• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak dan Pengembangannya - Evaluasi Kesesuaian Lahan Salak Sidimpuan di Tapanuli Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak dan Pengembangannya - Evaluasi Kesesuaian Lahan Salak Sidimpuan di Tapanuli Selatan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak dan Pengembangannya

Salak termasuk famili palmae, serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak (Moch, 2001).

Tanaman salak tumbuh merumpun, berbatang sangat pendek, tertutup oleh pelepah-pelepah daun, dan seluruh permukaan tanaman ditutupi duri-duri yang tajam. Siklus hidup tanaman salak tahunan (perennial), bahkan masyarakat Sibetan (Bali) menyebut tanaman salak tidak pernah tua atau disebut “ Tua-tua salak, jika rebah tanaman akan muda kembali dan berproduksi”. Hal ini menunjukkan bahwa bila tanaman salak sudah berumur tua dan produksinya menurun dapat diremajakan kembali dengan cara direbahkan, kemudian dipangkas untuk menumbuhkan tunas-tunas atau tanaman baru (Rahmat, 2003).

Daun salak tersusun roset, pelepah bersirip terputus-putus dan panjangnya sekitar 2,5 – 7 meter. Bentuknya seperti pedang, pangkal daun menyempit dan cembung. Pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri tajam. Besarnya bervariasi tergantung varietasnya dan berwarna hijau (Nazaruddin dan Regina, 1992).

(2)

silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm dengan banyak bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm (TKTM, 2011).

Menurut Verheij dan R.E, (1997) buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing dipangkalnya dan membulat di ujungnya, panjangnya 2,5-10 cm terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik (Seenis, 1981). Dinding buah tengah tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat sampai kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya.

Tanaman salak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa, bcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12bulan/ tahun). B. 8-10 bulan/tahun dan C. 5-7 bulan/ tahun. Curah hujan rata-rata 200-400 mm/ bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah, serta membutuhkan tingkat kebasahan/kelembaban tinggi. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70% karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh. Suhu yang paling baik antara 20-30oC. Salak membutuhkan kelembaban tinggi tetapi tidak tahan genangan air (BPPIptek, 2010).

(3)

Tanaman salak akan menunjukkan penampilan tanaman yang sesuai dengan keadaan faktor lingkungan, faktor iklim, tanah dan topografi saling berkaitan mempengaruhi fungsi fisiologi dan morfologi. Salak akan tetap berusaha mendapatkan kebutuhan khususnya selama hidup, walaupun faktor-faktor yang diinginkannya ini tidak mendukung. Oleh karena itu, usaha untuk medapatkan kebutuhan khususnya ini sulit dalam lingkungan yang tidak sesuai, maka akan terjadi beberapa perubahan morfologi dan fisiologi pada tanaman salak walaupun dalam jenis yang sama dalam lingkungan yang berbeda penampilan salak dapat berbeda pula (TKTM, 2010).

Rahmat (2003) menyatakan bahwa ciri-ciri visual buah salak yang layak dipanen pada stadium matang di pohon adalah warna kulit buah bersih dan mengkilat, bila dipegang atau dipijat terasa empuk dan kulitnya tidak kasar, serta beraroma khas, bahkan kadang-kadang kelihatan retak. Disamping itu, bila sudah dikupas warna bijinya coklat kehitam-hitaman, daging buahnya kenyal atau empuk, dan duri-duri kecil buah sudah tumpul, sisik kulit luarnya sudah melebar, dan bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah.

Dalam budidaya tanaman salak, hasil yang dapat dicapai dalam satu musim tanam adalah 15 ton per hektar, sedang masa panennya terdapat terdapat 4 musim : (1) panen raya pada bulan November, Desember dan Januari (2) panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli (3) panen kecil pada bulan Pebruari, Maret dan April (4) masa kosong/ istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober (BPPIptek, 2010).

(4)

Indonesia produksi buah ini mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 1983- 1987. Bila di tahun 1983 produksinya hanya 52.014 ton dan menurun sedikit di tahun 1984 menjadi 46.456, maka pada tahun-tahun berikutnya produksi buah salak melonjak dengan pesat. Produksi tahun 1987 tiga kali lipat lebih banyak dari produksi tahun 1983. Akan tetapi, produksi pada tahun 1988 dan 1989 mengalami penurunan (BPPIptek, 2010).

