ABSTRAK
EFEK ANTELMINTIK RlMPANG TEMU GIRING (rhizoma Curcuma
Hyneana Val. & V.Zijp) TERHADAP Ascaris suum YANG DIUJI SECARA IN
VITRO
Enseline Nikiju]uw, 2003. Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra,dr.
Pembimbing II: Rosnaeni,dra
Ascariasis merupakan infeksi yang bersifat kosmopo]it dengan angka preva]ensi
tinggi. Salah satu cara penanggu]angan masa]ah ascariasis yaitu dengan pemberian
obat
ante]mintik,
namun
distribusi
obat ante]mintik
sintetik
mungkin
tidak
menjangkau sampai pada daerah yang terpenci], sehingga diperJukan aJternatif
pengobatan ante]mintik yang mudah ditemukan pada daerah tersebut. Dengan a]asan
ini]ah, rimpang Temu giring dipiJih sebagai salah satu obat aJternatif ante]mintik
Tujuan dari percobaan ini ada]ah untuk mengetahui efek antehnintik
rimpang Temu Giring (rhizoma Curcuma heyneana VaL & YZijp) terhadap
Ascaris
Metode penelitian ini menggunakan 30 ekor Ascaris suum yang direndam da]am
]arutan kontro] dan bahan uji jus rimpang Temu giring dengan konsentrasi (20%,
40%, 60%, 80% dan JOO%) se]ama 3 jam pada suhu 37°C. NaC] 0.9% sebagai
kontro] negatif dan Piperazin sitrat 20% sebagai kontro] positif Ana]isa statistik
menggunakan Stastistik non parametrik Chi kuadrat.
Basi] penelitian membuktikan bahwa semua konsentrasi jus rimpang Temu giring
(20%, 40%, 60%, 80% dan 100%) memiliki efek anthe]mintik terhadap Ascaris,
dengan efek antelmintik terkuat pada konsentrasi ]00%.
Kesimpulan dari penelitian ini ada]ah rimpang Temu giring memi]iki efek
ante]mintik terhadap Ascaris.
PeneJitian ]ebih ]anjut terhadap efek ante]mintik rimpang Temu giring diharapkan
dapat diuji pada nematoda lainnya.
ABSTRACT
THE ANTHELMINTIC
EFFECT
OF
TEMU
GIRING RHIZOME
(rhizoma Curcuma Hyneana Val. & V.Zijp) ON Ascaris suum IN VITRO
Enseline Nikijuluw, 2003. Tutor 1 : Sugiarto Puradisastra, dr. Tutor 11: Rosnaeni, dra
Ascariasis is a cosmopolit il?fection with high number prevalention. One of the preventive ascariasis problem is synthetic anthelmintic, but the distribution of synthetic anthelmintic can not achieve little village so in this condition is needed an alternative anthelmintic that aesy to found. For this reason, Temu giring rhizome is chosen as an alternative anthelmintic.
The objective of this experience was to know whether Temu giring rhizome has anthelmintic effect on Ascaris.
The plan o.fstudy used 30 Ascaris suum and soaked in control solutin and vmying concentration (20%,40%,60%,80% and 100 %) ofTemu giring rhizome juice for 3 hour at 3rc. Nacl 0.9% as negative control and Piperazin sitrate 20% as positive control. Stastictical analysis used Stasistical non parametric Chi Squre.
The result proo.f all Temu giring rhizome juice's concentration (20%, 40%, 60%, 80% and 100 %) had anthelmintic effect on Ascaris, and 100% had strongerst anthelmintic effect on Ascaris
The conclutions o.f this experience is Temu giring rhizome has anthelmintic effect on Ascaris suum in vitro
The using o.f Temu giring rhizome as anthelmintic e,ffrct on other nematodes need further research.
