• Tidak ada hasil yang ditemukan

339 B ab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "339 B ab 13 Genetika Populasi dan Evolusi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan peranan gen dalam menentukan sifat organisme. Bahan genetik berperan menentukan kehidupan melalui peranannya dalam proses reproduksi serta proses metabolisme. Pada bab ini akan dibahas peranan gen dalam menentukan sifat suatu populasi. Genetik dari suatu populasi akan ditentukan oleh genetik dari individu yang menjadi anggota populasi.

Populasi merupakan kelompok individu yang berasal dari satu spesies, yang terletak pada suatu wilayah sehingga mempunyai peluang untuk melakukan perkawinan satu sama lain. Suatu populasi dicirikan oleh struktur yang menggambarkan komposisi individu yang dikandungnya. Struktur populasi ini dapat dipertahankan kesetimbangannya dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui sistem perkawinan acak. Struktur ini juga dapat berubah, akibat adanya kekuatan-kekuatan dan atau luar yang dapat mengubahnya, seperti mutasi, migrasi, dan seleksi alam. Perubahan struktur ini dapat mengubah populasi menjadi populasi baru dengan struktur baru, memecah satu populasi menjadi dua populasi, atau memunculkan spesies baru.

A. Pengertian Spesies dan Populasi

Spesies : Terdapat dua pengertian spesies, yaitu spesies taksonomi dan spesies biologi (genetik). Pada taksonomi spesies merupakan unit terkecil dalam klasifikasi. Pengelompokan ini didasarkan pada kemiripan morfologi organ reproduksi (bunga). Secara biologi atau genetik spesies adalah kelompok individu yang bila anggotanya dikawinkan satu dengan yang lainnya dapat menghasilkan turunan yang fertil. Perkawinan antara individu dari spesies yang berbeda tidak akan menghasilkan turunan yang fertil. Tanaman seperti kedelai, padi, dan jagung masing-masing merupakan satu spesies, perkawinan pada masing-masing tanaman akan menghasilkan turunan yang fertil (perhatikan skema pada Gambar 13.1). Namun bila dikawinkan antara dua spesies yang berbeda, misal antara jagung dengan padi, tidak akan menghasilkan turunan yang fertil.

13

BA

GENETIKA

POPULASI &

EVOLUSI

(2)

Antara spesies taksonomi dan spesies biologi sering terdapat ketidak cocokan, namun pada sebagian besar kasus hasilnya sama. Sering diemukan beberapa spesies-spesies yang secara taksonomi berbeda ternyata bila dikawinkan satu dengan yang lain dapat menghasilkan hibrid yang fertil, yang berarti secara biologi mereka masih satu spesies. Dalam kasus tanaman terbudidaya, yang merupakan hasil dometikasi dari leluhur liar, akan selalu menghasilkan turunan yang fertil bila dikawinkan dengan leluhur liarnya. Misal antara padi Oryza sativa dengan kerabat liarnya O. rufipogon, atau antara kedelai Glycine max

dengan leluhur liarnya G. ussuriensis, dapat menghasilkan turunan hibrid fertil.

Populasi adalah kumpulan individu dari satu spesies, yang sama yang tidak dipisahkan oleh tempat dan waktu sehingga dapat melakukan perkawinan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan batasan tersebut ada dua hal yang harus dipenuhi oleh suatu populasi, yaitu pertama individu-individu tersebut merupakan anggota satu spesies biologi (bila terjadi perkawinan dapat menghasilkan turunan yang fertil), dan yang kedua tidak ada penghalang (misal jarak) yang menyebabkan individu tersebut tidak dapat melakukan perkawinan. Dua individu dari satu spesies yang sama bila karena ada penghalang menjadi tidak dapat melakukan perkawinan maka kedua individu tersebut bukan merupakan anggota satu

Spesies B

Populasi B1

Populasi B2

Perkawinan antar populasi dalam spesies:

fertil

Spesies A

Populasi A1

Populasi A2

Perkawinan antar populasi dalam spesies:

fertil

Perkawinan antar spesies :

steril

(3)

populasi. Dua individu yang masing-masing menjadi anggota dua populasi yang berbeda bila melakuakn perkawinan tetap akan menghasilkan turunan yang fertil (Gambar 13.1)

Sebagai contoh suatu populasi ialah populasi rusa di kompleks Istana Bogor, populasi burung gereja di suatu kompleks perumahan, atau populasi alang-alang di suatu ladang yang ditinggalkan penduduk. Contoh pemisahan oleh penghalang ruang ialah sungai besar yang membelah suatu hutan belantara, yang dapat memisahkan dua populasi rusa yang hidup di kedua tepinya. Pemisahan waktu dapat terjadi bila, ada dua ras dalam satu spesies tumbuhan. yang bunganya mekar pada selang waktu yang berbeda, misal pagi dan sore. Akibat perbedaan waktu mekar bunga maka antara kedua ras tersebut tidak dapat terjadi perkawinan.

B. Struktur Populasi

B1. Populasi Dicirikan Oleh Strukturnya

Kita dapat membedakan dua individu dengan fenotipenya atau genotipenya. Untuk membedakan dua populasi kita harus memperhatikan struktur genetiknya. Yang dimaksud dengan struktur genetik populasi ialah komposisi gen yang dikandung oleh individu-individunya. Misal petani di dua kampung yang berbeda menanam jagung dengan benih dari dua sumber yang berbeda. Kemudian dari hasil panen ditemukan jagung yang ditaman petani di kampung yang satu rata-rata lebih manis ketimbang jagung dari kampung yang lain. Secara genetika hal ini menunjukan bahwa terdapat alel dan genotipe yang berbeda antara kedua populasi jagung di kedua kampung tersebut di atas.

Stuktur suatu populasi ditentukan oleh komposisi gen individu anggotanya, yang ditunjukkan oleh frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam populasi tersebut. Contoh gambaran struktur populasi diperlihatkan pada Gambar 13.3, misal populasi F2 akan mempunyai frekuensi genotipe 1/4 AA, 1/2 Aa, dan 1/4 aa. Sedangkan populasi kedua tetuanya masing-masing mengandung 100% AA atau 100% aa. Bila genotipe itu di

(4)

gambarkan oleh penampilan fenotipe, misal AA merah Aa jingga, dan aa putih, maka pada kedua populasi tetua masing-masing akan mempunyai warna bunga yang seragam baik merah atau putih, sedangkan populasi F2 akan mempunyai campuran warna bunga yaitu merah, jingga, dan putih dengan perbandingan ¼: ½ : ¼.

B2. Frekuensi Alel dan Genotipe

Frekuensi genotipe dalam suatu populasi dapat diduga dari banyaknya individu dari masing masing genotipe yang terdapat dalam populasi tersebut. Bila dalam populasi terdapat jumlah individu sebagi berikut

AA NAA

Aa NAa

aa

N aa

Total N

Maka. frekuensi genotipe nya adalah frek (AA) = NAA/N = D frek (Aa) = NAa/N = H frek (aa) = Naa/N = R

Akibatriya. total frekensi genotipe atau frek (AA) + frek (Aa) + frek (aa) akan sama dengan 1, atau D + H + R = 1.

Di bawah ini diperlihatkan penghitungan frekuensi genotipe dari tiga populasi dengan banyaknya individu serta genotipe yang berbeda-beda

Populasi Tetua 1

Seragam AA Populasi Tetua 2Seragam aa Populasi F1 seragam Aa

Populasi F2 Beragam 25% AA, 50% Aa, 25%aa

Gambar 13.3. Perbedaan struktur antara populasi tetua dengan populasi F2 :Populasi F2 mempunyai struktur beragam dengan komposisi 25% AA, 50% Aa, 25% aa. Kedua populasi tetua seragam, 100% AA atau 100% aa

Individu aa

Individu Aa

(5)

Populasi-1 Populasi-2 Populasi-3

#Individu frekuensi #individu frekuensi #individu frekuensi AA 250 0.25 200 0.25 200 0.40

Aa 500 0.50 400 0.50 200 0.40

aa 250 0.25 200 0.25 100 0.20

Total 1000 1.00 800 1.00 500 1.00

Frekuensi alel dapat dihitung dari frekuensi genotipenya, yaitu dengan persamaan berikut:

Frek (A)= p = D + 0.5 H Frek (a) = q = R + 0.5 H

Dalam organisme diploid untuk masing-masing lokus terdapat sepasang alel, jadi satu individu mengandung dua. alel. Dalam satu individu homozigot AA atau aa akan terdapat masing-masing dua alel A atau dau alel a; sedangkan pada heterozigot Aa dikandung satu alel A dan satu alel a. Oleh karena itu dalam suatu populasi berukuran N dengan komposisi AA, Aa, aa sama dengan NAA, NAa, Naa, maka total alel dalam suatu populasi akan sama dengan 2N, dan jumlah alel pada masing-masing genotipe akan sama dengan dua kali jumlah masing-masing individunya.

