BAB III
PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI
D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa
Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar.
Kepolisian sebagai pihak yang bertugas sebagai pengaman dalam setiap unjuk
rasa memiliki tata kerja dalam pelaksanaan pengamanan. Fungsi kepolisian yang
berperan penting dalam pengamanan unjuk rasa adalah pasukan Pengendalian
Massa (Dalmas) dari Samapta. Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh
satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa.79
Sesuai dengan isi pasal 4 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengendalian Massa, Dalmas memiliki ruang lingkup pengendalian.
Ruang lingkup Dalmas adalah :
d. Di Jalan Raya.
Yang dimaksud dengan jalan dalam hal ini adalah prasarana transportasi
darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan
atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
jalan kabel.
79
e. Di Gedung atau Bangunan Penting
Gedung Atau bangunan Penting adalah bangunan yang meliputi ruangan,
halaman dan dekitarnya yang digunakan untuk melakukan kegiatan
pemerintahan, kegiatan usaha, dan gedung gedung atau bangunan lainnya
yang digunakan sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan secara umum (vital)
yang menjadi sasaran unjuk rasa.
f. Di Lapangan atau Lahan Terbuka
Lapangan atau lahan terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai
sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa.80
1. Persiapan Sebelum Unjuk Rasa
Setelah penerimaan laporan pemberitahuan unjuk rasa dari pengunjuk rasa
sesuai dengan ketentuan yang terkandung didalam Undang undang Nomor 9
Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum,
kepada pihak kepolisian setempat, maka pihak kepolisian setempat dimana
kegiatan unjuk rasa dilakukan harus melakukan persiapan.81 Kegiatan sebagaimana dimaksud berupa :
g. Menyiapkan surat perintah.
h. Menyiapkan kekuatan Dalmas yang memadai untuk dihadapkan dengan
jumlah dan karakteristik massa
i. Melakukan pengecekan pengecekan personil, perlengkapan atau peralatan
Dalmas, konsumsi, kesehatan
80
Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa 81
j. Menyiapkan Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan
(escape) bagi pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya
k. Menentukan pos komando lapangan/pos aju yang dekat dan terlindung
dengan objek unjuk rasa
l. Menyiapkan sistem komunikasi keseluruh unit satuan Polri yang
dilibatkan.82
Karakteristik massa pengunjuk rasa akan dianalisa oleh Kepolisian dari
fungsi Intelkam. Disini akan dipelajari mengenai keadaan profil pengnjuk rasa,
psikologi pengunjuk rasa, karakteristik massa serta isu yang dibawakan. Tujuan
dari mempelajari karakteristik pengunjuk rasa adalah untuk mengetahui seberapa
besar kemungkinan terjadi kerusuhan dalam unjuk rasa dan langkah langkah apa
yang akan diambil, untuk selanjutnya dilakukan persiapan personel dan
perlengkapan Dalmas.
Selanjutnya Intelkam menyampaikan kepada pengendali dalam hal ini
pemimpin atau kepala Kepolisian setempat dimana unjuk rasa berlangsung.83 Sebelum pelaksanaan Dalmas, Kepala kesatuan akan melaksanakan Acara
Pimpinan Pasukan (APP) kepada seluruh anggota Kesatuan Dalmas yang terlibat
dalam Dalmas dengan menyampaikan :
e. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah,
Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan
kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa).
82
Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa
83
f. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa.
g. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan
Dalmas.
h. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas84
2. Larangan dan Kewajiban Serta Persyaratan Pasukan Dalmas
Sebagaimana persiapan terhadap pengamanan unjuk rasa yang dilakukan
oleh pasukan Dalmas, maka pengamanan itu tidak boleh dilakukan dengan
semena mena. Ada larangan yang berlaku. Larangan itu adalah :
i. Berikap arogan dan terpancing perilaku massa
j. Melakukan tidakan Kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur
k. Membawa peralatan diluar peralatan Dalmas
l. Membawa senjata tajam dan peluru tajam
m. Keluar dari ikatan satuan atau Formasi dan melakukan pegejaran massa
secara perorangan.
n. Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa.
o. Mengucapkan kata kata kotor, pelecehan seksual atau perbuatan asusila,
memaki maki pengunjuk rasa
p. Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang
undangan.
Sementara kewajiban pasukan pengendali massa atau Dalmas dalam
pengamanan unjuk rasa adalah :
84
g. Menghormati Hak Asasi Manusia dari setiap orang yang melakukan unjuk
rasa.
h. Melayani dan mengamankan unjuk rasa sesuai dengan ketentuan
i. Setiap gerakan pasukan Dalmas selalu dalam ikatan satuan dan membentuk
formasi sesuai dengan ketentuan
j. Melindungi jiwa dan harta benda.
k. Tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai.
l. Patuh dan taat kepada perintah Kepala Kesatuan Lapangan yang
bertanggung jawab sesuai dengan tingkatannya.