DAFT AR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
SURAT PERNY ATAAN
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
KATA PENGANT AR
vi
DAFT AR ISI
viii
DAFT AR TABEL
x
DAFT AR GAMBAR
Xl
DAFT AR GRAFIK
Xll
DAFT AR LAMPIRAN
XIll
BABI
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Maksud dan Tujuan 2
1.4 Kegunaan Penelitian 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 3 ].6 Metode Penelitian
4
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ascaris lumbricoides 5
2.1.] Morfologi 6
2.1.2 Anatomi, Histologi dan Fisiologi 7
2.1.2.] Dinding Badan 7
2.] .2.2 Sistem Nervosum 9
2.1.2.3 Sistem Digestivus ]]
2.] .2.4 Sistem Respirasi dan Kardiovaskuler ]2 2.1.2.5 Sistem Ekskretoris dan Osmoregulator ] 2
2.1.2.6 Sistem Reproduksi 15
2.1.2.7 Sistem Metabolisme ] 6 2.1.2.8 Morfologi dan Fisiologi Telur-Larva 17
2.].3 Siklus Hidup ]9
2.1.4 Patologi dan Simptomologi 2]
2. ].5 Diagnosis 22
2.].6 Pencegahan 23
BABill
BAB IV
BABV
2.2
Temu giring (Curcuma heyneanae Val. & YZijp)
24
2.3 Pengobatan '" ... 25
2.3.1 Befenium Hidroksinaftoat 26
2.3.2 LevamisoJ 26
2.3.3 MebendazoJ 27
2.3.4 Piperazin 27
2.3.5 Pirantel Pamoat 29
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian 30
3.2. Bahan dan Alat 30
3.2.1 Bahan Penelitian 30
3.2.2 Alat-alat yang Digunakan 30
3.3. Metode Penelitian 31
3.3.1. Variabel Penelitian 31
3.3.2. Persiapan Penelitian 31
3.3.3. Prosedur Penelitian 32
3.3.4. Analisis Data 33
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Efek Bahan Uji Jus Rimpang Temu Giring Terhadap
Ascaris 34
KESIMPULANDANSARAN
5.1. Kesimpulan 37
5.2. Saran 37
DAFT AR PUST AKA 38
LAMP IRAN 41
DAFT AR RIW A YAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 4.] Efek Bahan Uji Jus Rimpang Temu Giring (JRTG) TerhadapAscaris... ... ... .. 34
GAMBAR2.]
GAMBAR 2.2
GAMBAR 2.3
GAMBAR 2.4
GAMBAR 2.5
GAMBAR 2.6
GAMBAR 2.7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Ascaris lumbricoides Jantan dan Betina 6
Potongan Kutikula Ascaris 8
Penampang Melintang Ascaris ]4
Ujung Posterior Ascaris Jantan ] 6
Telur Ascaris Tidak Berembrio ] 8
Telur Ascaris Berembrio. 18
Siklus Hidup Ascaris lumbricoides 20
Diagram 4. 1
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Data Jumlah Cacing yang Hidup, Paralisis dan Mati
Dalam Berbagai Konsentrasi Jus Rimpang Temu Giring
dan Larutan Kontrol
35
DAFT AR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN ] Perhitungan Statistik Uji Chi Kuadrat X2Secara Manual 4] LAMPIRAN 2 Perhitungan Konsentrasi Jus Rimpang Temu Giring 44
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ascariasis adalah suatu penyakit infeksi pada manusia yang disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia prevalensi ascariasis sangat tinggi yaitu sekitar 80 - 90%. (Gandahusada, dkk, 1998) Infeksi oleh cacing ini sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang buruk, oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila Departemen Kesehatan menyatakan bahwa tingkat kejadian ascariasis pada anak-anak SD di Jakarta mencapai 80% (www.Kompas.com/Kompas-cetakl12 April 2002). Mengingat betapa seringnya anak-anak bersentuhan dengan tanah dan kurangnya perhatian masyarakat tentang pentingnya sanitasi (www.Berita Kesehatan.com/cacingan). Dari data diatas, diperkirakan angka prevalensi ascariasis pada daerah-daerah terpencil khususnya di luar Jakarta dengan lingkungan sanitasi yang lebih buruk lebih dari 80%. Keadaan negara Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, serta tanah subur merupakan lingkungan optimal bagi kehidupan Ascaris. Tingkat kepadatan penduduk di negara kita ikut mendukung mudahnya penularan dan menyulitkan pemutusan rantai penularan tersebut. Selain itu kemampuan memproduksi telur dari seek or Ascaris mencapai 200 ribu butir telur per hari, dimana telur-telur ini relatif resisten terhadap kekeringan dan perubahan suhu (Gracia and Bruckner,1997). Faktor-faktor diatas menyebabkan angka kejadian ascariasis menjadi sulit dikendalikan.
2 Meskipun ascariasis kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi pad a infeksi yang berat ascariasis dapat menyebabkan ganguan fungsi organ bahkan kematian.
Salah satu cara penanggulangan masalah ascariasis antara lain dengan pemberian obat antelmintik yang saat ini banyak beredar di pasaran. Namun, distribusi obat sintetik tidaklah menjangkau seluruh pelosok tanah air terutama daerah terpencil, yang merupakan daerah prevalensi tinggi Ascariasis. Oleh sebab itu alangkah baiknya jika kita menggunakan tanaman obat di sekeliling kita, yang seakan terlupakan manfaatnya. Selain mudah diperoleh, keuntungan lainnya dari penggunaan tanaman obat bila dibandingkan dengan obat-obat sintetik yaitu harga yang lebih murah dan efek sam ping yang minimal. Dengan adanya tanaman obat seperti Temu Giring yang diduga memiliki efek antelmintik, diharapkan angka prevalensi ascariasis terutama di daerah terpencil dapat diturunkan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti efek fannakologis Temu giring sebagai antelmintik.