Jumlah alel A dalam populasi akan sama dengan 2NAA yang berasal dari kelompok individu bergenotipe AA ditambah NAa dari kelompok individu bergenotipe Aa; sedangkan banyaknya alel a sama dengan 2Naa dari kelompok aa dan NAa dari kelompok Aa. Sebagai contoh kita hitung frekuensi alel dari populasi-3 di atas; maka penghitungan berjalan sebagai berikut

Genotipe AA Aa aa Total

Banyaknya individu NAA=200 NAa =200 Naa=100 N=500 D = NAA/N=0.4 H = NAa/N=0.4 R = Naa/N=0.2

Banyaknya alel 2NAA=400 2NAa=400 2Naa=200 2N=1000

Banyaknya alel A = 2NAA+NAa=600

Frekuensi alel A p=(2NAA + NAa)/2N = 0.6 p=2NAA/2N+NAa/2N p= D + 0.5 H=0.4+0.2=0.6

Banyaknya alel a = 2Naa+NAa = 400 Frekuensi alel a q = (2Naa+NAa)/2N=0.4 q = 2Naa/2N+Naa/2N

(6)

Jadi dari komposisi genotipe 200 AA, 200 Aa, dan 100 aa; atau komposisi D:H:R sama dengan 0.4 : 0.4 : 0.2 diperoleh frekensi alel A dan a saaama dengan p=D+0.5H = 0.6 dan q=R+0.5H =0.4.

B3. Lokus Monomorf dan Lokus Polimorf

Monomorf berarti mempunyai satu bentuk atau seragam, dan polimorf berarti banyak bentuk atau beragam. Suatu lokus dikatakan monomorf seandainya untuk lokus tersebut pada satu populasi hanya terdapat satu alel, jadi pada populasi tersebut hanya ada satu genotipe. Kebalikannya suatu lokus dikatakan polimorf seandainya pada lokus tersebut terdapat banyak alel, sehingga dalam populasi tersebut terdapat banyak genotipe atau fenotipe.

Sebagai contoh pada Gambar 13.3 diperlihat empat populasi, yaitu populasi tetua1, populasi tetua2, populasi F1, dan populasi F2, yang ditandai oleh satu lokus dengan dua alel : alel A dan alel a. Pupulasi tetua1 dan tetua2 merupakan populasi yang seragam, dengan genotipe AA atau aa. Pada kedua populasi ini lokusnya monomorf yaitu hanya mengandung alel A atau alel a. Populasi F1 merupakan populasi yang seragam, yaitu mengandung genotipe Aa, namun lokusnya merupakan lokus polimorf, yaitu mengandung lebih dari satu alel, alel A dan alel a. Populasi F2 merupakan populasi beragam, mengandung tiga genotipe AA, Aa, dan aa, dan lokusnya polimorf mengandung dua alel, alel A dan alel a.

Sebagian besar dari lokus yang dikandung suatu spesies merupakan lokus monomorf. Misal pada manusia hanya sekitar 20% dari lokusnya bersifat polimorf Polimorfisme muncul karena terjadinya mutasi terhadap alel pada suatu lokus. Namun tidak semua enzim yang disandikan oleh lokus-lokus tersebut toleran terhadap mutasi, sehingga mutasi pada lokus ini dapat menyebabkan kematian atau letal. Akibatnya pada lokus ini tidak pernah muncul alel-alel baru, dan lokus semacam ini disebut lokus konservatif.

C. Kesetimbangan Populasi

Pada genetika populasi dipelajari mengenai struktur populasi dan evolusi atau perubahan yang terjadi pada struktur populasi tersebut. Genetika populasi dikembang-kan berdasarkan model-model, dan sering model tersebut merupakan model matematika. Untuk mempelajari perubahan diperlukan adanya model awal yaitu model populasi yang setimbang, dan dari model yang setimbang ini dipelajari proses perubahan yang mungkin terjadi.

(7)

yang setimbang ialah populasi yang strukturnya tidak berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya

C1. Kawin Acak

Hardy dan Weinberg mengemukakan bahwa proses kawin acak akan membawa populasi pada kesetimbangan. Dalam proses perkawinan populasi dapat dipandang sebagai pool gamet. Proses kawin acak iala proses perkawinan yang memberikan peluang yang sama kepada semua sel gamet jantan untuk bertemu dengan sel gamet betina yang terdapat pada suatu populasi. Bila populasi dilihat sebagai pool individu maka suatu populasi dikatakan berkawin acak seandainya setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama. untuk melakukan perkawinan dengan sesama anggota populasi tersebut.

Contoh yang paling baik untuk proses kawin acak adalah perkawinan yang berlangsung pada ikan yang perkawinannya berlangsung di luar tubuhnya. Ikan-ikan jantan dan betina akan melepaskan gametnya ke air. Gamet-gamet jantan selanjutnya akan bergerak dan secara acak menemukan gamet betina yang ada di air, tanpa membedakan dari mana asal tetua yng mengasilkan telur atu spermanya. Hal yang sama terlihat pada jagung. Tanaman ini mempunyai bunga yang terpisah anatara jantan dan betina. Polen-polen dari bunga jantan dari tanaman di suatu ladang jagung akan terbang ke udara dan selanjutnya dapat jatuh secara acak mengawini semua putik tanaman yang ada di ladang tersebut.

Mungkin tidak semua organisme dapat melakukan proses kawin acak dalam populasinya. Pada tanaman terdapat dua jenis bunga yang menyebabkan adanya dua jenis perkawinan, yaitu menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang. Sistem perkawinan seperti yang dijelaskan pada jagung disebut meneyerbuk silang. Perkawinan melalui penyerbukan silang merupakan bentuk kawin acak. Kedelai dan padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, yaitu putik akan dikawini oleh polen dari bunga yang sarma. Dalam hal ini kawin acak tidak terjadi karena tidak terjadi perkawinan antar individu anggota populasi.

C2. Hukum Kesetimbangan Hardy -Weinberg

Hardy dan Weinberg menyatakan bahwa pada suatu populasi dengan lokus bialel bila terjadi proses kawin acak maka frekuensi alel dan genotipenya akan dipertahankan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pendapat ini kemudian dikenal sebagai Hukum Kesetimbangan Hardy-Weinberg.

(8)

penggabungan gamet secara bebas akan merupakan hasil penggandaan frekuensi gamet-gamet yang digabungkannya. Berdasarkan ketentuan ini maka proses kawin acak berjalan sebagaimana terlihat pada Tabel 13.1. Untuk populasi dengan frekuensi alel pA dan qa maka frekuensi genotipe akan merupakan hasil penggandaan dari frekuensi alel yang membentuknya, sehingga akan diperoleh hasil frekuensi genotipe sebagai berikut

p2 AA, 2pq Aa, q2aa

Secara matematik proses kawin acak di atas dapat ditulis sebagai persamaan kuadrat berikut (pA + qa)2 = (p2AA+2pqAa+q2aa)

Karena nilai p+q = 1 maka. akan kita peroleh juga p2+2pq+q2=1.

