagi pedagang serta mewujudkan

kenyamanan bagi pembeli ; (d) mengembangkan pasar tradisional menjadi daya tarik wisata guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar tradisional menjadi pasar pesona budaya, sebagaimana tersebut di atas meliputi aspek : nilai budaya, perilaku budaya dan budaya fisik.

Dengan demikian, mari kita memilih pemimpin Malang di masa mendatang lebih jeli, lebih cermat, tidak hanya karena mendapatkan uang puluh ribuan, menggadaikan nasib pembangunan Kota Malang lima sampai sepuluh tahun ke depan. Jangan sampai

(16)

Malang secara bertahap sehingga tidak terkesan hanya menguntungkan oknum pemimpin, oknum sebagian pemodal, pengusaha luar Kota Malang untuk

mengeksploitasi berlebihan sumberdaya dan mengaburkan identitas asli masyarakat Kota Malang sesungguhnya. Amin.

MALANG___.. merupakan salah satu kota kolonial peninggalan Belanda yang direncanakan oleh Thomas Karsten. Sebagai seorang arsitek dan ahli tata kota, maka tidak heran bila kota yang pernah ditanganinya mempunyai keindahan tersendiri. Hal ini terwujud dalam Kota

Malang.Kota Malang telah terkenal sebagai kota peristirahatan yang sejuk terletak di daerah dengan iklim yang dingin.. Namun pada perkembangannya yang tidak memperhatikan sejarah kota, maka lambat laun sebutan sebagai kota indah dirasakan tidak sesuai lagi. Ada beberapa daerah di Kota Malang tempo dahulu yang turut memberikan sumbangan bagi terwujudnya sebuah kota yang ideal dengan berbagai pemandangan yang sedap dipandang mata, salah satunya adalah adanya taman-taman di dalam kota.

Salah satu kawasan kota yang digunakan sebagai ruang terbuka publik yang sekarang tidak lagi dijumpai adalah arena pacuan kuda. Arena ini terletak dibagian barat dari Kota Malang. Dibatasi oleh perumahan untuk kalangan menengah ke atas dengan pemandangan bebas ke arah gunung Kawi di belakangnya. Daerah ini mempunyai jalan utama yang terkenal kemudian dengan Jalan Besar Ijen.Saat ini arena pacuan kuda ini tidak terlihat sama sekali dan digantikan oleh perumahan dan sarana pendidikan. Arena ini sangat luas dan dibatasi oleh tiga jalan utama yaitu Jalan Besar Ijen, Jalan Pahlawan Trip dan Jalan Jakarta. Selain kegiatan berkuda arena ini juga pernah digunakan oleh para pandu (pramuka) untuk persiapan mengikuti Jambore Dunia di tahun 30-an.Mengingat tempatnya yang berada di kawasan perumahan elite tentu ini merupakan fasilitas yang disediakan hanya bagi orang-orang Belanda yang berdiam di Kota Malang sebagai salah satu dari sekian banyak hiburan yang dapat dinikmati. Sebagai sebuah kawasan yang baru direncanakan daerah kawasan ini terkenal dengan sebutan derah gunung-gunung Bergenbuurt (Handinoto & Paulus 1996) disesuaikan dengan rencana perkembangan kota dengan panduan poros Timur dan Barat. Sebagai salah satu kawasan di bagian barat Kota Malang yang diperuntukkan bagi golongan penduduk menengah keatas dilengkapi dengan taman-taman dan ruang terbuka lainnya seperti taman olahraga yang terletak di Jalan Semeru.

Taman olahraga ini kemudian dikenal dengan Stadion Gajayana. Pada awalnya di tahun 20-30-an dir20-30-anc20-30-ang deng20-30-an berbagai fasilitas 20-30-antara lain sebuah stadion, lap20-30-ang20-30-an hocky, lap20-30-ang20-30-an sepak bola dua buah, sembilan lapangan tenis, club house dan kolam renang. Kompleks taman olahraga ini juga merupakan kelanjutan dari perkembangan Kota Malang ke arah Timur dan Barat.

(17)

Selain kawasan bagian barat Kota Malang, perencanaan taman sebagai sarana rekreasi dan bersantai juga meliputi daerah aliran Sungai Brantas (DAS Brantas). Dalam sejarah tercatat bahwa pada awalnya bentuk Kota Malang dibatasi oleh aliran Sungai Brantas. Jadi fungsi dari sungai adalah sebagai batas suatu daerah. Pada perencanaan selanjutnya ditahun 30-an, oleh Karsten sungai dimasukkan di dalam bagian perencanaan perkembangan kota. Inilah konsepsi awal yang kelak akan berlanjut dengan penggunaan DAS Brantas sebagai taman kota yang dapat dinikmati oleh segenap penduduk kota.

