BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai
sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui
bermacam – macam program. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke
dalam dua golongan sebagai berikut :
1. Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda
pemerintahan, yang terdiri dari belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji
pegawai termasuk gaji pokok dan tunjangan, belanja barang, yaitu untuk
pembelian barang - barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah
sehari – hari, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang negara, belanja
pemeliharaan yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan
pemerintah tetap terpelihara secara baik dan belanja perjalanan yaitu untuk
perjalanan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan.
2. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang dilakukan
pemerintah untuk pembangunan fisik dan non fisik dalam rangka menambah
jembatan, sekolah dan ruman sakit. Sedangkan pembangunan non fisik seperti
pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.
Pengeluaran pemerintah adalah hal yang sangat penting karena
menyangkut output yang dihasilkan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak.
Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan
jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk
melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkosoebroto, 1993 : 169).
Pengeluaran yang dilakukan pemerintah menujukkan perannya dalam
perekonomian Dalam rangka mencapai kondisi masyarakat yang sejahtera.
Menurut Dumairy (1999 : 56) Pemerintah memiliki 4 peran yaitu :
- Peran alokasi, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan
sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan
mendukung efisiensi produksi.
- Peran distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan
sumber daya, kesempatan dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan
wajar.
- Peran stabilitatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara
stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam
keadaan equilibrium.
- Peran Dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan
proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang
2.1.1 Teori – Teori Pengeluaran Pemerintah 2.1.1.1 Pengeluaran Pemerintah Secara Mikro
Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah menyangkut faktor – faktor
yang mempengaruhi timbulnya permintaan akan barang – barang publik dan
faktor – faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara
permintaan dan penawaran barang publik menentukan jumlah barang publik yang
disediakan yang selanjutnya akan menimbulkan permintaan terhadap barang lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah yaitu:
a. Perubahan permintaan akan barang publik.
b. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik
dan perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan.
c. Perubahan kualitas barang publik.
d. Perubahan harga faktor – faktor produksi.
2.1.1.2 Pengeluaran Pemerintah Secara Makro A. Teori Keynes
Persamaan keseimbangan pendapatan nasional menurut Keynes adalah Y=
C+I+G. Dimana (Y) merupakan pendapatan nasional, (C) merupakan pengeluaran
konsumsi dan (G) adalah Pengeluaran pemerintah. Dengan membandingkan nilai
(G) terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa
besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan
nasional. Menurut Keynes, untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam
perekonomian, pemerintah berupaya untuk meningkatkan jumlah pengeluaran
sehingga dapat mengimbangi kecenderungan mengkonsumsi (C) dalam
perekonomian.
Perpajakan dan pengeluaran pemerintah saling berkaitan dalam pengertian
fiskal atau anggaran pendapatan dan belanja pemerintah secara keseluruhan.
Pengeluaran total dalam perekonomian dikurangi efek pengganda dari
peningkatan pajak dan pemotongan pajak merupakan kebijakan dimana
pemerintah melaksanakananggaran surplus dalam menekan pengeluaran
pemerintah. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pengeluaran, maka
pemerintah mengoperasikan anggaran defisit dengan mengurangi pajak dan
meningkatkan pengeluaran pemerintah.
Suatu penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam
pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan
agregat dan melalui proses pengganda (multiplier effect) akan memberikan
penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan
yang berlebihan (over-heating). Sebaliknya adanya peningkatan dalam
pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan
(injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan menaikkan
permintaan agregat dan melalui efek pengganda akan menciptakan tambahan
lapangan pekerjaan.
B. Teori Rostow dan Musgrave
Teori ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang didasarkan pada
ekonomi dengan pengeluaran pemerintah yang terdiri dari tahap awal, tahap
menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase
investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini
pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi dan sebagainya.
Di tahap menengah peranan investasi pemerintah masih dibutuhkan
namun investasi swasta semakin besar. Peran swasta yang semakin besar ini
menyebabkan kegagalan pasar juga semakin besar yang pada akhirnya membuat
pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik lebih banyak dan lebi baik.