Dalam melakukan perekrutan terhadap pasukan Pengendali Massa tidaklah
sembarangan. Ada hal hal penting yang harus dimiliki oleh setiap pasukan
Dalmas, antara lain :
o. Mental dan Moral yang baik
p. Keteguhan hati dan loyalitas yang tinggi
q. Dedikasi dan disiplin yang tinggi
r. Nilai kesamaptaan jasmani paling rendah 65
s. Penguasaan terhadap pasal pasal dalam undang undang yang berkaitan
dengan Dalmas
t. Jiwa Korsa yang tinggi
u. Sikap netral
v. Kemampuan bela diri
w. Kemampuan dalam menggunakan peralatan Dalmas
y. Kemampuan menilai karakteristik massa secara umum
z. Kemampuan berkomunikasi dengan baik
aa. Kemampuan menggunakan kendaraan taktis pengurai massa dan alat khusus
Dalmas lainnya dengan baik
bb. Kemampuan naik turun kendaraan dengan tertib dan kecepatan
berkumpul.85
3. Susunan Kekuatan dan Perlengkapan Satuan Pengendali Massa
eran
. Pengelompokan pasukan Dalmas ini dibedakan atas :
terdiri atas:
e) Lan tan terdiri atas:
(Dalmas)
Kekuatan Pasukan Dalmas dapat dibedakan berdasarkan jumlah dan p
setiap pasukan Dalmas
Peleton Dalmas ju : 37 orang,
1) Dan Ton : 1 Orang
2) Anggota : 30 Orang
3) caraka : 1 Orang
4) Kamerawan : 1 Orang
85
5) Pemadam api : 2 Orang
d) Kompi Dalmas Awal : 116 orang, terdi
8) Pok Rantis Pengurai massa : 8 orang
c. Satuan Peleton
8) Pakaian PDL Samapta I, selempang, tutup kepala baret
a
27)Helm dengan pelindung Muka : 35 unit
29)Gas maker (caneste) : 30 unit
11) Pakaian PDL samapta I , selem
6) Tali dalmas (20 meter) : 3 roll
14) Helm dengan pelindung muka : 124 unit
15) Pelindung kaki dan tangan : 124 unit
23) Pakaian PDL samapta II86
21) Rantis pengurai massa : 2 unit
22) Rantis penyelamat
86
Gambar 1: Pakaian seragam Dalmas Awal ( pakaian PDL I) dan Dalmas Lanjutan
(pakaian PDL II)
Gambar 3: Rantis Pengurai massa Samapta ( tampak samping)
Gambar 5: Rantis Dare-V Samapta ( Rastis SAR terbatas)
Untuk mengamankan Massa pengunjuk rasa yang berjumlah puluhan maka
diturunkan pasukan Dalmas perpeleton. Untuk massa pengunjuk rasa yang
berjumlah ratusan diturunkan pasukan Dalmas perkompi. Sedangkan untuk massa
pengunjuk rasa yang berjumlah sampai ribuan maka ditrunkan pasukan Dalmas
perbatalyon yang berjumlah 653 personil dengan berbagai peran. Tetapi
perbandingan pasukan Dalmas dengan massa pengunjuk rasa tidak selalu
berdasarkan jumlah pengunjuk rasa. Karena akan disesuaikan dengan karakteristik
massa pengunjuk rasa.87
87
E. Peran Kepolisian pada Saat Pelaksanaan Unjuk Rasa
Pada saat terjadinya unjuk rasa ada tahapan tahapan didalam pelaksanaan
pengamanan unjuk rasa oleh Dalmas. Tahapan ini disesuaikan dengan kedaan atau
situasi kegiatan unjuk rasa.88 Adapun tahapan itu adalah :
d. Tahapan situasi tertib (Hijau)
Tahapan tertib adalah tahapan dimana kegiatan unjuk rasa masih berjalan
aman, tidak ada kegiatan yang mengarah pada kegiatan tidak tertib. Dalam situasi
tertib diturunkan pasukan dalmas awal. Dalmas awal adalah satuan Dalmas yang
tidak dilengkapi dengan perlengkapan khusus kepolisian digerakkan dalam
menghadapi kondisi massa masih tertib dan teratur ( situasi hijau)
Gambar 6: sikap pokok pegang tali Dalmas ( Tampak Sampaing)
88
Gambar 7: sikap pokok pegang tali Dalmas ( tampak samping)
Gambar 9: Sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak samping)
Pada situasi tertib pasukan Dalmas melakukan pengawalan dan pengamanan
kepada pengunjuk rasa sambil terus memberikan himbauan kepada pengunjuk
rasa.
Redaksional Himbauan yang dimaksud adalah :
1. Kepada saudara saudara pengunjuk rasa, kami dari jajaran Kepolisian
2. Memohon dengan sangat kepada saudara saudaraku :
a. Agar saudara saudara dapat menjaga ketertiban dan keamanan, jangan
melakukan pelanggaraan hukum
b. Sampaikan aspirasi dan pendapat saudara saudara secara sopan dan baik.
Saudara saudara jangan terpovokasi oleh tindakan tindakan orang yang
tidak bertanggung jawab
c. Jangan menyusahkan anggota masyarakat lainnya
d. Jaga kehormatan dan martabat kita sebagai anggota masyarakat
3. Terima kasih dan selamat berunjuk rasa.89
Dalam pelaksanaan unjuk rasa, pihak kepolisian melakukan rekaman
jalannya unjuk rasa mengunakan video kamera baik bersifat umum maupun
khusus, selama unjuk rasa berlangsung. Keberadaan pasukan Dalmas yang juga
merupakan manusia biasa, tidak mungkin memantau kagiatan yang dilakukan
pangunjuk rasa secara perorangan. Jadi pemantauan dilakukan dengan
menggunakan kamera video yang dilakukan oleh kapolisian dari fungsi Intelkam.
89
Tujuan pemantaun dengan kamera ini juga berguna dalam penegakan hukum
apabila ada kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang tertentu.90 Pada tahapan ini pihak kepolisian melakukan negosiasi melalui negosiator
dengan korlap pengunjuk rasa. Negosiator adalah anggota Polri yang
melaksanakan perundingan melalui tawar menawar dengan massa pengunjuk rasa
untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Negosiator berada di depan pasukan
dalmas awal melakukan perundingan atau negosiasi dengan korlap untuk
menampung aspirasi.
