BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia akuntansi yang semakin pesat saat ini tidak hanya
membawa manfaat bagi masyarakat, tetapi juga menjadi sumber masalah
kecurangan (fraud) yang sangat kompleks seperti misalnya korupsi,
penyalahgunaan aset dan manipulasi laporan keuangan yang sulit atau bahkan
tidak bisa dideteksi oleh proses audit keuangan biasa. Skandal-skandal keuangan
(Enron, WorldCom, Global Crossing, Qwest, Parmalat, Xerox Corp) menjadikan
akuntansi forensik menjadi peluang karir yang menarik bagi para akuntan untuk
digunakan sebagai alat penanggulangan tindak penipuan. Hal yang serupa juga
terjadi di Indonesia kasus BLBI, Bank Bali, kasus Bank Century) yang juga telah
mengurangi kepercayaan lembaga bantuan dana luar negeri.
Praktek Akuntansi Forensik di Indonesia sudah tumbuh setelah terjadi
krisis keuangan tahun 1997. Pendekatan akuntansi forensik dilaksanakan oleh
berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi
Pemberantassan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan
publik. Lembaga penegak hukum di Indonesia belum banyak menggunakan jasa
akuntan forensik dan lebih mengandalkan kemampuan internal atau sesama
kasus korupsi seperti kasus aliran dana Bank Bali yang diungkap oleh KAP
(Kantor Akuntan Publik). Hal tersebut dikarenakan kurangnya penyedia jasa
akuntan forensik di Indonesia sehingga harga akuntan forensik sangat tinggi.
Selain kurangnya penyedia jasa, perkembangan akuntansi forensik di Indonesia
masih sangat jauh bila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Australia
yang sedang menyusun standar Akntansi Forensik, Kanada dan Amerika Serikat
sudah memiliki standar yang baku walupun belum terinci dan negara lainnya.
Menurut Tuanakota (2007:3), faktor yang mendorong berkembangnya
Akuntansi Forensik dengan cepat di Amerika Serikat, yaitu Sarbanes-Oxley Act
(2002), yang menjadi objek akuntansi forensik di sektor swasta maupun sektor
publik adalah skandal keuangan yang menyangkut fraud ‘’penghilangan’’ aset,
seperti pencurian, penyalahgunaan, dan lain-lain. Ilmu akuntansi forensik kurang
begitu populer di Indonesia meskipun banyak yang mengatakan bahwa dimasa
depan profesi akuntan forensik sangat menjanjikan melihat banyaknya kasus
korupsi, hal tersebut dikarenakan akuntansi forensik merupakan penerapan
disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun
privat. Tuanakota (dalam Ipprianto, 2009:38). Akuntan forensik juga harus
menguasai bidang yang berkaitan dengan kejahatan keuangan (money
laundering), psikologi, sosiologi, antropologi, viktimologi, kriminologi, dan
mereka harus memiliki multitalenta.
Rezaee (dalam Ipprianto, 2009:36) mengamati sampel yang terdiri dari
mahasiswa percaya bahwa akuntansi forensik merupakan sebuah pilihan karir
yang layak bagi mereka, namun masalahnya ialah bahwa bidang ini belum
mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi. Dengan demikian
secara teoritis mata kuliah akuntansi forensik sangat berperan terhadap sebuah
peluang karir yang menjanjikan di masa yang akan datang.
Akuntan forensik bisa menjadi senjata atau alat untuk mempercepat
pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah dengan mengefektifkan peran para
akuntan forensik, dengan terlebih dahulu mencetak para akuntan forensik yang
handal, menetapkan standar profesional untuk akuntan forensik, dan selalu
mengembangkan keprofesian akuntan forensik di Indonesia. Divisi Akuntansi di
Universitas Virginia Barat berupaya untuk mengembangkan program akademik
baru yaitu Forensic Accounting & Fraud Investigation (FAFI) untuk menghadapi
akuntan profesional dan auditor. Sedangkan di Indonesia beberapa universitas di
pulau jawa sudah memasukkan akuntansi forensik ke dalam kurikulum
pendidikan akuntansi, seperti Universitas Diponegoro, Universitas Islam
Indonesia, Universitas Padjajaran, dan lain-lain, sedangkan di Provinsi Sumatera
Utara hanya Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Universitas Diponegoro memasukkan Akuntansi Forensik sebagai mata
kuliah pilihan untuk S2, tetapi mahasiswa S1 akuntansi di universitas tersebut
sudah mengetahui dan mengembangkan akuntansi forensik, sedangkan di
Universitas Padjajaran dan IAIN Akuntansi Forensik sudah di masukkan ke dalam
kurikulum pendidikan akuntansi strata satu. Di IAIN akuntansi forensik sebagai
akuntansi forensik di dalam kurikulum profesi akuntansi yang langsung diajar
oleh M. Tuanakota Theodorus.
Untuk mengikuti perkembangan dunia akuntansi, khususnya akuntansi
forensik di Indonesia, seperti Universitas Islam Indonesia sudah membentuk suatu
Pusat Studi Akuntansi Forensik di bawah program studi akuntansi Fakultas
Ekonomi UII dimana mereka sering mengadakan seminar akuntansi forensik
untuk memunculkan pemikiran-pemikiran strategis terkait dengan pengembangan
ilmu akuntansi forensik di Indonesia dan juga menjadi bagian dari upaya untuk
mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari tindak kecurangan.