Pada tahap lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke
aktivitas – aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua, pelayanan
kesehatan masyarakat dan sebagainya.
C. Teori Wagner
Teori ini menekankan pada perkembangan persentase pengeluaran
pemerintah yang semakin besar terhadap GNP. Menurutnya apabila dalam suatu
perekonomian pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran
pemerintah akan ikut meningkat, terutama karena pemerintah harus mengatur
hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan dan sebagainya.
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut:
< < .. <
Keterangan:
Teori Wagner bertitik tolak pada suatu teori yang disebut organictheory of
state. Teori tersebut menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas
bertindak. Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran
pemerintah selalu meningkat yaitu :
a. Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan;
b. Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat;
c. Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi;
d. Perkembangan demografi;
e. Ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara
industri-industri dan hubungan antara industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan
komplekssehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif menjadi
semakin besar.
Hukum Wagner ini ditunjukkan oleh digram berikut ini dimana kenaikan
pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh
Kurva 1
Kurva 2
Z = kurva perkembangan pengeluaran pemerintah
0 1 2 3 4 5 Waktu
Sumber : Mangkusoebroto
Gambar 2.1 Kurva Teori Wagner D. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini memandang bahwa pemerintah selalu berusaha
untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar
pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang
semakin besar, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari
pemungutan suara. Mereka percaya bahwa masyarakat mempunyai tingkat
toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya
pungutan pajak yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana
untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka memiliki kesediaan untuk
membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah
Menurut mereka perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak
yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya
penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan
penerimaan pemerintah yang menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal
tersebut terganggu, misalnya karena ada perang, maka pemerintah harus
memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu penerimaan
pemerintah dari pajak juga harus meningkat, dan pemerintah meningkatkan
penerimaannya dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk
investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan
(displacement effect), yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas
swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Selain itu banyak aktivitas pemerintah
yang baru kelihatan setelah terjadinya perang, yang disebut efek inspeksi
(inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya
konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah, yang disebut efek konsentrasi
(concentration effect).
Adanya ketiga efek diatas menyebabkan bertambahnya aktivitas
pemerintah setelah perang sehingga tingkat pajak tidak turun kembali. Ini
Pengeluaran Pemerintah/GDP
D
C F
G Pengeluran Pemerintah A B
Pengeluaran Swasta
0 t t + 1 Tahun
Sumber : Mangkusoebroto
Gambar 2.2
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Peacock Dan Wiseman
Pada grafik diatas terlihat bahwa dalam keadaan normal dari tahun t ke
t+1, pengeluaran pemerintah terhadap GDP naik sebagaimana ditunjukkan oleh
garis AG. Apabila pada tahun terjadi perang maka pengeluaran pemerintah naik
sebesar AC dan kemudian naik seperti ditunjukkan pada segmen CD. Setelah
perang selesai (t+1) pengeluran pemerintah tidak turun lagi ke G yaitu
perkembangan pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini akibat
pemerintah memerlukan dana tambahan untuk mengembalikan pinjaman yang
digunakan dalam pembiayaan perang sehingga tarif pajak dinaikkan.
2.1.2 Klasifikasi pengeluaran pemerintah
Menurut Suparmoko (1994 : 78) Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari
berbagai segi sebagai berikut:
a. Pengeluaran pemerintah merupakan investasi untuk menambah kekuatan
b. Pengeluaran pemeritah langsung memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat.
c. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang akan datang.
d. Pengeluaran pemerintah merupakan sarana penyedia kesempatan kerja
yang lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas. .
Maka pengeluaran pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya
pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari
masyarakat yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan.
Contohnya pengeluaran untuk jasa negara, pengeluaran untuk jasa-jasa
perusahaan pemerintah atau untuk proyek–proyek produktif barang ekspor.
2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan
keuntungan ekonomis bagi masyarakat, dimana dengan naiknya tingkat
penghasilan dan sasaran pajak yang lain pada akhirnya akan menaikan
penerimaan pemerintah. Misalnya, pemerintah menetapkan pajak progresif
sehingga timbul redistribusi pendapatan untuk pembiayaan pelayanan
kesehatan masyarakat.
3. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak produktif, yaitu
pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan
masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, objek-objek pariwisata dan
sebagainya. Sehingga hal ini dapat juga menaikkan penghasilan dalam
4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan
pemborosan. Misalnya untuk pembiayaan pertahanan atau perang
meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan yang menerimanya
akan naik.
5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang.
Misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Jika hal ini tidak
dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di
masa yang akan datang pasti akan lebih besar.
Pengeluaran pemerintah juga dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Pembedaan antara Pengeluaran atau Belanja Rutin dan Pengeluaran atau
Belanja Pembangunan.
- Belanja Rutin adalah belanja untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan
pemerintah sehari-hari. Belanja rutin terdiri atas:
(1) Belanja Pegawai yaitu untuk pembayaran gaji atau upah pegawai
termasuk gaji pokok dan segala macam tunjangan.
(2) Belanja Barang, yaitu untuk pembelian barang-barang yang digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.
(3) Belanja Pemeliharaan, yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik
atau kekayaan pemerintah tetap terjaga dengan baik.
(4) Belanja Perjalanan, yaitu biaya perjalanan untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintah.
- Belanja Pembangunan, adalah pengeluaran untuk pembangunan baik
2. Pembedaan antara Current Account atau Current Expenditure dengan
Capital Expenditure atau Capital Account.
- Current Expenditure atau Current Budget (anggaran rutin), yaitu anggaran
untuk penyelenggaraan pemerintah sehari-hari termasuk belanja pegawai
dan belanja barang serta belanja pemeliharaan.
- Capital Expenditure atau Capital Budget (belanja pembangunan) yaitu
rencana untuk pembelian capital (tetap).
3. Pembedaan Obligatory Expenditure dengan Optional Expenditure, antara
Real Expenditure dengan Transfer Expenditure dan antara Liquidated
Expenditure dengan Cash Expenditure.
- Obligatory Expenditure atau pengeluaran wajib adalah pengeluaran yang
bersifat wajib yang harus dilakukan agar efektivitas pelaksaan dapat
terselengara dengan baik.
- Optional Expenditure atau Pengeluaran Opsional adalah pengeluaran yang
dilakukan pada saat tiba-tiba dibutuhkan.
- Real Expenditure atau pengeluaran nyata adalah pengeluaran untuk
pembelian barang dan jasa.
- Transfer Expenditure adalah pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan
mendapatkan barang dan jasa, jadi tidak ada direct quid quo.
- Liquidated Expenditure adalah pengeluaran pemerintah yang sudah diajukan
dan disetujui oleh DPR atau DPRD. Semula dalam RAPBN/RAPBD setelah
- Cash Expenditure adalah pengeluaran yang telah sungguh-sungguh
dilaksanakan berupa pembayaran-pembayaran konkrit.
Sementara itu menurut Sadono Sukirno (1994 : 168 - 169) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi besarnya pengeluaran pemerintah dalam satu periode yaitu :
a. Proyeksi jumlah pajak yang diterima
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Ada kecenderungan
semakin banyak pajak yang diterima maka semakin besar pengeluaran yang
dilakukan.
b. Tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah
Tujuan – tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah yaitu mengurangi
pengangguran, menurunkan tingkat inflasi dan mempercepat pembangunan
ekonomi dalam jangka panjang. Maka diperlukan dana yang besar yang salah
satunya bersumber dari pajak. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi pengagguran perlu diadakan perbaikan jalan dan sarana lainnya
guna meningkatkan minat investasi swata, Sering kali penerimaan yang berasal
dari pajak tidak mencukupi maka terkadang keputusan untuk mencetak uang baru
merupakan jalan yang diambil pemerintah.
c. Pertimbangan politik dan keamanan
Stabilitas politik sering kali berpengaruh terhadap stabilitas
perekonomian. Seperti perang yang melanda suatu Negara. Hal ini tentu
berdampak pada besarnya alokasi dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
membiayai perang, yang pada akhirnya juga mengganggu iklim investasi di
2.1.3 Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Pendididkan
Sumber daya manusia bagi suatu bangsa merupakan salah satu faktor yang
menentukan pembangunan ekonomi dan sosial bangsa tersebut. Untuk itu
pendidikan formal merupakan kebutuhan mutlak bagi masyarakat yang wajib
disediakan oleh Negara. Tidak hanya untuk memperoleh pemgetahuan, norma –
norma, nilai luhur dan cita – cita pun bisa sekaligus tertanam, yang ikut andil
dalam pembangunan bangsa. Sampai dengan awal dasawarsa 1990-an anggaran
pendidikan di banyak negara dunia ke tiga menyerap sekitar 15–27 persen dari
total pengeluaran pemerintah, begitu pula halnya dengan Indonesia.