Bila dari populasi dengan frekuensi genotipe p2AA, 2pq Aa, q2aa, kita hitung frekuensi alelnya dengan menggunakan persamaan frek(A) = D+0.5H, dan frek(a) = R+0.5H, dan oleh karena dalam kasus di atas D=p2, H=2pq, dan R=q2 maka akan diperoleh

Frek(A) =p2+pq =p(p + q)

=p

dan

Frek(a) =q2+pq =q(p+q) = q

Hal ini menunjukan bahwa kawin acak tidak mengubah frekuensi alel (p, q). Karena frekuensi alelnya tidak berubah maka proses kawin acak yang berlangsung berulang kali akan tetap menghasilkan frekuensi genotipe yang sama yaitu p2, 2pq, q2, frekuensi kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Proses kawin acak selain dapat mempertahankan kesetimbangan juga. dapat membuat populasi yang tidak setimbang menjadi setimbang. Untuk suatu populasi dengan sembarang frekuensi genotipe D, H, R dan frekuensi alel p, q maka. melalui proses kawin acak akan diperoleh pada generasi berikutnya frekuensi genotipe yang sama dengan p2, 2pq, q2. Jadi sebagai kesimpulan tentang kesetimbangan Hardy-Weinberg adalah bahwa setiap populasi

Tabel 13.1. Proses kawin acak atau perpaduan gamet jantan betina secara acak menghasilkan frekuensi kesetimbangan

Gamet jantan Gamet betina

p(A) q(a)

p(A) p2(AA) pq(Aa)

(9)

melalui proses kawin acak akan dibawa. ke struktur kesetimbangan, yang ditunjukan oleh frekuensi geotipe p2, 2pq, q2, dan dengan proses kawin acak frekuensi ini akan terus dipertahankan pada setiap generasi.

C3. Pengujian Kesetimbangan Hardy-Weinberg

Bagaimanakah kita mengetahui bahwa suatu populasi dengan frekuensi genotipe tertentu (D, H, R) berada dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg atau tidak. Untuk mengetahuinya kita perlu melakukan pengujian apakah (D,H,R) = (p2,2pq, q2). Dengan menggunakan frekuensi genotipe (D, H, R) dihitung frekuensi alel; dengan persamaan p=D+0.5H dan q=R+0.5H, kemudian uji apakah (D,H,R)=(p2,2pq,q2). Pengujian dilakukan dengan uji ststistik khi-kuadrat (2) berikut:

2= (Oi-Ei)2/Ei

2= (NAA-p2N)2/p2N + (NAa-2pqN)/2pqN + (Naa-q2N)/q2N

Sebagai contoh kita terapkan pengujian ini untuk memeriksa kesetimbangan populasi dengan komposisi genotipe 200 AA, 500 Aa, dan 300 aa. Dari frekuensi genotipe ini akan diperoleh frekuensi alel berikut

p = (200 + 250)/1000=0.45 q = (300 + 250)/1000=0.55

Maka berdasarkan nilai p dan q yang diperoleh akan didapat frekuensi genotipe kesetimbangan, p2=0.2025, 2pq, q2 sama dengan 0.2025, 0.495, 0.3025. Dengan nilai-nilai tersebut maka statistik khi kuadrat diperoleh sebagai berikut:

2 = (200-202.5)2/202.5 + (500-495)2/495 + (300-302.5)2/302.5 2 = 0.102

Pada tabel khi-kuadrat diperoleh nilai, yang lebih besar dari nilai 2 hasil perhitungan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa frekuensi genotipe populasi di atas berbeda dari frekuensi kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa proses kawin acak akan membawa kepada kesetimbangan atau mempertahankan kesetimbangan populasi. Berikut ini disajikan data hasil simulasi komputer yang meniru proses kawin acak pada tiga populasi berikut. Ketiga populasi tersebut mempunyai frekuensi genotipe dan alel awal yang berbeda-beda. Ketiga populasi ini masing-masing melakukan kawin acak, selama dua generasi. Pada setiap generasi akan diuji kesetimbangan yang mungkin terjadi.

(10)

# individu frekuensi # individu frekuensi # individu frekuensi Generasi-0

AA 2500 0.5 2000 0.4 2000 0.4

Aa 1500 0.3 2000 0.4 1000 0.2

Aa 1000 0.2 1000 0.2 2000 0.4

Frek (A) 0.65 0.6 0.5

Frek (a) 0.35 0.4 0.5

   

(tidak setimbang) (tidak setimbang) (tidak setimbang) Generasi-1

AA 2121 0.4242 1799 0.3598 1276 0.2552

Aa 2272 0.4544 2416 0.4832 2492 0.4984

Aa 607 0.1214 785 0.1570 1232 0.2464

Frek (A) 0.65 0.60 0.50

Frek (a) 0.35 0.40 0.50

   

(setimbang) (setimbang) (setimbang)

Generasi-2

AA 2130 0.4260 1828 0.3564 1222 0.2444

Aa 2267 0.4534 2382 0.4764 2502 0.5004

Aa 603 0.1206 790 0.1580 1255 0.2510

Frek (A) 0.65 0.60 0.5

Frek (a) 0.35 0.40 0.5

   

(setimbang) (setimbang) (setimbang)

Hasil simulasi di atas menunjukan bahwa proses kawin acak akan membuat semua populasi menjadi setimbang, dan juga proses kawin acak akan mempertahankan frekuensi kesetimbangan yang mungkin sudah tercapai.

D. Kesetimbangan Hardy Weinberg pada

Beberapa Kasus

D1. Kasus Hubungan Alel Dominan-Resesif

(11)

Untuk melakukan frekuensi alel dari populasi pada kasus alel dominan-resesifdapat dilakukan hanya dengan anggapan bahwa populasi berada dalam keadaan setimbang Hardy-Weinberg. Oleh karena itu frekuensi fenotipe menjadi

Frekuensi dominan {AA, Aa} =D= p2 +2pq Frekuensi resesif ( aa) =R=q2

Frekensi alel dapat dihitung dari frekuensi resesif, yaitu sebagai berikut Frek (a)= q = R

sehigga diperoleh Frek (A)= p = 1 -q = 1 - ~R_

Sebagai contoh berikut ini disajikan data warna, bunga, dari populasi turunan persilangan dua galur kedelai, yaitu sebagai berikut: 350 ungu (W-) dan 150 putih (ww), dengan ungu dominan terhadap putih Frekuensi fenotipe dihitung dengan membagi banyaknya individu dengan total (500). Dari data di atas kita dapatkan prekuensi fenotipe sebagai berikut

Frekuensi (ungu) =350/500=0.7 Frekuensi (putih) = 150/500 = 0.3

Frekuensi alel dihitung dengan anggapan populasi berada, dalam kondisi setimbang Hardy-Weinberg

frek(ww) = q2 = 0.3 sehingga frek (w) = q = 03

q = 0.55 dan diperoleh frek (W) = p = 1 – q

p = 1 - 0.55 p = 0.45 D2. Kasus Alel Ganda

Dalam kasus pada suatu lokus terdapat lebih dari dua alel (alel ganda) frekuensi alel dapat dihitung dengan cara, yang mirip dengan cara di atas. Kita misalkan dalam suatu lokus terdapat tiga alel yaitu A1, A2, dan A3, maka kita akan peroleh dalam populasi enam genotipe berikut: A1A1, A1A2, A1A3, A2A2, A2A3, dan A3A3. Bila, banyaknya individu dalam populasi yang mengandung genotipe-genotipe tersebut sebagai berikut :

Genotipe A1A1 A1A2 A1A3 A2A2 A2A3 A3A3 Total

# individu N11 N12 N13 N22 N23 N33 N

(12)

Frekuensi genotipe dapat dihitung dengan cara membagi nilai banyaknya individu tiap genotipe dengan total. Frekuensi alel dapat dihitung dengan cara, yang sama, dengan frekuensi alel pada kasus bialel yaitu frekuensi suatu alel merupakan hasil penjumlahan frekuensi geneotipe homozigot untuk alel yang bersangkutan dengan separoh frekuensi heterozigot yang membawa alel tersebut. Maka dalam kasus populasi yang sedang kita bahas frekuensi alel adalah sebagal berikut

Frek (A1) = p1 = {N11 + 0.5(N12 + N13)}/N Frek (A2) = p2 = {N22 + 0.5(N12 + N23)}/N Frek (A3) = p3 = {N33 + 0.5(N13 + N23)}/N Akan diperoleh p1 + p2 + p3 = 1.