Dalam jangka panjang seluruh lembah Brantas yang belum dipakai akan dijadikan cadangan taman dengan mempertahankan keindahan aslinya serta membuat jalan setapak (Paulus dan Handinoto 1996). Perpaduan sungai dan taman yang melingkar di seluruh kota yang memotong jalan-jalan besar di dalam kota akan memberikan keindahan tersendiri bagi kota. Sungai akan diperlakukan sebagai lanskaping kota. Sungai yang tadinya berada di pinggir, lambat laun seiring dengan perkembangan kota akan berada ditengah kota dan seolah-olah

membelah kota menjadi dua bagian.

Perencanaan perkembangan kota kearah barat dan timur yang telah dibahas ini dimaksudkan untuk mengimbangi perkembangan yang ada cenderung berbentuk pita di sepanjang poros utara-selatan. Perkembangan model pita ini dirasakan tidak kondusif untuk menciptakan kota yang merata di segenap penjuru.

Menparekraf Dukung Pembangunan Malang Raya dan Kota Wisata Batu 2-Mei-2012 07:00

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, menyatakan dukungannya bagi pembangunan Malang Raya dan Kota Wisata Batu sebagai salah satu destinasi unggulan di Jawa Timur. Menparekraf mengaku kagum terhadap upaya pemerintah Kota Wisata Batu dan pemerintah Kabupaten Malang dalam membangun dan mendirikan tempat tujuan wisata.

“Sebelum mengunjungi tempat ini, saya tidak pernah mengira bahwa kota Malang khususnya kota wisata Batu sedemikian luar biasa serta memiliki tempat kunjungan wisata yang sudah layak disandingkan dengan tempat wisata tingkat dunia sehingga menungkinkan terjadinya peningkatan jumlah pengunjung,” kata Menparekraf pada acara Gala Dinner “Kota Batu Goes To Asean” di Kota Wisata Batu, 2 Mei 2012. Sesuai namanya, kota wisata Batu memiliki banyak objek wisata menarik, salah satunya Jatim Park II yang baru saja diresmikan. “Pengembangan Kota Wisata Batu berbasis kearifan lokal, yaitu pertanian sudah pada arah yang tepat. Hal ini sesuai dengan visi Kemenparekraf dalam mengembangkan wisata dan ekonomi kreatif yang berkelanjutan dan bertanggungjawab,” kata Mari.

Ia menjelaskan, wisata berkelanjutan tidak berarti pengembangan wisata hanya sebatas memperhatikan konteks pelestarian alam, tapi juga wisata yang melibatkan komunitas setempat sehingga aspek yang ditimbulkan tidak hanya aspek sosial dan ekonomi, tapi juga aspek mempertahankan dan

mengembangkan budaya lokal. “Keterlibatan komunitas lokal dapat melindungi objek wisata dari kerusakan,” ujar Mari.

Mengenai rencana pembangunan Asean Culture Park, Menparekraf menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung. “Setelah berdiskusi dengan pihak pemerintah daerah, kami mendapat gambaran bahwa Asean Culture Park akan didesain seperti Asean Fair yang diadakan di Bali tahun lalu. Waktu itu, kami membuat panggung permanen sebagai sarana bagi masing-masing negara Asean untuk menampilkan kehidupan di negaranya, lengkap dengan ornamen-ornamennya. Selain itu, di tengah arena Asean Fair, kami menyediakan satu panggung yang memuat sejarah berdirinya Asean serta hal-hal lain terkait Asean,” paparnya kemudian. Dengan demikian, pengunjung dapat memiliki pemahaman mengenai Asean secara keseluruhan.

(18)

Nantinya, Asean Culture Park dapat menjadi wadah pertukaran budaya baik budaya tradisonal maupun budaya kontemporer. “Saya usul agar di sana (Asean Culture Park) dibuat ruang pameran sehingga dapat memerkan ragam buaya, pariwisata dan kesenian yang dimiliki masing-masing negara baik secara bersamaan ataupun secara bergiliran,” lanjutnya.