Saat ini pemerintah meyediakan anggaran minimal 20 persen dari APBN
untuk bidang pendidikan. Kebijakan ini tercantum dalam UU No 20 tahun 2003
yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari
APBD. Hal ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman. Sebab kemajuan suatu
bangsa dapat diukur dari tingkat pendidikan masyarakatnya.
Pendidikan yang kurang memadai dan tidak dikembangkan secara terus
menerus tentu akan membuat suatu bangsa tidak siap bersaing dengan bangsa –
bangsa lainnya. Walaupun sulit dicatat dalam dokumen statistik, perluasan
kesempatan bersekolah dalam segala tingkat telah mendorong pertumbuhan
1. Terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena pengetahuan
dan bekal keterampilan yang lebih baik;
2. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas;
3. Terciptanya kelompok pimpinan yang terdidik untuk mengisi
lowongan di suatu nit usaha atau lembaga;
4. Terciptanya berbagai program pendidikan dan pelatihan untuk
membina sikap – sikap modern.
Achsanah (dalam Maryani, 2010 : 6) menyebutkan bahwa peran dominan
pemerintah dalam pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah
kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimiliki oleh
sektor pendidikan karena karakteristik yang ada pada sektor pendidikan yaitu
sebagai berikut:
1. Pengeluaran pendidikan sebagai investasi
2. Eksternalitas
3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan
publik
4. Rate of return pendidikan
Tersedianya sumber teknologi yang efisien harus disertai dengan
tersedianya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut.
Yang pada akhirnya menunjukkan bahwa pendidikan merupakan investasi dalam
meningkatkan produktivitas manusia. Pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan yang baik dalah wujud nyata peran serta pemerintah dalam
2.1.4 Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Kesehatan
Kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi manusia. Manusia tidak akan
dapat beraktivitas dengan baik jika mengalami gangguan kesehatan. Pelayanan
kesehatan merupakan salah satu pelayanan publik yang disediakan oleh
pemerintah. Tidak hanya bagi usia dewasa namun juga anak – anak. Sebagai
Negara berkembang yang sangat rentan akan masalah kesehatan, sarana kesehatan
dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah.
Jika dibandingkan dengan dengan masa sebelum orde baru, maka sejak
orde baru hingga saat saat ini, perkembangan dalam bidang kesehatan di
Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan. Hal ini diukur dari indikator
kesehatan antara lain tingkat kematian bayi, kecukupan gizi anak – anak dan
remaja, kondisi sanitasi umum, jumlah dokter dan juru rawat, serta jumlah rumah
sakit dan puskesmas, sudah mengalami perkembangan cukup pesat.
Undang – undang di Indonesia yang mengatur mengenai anggaran
kesehatan adalah UU No 36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa besar
anggaran kesehatan pemerintah pusat dialokasikan minimal 5 persen dari APBN
di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan
Kabupaten/Kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji.
2.2 Struktur Umur Penduduk
Umur merupakan salah satu karakteristik pokok penduduk. Dalam hal ini
struktur umur memegang peranan penting sebab dapat menggambarkan dan
sinilah kemudian terlihat apakah suatu negara memiliki cirri penduduk tua atau
penduduk muda. Penduduk tua artinya di Negara tersebut sebagian besar
penduduk berada pada kelompok usia tua. Sedangkan penduduk muda apabila
sebagian penduduk besar berada pada kelompok usia muda.