Dalam kondisi kesetimbangan Hardy-Weinberg maka frekuensi genotipe dapat dihitung dengan cara membuat kuadrat dari (p1A1 + p2A2 + p3A3). Akan diperoleh hasil sebagai berikut

Genotipe A1A1 A1A2 A1A3 A2A2 A2A3 A3A3 Total # individu p12 2p1p2 2p2p3 p22 2p2p3 p32 1

Sebagai contoh kasus alel ganda berikut ini disajikan data populasi golongan darah, dalam sistem ABO. Hasil survey terhadap populasi mahasiswa di suatu universitas menunjukan data berikut

Golongan A Golongan B Golongan AB Golongan O Total 31 16 9 48 104

Telah diketahui bahwa sistem golongan darah ABO dikendalikan oleh tiga alel yaitu IA, IB, dan IO. Telah diketahui juga bahwa IA dan IB dominan terhadap IO, sedangkan antara IA dan IB terdapat hubungan kodominan. Oleh karena itu analisis terhadap persoalan di atas harus menggunakan pendekatan alel ganda dan alel dominan resesif. Untuk setiap golongan darah akan diperoleh genotipe serta frekuensinya (dengan frekuensi alel pA, pB, pO) sebagai berikut

Golongan Genotipe Frekuensi frekuensi Darah Hardy-Winberg fenotipe

A IAIA+IAIO pA2 + 2pApO f(A)=0.30 B IBIB+IBIO pB2+2pBpO f(B)=0.15

AB IAIB 2pApB f(AB)=0.09

(13)

Dalam kasus dominan resesif frekuensi alel mula-mula diduga dari fenotipe homozigot resesif, jadi

pO2=f(O),

maka diperoleh pO= f(O)= 0.48 = 0.68

Selanjutnya dengan persamaan pO + pA + pB =1 dapat diduga frekuensi alel yang lain yaitu pB = 1-(pA+pO), dan pB = 1 – (pB+pO). Nilai pO+pA diperoleh dengan cara pehitungan berikut:

(pA+pO)2= (pA2+2pApO+pO2)=f(A)+f(O)

jadi pA+pO = f(A) +f(O)

maka pB = 1 – (pA+pO) = 1- (f(A)+f(O)) pB = 1 – (0.30 + 0.46) = 0.13 Dengan cara yang sama akan diperoleh

pB + pO = f(B) + f(O)

Maka pA= 1- (pB + pO) = 1 – (f(B) + f(O)) pA = 1- (0.15 +0.46) = 0.22

D3. Persyaratan Lain Untuk Mendukung Kesetimbangan Populasi

Selain proses kawin acak ada persyaratan lain yang harus dipenuhi agar suatu populasi selalu berada dalam kesetimbangan. Kawin acak hanya mempertahankan frekuensi genotipe, selama frekuensi alel tetap. Bila ada kekuatan luar yang mengubah frekuensi alel maka walaupun populasi berkawin acak frekuensi genotipe tetap akan berubah. Di bawah ini adalah persyaratan agar suatu populasi dapat mempertahankan kesetimbangan.

a. Populasi berkawin acak. Telah dijelaskan sebelumnya mengenai batasan kawin acak yaitu sistem perkawinan dalam populasi yang memberi peluang yang sama bagi setiap individu untuk kawin dengan individu yang manapun dalam populasi yang sama. Secara biologis kemampuan suatu populasi untuk melakukan kawin acak ditentukan oleh sistem reproduksinya. Sebagai contoh reproduksi vegetatif tidak memenuhi kaidah kawin acak. Sistem bunga yang menyerbuk sendiri akan mencegah terjadinya perkawinan dengan individu lain sehingga tidak terjadi kawin acak, sebaliknya tumbuhan menyerbuk silang (jagung) dan berumah dua (pepaya) mendukung terjadinya proses kawin acak. Ikan merupakan contoh yang paling baik bagaimana terjadinya kawin acak yang sempuma, karena sel telur betina dan sel sperma jantan akan dilepaskan ke air dan perkawinan terjadi di dalam air.

(14)

kesetimbangan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan homozigot. Selain ketidak-sempurnaan proses kawin acak pada populasi kecil juga dapat terjadi perubahan keragaman akibat kesalahan pengambilan contoh atau terjadinya hanyutan genetik secara acak.

c. Populasi Terisolasi. Yang dimaksud dengan populasi terisolasi ialah terisolasi dari populasi lain, sehingga tidak terjadi perkawinan dengan individu dari populasi yang berbeda. Sebagai contoh perkawinan antar popuIasi misal perkawinan yang terjadi antara padi ketan dengan padi pera yang ditanam pada dua petak yang berdampingan. Pada generasi yang berikutnya pada populasi ketan akan diperoleh sejumlah alel pera, dan sebaliknya pada populasi pera akan diperoleh alel ketan. Contoh lainnya suku Tionghoa yang telah hidup berabad-abad di Indonesia telah mengalami perkawinan dengan suku-suku lain (rumpun Melayu) sehingga populasi Tionghoa tersebut akan diperoleh alel-alel suku melayu; yang mungkin tidak ada sebelumnya.

d. Tidak terjadi mutasi. Mutasi dapat mengubah satu alel menjadi alel yang lain atau memunculkan alel baru. Oleh karena, itu mutasi dapat mengubah frekuensi alel, yang selanjutnya akan mengubah frekuensi genotipe dan kesetimbangan populasi.

e. Tidak Terdapat Seleksi Alam. Seleksi alam terjadi karena, genotipe yang berbeda dapat mempunyai daya adaptasi yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan daya reproduksi. Dengan adanya seleksi alam maka akan terjadi perubaban frekuensi alel dan frekuerisi genotipe.

Rangkuman

Genetika populasi ialah ilmu yang mempelajari perilaku gen dalam suatu populasi., yang meliputi struktur, kestabilan, serta perubahan populasi. Populasi ialah sekelompok individu yang berasal dari satu spesies yang sama dan berada pada suatu lokasi dan waktu yang sama sehingga tidak membaatasi untuk dapat berlangsungnya perkawinan antar anggota populasi tersebut. Suatu populasi dicirikan oleh strukturnya, yang membedakan dari populasi yang lain. Struktur populasi ditunjukan oleh frekuensi genotipe dan frekuensi alelnya.

(15)

acak, (ii) populasi berukuran besar, (iii) tidak terjadi migrasi genetik antar populasi, (iv) tidak terjadi mutasi, dan (v) tidak terdapat seleksi alam.

Soal Latihan

A. Jawablah dengan penjelasan

a. Jelaskan definisi spesies dan populasi

b. Apakah yang dapat menjadi batas yang memisahkan dua populasi c. Jelaskan bagaimana kita mencirikan suatu populasi

d. Suatu populasi mempunyai komposisi genotipe berikut : 615 AA, 890 Aa, 495 aa. Hitunglah frekensi genotipe serta frekuensi alel dari populasi tersebut. e. Jelaskan pengertian kawin acak

f. Jelaskan konsep kesetimbangan Hardy-Weinberg

g. Uji apakah populasi pada soal d berada pada kesetimbangan Hardy-Weinberg h. Jelaskan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar populasi tetap berada

dalam kesetimbangan

B. Pilih jawaban A, B, C, atau D yang benar, atau pilih A bila 1&2 benar, B bila 1&3 benar, C bila 2&3 benar, atau D bila 1&2&3 benar

1. Yang tidak menjadi syarat agar sekelompok individu disebut spesies ialah

1. individu-individu tersebut bila melakukan perkawinan akan menghasilkan turunan yang fertil

2. individu-individu tersebut terdapat pada tempat yang sama

3. individu-individu tersebut mempunyai peluang melakukan perkawinan satu dengan lainnya

A, B, C, D

2. Sekelompok individu disebut populasi seandainya

1. individu-individu tersebut bila melakukan perkawinan akan menghasilkan turunan yang fertil

2. individu-individu tersebut terdapat pada tempat yang sama

3. individu-individu tersebut mempunyai peluang melakukan perkawinan satu dengan lainnya

4. Populasi dengan komposisi genotipe berikut : 40 WW, 160 Ww, 300 ww, maka frekuensi alel W dan w adalah

A. 0.8 W dan 0.2w B. 0.6 W dan 0.4w C. 0.2 W dan 0.8 w D. salah semua

5. Dua populasi disebut berbeda strukturnya bila A. jumlah total individu berbeda

(16)