Pembangunan kota Malang, khususnya kota wisata baru ini dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. “Kami medukung dan siap membantu pembangunan Kota Wisata Batu,” lanjutnya lagi.

Malam itu, Mari menceritakan sebuah kisah yang membanggakan. “Saat Asean Fair yang kami gelar di Bali tahun lalu, sebuah band asal Myanmar mengaku tertarik dengan band Superman Is Dead asal Indonesia. Mereka [band asal Myanmar] kemudian meminta untuk main band satu panggung dengan Superman Is Dead. Ini merupakan hal yang membanggakan, band asal Indonesia disukai oleh band dari negara lain,” ungkapnya bangga. (Puskompublik)

Arsitektur Menggugah Kota Malang

BY B U D I FAT H O N Y ON M A RC H 1 0 , 2 0 1 2

Budi Fathony, Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Email budifathony21(at)yahoo.co.id

Perkembangan kota Malang khususnya telah berdiri sejak seratus tahun lalu lebih merupakan suatu asset yang dimiliki kota. Dalam perjalanan telah mengalami beberapa kali perubahan sebagai dampak dari kemajuan jaman menuntut pemenuhan kebutuhan seperti lahan, fasilitas dan elemen pendukung lainnya.

Mengamati dan mempelajari perkembangan kota Malang begitu cepat karena permasalahan tidak “sekedar” kebutuhan kota, tetapi banyak bangunan lama dipugar total dan ruang terbuka hijau yang menjadi ciri khas kota telah terbangun. Konon perlu dilestarikan ternyata tidak mampu dipertahankan. Hal ini selalu terjadi dari tahun ke tahun, sudah bernasib malang kah kota Malang saat ini?

Pada awalnya kawasan stadion Gajayana kota Malang sebagai pusat oleh raga pada hakekatnya merupakan ruang terbuka hijau, namun perubahan menjadi peruntukan pusat perbelanjaan ternyata bertujuan upaya meningkatkan nilai ekonomi semata tanpa berfikir jauh kedepan dampak lingkungan fisik, apalagi dampak sosial budaya dan persaingan ekonomi makro semakin tidak terkendali.

(19)

Memang tujuan pembangunan tidak sekedar memanfaatkan lahan dianggap kosong atau “belum sempat diolah dan dikelola”, adanya alun-alun pada setiap kota-kota di Jawa tidak sekedar ruang terbuka hijau namun ada konsep dasar filosofis guna manfaat tiga dimensi untuk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan lingkungan, sangat disayangkan konsultan selalu tidak berfikir kelanjutan bagaimana dampak sebelum dan sesudah pembangunan. Terbukti pemanfaatan ruang-ruang akibat disain tidak terpadu, karena bukti teknis “belum pernah dan tidak pernah akan dipublikasikan”, sehingga masyarakat akademis tidak mampu mempelajari informasi ilmu yang diusulkan para penentu kota dan konsultan.

Peran teknis lapangan dituntut lebih teliti dalam melangkah untuk mewujudkan hasil akhir disainnya walaupun didukung dana yang lebih. Arsitektur kota sendiri

menyangkut berbagai macam aspek kehidupan manusia, tetapi lebih marupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu ide-ide yang terbaik dan diterima

masyarakat sebagai penghuni kota.

Beberapa pengaruh yang mendasari proses tersebut diantaranya faktor sejarah peruntukan, sosial dan budaya masyarakatnya.

Memang kita sulit untuk membedakan mana karya arsitektur yang baik dan cocok pada suatu tempat apalagi harus dipaksakan oleh kepentingan dan kekuatan tertentu “duit dan kekuasaan” memang duit itu tidak perlu tapi penting dan “kekuasaan” selalu diciptakan seakan “kuat dan angkuh” .

Walaupun ada yang “menyuarakan” minimnya ruang terbuka hijau dan kota harus disediakan regulasi yang ampuh, ternyata tidak cukup kokoh untuk dipertahankan kalau para perencana berlindung di bawah payung investor, sedangkan konsultan sekedar (kongkonan sultan”istilah jawa” diperintah sultan) .

Celaka-nya permasalahan semacam ini selalu terjadi di belahan bumi tercinta Indonesia sehingga lebih cenderung gaya berdasarkan “pesanan campur paksaan” tujuan dasar adalah tuntutan ekonomi apalagi tidak sesuai dengan lingkungan geografisnya.