Setelah dilakukan perundingan maka negosiator melaporkan kepada kepala
kapolisian setempat tentang tuntutan unjuk rasa untuk diteruskan kapada pihak
atau instansi yang dituju. Negosiator juga dapat mendampingi perwakilan
pengunjuk rasa menemui pihak yang dituju untuk menyampaikan aspirasinya.
Tetapi apabila pengunjuk rasa dalam tuntutannya meminta kepada pimpinan
instansi atau pihak yang dituju untuk datang ditengah tengah massa pengunjuk
rasa guna memberikan penjelasan, maka negosiator melaporkan kepada kepala
kepolisian setempat, meminta agar pimpinan instansi atau pihak yang dituju dapat
memberikan penjelasan ditengah tengah pengunjuk rasa. Dalam memberikan
penjelasan, pimpinan instansi atau pihak yang dituju terus didampingi oleh
negosiator dan kepala kepolisian setempat.
Setiap Komandan peleton ( Dan Ton) atau komandan kompi (Dan Ki) terus
melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kapolisian setempat dalam
hal ini merupakan pemegang kendali taktis. Kendali taktis adalah pengendalian
90
oleh kapolsek, kapolsekta, kapolsek metro, kapolres, kapolresta, kapolres metro,
kapoltabes, kalpolwil, kapolwiltabes, kapolda yang berwenang mengatur segala
tindakan pasukan dilapangan pada lokasi unjuk rasa.
Apabila situasi meningkat dari tertib (hijau) kepada situasi tidak tertib
(kuning), maka dilakukan lapis ganti dengan Dalmas lanjut. Lapis ganti adalah
kegiatan peralihan dari satuan dalmas awal ke dalmas lanjutan.91
Gambar 11: Formasi dasar Dalmas awal di jalan raya
91
Gambar 12: Formasi Dalmas awal digedung atau bangunan penting
e. Tahapan Situasi Tidak Tertib (Kuning)
Pada tahapan ini negosiator masih terus melakuan negosiasi dengan korlap
pengunjuk rasa semaksimal mungkin, meski keadaan sudah tidak tertib (kuning).
Situasi tidak tertib adalah situasi dimana para pengunjuk rasa sudah mulai
melakukan perbuatan perbuatan yang menggangu ketertiban dan keamanan sekitar
lokasi unjuk rasa, aksi tetrikal dan aksi sejenisnya yang menyusahkan anggota
masyarakat lainnya. Misalnya tindakan membakar sesuatu pada jalan raya, tidur
tiduran di jalan sehingga mengganggu para pengguna jalan. Maka dalam hal ini
pasukan Dalmas lanjutan membantu mengangkat dan memindahkan ke tempat
yang netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif dan edukatif.
Dalmas lanjutan adalah satuan dalmas yang dilengkapi dengan alat alat
perlengkapan khusus kepolisian, digerkkan dalam menghadapi kondisi massa
sudah tidak tertib (kuning). Dalam melakukan lapis ganti dari dalmas awal
kepada dalmas lanjut maka polisi dapat menggunakan unit satwa dengan formasi
bersaf di depan dalmas awal untuk melindungi saat melakukan proses lapis ganti.
Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari dalmas awal ke dalmas lanjut.
Gambar 15: Sikap Pokok pasukan Dalmas Lanjut ( tampak depan)
Gambar 17: Sikap Siaga Dalmas Lanjut (tampak depan)
Gambar 19: Sikap pokok petugas pemadam api gendong ( tampak depan )
Gambar 21: Sikap Pasukan Penembak Gas Air Mata
Apabila eskalasi meningkat dan atau massa melempari petugas dengan
benda keras, maka Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung selanjutnya kepala
kepolisian setempat memberikan himbauan kepada Danton atau Danki Dalmas
lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagai berikut :
4. Kendaraan taktis pengurai massa bergerak maju melakukan tindakan
mengurai massa, bersamaan dengan itu dalmas lanjut maju dengan
melakukan pendorongan massa.
5. Petugas pemadam api dapat melakukan pemadaman api ( pemdakaran ban,
spanduk, bendera dan alat peraga lainnya:
6. Melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata.92
Pada situasi tidak tertib (kuning) pasukan dalmas lanjutan melakukan
pengamanan ataupun evakuasi terhadap VIP atau pejabat penting lainnya dengan
menggunakan kendaraan taktis penyelamat. Setiap Danton atau Danki terus
melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kepolisian setempat. Dan
apabila situasi semakin meningkat maka kepala kepolisian setempat melaporkan
kepada Kapolda selaku pengendali umum agar dilakukan lintas ganti dengan
Detasemen atau Kompi penanggulangan Huru hara (PHH) Brigade Mobil
(Brimob).93
92
Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa 93
Gambar 23: formasi Dalmas Lanjut di Jalan Raya.
Gambar 25: Formasi Dalmas Lanjut di lapangan atau lahan terbuka
f. Tahapan Melanggar Hukum (Merah)
Situasi melanggar hukum adalah situasi dimana pada saat kegiatan unjuk
rasa telah terjadi perbuatan perbuatan yang melanggar hukum oleh para
pengunjuk rasa. Misalnya terjadi pencurian, pengrusakan kepada benda milik
umum atau masyarakat sekitar, intimidasi ataupun perbuatan pidana lainnya. Pada
situasi melanggar hukum kendali dipegang oleh Kapolda selaku pengendali
umum, setelah adanya pemberitahuan dari kepala kepolisian setempat tentang
situasi melanggar hukum.94
Kendali umum adalah pengendalian oleh Kapolda untuk mengatur seluruh
kekuatan dan tindakan pasukan dilapangan dalam unjuk rasa pada kondisi dimana
massa pengunjuk rasa sudah melakukan tindakan tindakan melanggar hukum
dalam bentuk pengancaman, pencurian dengan kekerasan, perusakan,
pembakaran, penganiayaan berat, terror, intimidasi, penyanderaan dan lain
sebagainya selanjutnya disebut situasi merah. Artinya bahwa dalam situasi ini
hanya Kapolda setempat yang dapat melakukan kendali terhadap pengamanan
unjuk rasa.