6. Dari suatu populasi dengan komposisi genotipe 80 AA, 480 Aa, 440 aa, setelah mengalami kawin acak akan menghasilkan generasi baru yang setimbang Hardy-Weinberg dengan frekuensi genotipe

A. 0.08 AA, 0.48 Aa, 044 aa B. 0.09 AA, 0.42 Aa, 0.49 aa C. 0.10 AA, 0.44 Aa, 0.46 aa D. salah semua

7. Kekuatan yang tidak mengubah kesetimbangan populasi adalah A. kawin acak

B. seleksi alam C. mutasi

D. migrasi genetik

8. Diketahui kedelai berbunga kleistogami, jagung mempunyai bunga jantan dan bunga betina, pepaya berumah dua. Yang tidak melakukan kawin acak ialah populasi

1. kedelai 2. jagung 3. pepaya

A, B, C, D

Sampai sejauh ini telah dibahas tentang kesetimbangan populasi; tetapi pada kenyataannya populasi di alam akan selalu berubah atau berevolusi. Perubahan itu terjadi karena kondisi alam maupun sifat mahluk hidup tidak selalu memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mendukung terjadinya kesetimbangan. Berikut ini penjelasan mengenai berbagai proses perubahan struktur populasi. Pada bagian akhir pembahasan anak bab terdahulu disebutkan bahwa terdapat lima syarat agar kesetimbangan populasi dapat dipertahankan, yaitu (i) perkawinan berlangsung secara acak, (ii) populasi berukuran besar, (iii) tidak terjadi migrasi genetik antar populasi, (iv) tidak terjadi mutasi, dan (v) tidak terdapat seleksi alam. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi maka akan terjadi perubahan struktur populasi.

A. Populasi Tidak Berkawin Acak

Proses kawin acak seperti yang dijelaskan sebelumnya mungkin tidak sepenuhnya terjadi di alam. Biologi reproduksi yang dipunyai spesies tersebut, dan sistem perkawinan yang dianut dapat menyebabkan perkawinan menjadi tidak acak. Terdapat banyak sistem perkawinan yang tidak acak, namun pada modul ini akan dibahas hanya satu sistem perkawinan yaitu kawin sendiri (selfing); untuk sistem yang lain dapat ditemukan pada buku khusus genetika populasi seperti yang tertera pada daftar bacaan pada akhir modul ini.

Perubahan

(17)

Sistem reproduksi tumbuhan terbagi menjadi kawin silang dan kawin sendiri. Kawin silang ialah sistem perkawinan yang memungkinkan penggabungan gamet jantan (polen) dengan gamet betina (telur) antara bunga yang berbeda. Sebagai contoh pada tanaman jagung terdapat bunga jantan dan betina sehingga polen dari suatu individu dapat membuahi sembarang putik dari berbagai tanaman jagung yang ada dalam populasi. Kawin sendiri

ialah sistem perkawinan yang mendorong terjadinya pembuahan dalam satu bunga, telur selalu dibuahi oleh polen dari bunga yang sama. Sebagai contoh, kedelai mempunyai bunga kleistogam yaitu yang pembuahannya terjadi sebelum bunga mekar. Pada bunga muda posisi kepala putik berada di bawah kotak sari, dan kemudian tangkai putik akan memanjang sehingga pada saat bunga menjadi dewasa kepala putik akan berada di atas kotak sari. Proses pemanjangan putik ini akan menyebabkan terjadi perkawinan sebelum bunga mekar. Akibatnya polen dari tumbuhan yang lain tidak akan dapat membuahi ovul dan tanaman tersebut.

Dalam suatu populasi dengan genotipe AA, Aa, dan aa dengan sistem kawin sendiri maka individu homozigot AA atau aa pada generasi berikutriya akan menghasilkan turunan 100% sama dengan tetuanya yaitu AA atau aa; sedangkan individu heterozigot Aa akan menghasilkan 25% AA, 50% Aa, dan 25% aa. Oleh karena itu pada setiap generasi akan terjadi penurunan jumlah heterozigot dan peningkatan homozigot. Pada bagan berikut diperlihatkan proses perubahan genotipe akibat proses kawin sendiri.

AA Aa aa

Generasi-0 D H R

Generasi-1 D+1/4H 1/2H 1/4H+R

Generasi-2 D+1/4H+1/8H 1/4H 1/8H+1/4H+R

Generasi-t D+ (1/2)t+1H (1/2)tH  (1/2)t+1H + R

Generasi-n=~ D+1/2H 0 1/2H + R

(18)

akan diperoleh penurunan nilai frekuensi setelah n generasi adalah sebesar Hn = (0.5)nH0. Bila jumlah generasi n sangat besar maka akan diperoleh nilai Hn = 0, yang berarti dalam populasi tidak terdapat heterozigot. Alel-alel dari heterozigot ini akan berpindah sebagian ke AA dan yang lain ke aa, dan pada akhimya akan diperoleh separoh dari heterozigot pindah ke AA dan separohnya lagi ke aa. Jadi populasi akan terdiri dari AA dan aa dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar D + 0.5 H dan R + 0.5 H, atau sebesar frekuensi alel A=p dan frekuensi alel a=q.

Penurunan keheterozigotan akibat terjadinya perkawinan genotipe yang sama disebut inbreeding. Kawin sendiri termasuk perkawinan kerabat dekat. Bila kita mulai frekuensi genotipe awal dengan kesetimbangan Hardy-Weinberg, maka akan terjadi perubahan frekuensi genotipe, akibat adanya proses inbreeding pada setiap generasi, sebagai berikut:

AA p2 + Fpq Aa 2(1-F)pq aa q2 + Fpq

F adalah koefisien inbreeding, yaitu koefisien penurunan heterozigot akibat terjadinya kecenderungan pada populasi perpaduan gamet jantan dan betina dari individu yang sama. Jadi pada setiap generasi akan terjadi penurunan heterozigot sebesar F bagian, dan berpindah ke AA dan aa. F mempunyai nilai antara 0 dan 1. Bila F=0 berarti tidak terjadi penurunan heterozigot, atau tidak terjadi penyimpangan terhadap kesetimbangan; dan bila F=1 berarti semua heterozigot telah lenyap Dalam kasus populasi yang mengikuti sistem kawin sendiri, untuk setiap generasi besar nilai F=1/2, dan pada t generasi Ft = (1/2)t.

B. Populasi Berukuran Kecil

Ada dua jenis penyimpangan yang disebabkan oleh pengaruh ukuran populasi yang kecil. Pertama ialah tidak sempurnanya proses kawin acak; dan yang kedua ketidaktepatan dalam pengambilan contoh. Akibat penyimpangan ini maka generasi-generasi yang dibentuk kemudian akan mempunyai stuktur yang berbeda dari generasi sebelumnya.

B1. Ketidaksempurnaan Kawin Acak

(19)

gamet jantan (polen) dan gamet betina (telur). Bagian diagonal pada kotak (Gambar 13.4) menunjukan perkawinan antara individu yang sama (kawin sendiri), dan di luar diagonal menunjukan perkawinan antar individu yang berbeda (kawin silang). Pada diskusi terdahulu kita mengetahui bahwa sistem kawin sendiri akan menurutkan heterozigot. Semakin kecil ukuran populasi akan semakin tinggi nisbah kawin-sendiri : kawin-silang, yang berarti akan meningkat penurunan kehetrozigotan populasi.

Proses penurunan kehetrozigotan semacam ini juga termasuk proses inbreeding. Seperti telah dijelaskan terdahulu penurunan heterozigot akibat adanya inbreeding pada setiap generasi dapat digambarkan sebagai berikut:

AA p2 + Fpq Aa 2(1-F)pq aa q2 + Fpq

Jadi pada setiap generasi akan terjadi penurunan heterozigot sebesar F bagian, dan berpindah ke AA dan aa.