(20)

penentuan fungsi lama masih sesuai dengan tata guna kawasan kota menurut RTRW dan RDTRK yang konon telah di “sah”-kan tentunya masih bisa diterima, tetapi faktanya “slogan” dan “jargon-jargon” untuk menyelamatkan asset negara hanya muncul jika ada “maksud” bahwa wajib di pertahankan (itu dulu!, jaman perjuangan) saat ini sudah jaman reformasi alias repot mencari nasi justru sengaja me”legal”kan yang “liar” dan mem”formal” kan yang non formal, apalagi proses ijin yang formalitas.

Ternyata dalam pembangunan Stadion Gajayana menjadi pusat bisnis makro adalah menjadi beban lingkungan kota, penghuni kota Malang, sehingga baik dan tidak manfaat nantinya tidak sekedar dinikmati oleh golongan tertentu tetapi masyarakat tetap dan pendatang baik secara peorangan maupun bersama-sama, mengapa demikian karena kota Malang sebagai bagian dari beberapa kota di Jawa Timur menjadi primadona kunjungan setelah kota Surabaya.

Seharusnya “eksekutif dan legeslatif” kota Malang ikut mengatur, membina dan membantu menciptakan iklim yang baik agar setiap proses usulan investor sesuai dengan tata ruang kota yang telah melalui proses mahal. Para pakar dan tokoh masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk menentukan arah pembangunan kota Malang. Namun apa yang terjadi suara akademis tidak di dengarkan dengan baik dan sebagian tokoh masyarakat masuk dalam ranah legeslatif yang suka me”legal”kan yang tidak terkonsep dengan baik.

Setiap peraturan daerah atau peraturan pemerintah yang berupa undang-undang-pun tentunya dapat diterapkan agar tatanan sebuah kota menjadi terarah. Fakta dilapangan jajaran Dinas terkait nampak tidak kompak dan setengah hati.

Sedangkan masyarakat bukan semata-mata sebagai “obyek” pembangunan, tetapi merupakan “subyek” yang berperan aktif dalam setiap pembangunan.

Peran dunia usaha sebaiknya tidak sekedar “mampu” mempengaruhi penguasa kota dengan imbalan yang menggiurkan dalam waktu cepat tapi menyesatkan, apalagi memikirkan dalam jangka panjang.

(21)

setempat. Hasil proses yang dilakukan dapat menjadi contoh yang baik bagi siapa saja, tanpa pandang yang kuat dan lemah.

Saat ini kota Malang kehilangan ciri kota dengan hadirnya Grand design, yang banyak diciptakan oleh para arsitek profesional untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu, sedangkan karya arsitek yang menganut aliran folk tradition, justru untuk mempertahankan aspek-aspek tradisional yang menjadi ciri khas kota dan lingkungan serta jatidiri masyarakatnya telah hilang.

Peran akademisi ternyata masih dipandang sebelah mata, dipromosikan jika ada kepentingan sesaat agar nampak bahwa kota Malang sebagai kota Pendidikan tetapi tidak berjalan dengan pola pembelajaran yang baik, suara rakyat terasa tidak menguntungkan bagi masyarakat yang telah terlanjur memilih, LSM-pun ternyata dianggap kelompok yang hanya mampu mengkritik dan penentang.

Kenyataan masyarakat dibuai mimpi pada produk apapun mulai dari kebutuhan sandang, pangan dan papan yang dikemas mewah menjadi gaya hidup baru. Sebagian besar masyarakat kita hanya mampu menjadi penonton walaupun setia setiap saat.

Keterbukaan dalam proses yang mencoba mengakomodasi sebanyak mungkin pandangan dan pendapat masyarakat banyak, masih jauh dari kenyataan selalu saja ada masalah. Meskipun akan dapat memperlama proses dibanding sebelumnya, akan tetapi mempunyai arti yang sangat penting untuk antisipasi masalah yang akan timbul dikemudian hari.