Pada tahap melanggar hukum, pasukan yang diturunkan adalah Detasemen
atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob) setelah
melakukan lintas ganti dengan Dalmas Lanjutan . Lintas ganti adalah kegiatan
peralihan kendali dari dari satuan Dalmas lanjut kepada satuan Kompi atau
Detasemen Penanggulangan Huru Hara Brimob.
Penanggulangan Huru Hara adalah rangkaian kegiatan atau proses dalam
mengantisipasi atau menghadapi terjadinya kerusuhan massa atau huru hara guna
melindungi warga masyarakat dari ekses yang ditimbulkan. Apabila pada satuan
kewilayahan yang tidak ada detasemen atau kompi PHH Brimob, maka Kapolda
selaku pengendali umum memerintahkan Kapolres atau Kapolresta menurunkan
peleton penindak samapta untuk melakukan penindakan hukum yang di dukung
oleh satuan Dalmas lanjutan Polres atau Polresta terdekat.
Dalam tahap ini negosiator tidaklah bekerja lagi karena tindakan yang harus
dilakukan adalah tindakan penegakan hukum dari kerusuhan yang terjadi. PHH
Brimob dapat melakukan tindakan hukum berdasarkan perintah pengendali
umum. Penangkapan dan penembakan dengan peluru karet dapat dilakukan. Atau
pada situasi darurat dapat menggunakan peluru tajam. Sementara itu kepolisian
dari fungsi lain terus melakukan tugas masing masing sesuasi dengan fungsi
dari fungsi Intelkam terus mamantau dan merekam semua kejadian pada saat
kerusuhan untuk mempermudah proses penyidikan oleh Kepolisian.
Gambar 26: Formasi Lintas Ganti dari Dalmas ke PHH
F. Peran Kepolisian Setelah Unjuk Rasa.
Setelah kegiatan unjuk rasa telah selesai maka dilakukan konsolidasi oleh
satuan dalmas dengan melakukan pengecekan personel dan peralatan. Dalam
rangka konsolidasi tersebut Apel konsolidasi dilakukan oleh:
4. Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro, dalam situasi hijau
5. Kapolres/ Kapolresta/ Kapolres Metro, dalam situasi Kuning
6. Kapolda selaku pengendali umum dalam situasi merah95
95
Setiap mengakhiri kagiatan dalmas, Pimpinan kesatuan wajib melakukan
kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan
mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap
tindakan dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini juga
berguna dalam pelaksanaan pengendalian massa atau Dalmas selanjutnya. Setelah
selesai pelaksanaan tugas Dalmas, satuan dalmas kembali kemarkas satuan
masing masing dengan tertib.96
Selanjutnya apabila pada pelaksanaan kegiatan unjuk rasa terjadi kerusuhan,
maka semua tindakan penegakan hukum seperti proses hukum kepada tersangka
yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran hukum, pencarian terhadap
tersangka pelaku kerusuhan diserahkan kepada kepolisian dari fungsi Reserse
Kriminal bekerja sama dengan Fungsi lain, Seperti Intelkam untuk hasil yang
maksimal.97
Dalam hal ini dilakukan penyelidikan ataupun penyidikan serta penagkapan
kepada pelaku kejahatan. Dalam sistem KUHAP kewenangan penyelidikan ada
pada pejabat Kepolisian Negara (Pasal 4 KUHAP), sedangkan kewenangan
penyidikan ada pada pejabat polisi Negara dan Penyidi Pegawai Negeri Sipil yang
syarat kepangkatannya ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 6 ayat 1 dan
2 KUHAP). Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah
96
Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU
97
No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.98
Pasal 17 KUHAP mengatur bahwa perintah penangkapan hanya dapat
dilakukan pada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Tidak ada penjelasan mengenai “bukti
permulaan yang cukup”. Dalam penjelasan pasal 17 KUHAP jo. Pasal 1 butir 14
KUHAP hanya dijelaskan bahwa bukti permulaan ini dikaitkan dengan perbuatan
dan keadaan seseorang sehingga patut diduga keras sebagai tersangka pelaku
tindak pidana. Jelas bahwa penentuan terhadap bukti permulaan yang cukup
diserahkan sepenuhnya pada penilaian (subjektif) pejabat yang memiliki
kewenangan melakukan penangkapan.99
98
Wisnusubroto, Al dan Widiartana, G, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, 2005, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm.35-36
99
BAB IV
KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM MENANGGULANGI
KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM POLDA
SUMATERA UTARA
A. Kendala
Dalam melaksanakan perannya sebagai pengaman jalannya unjuk rasa dan
mencegah terjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa, kepolisian memiliki kendala
tertentu. Kendala inilah yang mempersulit jalannya pengamanan yang dilakukan
oleh pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Adapun kendala tersebut antara
lain:
1. Masalah Hak Azasi Manusia
Hak Azasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Musthafa Kemal Pasha (2002)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Azasi Manusia adalah hak hak
dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat pada esensi sebagai
anugerah Allah SWT. Pendapat lain yang senada menyatakan bahwa Hak Azasi
Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa sejak lahir dan melekat dengan
potensinya sebagai mahluk dan wakil Tuhan (Gazalli, 2004).100
Hak Azasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
100
Anugrah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.101
Dalam pelaksanaan peran Dalmas untuk menanggulangi kerusuhan, sering
upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Azasi Manusia. Pasukan
Dalmas yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang
anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak azasi Manusia.102 Pelanggaran Hak Azasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut Hak Azasai Manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin
oleh Undang undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.103
Tugas represif adalah tugas penegakan hukum oleh Polri yang dalam
pelaksanaannya tidak sebebas tugas preventif, tapi harus dibatasi dengan hukum
dan undang-undang yang berlaku atau dengan kata lain harus didasarkan dengan
azas legalitas. Semua itu dimaksudkan agar Polri dalam bertindak tidak
melampaui batas kewenangannya atau tidak melanggar HAM pada umumnya. 104 Dimanapun penyalahgunaan wewenang itu memang selalu saja
dimungkinkan untuk terjadi. Luasnya tugas yang harus ditangani menyebabkan
101
Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM 102
Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU
103
Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM 104
kontrol atas penggunaan kewenangan itu menjadi sulit, yang lalu membuka
peluang luas terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan.