Besaran nilal F akan ditentukan oleh kasus penyebabnya. Dalam kasus penyimpangan akibat ukuran populasi yang kecil (N) maka koefislen F ditentukan oleh ukuran populasi tersebut yaitu sebagai beikut:

Ft =(1/2N)+(1-(1/2N))Ft-1

Ft adalah koefisien penyimpangan pada generasi ke-t dan Ft-1 adalah koefislen pada generasi sebelumnya. Dalam populasi berukuran N besarnya kemunculan homozigot akibat kawin sendiri adalah sebesar 1/2N, dan besar munculnya homozigot akibat telah terjadi penyimpangan pada generasi sebelumnya adalah sebesar (1-1/2N)Ft-1. Dari persamaan tersebut di atas terlihat koefisien penyimpangan atau penurunan kehetrozigotan berbanding

(20)

terbalik dengan besarnya ukuran populasi. Berarti semakin kecil ukuran populasi akan semakin besar penurunan keheterozigotan populasi

B.2. Hanyutan Genetik Secara Acak (Random Drift)

Dalam ilmu statistika kita sering dihadapkan dengan teknik pengambilan sampel dari suatu populasi. Bila terdapat kekeliruan dalam pengabilan sampel dapat terjadi bahwa struktur anggota sampel manjadi berbeda dari struktur populasi. Salah satu penyebab kesalahan ini ialah karena ukuran sampel terlalu kecil dibandingkan dengan ukuran populasi. Dalam genetika populasi kesalahan pengambilan sampel ini dapat meunculkan fenomena hanyutan genetik secara acak.

Hanyutan genetik secara acak merupakan perubahan frekuensi genotipe populasi secara acak, yang disebabkan pengambilan sampel yang kecil. Yang dimaksud dengan sampel kecil di sini ialah banyaknya gamet ysng sedikit yang akan membentuk generasi berikutnya, dibandingkan dengan banyaknya gamet yang besar yang dipunyai populasi tersebut. Sebagai contoh misal pada kebun koleksi tanaman semusim, dilakukan penanaman secara, teratur pada setiap musim, benih-benih yang dikoleksinya, untuk tujuan mempertahankan daya hidupnya. Karena lahan yang terbatas sedangkan jumlah varietas yang dikoleksi sangat besar maka setiap varietas hanya mendapat lahan terbatas, sehingga hanya ditanam sekitar 10 biji saja. Dari setiap biji tersebut tumbuh tanaman baru yang mungkin dapat menghasilkan jumlah biji yang banyak sekitar 100 biji, sehingga jumlah biji yang dipanen sangat banyak. Tetapi dari biji yang dipanen ini selanjutnya hanya 10 biji saja yang ditanam pada generasi berikutnya. Akibat kecilnya jumlah biji yang dapat ditanam pada generasi berikutnya, maka dapat terjadi kesalahan pengambilan sampel yang dapat membawa kepada perubahan frekuensi alel.

Di alam perubahan lingkungan yang berlangsung sejalan dengan perkembangan waktu dapat menyebabkan terjadinya penurunan ukuran populasi. Misalkan dalam suatu, wilayah terdapat tumbuhan liar yang hidup selama beberapa generasi dengan ukuran populasi sekitar 1000. Kemudian terjadi musim kemarau yang panjang dan sangat kering sehingga sebagian besar dari anggauta populasi tersebut mati, misal tmggal 10, kemudian setelah keadaan musim kemball seperti semula populasi berkembang seperti sediakala. Pengaruh penurunan ukuran populasi tersebut dapat menyebabkan perubahan frekuensi alel pada populasi tersebut. Pengaruh penyempitan ukuran populasi tersebut dikenal sebagai bottlenect effect.

(21)

terbatas maka hanya beberapa gamet saja yang akan berkembang menjadi individu baru. Bila pada awalnya dalam populasi terdapat dua alel A dan a dengan frekuensi 0.5 dan 0.5, maka bila kita ambil biji dengan jumlah yang relatif kccil maka mungkin saja seluruh biji hanya mengandung alel A atau kebalikannya hanya mengandung alel a saja. Tetapi bila pengambilan biji tersebut jumlahnya diperbesar mungkin saja dari biji yang terambil terdapat kombinasi alel A dan alel a.

Bila dari sejumlah individu yang sedikit ini dibentuk populasi baru maka keragaman populasi tersebut akan ditentukan oleh keragaman individu awalnya. Pengaruh ini dikenal sebagai founder effect Hal ini dapat tejadi dalam praktek introduksi satu, spesies tanaman dari luar, atau terjadi migrasi sejumlah kecil hewan ke lingkungan baru. Sebagai contoh dari founder effect ialah yang mungkin terjadi pada pertanaman kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Perkebunan kelapa sawit di kedua, negara tersebut berasal dari biji yang dihasilkan satu pohon kelapa sawit (di kebun Raya Bogor) yang berasal dari Pantai Gading, Afrika. Karena dimulai dari individu berjumlah kecil maka populasi baru kan mempunyai keragaman genetik yang lebih sedikit ketimbang populasi asal dari individu-indivu tersebut diambil. Jadi walaupun Indonesia dan Malaysia mempunyai pertanaman kelapa sawit terbesar di dunia, bukan tidak mungkin kalau keragaman-genetiknya lebih kecil ketimbang kelapa sawit di Pantai Gading

C. Migrasi

Migrasi genetik ialah masuknya gen dari satu populasi ke populasi yang lain. Proses ini dapat mengubah frekuensi genotipe atau frekuensi gen pada populasi yang menerima alel tersebut. Misalkan dua populasi terletak berdampingan dan pada generasi yang beruntun selalu terjadi perkawinan antara populasi dan setelah waktu yang cukup panjang dapat kita lihat berapa besar perubahan genetik yang terjadi pada populasi penerima.

Misalkan bahwa populasi penerima mempunyai frekuensi alel sebesar pA dan qa, sedangkan populasi donor sebesar PA dan Qa. Bila setiap generasi pada populasi penerima terjadi m bagian populasi melakukan perkawinan dengan populasi donor maka frekuensi alel pada generasi berikutnya menjadi

p1 = (1-m)p0 + mP = p0 -m(p0-P)

Jadi perubahan frekuensi alel akibat migrasi adalah

p = p1-p0

(22)

= -m(p0-P)

Terlihat bahwa migrasi akan berpengaruh seandainya terdapat perbedaan frekuensi antara populasi donor dengan populasi penerima (p0- P). Hal yang kedua semakin besar koefisien migrasi akan semakin besar perubahan frekuensi alel. Kita akan melihat pengaruh migrasi tersebut akan terasa bagi populasi yang lebih kecil, misal populasi pendatang dibandingkan dengan populasi penduduk asli. Sehingga kita dapat menganggap pada populasi yang besar atau populasi sekitar tidak terjadi perubahan frekuensi.

Akibat migrasi tersebut akan terjadi penurunan tingkat perbedaan frekuensi antara kedua populasi. Besarnya perbedaan antara kedua popolasi tersebut adalah, pada generasi pertama

p1-P = p0-m(p0-P) –P = (1-m)p0 –(1-m)P = (1-m)(p0-P) Pada generasi kedua akan diperoleh

p2 -P = (1-m)(pl- P) = (1-m)2(p0-P) Pada generasi t diperoleh

pt -P = (1-m)t(p0-P)

sehingga kita dapat menduga besarnya frekuensi populasi setelah t generasi adalah sebesar pt = (1-m)t(p0-P) + P

Dengan rumus ini dapat dipelajari besarnya koefisien migrasi. seandainya kita mengetahui besarnya frekuensi awal p0, frekuensi saat ini pt, frekuensi donor P, serta jumlah generasi t yang dijalani. Dari persamaan di atas dapat dikembangkan persamaan berikut

(1-m) = pt - p

Sebagai contoh untuk mempelajari besarnya migrasi gen dari masyarakat kulit putih ke masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Diketahui bahwa masyarakat kulit hitam yang ada di Amerika Serikat merupakan turunan dan bangsa-bangsa Afrika yang dibawa ke benua Amerika pada masa perdagangan budak sekitar 300 sampai 200 tahun yang lalu.

(23)

perkawman tersebut dapat dipandang sebagai migrasi gen dari populasi kulit putih ke populasi kulit hitam. Pertanyaan yang mungkin muncul ialah berapa besar frekuensi perkawman antara kulit putih dengan kulit hitam, atau besar koefiesien migrasi dari kulit putih ke kulit hitam.