Perkembangan arsitektur kota Malang saat ini berkembang maju tanpa arah, identitas kota tinggal 20%, ruang terbuka hijau tinggal 2,8%, para konsultan

arsitektur dan kota keluar dari kode etik keilmuan karena kopi paste, apakah ini jadi pembelajaran yang baik bagi para arsitek dan planolog muda? mereka yang lagi mencari identitas, ataukah ini sebuah fenomena baru?, kota Malang tidak pernah tidur selalu jadi perhatian para pialang duit dan dolar, masyarakat terbuai mimpi indah,(bdf)

(22)

A. Pendahuluan

Bila dilihat dari segi ekonomi, pembangunan perekonomian daerah memang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. Hal ini tentu berkaitan dengan Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product. Pembangunan suatu daerah atau kota akan mengalami kemajuan apabila grafik pendapatan dalam daerah tersebut meningkat. Salah satu faktor yang melatarbelakangi yaitu bagaimana cara terbaik dalam mengelola sumber daya yang telah ada dan membentuk suatu kerjasama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di dalam wilayah tersebut.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah difokuskan pada pembentukkan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif, identifikasi pasar baru, dan pengembangan perusahaan baru. Tentu ini harus diimbangi dengan modal yang dimiliki oleh suatu daerah, karena dalam hal ini modal memiliki peranan yang cukup strategis dalam menunjang kegiatan-kegiatan dalam pembangunan ekonomi. Masalah utama yang dihadapi dalam membangun perekonomian daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya alam yang terdapat di daerah tersebut. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, pemerintah harus berinisiatif bagaimana mengembangkan potensi sumber daya manusia dengan cara membuka sektor padat karya untuk mengasah keterampilan dan keahlian agar dapat digunakan dengan maksimal dan efisien. Sehingga dapat membantu meningkatkan mutu dan kualitas dalam membangun perekonomian dengan baik.

Kita dapat mengambil salah satu contoh wilayah kota Malang, Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi kota Malang cukup baik dan mengalami kenaikan. Seperti pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kota Malang meningkat sebanyak 6,52 persen dan pada tahun 2011 mencapai 6,55 persen. Kondisi ini juga

memengaruhi menurunnya tingkat inflasi di kota Malang, yaitu pada tahun 2010 tingkat inflasi 6,7 persen dan kemudian menurun mencapai 4,05 persen pada tahun 2011. Pencapaian ini tentunya lebih baik bla dibandingkan dengan kota lainnya. Tidak hanya dalam bidang ekonomi, kota Malang juga mendapat apresiasi positif di dalam berbagai bidang lainnya, seperti kesenian, olahraga, ilmu Pengetahuan , dan sebagainya. Dari pencapaian prestasi-prestasi dalam berbagai bidang tersebut, tidak heran jika kota Malang dijuluki sebagai kota terbaik se-Indonesia.

B. Landasan Teori

Ø PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

Ø Kesejahteraan merupakan kondisi dimana semua orang merasakan kemakmuran hidup, baik dari segi materi maupun moral yang dapat dinikmati dan hidup yang serba berkecukupan.

C. Pembahasan

Keadaan ekonomi di kota Malang mengalami pertumbuhan yang positif. Kota Malang mempunyai pangsa pasar yang cukup besar dan luas bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Pemimpin KBI kota Malang Totok Hermiyanto menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota Malang masih akan

mengalami pertumbuhan yang positif walaupun sedikit melambat karena faktor perekonomian global yang juga sedang melambat.

Bila ditinjau secara umum, kinerja dan prospek perekonomian kota Malang masih dalam kondisi stabil dan tetap kuat. Terutama pertumbuhan ekonomi di dukung oleh permintaan domestik dan proses ekspor yang masih efektif. Selain itu, konsumsi rumah tangga yang didasari keyakinan konsumen dan purchasing power yang masih kuat.

Totok Hermiyanto menuturkan bahwa dalam sektor ekonomi yang saat ini paling berperan dominan adalah perdagangan, hotel, dan restoran. Struktur perekonomian di daerah kota Malang mayoritas mengarah pada perdagangan, hotel, dan restoran. Di daerah kabupaten, kecuali kab. Pasuruan , struktur perekonomian wilayahnya dipengaruhi oleh pertanian.

Sedangkan bila kita amati di wilayah kab. Pasuruan , sektor yang memiliki peranan dominan dalam yaitu sektor industri. Hal ini terkait dengan keberadaan kawasan industri di daerah kec. Rembang. Yaitu Industrial Estate Rembang (PIER). Selain sektor yang berada di atas berikut, masih ada sektor-sektor lainnya yang diperkirakan dapat memberikan kontribusi baik bagi pertumbuhan ekonomi KBI kota Malang, yaitu sektor industry pengolahan, sektor transportasi dan telekomunikasi.