Penasihat Bidang Keuangan Negara Tim Blue Print Komisi Yudisial RI
Leonerdus Nugroho (2010:15-14) mengungkapkan bahwa
Akuntansi Forensik perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi di tingkat perguruan tinggi agar kalangan akademisi lebih tanggap terhadap kasus kecurangan laporan keuangan yang kerap terjadi sebagai indikasi korupsi di negara Indonesia. Lulusan akuntansi yang berprofesi sebagai akuntan atau sebagi auditor, suka atau tidak suka harus memahami akuntansi forensik. ‘’Hal ini terkait dengan perkembangan ilmu dan permasalahannya, serta perkembangan zaman yang menuntut mereka untuk siap menjadi saksi ahli di pengadilan, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pasal 179 ayat 1,”. Kurangnya pemahaman mengenai akuntansi forensik di kalangan mahasiswa dan akademisi selama ini menyebabkan akuntansi forensik di Indonesia hanya digunakan sebagai alat saat terjadi sebuah kasus. Di Amerika, setiap tahun ada hasil survei dan penelitian yang digunakan sebagai masukan pada pemerintah sebagai wahana kontrol untuk mencegah terjadinya kecurangan keuangan/korupsi di berbagai lembaga.
Managing Director Lembaga Pengembangan Fraud Auditing (LPFA)
Drs.Soekardi Hoesodo (2010:14-15) mengatakan bahwa kurang optimalnya
pemanfaatan akuntansi forensik untuk pengawasan korupsi di Indonesia, hanya
jumlah tersebut tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia. Menurut pakar akuntansi Prof. Dr. Koesbandijah
(2010:14-15) mengungkapkan bahwa akuntansi forensik sebenarnya telah
menambah satu profesi baru bagi mahasiswa jurusan akuntansi. Akuntan forensik
di Indonesia masih relatif baru, bahkan di Amerika baru menjadi perhatian setelah
kasus-kasus yang menimpa keuangan publik yang mendorong disahkannya
Sarbanes Oxley Act atau SOX sejak tahun 2002. Kasus yang serupa, yaitu
penipuan dan penggelapan uang para investor banyak terjadi di Indonesia, tetapi
peran Akuntan Forensik masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Oleh
karena itu, diyakini profesi ini akan mengalami pertumbuhan yang cepat di masa
mendatang dan dalam waktu dekat, karena kepercayaan semakin menjadi sesuatu
yang langka di dunia.
Di beberapa universitas yang ada di Indonesia hanya sedikit universitas
yang memasukkan akuntansi forensik kedalam kurikulum pendidikan akuntansi.
Di Universitas Sumatera Utara pada Departemen akuntansi fakultas ekonomi
belum memasukkan akuntansi forensik dalam kurikulum pendidikan akuntansi.
Padahal, profesi ini sangat menjanjikan untuk kedepannya, karena begitu banyak
skandal keuangan yang terjadi baik di sektor bisnis maupun sektor pemerintahan,
untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa jurusan akuntansi tentang
akuntansi forensik, departemen akuntansi sebaiknya memasukkan akuntansi
forensik ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul : ‘’Persepsi Akademisi terhadap adanya
terhadap Akademisi Strata-1 (S1) dan dosen dengan Strata-2 (S2) dan profesi
akuntansi Universitas Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang penelitian maka perumusan masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa S1 dan dosen dengan
mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik tidak sama
dengan audit forensik.
2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara S1 dan dosen dengan S2 dan
profesi akuntansi tentang akuntansi forensik Sangat berperan terhadap sebuah
peluang karir yang menjanjikan di masa yang akan datang.
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara S1 dan dosen dengan S2 dan
profesi akuntansi tentang akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat
pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan.
4. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara S1 dan dosen dengan S2 dan
Profesi akuntansi tentang akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan akuntansi.
5. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara S1 dan dosen dengan S2 dan
profesi akuntansi tentang ada hubungan akuntansi forensik dengan
6. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara S1 dan dosen dengan S2 dan
profesi akuntansi tentang akuntansi forensik belum mendapat perhatian yang
serius dari pihak perguruan tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik tidak
sama dengan audit forensik.
2. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik
Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan di masa
yang akan datang.
3. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik
sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan
tindak penipuan.
4. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik
5. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang ada hubungan akuntansi
forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi.
6. Untuk memperoleh bukti empiris perbedaan persepsi antara S1 dan dosen
dengan mahasiswa S2 dan profesi akuntansi tentang akuntansi forensik
belum mendapat perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Perguruan tinggi Departemen Akuntansi
Diharapkan agar hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan
pertimbangan kepada departemen akuntansi untuk memasukkan akuntansi
forensik ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.
b. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan memperluas wawasan penulis, terkait
dengan masalah dalam penelitian ini.
c. Bagi Peneliti berikutnya
Diharapkan skripsi ini berguna sebagai referensi dalam rangka mengkaji