Apabila di suatu Negara penduduk dengan usia tua (45 tahun ke atas)
jumlahnya lebih banyak dibandingkan penduduk yang berusia lebih muda, maka
hal itu menunjukkan bahwa tingkat kelahiran di negara tersebut rendah dan
tingkat kematiannya tinggi yang menyebabkan tingkat pertumbuhan penduduk
rendah. Penduduk suatu wilayah dianggap penduduk muda apabila penduduk usia
dibawah 15 tahun mencapai sebesar 40 persen atau lebih dari jumlah seluruh
penduduk. Sebaliknya penduduk disebut penduduk tua apabila jumlah penduduk
usia 65 tahun keatas diatas 10 persen dari total penduduk.
Berdasarkan struktur umur, penduduk suatu wilayah dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk: (1) Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada pada
kelompok umur muda, (2) Konstriktif, jika sebagian kecil penduduk berada dalam
kelompok umur muda, dan (3) Stasioner, jika banyaknya penduduk pada tiap
kelompok umur hampir sama kecuali pada kelompok umur tertentu.
Struktur umur penduduk juga dapat digunakan untuk mengukur Angka
Beban Tanggungan (Dependentcy Ratio) yaitu angka yang menunjukkan
banyaknya orang yang tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan diatas 65
tahun) yang harus ditanggung oleh setiap orang yang produktif secara ekonomi
(usia 15 – 64 tahun). Distribusi umur dalam demografi digolongkan kedalam
Umur satu tahunan Umur lima tahunan
0 0 - 4
1 5 - 9
2. . .dst 10 - 14 . . .dst
2.2.1 Penduduk Pada Kelompok Umur Muda (0-14 tahun)
Menurut Badan Pusat Statistik, Penduduk yang masuk kategori umur
muda adalah mereka yang berumur 0 – 14 tahun. Umumnya penduduk di negara
berkembang yang masuk dalam golongan ini jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih tua. Banyaknya penduduk pada
kelompok umur muda menandakan bahwa tingkat Kelahiran (fertilitas) di negara
tersebut tinggi sehingga pada gambar piramida penduduk akan menyebabkan
menyebabkan dasar piramida penduduk lebih lebar dan meruncing di bagian atas.
Penduduk muda akan mempunyai beban besar dalam investasi sosial untuk
pemenuhankebutuhan pelayanan dasar bagi anak-anak dibawah 15 tahun ini.
Yaitu pemerintah harus membangun sarana dan prasarana pelayanan dasar mulai
dari perawatan Ibu hamil dan kelahiran bayi, bidan dan tenaga kesehatan lainnya,
sarana untuk tumbuh kembang anak termasuk penyediaan imunisasi, penyediaan
pendidikan anak usia dini, sekolah dasar termasuk guru-guru dan sarana sekolah
yang lain.
Penduduk muda tidak selamanya cenderung bertambah lebih banyak
meskipun pertumbuhan maupun golongan muda biasanya berjalan seirama. Pola
lama, akibatnya pola tersebut merupakan gambaran yang cenderung tetap dan
tidak mengalami perubahan dalam beberapa tahun saja.
2.2.2 Penduduk Pada Kelompok Umur Pertengahan (15-64 tahun)
Penduduk yang tergolong dalam kelompok umur pertengahan atau
kelompok umur produktif menurut Badan Pusat Statitik adalah penduduk dengan
usia 15–64 tahun. Penduduk pada kelompok umur inilah yang menanggung
kebutuhan penduduk usia muda dan tua yang tercermin dalam angka beban
tanggungan (dependentcy ratio). Kelompok usia pertengahan sangat berperan
penting bagi pebangunan suatu negara. Karena merekalah yang berperan aktif
dalam menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun tidak dadapat
dipungkiri bahwa tingkat konsumsinya juga sangat besar karena menbutuhkan
segala hal yang berhubungan dengan pendidikan dan kesehatan.