Diketahu frekuensi alel RO pada masayarakat kulit putih adalah sebesar 0.028, maka kita dapat menghitung besarnya nilai migrasi (m) dengan rumus [121 tersebut di atas. Bila dianggap rata-rata umur melahirkan sekitar 20-30 tahun maka dapat dianggap masyarakat kulit hitam telah berada di Amerika selama 10 generasi, maka rumus di atas menjadi

(1-m)10 = (0.446 - 0.028)/(0.630 -0.028) 1-m = 0.964

m = 0.036

Jadi 3.6 persen dari populasi kulit hitam di Amerika Serikat melakukan perkawinan dengan masyarakat kulit putih.

D. Mutasi

Mutasi merupakan peristiwa biologi yang di alam selalu terjadi pada setiap generasi dengan kecepatan atau tingkat tertentu. Dengan adanya mutasi maka akan terjadi perubahan satu alel menjadi alel yang lain. Adanya perubahan ini jelas akan mengubah frekuensi alel dan struktur populasi. Terdapat berbagai model perubahan populasi akibat adanya mutasi, namun dalam bahasan sekarang akan disajikan satu model mutasi yang pa1ing sederhana yaitu mutasi satu arah dengan kecepatan konstan.

Yang dimaksud dengan mutasi satu arah yaitu perubahan terjadi misal hanya dari A menjadi a, namun tidak terjadi mutasi a menjadi A. Yang dimaksud dengan kecepatan konstan misal tiap generasi kecepatan A menjadi a selalu tetap, misal setara dengan koefisien u. Koefisien mutasi u mempunyai besaran antara 0 sampai 1.

Anggaplah ada suatu populasi dengan frekuensi alel awal sebagal p(A) dan q(a). Maka dengan mutasi pada setiap generasi alel a akan menerima tambahan frekuensi alel sebesar up. Jadi bila frekuensi awal adalah p0 maka frekuensi satu generasi kemudian ialah

p1 = p0 – up0 = (1-u)p0

(24)

pt = (1-u)tp0

Karena (1-u) benilai lebih kecil dari 1 maka dengan semakin meningkatnya nilai t akan terjadi penurunan nilai (1-u)t. Pada setiap generasi akan terjadi penurunan frekuensi alel A, namun perlu diingat bahwa tingkat mutasi sangat rendah, sehingga kecepatan perubahan akibat mutasi sangat lambat. Sebagai contoh bila u = 10-5 tiap gamet tiap generasi, maka akan diperlukan 1000 generasi untuk mengubah frekuensi alel A dari 1.00 menjadi 0.99; dan diperlukan 2000 generasi untuk mengubah 0.50 menjad 0.49. Namun demikian peranan mutasi dalam evolusi sangat menentukan karena kemunculan jenis alel baru dapat terjadi hanya melalui mutasi.

E. Seleksi Alam

E1. Teori Dasar Seleksi Alam

Seleksi alam terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi dari berbagai genotipe pada lingkungan tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan daya reproduksi. Seleksi alam akan menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi genotipe-genotipe yang lemah dan meningkatkan genotipe yang beradaptasi baik. Perbedaan daya adaptasi antara genotipe akan diperlihatkan oleh perbedaan daya reproduksi genotipe pada lingkungan tertentu. Daya reproduksi ini ditunjukan oleh nisbah reproduksi pada lingkungan seleksi dibandingkan dengan daya reproduksi pada lingkungan normal. Nisbah reproduksi ini disebut sebagai koefisien kebugaran (). Bila  bernilai 1 berarti daya reproduksi genotipe tersebut tidak

mengalami penurunan di lingkungan seleksi, dan bila bernilai 0 berarti genotipe tersebut tidak mampu bereproduksi di lingkungan seleksi.

Bayangkan dari suatu populasi tanaman yang setimbang Hardy-Wemberg, p2AA, 2pqAa, q2aa diambil bijinya dan dikembangkan di wilayah baru yang mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda dari populasi awal. Ternyata pada lingkungan baru ini ketiga genotipe tersebut di atas mempunyai daya adaptasi dan reproduksi yang berbeda. Tentu akibat perbedaan daya reproduksi ini akan terjadi perubahan frekuensi genotipe pada generasi berikutnya. Proses perubahan frekuensi genotipe tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Frekuensi Kebugaran Frekuensi

generasi 0 generasi 1

AA p2 w1 w1p2/

Aa 2pq w2 2w2pq/

aa q2 w3 w3q2/

(25)

Bila frekuensi alel populasi awal (generasi-0) dan populasi generasi-1 masing-masing dilambangkan sebagai p0(A), q0(a), serta p1(A) dan q1(a); maka dengan menggunakan nilai pada table di atas diperoleh po = p dan qo = q. Selanjutnya dengan mengunakan rumus p=D+0.5 H dan q=R+0.5H maka diperoleh

p1 = (w1p2 + w2pq)/ q1 = (w3q2 + w2pq)/

Perubahan frekuensi alel antar generasi akibat seleksi ialah sebagai benkut Δp = p1- po [2] = {(w1p2 +w2pq) – p}/

= ((w1p2 + w2pq) -(w1p3+2w2p2q+w3pq2)}/w = {w1p2(l-p)+w2pq(l-2p)-w3pq2}/

= {w1p2q+w2pq(q-p)-w3pq2}/

= {w1p+w2(q-p)-w3q)pq/

= {(w1-w2)p+(w2-w3)q)pq/

= {(w1-w2)p+(w2-w3)(l-p))pq/

=

{(w1-2w2+w3)p+(w2-w3))pq/

Dari persamaan [1] diketahui  = w1p2 + 2w2pq + w3q2, maka kita dapatkan  = (w1-2w2+w3)p2+2(w2-w3)p+w3 [4]

Sehingga diperoleh

dp dω

2(w1-2w2+w3)p+2(w2-w3) [5] Maka besarnya perubahan frekuensi alel pada persamaan [ 3] dapat ditulis menjadi

Δp =pq dwdp [6]

Berdasarkan persamaan [2] dan [6] ada tiga kemungkinan perkembangan frekuensi alel tersebut, yaitu

a. Δp = 0 →pl = po, yang berarti frekuensi gen populasi generasi sekarang sama dengan frekuensi generasi sebelumnya, atau tidak terjadi perubaban frekuensi gen

b. ∆p<0 → p1 < p0, atau frekuensi alel generasi sekarang lebih kecil dari generasi sebelumnya, atau terjadi penurunan frekuensi gen.

(26)

Keadaan (a) yaitu (p=O atau p1=p0) dapat tercapai dengan dua kondisi. Kondisi yang

pertama ialah bila populasi telah mengalami fiksasi yaitu hanya ada satu alel A atau a saja, atau salah satu dari frekuensi p atau q akan bernilai 0. Artinya populasi telah menjadi seragam, hanya ada satu alel, sehingga bagaimanapun bentuk seleksi yang terjadi populasi tersebut tetap hanya akan mempunyai satu alel. Kondisi yang kedua, yang menyebabkan frekuensi gen tidak berubah (∆p=O), ialah bila d/dp = 0, saat ini terjadi kesetimbangan

antara kekuatan seleksi (w1, w2, dan w3). Berdasarkan persamaan [4], diperoleh (w1-2w2+w3)p+(w2-w3) = 0 [7]

genotipe(w1, w2, w3) atau daya adaptasi genotipe-genotipe terhadap lingkungan.

Keadaan (b) dan (c) yaitu penurunan frekuensi alel (∆p < 0) atau peningkatamya (∆p > 0) akan ditentukan oleh nilai d/dp, karena hanya d/dp yang dapat mempunyai nilai

positif atau negatif. Besaran d/dp ditentukan oleh kondisi kebugaran (w1, w2, w3), dan

berdasarkan nilai kebugarannya maka seleksi dapat dibagi menjadi empat kasus seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini.