B. Tapanuli Selatan sebagai Sentra Komoditi Salak

Kabupaten Tapanuli Selatan secara geografis berada diantara 0o58’35” – 2o07’33’ Lintang Utara dan 98’42’50” – 99o34’16” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara serta Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan juga Samudera Indonesia (BPS, 2011).

(5)

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan Luas Kecamatan

No. Kecamatan Ibukota

Kecamatan

Sumber : Data olah Bappeda Tapsel

Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berada di ketinggian antara 0 – 2009 m di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu Desa Muara Upu Kecamatan Muara Batang Toru. Untuk daerah yang berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung Tapulomajung di Kecamatan Saipar Dolok Hole.

Topografi Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

(6)

disepanjang tahunnya. Pada bulan Nopember terjadi curah hujan tertinggi (376,60 mm). Hari hujan terbanyak terjadi bulan Nopember yaitu 24 hari (BPS, 2011).

Iklim Tapanuli Selatan berdasarkan ketinggian daerah terdiri atas iklim dataran rendah pada ketinggian kurang dari 500 meter dari permukaan laut, sedang pada ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut, dan iklim dataran tinggi pada ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. Untuk rata-rata temperatur di Tapanuli Selatan sebesar 28oC dengan suhu maksimum 33oC dan suhu minimum 12oC di daerah pegunungan.

Areal produksi salak di Tapanuli Selatan terdapat di kecamatan Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Timur dan Siais. Luas pertanaman salak 13.928 Ha dengan produksi 236.793 ton/ tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 Ha. Demikian pula pertambahan luas tanam dan produksi masih positif yang berarti bahwa potensi dan kecendrungan terus meningkat (Pemkab Tapsel, 2011). Adapun daerah berbagai kecamatan di wilayah Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Peta wilayah Tapanuli Selatan pada Gambar 1.

Menurut BP2KP Tapsel (2010) bahwa potensi Wilayah Tapanuli Selatan Tahun 2010 dengan luas wilayah 381.389, luas lahan sawah 15.717, lahan kering 70.480 Ha dan luas lahan pertanian 53.231, luas tanah gambut 9.019, luas hutan 249.452.

(7)

Gambar 1. Peta Wilayah Tapanuli Selatan

C. Evaluasi dan Pemetaan Klas Kesesuaian Lahan Tanaman Salak

(8)

sebelumnya (Jones dkk, 1990 dalam Nasution, 2006), yang bertujuan untuk memecahkan masalah jangka panjang terhadap penurunan kualitas lahan yang disebabkan oleh penggunaannnya saat ini, memperhitungkan dampak penggunaan lahan, merumuskan aternatif penggunaan lahan dan pengelolaan yang lebih baik(Sys, 1985: Rossiter, 1994 dalam Nasution, 2006).

Jumiati (2009) menyatakan bahwa lahan dengan kemampuan tinggi diharapkan berpotensi tinggi dalam berbagai penggunaan, sehingga memungkinkan penggunaan efektif untuk berbagai macam kegiatan. Untuk mempertahankan produktifitas lahan perlu suatu cara pengelolaan yang tepat agar dapat dicapai produktifitas yang optimal dan tidak menimbulkan kerusakan pada lahan.

Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian pada dasarnya merupakan pencerminan kesesuaian kondisi fisik lahan terhadap peruntukan yang bersangkutan. Diketahuinya data kesesuaian lahan dan data produksi serta produktifitas pertanian daerah penelitian akan dapat menemukenali keselarasan antara kondisi lahan dengan kemampuan berproduksinya, sehingga diketahui wilayah-wilayah yang berkontribusi positif terhadap pengusahaan tanaman pertanian maupun yang bermasalah (Anggoro, 2006).

(9)

1. Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan a. Sifat Fisika Tanah

1. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah atau solum tanah adalah tanah yang berkembang secara genetis oleh gaya genesa tanah artinya lapisan tanah mineral dari atas sampai sedikit di bawah horizon C (Darmawidjaya, 1997).

Ketebalan tanah lapisan atas dan tanah bawah ini berkepentingan untuk usaha pertanian jangka panjang yang berkesinambungan (sustainable agriculture). Lapisan olah yakni pada ketebalan 0-20 cm mempunyai arti yang sangat penting, karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat hara mineral. Selain itu, pada lapisan tanah tersebut hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (seperti bakteri, cacing tanag, berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah (Kartasapoetra, 1990).