Disini azas oportunitas dan utilitas itu bermakna tajam. Sehingga untuk
memelihara tegaknya keamanan dan ketertiban umum sering dengan terpaksa
dilakukan tindakan tindakan kekerasan, yang secara faktual pasti dapat dinyatakan
sebagai pelanggaran HAM. Dalam kaitan ini, para pakar lalu menempatkan Polri
pada posisi bertindak apa saja, dengan batasan asal tidak melanggar hukum itu
sendiri. Keadaan ini juga yang disebut dalam deklarasi universal HAM dan
konvensi-konvensinya sebagai tindakan kekerasan yang eksepsional. Dalam
terminologi hukum hal ini disebut dengan tindakan diskresi.105
Pelanggaran Hak Azasi Manusia yang dilakukan bukan saja pada saat terjadi
kerusuhan. Tetapi setelah terjadi kerusuhan dan ada tindak pidana yang terjadi
maka harus dilakukan penyelidikan. Bila terjadi tindak pidana, Penyidik (pejabat
Polisi Negara RI) melakukan kegiatan meliputi :
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
3. Mencari serta mengumpulkan bukti
4. Membuat terang terang tindak pidana yang terjadi
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
Kegiatan kegiatan seperti tersebut diatas, pada dasarnya dilakukan dengan
melanggar Hak Azasi Manusia secara sah. Agar kegiatan penyidikan dan
105
penyelidikan dinyatakan sah walaupun sebenarnya yang melanggar Hak Asasi
Manusia perlu adanya undang undang dan dilakukan oleh pejabat yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan mengenai scientific criminal investigation dan
teknologi kepolisian. Pejabat yang memiliki tugas dan wewenang sebagai
penyidik haruslah profesional dibidangnya serta bertanggung jawab dalam
penyidikan yang dilakukan.106
Sejarah kehidupan bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi pembusukan,
pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sistem peradilan termasuk
Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya. Selama empat
dasawarsa polri menampilkan wajah sebagai sosok militer yang menempatkan
warga sebagai lawan, lebih berorientasi pada kekuasaan, dengan output dalam
bentuk “penggunaan kekerasan telanjang” (brute force) yang mencerminkan alat
politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan dan Polri dituding melakukan
Pelanggaran HAM.107
2. Ketidaksadaran Hukum Masyarakat
Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya kita
lakukan atau perbuat dan atau yang seharusnya tidak kita lakukan atau perbuat
terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita
masing-masing terhadap orang lain108. Dalam hal ini ketidaksadaran hukum berarti masyarakat sudah mengetahui tentang suatu peraturan dan ternyata mereka
tidak melakukan atau menaati peraturan tersebut karena faktor kebiasaan dan
106
Jenderal Pol. (purn) Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA,2007,Kedudukan kepolisian Negara RI di dalam system ketatanegaraan: dulu, kini dan esok, PTIK Press, Jakarta,hlm.56
107
Dr. bibit samad Rianto,2006, Pemikiran menuju polri yang proesional, mandiri, berwibawa dan dicintai rakyat, Restu Agung, Jakarta,hlm.37
108
merasa peraturan tersebut tidak mengikat atau tidak menimbulkan efek jera.
Tetapi suatu kerusuhan pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila ada pengunjuk
rasa yang memang tidak tahu hukum. Misalnya melakukan unjuk rasa pada hari
besar keagamaan, sehingga polisi melakukan pembubaran. Hal ini akan dapat
menimbulkan kerusuhan. Dan pelaku kerusuhan dapat ditindak meskipun tidak
tahu hukum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi hukum.
Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum
(presumptio iures de iure). Semua orang dianggap mengetahui hukum, tidak
terkecuali petani yang tidak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di
pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal juga adagium ignorantia jurist non
excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa
mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui
adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.109
Dalam melakukan unjuk rasa ada prosedur yang harus dipenuhi terlebih
dahulu. Dalam pelaksanaan unjuk rasa juga ada peraturan dan tidak boleh
dilanggar. Namun pecahnya kerusuhan pada saat unjuk rasa sering terjadi karena
kesadaran hukum untuk patuh pada peraturan yang berlaku sangat kurang.
Tindakan provokasi, melampaui batas yang telah ditentukan seperti berunjuk rasa
pada objek vital pada hari raya besar keagamaan bisa dilakukan karena kurangnya
kesadaran hukum masyarakat.