2.2.3 Penduduk Pada Kelompok Umur Tua (65-75 tahun keatas)
Menurut Badan Pusat Statistik, Penduduk yang masuk kategori umur tua
adalah mereka yang berumur 65-75 tahun keatas. Negara yang sebagian besar
penduduknya berada pada kelompok umur tua pada umumnya adalah negara –
negara maju karena umumnya negara - negara maju memiliki angka life
expaectancy yang tinggi. Semakin banyak penduduk dalam kelompok umur tua
artinya semakin besar beban yang dalam pembayaran pensiun, perawatan
kesehatan fisik dan kejiwaan lanjut usia (lansia), pengaturan tempat tinggal dan
lain lain yang perlu mendapat perhatian baik dari pemerintah pusat maupun
2.3 Piramida Penduduk
Piramida penduduk digunakan untuk menggambarkan struktur umur dan
jenis kelamin penduduk secara grafik. Melaui piramida penduduk dapat dilihat
bagaimana komposisi umur dan jenis kelamin penduduk di suatu negara. Dari
sinilah dapat tergamabr jelas seberapa besar proporsi penduduk pada masing –
masing kelompok umur. Berikut adalah cara – cara penggambaran piramida
penduduk :
- Sumbu vertikal untuk distribusi umur.
- Sumbu horizontal untu jumlah penduduk, dapat absolute atau persentase.
- Dasar piramida dimulai untuk umur muda (0–4 tahun), semakin keatas
untuk umur yang semakin tua.
- Puncak piramida sering dibuat dengan system open end interval, artinya
umur 75, 76, 77, 78 dan seterusnya cukup ditulis 75+.
- Bagian kiri untuk laki – laki dan bagian kanan untuk perempuan.
- Ukuran balok diagram untuk masing – masing umur harus sama.
Distribusi umur penduduk yang berbeda – beda pada masing – masing
negara menyebabkan bentuk piramida penduduknya juga berbeda beda. Bentuk
60 60
15 15
(1) (2)
60 60 60
15 15 15
(3) (4) (5)
Sumber: Lembaga Demografi FE UI, Dasar – Dasar Demografi
Gambar 2.3
Bentuk - Bentuk Piramida Penduduk Model 1
Dasar piramida ini lebar dengan slope yang tidak terlalu curam atau
cenderung datar. Piramida ini mengindikasikan tingkat kelahiran dan kematian
penduduk yang sangat tinggi, sebelum Negara yang bersangkutan mengadakan
pengendalian terhadap kematian dan kelahiran. Bentuk piramida seperti ini juga
menunjukka umur median rendah serta dependentcy ratio yang tinggi. Contohnya
piramida penduduk India tahun 1951 dan piramida penduduk Indonesia tahun
Model 2
Dasar piramida ini lebih lebar dibanding model 1 dan slope setelah
kelompok umur 0–4 tahun hingga ke puncak juga lebih curam. Ini terjadi pada
negara – negara yang memgalami permulaan tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi karena terjadinya tingkat kematian bayi dan anak – anak yang menurun
tetapi pada tingkat fertilitas belum terjadi penurunan. Di Negara seperti ini
median age sangat rendah sedangkan dependentcy ratio tertinggi di dunia. Contoh
Negara dengan bentuk piramida seperti ini yaitu Brazilia, Meksiko dan Srilangka.
Model 3
Bentuk sarang tawon kuno (old fashioned beehive) adalah sebutan bagi
piramida ini. Merupakan ciri dari negara dengan tingkat kelahiran dan kematian
yang rendah. Memiliki median age sangat tinggi dan dependentcy ratio sangat
rendah terutama pada kelompok – kelompok umur tua. Bentuk seperti ini dimiliki
hampir semua negara Eropa Barat.
Model 4
Bentuk piramida ini mirip lonceng sehingga disebut The bellshaped
pyramid. Terdapat pada negara – negara yang telah mengalami penurunan tingkat
kelahiran dan kematian selama 100 tahun terakhir. Ciri - cirinya adalah median
age cenderung menurun serta dependentcy ratio yang semakin tinggi. Contohnya
Amerika Serikat.
Model 5
jumlah absolut penduduk berkurang. Contoh Negara dengan piramida seperti ini
adalah jepang.