2. Struktur tanah

Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang dimaksud dengan struktur makro/struktur lapisan bawah tanah yaitu penyusunan agregat-agregat tanah satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk/agregat-agregat yang satu sama lainnya dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Yang termasuk struktur mikro yaitu :

• Yang berkondisi remah-lepas, dapat dilihat dengan jelas (tanpa alat bantu)

(10)

• Yang berkondisi remah-sedang, tanah yang demikian kondisinya cendrung

tampak agak bergumpal, susunan lapisan-lapisan tanah tampak ada yang dalam keadaan agregasi atau bergumpal dan terdapat pula porus yang berlubang-lubang, memudahkan air menerobos menyerap ke dalam lapisan-lapisan tanah sebelah bawah. Keadaan yang demikian tidak begitu menyulitkan bagi pengolahan tanah untuk kepentingan usaha tani, ataupun bagi pekerjaan pemindahan tanah. (Kartasapoetra, 1987).

Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah. (Setyamidjaja, 1999).

3. Tekstur tanah

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm- 50µ), debu (50- 2µ), dan liat (< 2µ) di dalam tanah. Di dalam segitiga tekstur terdapat 12 kelas tekstur di dalamnya yaitu pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liar berpasir, liat berdebu, dan liat. Apabila disamping kelas tekstur tersebut tanah mengandung krikil (>2 mm) sebanyak 20 -50% maka tanah disebut sangat berkrikil (Hardjowigeno, 1993).

4. Konsistensi tanah

(11)

5. Drainase permukaan

Adalah cara pengumpulan dan pembuangan air dari permukaan tanah. Tipe drainase ini cocok untuk daerah rendah yang menerima limpahan air dari daerah yang lebih tinggi, dan daerah-daerah yang tanah yang impermeable sehingga kapasitas melewatkan kelebihan air ke dalam profil tanahnya rendah (Hakim dkk, 1986).

6. Bahaya Erosi

Untuk memprediksi besarnya erosi dapat diketahui dengan berbagai metode seperti metode USLE, metode Wischmeier dan Smith dan metode Bouyoucos. Metode untuk menghitung besarnya erosi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Bouyoucos yaitu jumlah fraksi pasir ditambah fraksi debu dibagi fraksi liat menurut Zachar (1982), sebagai berikut:

E = ( Pasir + Debu) /Liat b. Sifat KimiaTanah

1. Kapasitas Tukar Kation tanah

Didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap. Jumlah yang dijerap sering tak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalent biasanya diikat lebih kuat daripada ion-ion monovalen sehingga sulit untuk dipertukarkan (Tan, 1998).

2. pH tanah

(12)

dengan pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH jenis tanaman itu tidak sesuai dengan fisiologi, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup kurangnya unsur hara yang tersedia, dalam hal ini pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik. Pada pH di bawah 6,0 unsur P. Ca, Mg, Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo akan meningkat, yang dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991).

3. Kejenuhan basa

Menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.

Kejenuhan Basa (KB) = x 100%

Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut bamyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 1993).

4. C-organik

(13)

mengoksidasi dengan asam khromat dengan jumlah berlebihan, kemudian dilakukan titrasi terhadap kelebihan oksidan tersesbut (metode Walkley-Black). Hasilnya lebih bersifat semikuantitatif, tetapi dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. Nitrogen biasanya ditentukan dengan metode Kjedahl (Hardjowigeno, 1993).

Peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas pangan antara lain dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas (karakteristik lahan). Pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik lahan itu sendiri dapat menghambat proses bercocok tanam yang dilakukan dan pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya gagal panen (Nina dkk, 2009).

Metoda Matching (pencocokan) yaitu setelah data karakteristik lahan tersedia, maka prosesnya adalah dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan (Sofyan dkk 2007).

Menurut Sofyan dkk (2007) prosedur evaluasi lahan dengan mengunakan metode Matching dilakukan beberapa tahab, yaitu: (a) penyusunan karakteristik lahan, (b) penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/ penggunaan lahan, (c) proses evaluasi kesesuaian lahan (matching), (d) kesesuaian lahan terpilih/ penentuan arahan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan.

(14)

Kriteria persyaratan tumbuh tanaman salak untuk komoditas pertanian menurut Pusat Peneitian Tanah dan Agroklimat Bogor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Salak

Persyaratan Temperarur rerata

(15)

D. Aplikasi GPS dan GIS dalam Evaluasi Lahan

Global Positioning System (GPS) adalah sistem radio navigasi dan penetuan posisi dengan menggunakan satelit. Sistim ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi dan informasi mengenai waktu secara kontiniu. GPS terdiri dari tiga segmen utama, segmen angkasa (space segmen) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control segmen) yang terdiri dari stasion-stasion pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segmen) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah sinyal GPS (Robinson dkk, 1995).