Kurangnya pengetahuan masyarakat pengunjuk rasa akan peraturan yang
berlaku dapat menjadi kendala dalam penangulangan kerusuhan pada saaat unjuk
109
rasa. Kualitas Pendidikan yang relatif rendah berpengaruh besar terhadap
pengendalian emosi yang gampang meledak. Kualitas emosional seperti ini akan
mudah dimanfaatkan oleh orang atau kelompok kelompok tertentu untuk
menciptakan kerusuhan untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu.
Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum oleh aparat pemerintah juga
sudah menurun sehingga masyarakat kadang berfikir untuk main hakim sendiri.
Informasi ataupun sosialisasi peraturan baru perlu dilakukan secara
langsung, apalagi di pedesaan. Karena sosialisasi melalui media elektronik tidak
semuanya dapat merasakan. Selain itu penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan hukum yang berlaku perlu dalam menciptakan situasi yang
aman.110
3. Kurang Koordinasi Dengan Instansi yang Terkait
Unjuk rasa yang dilakukan pada orang atau instansi tetentu haruslah
mendapat pengamanan dari pihak kepolisian dalam hal ini pasukan Pengendali
Massa atau Dalmas. Kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa dapat terjadi
apabila terjadi pengamanan yang kurang karena tidak adanya koordinasi antara
instansi terkait dengan pihak Dalmas sebelumnya. Dalmas sering mangalami
kewalahan dalam menghadapi massa pengunjuk rasa Karena tidak tahu
karakteristik pengunjuk rasa serta apa tuntutan yang dibawa. Hal ini perlu
diketahui pasukan dalmas untuk melakukan persiapan. Pasukan dalmas harus
mengetahui bagaimana gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan Dalmas,
110
gambaran situasi objek unjuk rasa rencana urutan langkah dan tindakan yang akan
dilakukan serta larangan dan kewajiban bagi pasukan Dalmas.
Kurangnya koordinasi bukan hanya pada tahap persiapan saja atau sebelum
dilakukan unjuk rasa, tetapi juga pada saat berlangsungnya unjuk rasa. Dalmas
dalam hal ini bukan hanya sebagai pengaman dalam aksi unjuk rasa tetapi juga
sebagai perantara antara pengunjuk rasa dengan pihak atau instansi yang dituju.
Koordinasi pada saat terjadinya unjuk rasa dapat berupa negosiasi yang dilakukan
oleh pihak atau instansi yang dituju dengan pengunjuk rasa melalui negosiator
dari kepolisian pada saat unjuk rasa. Dalam hal ini instansi atau pihak terkait
haruslah aktif melakukan komunikasi dengan pihak Kepolisian supaya tidak
timbul kerusuhan akibat ketidakpuasan massa pengunjuk rasa dengan hasil atau
solusi yang didapat dari kegiatan berunjuk rasa tersebut.111
B. Upaya
Untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi kerusuhan yang terjadi
pada saat unjuk rasa, maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan upaya
upaya sebagai berikut :
1. Meningkatkan Profesionalisme Angota Kepolisian
Kekerasan yang dilakukan Polri dalam bertindak sebagai upaya represif
sering dituduh sebagai tindakan yang melanggar HAM. Untuk mengatasi hal ini,
upaya yang harus dilakukan oleh polisi adalan dengan meningkatkan
profesionalisme anggota kepolisian.
Profesionalisme berarti harus memiliki dasar atau basis ilmu pengetahuan
dan pengamanan, keterampilan, kemahiran dan keahlian yang memadai dan
mempunyai kode etik atau etika profesi yang menjadi pedoman untuk ditaati
secara tulus dan ikhlas. Ciri-ciri seorang polisi profesional haruslah jujur, tahu
akan kewajibannya dan senantiasa menghormati hak orang lain. Tekad dan
jiwanya dan setiap perbuatannya dilandasi oleh niat untuk mengabdikan dirinya
kepada kepentingan orang banyak.112
Farouk Muhammad melihat bahwa fokus utama profesionalisme polisi
terletak pada kualitas pelayanan profesinya daripada meletakkannya pada
karakteristik keprofesian fungsi Polri. Artinya, walaupun karakteristik merupakan
persyaratan bagi keprofesionalismean fungsi kepolisian, penilaian akhirnya
ditentukan oleh masyarakat (costumer) yang merasakan atau menyaksikan
bagaimana layanan kepolisian disajikan. Dalam hal ini sekurang-kuangnya ada 3
aspek yang perlu diperhatikan yaitu :
Pertama adalah kompetensi dari mengemban profesi. Kompetensi berkaitan
dengan kemampuan petugas-petugas kepolisian untuk mengaplikasikan secara
tepat pengetahuan dan keterampilan sesuai ketentuan hukum dan gangguan
kamtibmas polisi dituntut untuk mampu:
1. Mengambil tindakan segera dan tepat sehingga suatu kasus tidak
berkembang merugikan suatu pihak.
2. Mengidentifikasi suatu kasus sehingga dapat membedakan kasus pidana
dan kasus perdata, dan pelanggaran hukum pidana apa yang terjadi
112
3. Mengemban konsep pembuktian yang diperlukan untuk mendukung
sangkaan pelanggaran hukum dan mengumpulkan alat buktinya secara
legal (sesuai prosedur hukum) dan obyektif (scientific)
Lebih dari itu, seorang polisi yang profesional juga dituntut untuk mampu
menjelaskan mengapa suatu kasus terjadi dan memperkirakan timbulnya suatu
kejahatan jika variable-variabel independen tersedia pada suatu kesempatan
(ruang dan waktu).