(23)

D. Masalah-masalah yang dihadapi 1. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di kota Malang yang belum ditempatkan sampai bulan April 2003 sebanyak 13.126 jiwa. sementara itu jumlah lowongan kerja yang masih ada hanya 440. dapat kita simpulkan bahwa ada ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia. untuk lebih jelasnya kita lihat tabel berikut :

DAFTAR PENCARI KERJA DAN LOWONGAN / PENEMPATAN BULAN : JANUARI S/D APRIL 2003

No Uraian Januari Februari Maret April

1.Pencari Kerja

Sisa Bulan Lalu 12.433 12.568 12.865 13.002

Pendaftaran Baru 1.247 1.485 214 837

Pencaker aktif 13.707 14.053 13.079 13.839

Penempatan 1.007 819 77 713

penghapusan 132 369 -

-Pencaker belum ditempatkan 12.568 12.865 13.002 13.126 2.Lowongan

Sisa Bulan Lalu 386 529 475 498

Pendaftaran Baru 115 765 100 655

Lowongan Terbuka 1.536 1.294 575 1.153

Pemenuhan 1.007 819 77 713

Penghapusan - - -

-Lowongan Belum Terpenuhi 529 475 498 440

apabila tidak dapat tersalurkan dengan baik, di khawatirkan akan berdampak negative yang dapat menimbulkan masalah-masalah seperti kriminalitas. Jumlah perbandingan ini juga kemungkinan akan terus bertambah mengingat situasi Negara yang sedang mengalami krisis ekonomi dengan banyaknya karyawan yang di berentikan pekerjaannya sehingga sacara tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan lapangan kerja di kota Malang.

2. Urbanisasi Penduduk

Masalah urbanisasi di kota Malang masih menjadi perbincangan yang penting. Kota Malang memiliki daya tarik tersendiri di beberapa daerah sekitarnya. Hal ini mendorong masyarakat untuk mencoba

mendapatkan sesuatu hal yang lebih atau mengadu nasib di kota Malang. Akan tetapi, sumber daya manusia yang datang tidak sedikit kurang memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini akan member beban bagi kota Malang dalam menyediakan lapangan pekerjaan.

3. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk khususnya di provinsi Jawa Timur pada tahun 1980-1990 mencapai 1.08% dan pada tahun 1990-2000 menurun hingga 0.7%. Hal ini tentu memberikan catatan baik untuk perkembangan penduduk di provinsi Jawa Timur. Tetapi bila kita tinjau mengenai ketidakseimbangan atau kurangnya pemerataan penyebaran penduduk masih menjadi masalah pribadi bagi pertumbuhan penduduk khususnya di kota Malang. Berdasarkan data pada tahun 1997 di salah satu kecamatan yaitu kecamatan Klojen terdapat kelurahan Samaan yang kepadatan penduduknya berjumlah 219 jiwa. Sedangkan di kecamatan Kedungkandang(kawasan Buring) kepadatan penduduk relative lebih rendah yakni 35 jiwa. Dari data tersebut Nampak jelas ketimpangan atau

(24)

PENGELUARAN

-Belanja rutin Rp 208,681,386,636.00 -Belanja pembangunan Rp 58,952,163,884.00 TOTAL Rp 267,633,550,520.00

Dari data tabel diatas, penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan merupakan penerimaan terbesar yaitu sekitar 81% atau sekitar 218,6 milyar. Selain itu, penerimaan pendapatan asli daerah sekitar 25,6 milyar, penerimaan pendapatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu sekitar 5,7 milyar, dan penerimaan pendapatan lain-lain sekitar 17,5 milyar. Kemudian bila dilihat dari sisi pengeluaran, anggaran terbesar yaitu pengeluaran belanja rutin sekitar 208,6 milyar, sedangkan untuk anggaran belanja pembangunan sekitar 58,9 milyar. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah kota Malang harus lebih ditingkatkan kembali sejalan dengan berlakunya Undang-undang tentang Otonomi Daerah dengan mengoptimalkan pendanaan yang selama ini telah ada, dan berusaha menciptakan sumber-sumber pendanaan baru, baik dalam sector pajak maupun perusahaan daerah setempat.