1.2 Identifikasi Masalah
Apakah nmpang Temu Giring (rhizoma Curcuma heyneana) berefek antelmintik terhadap Ascaris
1.3 Maksud dan Tujuan
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan praktis penelitian ini adalah untuk pegembangan pelayanan kesehatan
dengan mempelajari efektifitas rimpang Temu giring sebagai antelmintik yang
cukup potensial.
Kegunaan akademis penelitian ini adalah untuk menambah dan memperluas
wawasan ilmu fannakologi tumbuhan obat tradisional Indonesia khususnya Temu
giring sebagai antelmintik
1.5 Kerangka Pemikiran
Otot cacing mengandung bagian kontraktil yang merupakan otot lurik, bagian ini terdiri dari filamen aktin dan miosin. Proses kontraksi terjadi dengan cara yang sama seperti pada otot lurik vetebra. (Robert and Schidt, 1985)
Asetilkolin sangat memegang peranan penting dalam terjadinya kontraksi otot. Potensial aksi yang menjalar sepanjang saraf motorik setelah sampai pada motor
end plate akan menyebabkan sekresi neurotransmiter asetilkolin. Hal ini memungkinkan terbukanya saluran Natrium, dengan demikian sejumlah besar ion Natrium akan mengalir kebagian dalam membran serat otot yang kemudian menimbulkan depolarisasi. Retikulum Sakroplasma melepaskan sejumlah besar ion Calsium kedalam miofibril. Ion Calsuim menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin yang menyebabkan keduanya bergerak bersama-sama, dan menghasilkan proses kontraksi ( Guyton and Hall, ] 997).
4
sehingga menggangu pergerakan, proses makan dan menyebabkan
paralisis atau
kematian.
Hipotesis PeneJitian : Temu Giring berefek antelmintik terhadap Ascaris.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan memakai rancangan acak lengkap (RAL) dan bersifat komparatif.
Data yang diukur adalah jwnlah cacing hidup, mati dan paralisis. Analisis data memakai statistik non parametrik Chi Kuadrat.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi :
o Laboratorium Farmakologi FakuItas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
o Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Kristen Maranatha
o Kampus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Universitas
Wakto :
37
BABV
KES~PULANDANSARAN
5.1 Kesimpulan
Rimpang Temu Giring (rhizoma Curcuma heyneana) berefek antelmintik terhadap Ascaris
5.2 Saran
Dengan adanya penelitian mengenai efek antelmintik rimpang Temu gmng
38
DAFT AR PUST AKA
Brown, H.W. 1982. Dasar ParasUologi Klinik(Ed.Wita Pribadi). Edisi 3. Jakarta:
PT. Gramedia. 209-27]
Brown Belding. 1985. Basic Clinical Parasitology. Second Edition. United States Of America: Appeteton-Century-Crofts, Inc. ] 2] -] 26
Centers for Disease Control [CDC] ] 999 in Agent and Vector Ascaris lumbricoide, http://www.emedicine.com/pedltopic145.htm. 2003
Dep.Kes RI, ]986. Senarai Tumbuhan Gbat Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dep. Kes RI. 9
Elmer R.Noble & Glenn A. Noble, ]989. Biologi Paras it Hewan, edisi 5. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 53] -609
Fauts
& Russel,
1968. Clinical Parasitology.
Seventh edition. By LEA &
FEBIGER,4]9-429
Gandahusada, dkk. ] 998. Parasitologi Kedokteran. Edisi 2. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 9-] ]
Guyton & Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 66
Gracia & Bruckner, ] 997. Diagnostic A1edical Parasitology. Third edition. Washingtin D.C : AS.M. PRESS. 22]-227
Harrison, 1995. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ] 3. Singapore: McGraw-Hill Inc. 1038-1039
39
http://www.BeritaKesehatan.com/cacingan.
2003.
http://www.biosci.Ohio-State.edu/Parasite/ascaris.html.
2003
http://www.dpd.cdc.gov/dpd/HTML/Ascariasis.htm.
2003
http://www.emedicine.com/ped/topic145.htm.
2003
http://wWw.idionline.org/obat/tradisional/t1.htm.
1999
http://www.indomedia.com/intisari/1999/februari/temu-giring.htm.
1999.
http://www.:kesehatan.com.
2003.
http://www.Kompas.com/Kompas-cetak/12
April 2002, 2002.
http://www.martin.parasitology.mcgill.ca/JIMSPAGE/Ascaris.htm.
2003.
Http://www.sHushijau.com/tanantan/obat/t.htm.
2003
Kaztira
2000
in
Agent
and
Vector
Ascaris
lumbricoides
www.emedicine.comlpedltopicI45.htm.
2003
http://
Radiopoetro,1986. Zoologi. Cetakan 4. Jakarta: Airlangga. 267-27]
Robert, L.S & Schmidt, G.D. 1985. foundation of Parasitology. Second Edition. St Lois: Times Mirror/Mosby Collage Publishing. 4] 0-443
40
Sukarno S. dan Sardjono O.S, 1995. Anthelmintik. Dalam: Sulistia G. Ganiswama(editor): Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI. 523-536