Sistem GPS terdiri dari 24 satelit. Konstelasi 24 satelit GPS tersebut menempati 6 orbit yang mengelilingi bumi dengan sebaran yang telah diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai probabilitas kenampakan setidaknya 4 satelit yang bergeometri baik dari setiap tempat di permukaan bumi di setiap saat. Satelit GPS mempunyai ketinggian rata-rata di atas permukaan bumi sekitar 20.200 km. Satelit GPS memiliki berat lebih dari 800 kg, bergerak dengan kecepatan sekitar 4 km/det dan mempunyai priode 11 jam 58 menit (Wolf, 2002).

(16)

Kelebihan penentuan posisi dengan menggunakan GPS antara lain : (a) GPS dapat digunakan setiap saat tanpa bergantung waktu dan cuaca, (b) GPS dapat digunakan oleh banyak orang pada waktu yang sama dan pemakaiannya tidak bergantung pada batas politik dan alam, (c) penggunaan GPS dalam penentuan posisi secara relatif tidak bergantung dengan kondisi topografis daerah survey, (d) posisi yang ditentukan dengan GPS mengacu ke datum global yang dinamakan World Geodetic System 1984 (WGS’84). Dengan kata lain posisi yang diberikan oleh GPS akan selalu mengacu ke datum yang sama, (e) pemakaian sistem GPS tidak dikenakan biaya, setidaknya sampai saat ini, (f) receiver GPS cendrung lebih kecil ukurannya, lebih murah harganya dan kualitas data yang diberikan lebih baik, (g) pengoperasian alat GPS untuk penentuan posisi suatu titik relatif lebih mudah dan tidak mengeluarkan biaya banyak, (h) data pengamatan GPS sukar untuk dimanipulasi (Robinson dkk, 1995).

(17)

yaitu; hardcopy, softcopy dan elektronik. Hardcopy adalah tampilan permanen, peta dan tabel. Softcopy digunakan untuk menyediakan interaksi operator untuk meninjau data sebelum final. Hasil analisis dapat ditunjukkan dalam bentuk peta, tabel grafik dalam variasi untuk kesesuaian bagi pengguna (Rahmawaty, 2011). Supriadi dan Zulkifli (2007) menyatakan bahwa informasi geografis pada

peta digital mengandung posisi dan bentuk setiap feature di peta. Kebanyakan vector SIG mendukung tiga objek geometrik, yaitu ; (i) point, sepasang koordinat tunggal, (ii) line, dua atau lebih point dalam susunan tertentu dan (iii) polygon, suatu area garis tertutup. Informasi tampilan pada peta digital menjelaskan bagaimana peta ditampilkan. Umumnya informasi tampilan termasuk warna, lebar dan jenis garis, cara menampilkan nama jalan atau feature lainnya serta kode warna untuk danau, taman atau feature lainnya.

Gambar

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan Luas
Gambar 1. Peta Wilayah Tapanuli Selatan
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Salak

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan

penggunaan lahan digunakan sebagai dasar untuk menentukan lokasi pengambilan sampel. Setiap satuan penggunaan lahan diambil satu sampel yang mewakili satuan lahan tersebut.

Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa framework COBIT merupakan model yang paling tepat dan telah banyak digunakan untuk

Prospek Agro-Industri Aren di Minahasa, Sulawesi Utara, menghasilkan , Produksi nira 10-20 liter nira per pohon per hari, Rendemen gula 10 %, Kemampuan petani menyadap aren

terhadap suatu sistem atau ekosistem tanpa harus mengganggu atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti, (b) dapat digunakan untuk menciptakan suatu

Tran sformasi Agrobacterium merupakan teknik yang paling umum digunakan saat ini, karena memiliki kelebihan antara lain tidak memerlukan peralatan yang mahal, dapat diaplikasikan

Receiver GPS tipe pemetaan seperti tipe navigasi menggunakan data pseudorange hanya saja dilengkapi dengan alat perekam data untuk diproses lebih lanjut, penentuan posisi

Kelebihan dari metode ini adalah dapat mengetahui setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu metode kerja yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan oleh setiap kegiatan serta