Kedua adalah konsistensi, baik dalam pengertian waktu dan tempat atau
orang. Artinya layanan kepolisian harus disajikan secara konsisten pada sepanjang
waktu, disemua tempat dan segenap petugas. Aspek inilah yang mewarnai
kelemahan pelaksanaan tugas khususnya penegakan hukum oleh Polri sehingga
menimbulkan kesan kurang adanya kepastian hukum.
Aspek ketiga yang berkenan dengan kualitas pelayanan polri adalah
keberadaan (civility) yang banyak berkaitan dengan nilai nilai kemanusiaan dan
nilai nilai sosial suatu masyarakat. Dalam hal ini mengemban profesi kepolisian
dituntut untuk memiliki integritas kepribadian yang tinggi sehingga mampu :
a). mengendalikan emosi
b). menghindarkan diri dari godaan atau pengaruh negatif
c). membatasi penggunaan kekerasan atau upaya paksa
d). menjungjung HAM dan menghargai hak hak individu
e). berlaku sopan dan simpatik.
Dalam konteks pembahasan diatas, tergambar jelas bahwa profesionalisme
tugas Polri di lapangan. Kewenangan dan besarnya kekuasaan yang dimiliki polisi
hanya akan bermanfaat bagi masyarakat luas manakala diikuti dengan perbaikan
kemampuan professional aparatnya. Kemampuan professional polisi pada
akhirnya akan terwujud secara konkrit melalui kualitas pelayanan Polri yang
memiliki standar mutu (qualiy control) yang diakui masyarakatnya.113
2. Mengadakan Koordinasi Dengan Instansi Terkait
Sebelum dilakukan pengamanan terhadap pengemanan unjuk rasa maka
perlu dilakukan rapat koordinasi. Koordinasi dilakukan baik didalam tubuh
Dalmas sendiri ataupun koordinasi dengan pihak instansi yang terkait.114 Koordinasi oleh pasukan Dalmas dilakukan dalam rangka mengetahui:
i. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah,
Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan
kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa).
j. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa.
k. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan
Dalmas.
l. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas115
Sementara itu koordinasi dengan pihak instansi terkait juga penting karena
bertujuan supaya mempermudah langkah pengamanan oleh Dalmas berdasarkan
informasi yang diberikan oleh instansi terkait mengenai latar belakang unjuk rasa
serta karakteristk massa pengunjuk rasa.
113
Ibid, hlm. 36-38 114
Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU
115
Koordinasi pada saat berlangsungnya unjuk rasa dan demonstrasi harus terus
dilakukan. Bentuk kordinasi itu terlihat dari adanya negosiator dari pihak Polri
untuk menyampaikan keluhan ataupun tuntutan dari massa pengunjuk rasa. Dalam
hal ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pihak Kepolisian dalam hal
ini negosiator dengan pihak instansi terkait. Hal ini untuk memperlancar
terjadinya kegiatan unjuk rasa. Dengan adanya koordinasi yang baik maka
kemungkinan terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa akan semakin kecil.
Setelah kegiatan unjuk rasa selesai, koordinasi dengan instansi terkait masih
terus dilakukan, diluar koordinasi di dalam tubuh Dalmas sendiri. Bentuk
koordinasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi atas semua
langkah langkah yang dilakukan sebagai suatu bahan pembelajaran bagi
pengamanan kegiatan unjuk rasa yang masih akan berlanjut atau untuk
mengamankan unjuk rasa lainnya.
Pelaporan dan analisa evaluasi atau tinjauan dan analisis merupakan sarana
pengendalian kegiatan dari kesatuan kesatuan polisi, sehingga dapat diketahui
kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman yang dihadapi serta adanya
penyimpangan dari ketentuan atau dari rencana semula.116
3. Mengadakan Penyuluhan Hukum Kepada Masyarakat
Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas
disseminasi dan penyuluhan yang dilakukan para penyelenggara negara kepada
116
masyarakat. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan penyuluhan
hukum sebagai bagian dari proses edukasi dan pembudayaan hukum.117
Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dilakukan oleh BIMMAS dengan
dibantu oleh Kepolisian dari fungsi lain tergantung pada materi yang dibawakan.
Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dikarenakan karena kurangnya
pengetahuan akan hukum. Maka untuk itu perlu dilakukan penyuluhan hukum
kepada masyarakat. 118
Penyuluhan hukum pada masyarakat pada umumnya merupakan upaya
preventif. Pada rumusan dasarnya tugas preventif itu berbunyi memelihara
keamanan dan ketertiban hukum. Dalam pelaksanaannya terbagi dalam 2
kelompok besar penugasan. Yang pertama adalah bersifat bimbingan, penyuluhan
dan pembinaan yang mengarah pembentukan masyarakat yang patuh dan taat
hukum serta mampu menolak (semacam anti body) terhadap kejahatan, atau
masyarakat mempunyai daya tangkal tinggi atas semua jenis kejahatan.
Sedangkan yang kedua adalah Upaya Polri untuk mencegah bertemunya unsur
“niat” dan “kesempatan” agar tidak terjadi kejahatan dengan melakukan kegiatan
mengatur, menjaga, mengawal dan patorli.119
Tantangan kelompok fungsi Bimmas sangat tidak ringan karena Polri lalu
harus aktif melakukan pengaturan masyarakat atau social engineering dalam arti
mendorong dan membantu fungsi fungsi kenegaraan lain. Membuat masyarakat
dan warganya untuk patuh dan taat pada hukum serta memiliki daya tangkal yang
ampuh terhadap kejahatan sebenarnya sangat sulit karena semua itu lalu bermakna
membentuk sikap yang relatif membatasi kebebasan seseorang, yang pada
dasarnya mereka itu ingin selalu bebas.120
Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara teknologi informasi
dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di
tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social
behaviour ). Hukum sebagai suatu aturan ( rule of law ) berbanding lurus dengan
pemamahan hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum yang
wujudnya berupa informasi yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan
hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut
tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu,
pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih
interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari
masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan
didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga
harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi
yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat121.