5. Lingkungan

Lingkungan hidup merupakan suatu bagian penting dari ekosistem seluruh makhluk hidup dengan mengarahkan pada pelestarian lingkungan hidup yang berdampingan dengan perkembangan kependudukan demi terjaminnya pembangunan berkelanjutan dengan menitikberatkan pada kualitas lingkungan, dan pengendalian pencemaran terhadap lingkungan hidup. Ada beberapa masalah terkait dengan lingkungan, yaitu :

a) Erosi

Erosi adalah pengikisan material-material permukaan tanah oleh kekuatan air dan angin. Erosi merupakan salah satu dampak lingkungan dari pesatnya pembangunan fisik sebuah kota. Dari data observasi

diketahui bahwa erosi yang berdampak di kota Malang, khususnya diakibatkan oleh tekanan aliran air permukaan (run off) yang berasal dari air hujan. Selain itu, tingkat besar kecilnya erosi bisa juga disebabkan oleh faktor lain, seperti bentuk morfologi, sifat fisik tanah dan batuan, kemiringan lereng, keadaan vegetasi dan faktor aktivitas manusia dalam mengelola sumber daya alam.

b) Permukiman Penduduk

Masalah yang tidak kalah penting untuk ditangani oleh pemerintah kota Malang saat ini adalah

pemukiman penduduk. Golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah masih cukup sulit dalam mencari permukiman dikarenakan faktor keuangan. Hal seperti demikian menyebabkan terciptanya kawasan-kawasan permukiman illegal disembarang tempat terutama kawasana yang letaknya tidak jauh dengan pusat kota. Alasan kawasan illegal berkembang sacara tidak teratur kemungkinan karena kurang adanya konsistensi dalam menangani masalah penduduk. Akibatnya kawasan tersebut menjadi daerah kumuh yang akan berakibat menurunnya kualitas hidup.

c) Ruang Terbuka atau Taman Kota

Kota Malang memiliki ciri khas dalam hal penataan ruang kota, yaitu taman kota. Sejak tahun 1933, arsitektur kota malang telah dirancang sedemikian rupa oleh W.Thomas Karsten dengan pengaturan tata taman dan ruangan terbuka yang representatif. Hal itu terbukti terutama di kawasan Jalan Trunojoyo, jalan kertanegara, jalan Tugu, jalan Gajah Mada, jalan Merbabu, jalan Ijen, dan jalan Suropati. Tetapi perkembangan fisik kota Malang yang cukup tinggi berdampak pada mengurangnya lahan terbuka hijau dan juga kurangnya sarana prasarana olahraga. Selain itu, ruang terbuka yang telah ada kurang dimanfaatkan dengan optimal, tidak sedikit perumahan yang tidak ada pepohonan peneduhnya, dan menghabiskan seluruh kavling rumahnya untuk dibangun.

E. Kesimpulan

Tidak mudah dalam membangun suatu kota menjadi kota yang sejahtera dan kota yang lebih dominan dari kota-kota yang lainnya. Ketahuilah bahwa kota yang telah dinilai baik pasti di dalamnya masih terdapat masalah-masalah yang sedang di atasi khususnya untuk wilayah kota Malang. Keanekaragaman dan sumber daya yang cukup melimpah seharusnya lebih bisa di optimalkan kembali dengan

memperhitungkan kondisi-kondisi yang sekiranya akan sulit untuk dihadapi. Pemikiran yang berorientasi ke depan untuk membangun suatu kota menjadi kota besar harus di dominasi dengan baik. Mengembangkan sektor padat karya untuk mengcover sumber daya manusia dapat menjadi pilihan yang cukup baik dalam membangun kota yang sejahtera. Kesejahteraan masyarakat akan terjamin apabila sumber daya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa dalam satu golongan dari atas ke bawah logam alkali tanah semakin mudah larut dalam senyawa

Hasil penelitian menunjukkan, lahan pertanaman padi sawah irigasi Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur termasuk kedalam

Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Daerah untuk mendanai Kegiatan khusus yang merupakan Urusan

Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan KIT mekanika dapat meningkatkan kemampuan menganalisis grafik kinematika siswa pada materi kinematika di kelas X

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa efektifitas terapi okupasi terhadap perkembangan motorik halus anak autis di SLB Khusus

Perilaku mengkonsumsi diet yang tidak sehat (obesitas) sebagai faktor risiko tertinggi kejadian hipertensi pada masyarakat di desa Slahung Ponorogo dengan prosentase sebesar

asuransi syariah, yang mana bank konvensional mendapatkan fee agen. Dalam fikih, akad yang berlaku adalah wakalah, yaitu perusahaan asuransi atau perusahaan yang mengeluarkan

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komposisi bahan pengisi (filler) yang mengalami penuaan dipercepat terhadap kinerja bahan isolasi resin epoksi