2.4 Penelitian Terdahulu
1. Jurnal Penelitian yang ditulis oleh Jaka Sriyana (2008) yang berjudul
“Dampak Transisi Demografi Terhadap Defisit Fiskal di Indonesia”
menganalisis pengaruh pergeseran struktur umur penduduk Indonesia ke arah
peningkatan pertumbuhan penduduk tua atau yang disebut ageing population
terhadap aspek sosial dan ekonomi. Model pendekatan Overlaping
Generation (OLG) digunakan untuk menjelaskan hubungan antara ageing
population dengan keuangan Negara. Diperoleh hasil bahwa ageing
population menyebabkan perubahan karakteristik dan penyebaran penduduk,
sementara dari sisi keuangan negara walaupun penerimaan pemerintah tetap
meningkat namun pengeluaran juga meningkat. Hal ini berujung pada
meningkatnya defisit anggaran akibat peningkatan berbagai komponen ageing
population yaitu belanja pensiun, kesehatan, dan dana jaminan sosial.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Bezdek, et al (2003) dalam jurnalnya yang
berjudul “Fiskal Implication of Population Ageing” meneliti pengaruh ageing
population di Republik Ceko terhadap pengeluaran pemerintah di bidang
pendidikan, kesehatan dan dana pensiun. Penelitian ini menggunakan data
dari tahun 1995 - 2000 dan melakukan proyeksi data hingga tahun 2050.
Diperoleh hasil bahwa pergeseran struktur penduduk berpengaruh positif
terhadap peningkatan pengeluaran pemerintah. Tekanan pengeluaran publik
pengeluaran untuk dana pensiun dan kesehatan. Keduanya mengalami
peningkatan hingga 7,8 persen dari GDP sampai tahun 2050. Hal ini membuat
anggaran pemerintah yang awalnya deficit 3,3 persen dari GDP meningkat
menjadi 7,1 persen dari GDP pada tahun 2030.
3. Dalam jurnal yang berjudul “The Ageing Population of Brunei Darussalam:
Trend and Economic Consequences” yang merupakan hasil penelitian dari
Azim (2002) menganalisis dampak ageing population di Brunei Darusalam
terhadap kondisi makro perekonomiannya secara deskriptif. Diperoleh hasil
bahwa peningkatan tajam dalam proporsi pensiunan menyebabkan
pemerintah harus mengeluarkan biaya yang lebih besar di bidang kesehatan
dan dana pensiun. Proporsi kenaikan ini menyebabkan berkurangnya
anggaran untuk proyek – proyek lain. Hal ini membuat pemerintah berusaha
membuat kebijakan baru dengan jalan mengurangi tunjangan pensiun. Selain
itu peningkatan pertumbuhan penduduk tua menyebabkan berkurangnya
tabungan (saving) karena pendapatan yang diperoleh pensiunan lebih sedikit
dari pekerja. Sedikit tabungan berarti sedikit investasi, yang pada gilirannya
akan mengurangi pasokan barang dan jasa secara agregat, inilah yang
menyebabkan turunnya pendapatan nasional.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Shimasama (2004) dengan judul “Population
Ageing, Policy Reform and Endogenous Growth in Japan: A Computable
Overlapping Generation Approach” menganalisis dampak perubahan struktur
sektor rumah tangga, pemerintah dan produksi melaui pendekatan Computable
General Equilibrium (CGE). Diperoleh hasil bahwa pengeluaran pemerintah
meningkat akibat peningkatan anggaran untuk dana pensiun dan
mengakibatkan kondisi fiskal negara tersebut menjadi tidak seimbang.
2.5 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian
maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenaranya perlu dibuktikan dan diuji
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka penulis
membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Kategori struktur umur penduduk Indonesia adalah kategori umur pertengahan.
2. Jumlah penduduk pada kelompok umur muda berpengaruh positif terhadap
pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris paribus.
3. Jumlah penduduk pada kelompok umur pertengahan berpengaruh negatif
terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris
paribus.
4. Jumlah penduduk pada kelompok umur tua berpengaruh negatif terhadap
Pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris paribus.
5. Jumlah penduduk pada kelompok umur muda berpengaruh positif terhadap
Pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan di Indonesia, ceteris paribus.
6. Jumlah penduduk pada kelompok umur pertengahan berpengaruh negatif
terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan di Indonesia, ceteris
paribus.
7. Jumlah penduduk pada kelompok umur tua berpengaruh positif terhadap