120
Ibid, hal 155 121
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor faktor penyebabterjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa adalah :
a. Faktor Potensial
Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat yang yang
mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu terjadinya kerusuhan.
Hal ini akan semakin jelas jika didorong oleh unsur unsur seperti kondisi
perekonomian masyarakat yang mengalami tekanan terburuk dan kondisi
sosio kultur masyarakat.
b. Faktor Kesengajaan (Rekayasa)
Faktor rekayasa merupakan kesengajaan yang dibuat pihak tertentu karena
adanya kepentingan tertentu yang ingin di capai untuk dengan cara
meletupkan kerusuhan
c. Faktor Kurang Koordinasi antara demonstran dengan aparat kepolisian.
Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerusuhan sebagai
kurangnya koordinasi antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan
dalam hal ini Kepolisian tidak adanya pemberitahuan secara lebih terperinci
kepada pihak Kepolisian tentang kegiatan unjuk rasa. Hal ini merupakan
faktor teknis. Koordinasi yang dilakukan antara pengunjuk rasa dengan
Tetapi juga dilakukan koordinasi pada saat kegiatan berlangsung.
Koordinasi dalam hal ini merupakan koordinasi dengan pihak negosiator
dari kepolisian sebagai upaya pengamanan kegiatan unjuk rasa.
d. Faktor Ketidakpuasan masyarakat
Para pengunjuk rasa berharap apa yang disampaikan didengar serta
diberikan solusi kepada permasalahan yang dibawa. Namun dalam beberapa
kegiatan unjuk rasa, respon dari instansi atau orang yang dituju terhadap
para pengunjuk rasa sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Atau
bahkan tidak mendapat tanggapan dari instansi yang ditujut ersebut. Maka
ketidakpuasan masyarakat atas kejadian tersebut dapat memicu terjadinya
kerusuhan.
e. Faktor pengamanan yang kurang.
Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) Dalmas sesuai
Peraturan Kepala Polri No.16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian
massa yang mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang
digunakan, dan strategi pelaksanaannya. Kesempatan untuk melakukan
tindakan rusuh dan anarkis dapat saja dilakukan oleh para demonstran
karena melihat kekuatan serta peralatan yang dipakai oleh Polisi tidak sesuai
dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Polri No.16 Tahun
2. Peranan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam menanggulangi kerusuhan
pada saat Unjuk rasa dilakukan pada saat :
a) Pada tahap persiapan sebelum kegiatan Unjuk rasa. Pada tahap ini Kepolisian
melakukan rapat koordinasi, kesiapan pasukan Dalmas, melakukan
pengecekan peralatan Dalmas, mempelajari karakteristik pengunjuk,
mempelajari isu yang dibawakan, mempelajari objek unjuk rasa, Menyiapkan
Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi
pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya serta Rencana urutan dan
langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.
b) Pada saat terjadi unjuk rasa. Pada saat ini ada tahapan tahapan yang dilakukan
tergantung pada perkembangan situasi dilapangan. Tahapan tersebut adalah :
1) Tahap situasi tertib (hijau). Pada tahap ini diturunkan pasukan Dalmas
awal
2) Tahap situasi tidak tertib (kuning). Pada tahap ini diturunkan pasukan
Dalmas lanjutan
3) Tahap melanggar hukum (merah). Pada tahap ini diturunkan Detasemen
atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob).
c) Setelah kegiatan unjuk rasa selesai. Setelah unjuk rasa selesai maka dilakukan
3. Kendala yang dialami Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam
menanggulangi kerusuhan saat unjuk rasa adalah:
a) Masalah HAM
b) Ketidaksadaran hukum masyarakat
c) Kurang koordinasi dengan instansi yang terkait
Sedangkan upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara Dalam
mengatasi kendala tersebut adalah:
a) Meningkatkan profesionalisme Anggota Kepolisian
b) Mengadakan koordinasi dengan Instansi terkait
c) Mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan permasalahan
dari skripsi ini adalah sebagai berikut.
1. Pengetahuan hukum masyarakat yang masih sangat sedikit dan kesadaran
hukum yang masih kurang dalam hal ini berkaitan dengan masalah kegiatan
penyampaian pendapat di muka umum atau unjuk rasa, perlu mendapat
perhatian khusus dari Polri. Hal ini merupakan upaya preventif dalam
terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa. Karena dengan banyaknya
pengetahuan hukum masyarakat disertai dengan kesadaran hukum yang
tinggi maka semua faktor faktor terjadinya kerusuhan dapat teratasi.
2. Peningkatan profesionalisme dan kualitas pesonil Kepolisian melalui
polisi yang beretika kepolisian akan mempermudah pengamanan unjuk rasa
karena telah menguasai bidangnya. Pelanggaran yang terjadi di lapangan
seperti pelanggaran HAM dapat dihindari apabila personel kepolisian sudah
memiliki etika.
3. Apabila polisi dapat memperbaiki dirinya dan menegakkan aturan hukum
yang berkedaulatan rakyat, maka pada gilirannya polisi akan mampu
memperbaiki kehidupan bangsa, dan bersama-sama dengan komponen
bangsa lainnya mengangkat kehidupan bangsa dari keterpurukan yang