E2. Seleksi Memihak Heterozigot

Seleksl disebut memihak heterozigot bila heterozigot lebih bugar atau lebih unggul ketimbang homozigot (w2 > wl, w3). Dalam kondisi ini heterozigot mempunyai daya adaptasi atau reproduksi lebih tinggi ketimbang homozigot. Fenomena keunggulan heterozigot disebut sebagai heterosis, dan dalam pemuliaan tanaman dimanfaatkan dalam pembentukan varietas hibrida. Pada populasi di alam fenomena heterosis akan memberikan keunggulan adaptasi terhadap heterozigotnya.

Untuk mempelajari pola evolusi frekuensi gen pada kondisi ini, mari kita lihat bentuk kurva  persamaan [5] dan nilai d/dp. Pada kondisi (w2 > wl, w3) atau (w1-2w2 + w3<0)

maka  akan mempunyai bentuk kurva parabola seperti pada Gambar 13.5. Secara geometri

diketahui bahwa d/dp adalah merupakan nilai tangen dari sudut yang dibuat oleh garis

singgung pada titik-titik sepanjang kurva . Pada Gambar 13.5 terlihat tiga kemungkinan

nilai d/dp, yaitu d/dp=0, d/dp>0 dan d/dp<0. Nilai d/dp=0 atau p=0 dicapai pada

(27)

kurva; d/dp>0 menunjukkan frekuensi gen akan meningkat, dan kebalikannya d/dp<0

menandakan frekuensi gen menurun.

Terlihat pada. Gambar 13.5 bahwa pada kondisi seleksi memihak heterozigot bila frekuensi alel populasi lebih rendah dari frekuensi kesetimbangan (p<p) maka akan diperoleh d/dp>0 atau kekuatan seleksi akan mendorong terjadinya peningkatan frekuensi alel. Peningkatan frekuensi ini akan berlangsung sampai populasi mencapai frekuensi kesetimbangan (p=p). Sebaliknya bila populasi mempunyai frekuensi lebih tinggi ketimbang frekuensi kesetimbangan (p >p) akan diperoleh d/dp<0 atau kekuatan seleksi akan menurunkan frekuensi alel menuju frekuensi kesetimbangan (p=p).

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pada populasi yang mempunyai keunggulan heterozigot kekuatan seleksi alam akan mempertahankan keragaman atau polimorfisme populasi pada suatu frekuensi kesetimbangan. Kesetimbangan ini berbeda dengan kesetimbangan Hardy -Weinberg, dan kesetimbangan ini dapat berubah sesuai dengan perubahan daya adaptasi genotipe-genotipe yang ada dalam populasi. Frekuensi kesetimbangan ditentukan oleh besarnya nilai daya adaptasi dari masing-masing genotipe. E3. Seleksi Melawan Heterozigot

Seleksi melawan heterozigot merupakan akibat kebalikan dari kondisi yang dijelaskan di atas, yaitu terjadi bila bila heterozigot lebih lemah ketimbang homozigot (w2 < wi,w3). Dalam kondisi ini heterozigot mempunyai daya adaptasi atau reproduksi lebih rendah ketimbang homozigot. Sebagai contoh fenomena ini bayangkan adanya suatu tanaman sereal

Gambar 13.5 Pada kasus seleksi memihak heterozigot akan terdapat frekuensii kesetimbangan () yang stabil, kekuatan seleksi akan mendorong perubahan frekuensi ke arah frekuensi kesetimabangan tersebut

d/dp=0

d/dp>0 d/dp<0

p

(28)

yang karena heterosis tanaman heterozigotnya dapat mengandung gizi dan rasa yang baik serta jumlah biji tiap pohonnya lebih tinggi ketimbang homozigot. Tetapi ternyata kandungan gizi yang lebih baik tersebut menyebabkan genotipe tersebut lebih disenangi oleh hama seperti burung. Akibatnya jumlah biji yang tersisa pada pohon untuk membentuk generasi berikutnya menjadi sedikit. Jumlah biji kedua homozigot yang siap untuk membentuk generasi berikutnya akan menjadi lebih banyak ketimbang heterozigotnya.

Pada kondisi seleksi melawan heterozigot koefisien kebugaran menjadi (w2<w1,w3)

atau (wl-2w2+w3<0), sehingga bentuk kurva  dari persamaan [4] menjadi seperti Gambar

13.6, yaitu puncak kurva menjadi berada di bawah. Dalam kondisi seperti ini, seperti juga pada kasus seleksi memihak heterozigot populasi dapat juga mencapai kesetimbangan yaitu pada p=p, atau pada saat d/dp=0. Tetapi kesetimbangan ini bersifat labil, yaitu kekuatan seleksi seleksi akan membawa. Frekuensi genotipe menjauhi frekuensi kesetimbangan. Hal ini terjadi karena bila p>p maka d/dp>0 (Gambar 13.6), atau akan terjadi peningkatan frekuensi alel. Hal ini akan berjalan terus sampai p = 1 atau terjadi fiksasi alel A; jadi yang ada dalam populasi hanya alel A saja. Kebalikannya bila p<p maka d/dp<O atau terjadi penurunan frekuensi alel; dan proses akan berjalan sampai frekuensi alel mencapai p=0, atau alel A hilang dari populasi; jadi yang ada hanya alel a.

Seleksi melawan heterozigot akan membawa populasi menjauhi kesetimbangan. Pergeseran frekuensi alel dari pakan menyebabkan kekuatan seleksi membawa populasi kearah fiksasi (p=l) atau eliminasi (p=0) alel A. Secara biologis hal ini dapat dikatakan bahwa bila heterozigot mempunyai daya adaptasi atau reproduksi lebih rendah ketimbang

Gambar 13.6 Pada kasus seleksi melawan heterozigot akan terdapat frekuensi kesetimbangan (p) yang labil, kekuatan seleksi akan mendorong perubahan frekuensi menjauhi

frekuensi kesetimbangan tersebut

p d/dp=0

d/dp>0 d/dp<0

(29)

homozigot, sehingga seleksi alam akan menekan heterozigot, dan membawa populasi ke arah monomorf baik untuk alel A atau alel a.

E4. Seleksi Melawan Resesif

Pada kedua kasus yang dijelaskan terdahulu seleksi berlangsung terhadap genotipe, namun seleksi dapat juga berlangsung pada fenotipe. Dalam kasus dominan resesif individu-individu dalam populasi akan terbagi menjadi kelompok dominan (AA, Aa) dan kelompok resesif (aa). Dalam kasus seperti ini maka semua genotipe dominan yaitu AA dan Aa akan mempunyai daya adaptasi dan reproduksi yang sama, yang berbeda dari aa. Di bawah ini kita lihat koefisien adaptasi serta perubaban genotipe akibat seleksi, pada kondisi fenotipe

(catatan : s merupakan koefisien seleksi, yang menunjukan besarnya tekanan seleksi alam dalam menyaring genotipe atau fenotipe yang akan dilanjutkan ke generasi berikutnya). Frekuensi alel pada. generasi-1 ialah.

p1 = (p2 +pq)/

 = p/

q1 = [(1 -s)q2 +pq]/ = (q – sq2)/

Perubahan frekuensi alel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan [2] dan [6] ∆p = p1 – p0

Dengan memasukan persamaan [9] dan [11] ke dalam [10] maka diperoleh nilai ∆p menjadi sebagai berikut

(30)

∆p = ~spq2

Melalui proses seleksi melawan resesif akan terjadi peningkatan alel dominan (A) atau penurunan frekuensi resesif (a). Besaran. penurunan frekuensi alel resesif akan sama. dengan besaran peningkatan frekuensi alel dominan; yaitu

∆q = - ∆p =~ -2spq2

Karena, p, q, dan s bernilai lebih kecil dari 1 maka, maka hasil penggandaannya akan menjadi sangat kecil, dan akibatnya nilai ∆q pada persamaan di atas menjadi sangat kecil. Artinya dalam kasus seleksi melawan resesif akan terjadi penurunan frekensi alel resesif, namun penurunan ini akan berjalan sangat lambat.

E5. Seleksi Melawan Dominan

Kebalikan dari kasus seleksi melawan resesif ialah kasus seleksi fenotipe melawan dominan. Dalam kasus terakhir ini akan terjadi penurunan frekuensi alel dominan secara cepat. Hal ini terjadi karena. semua alel dominan terdapat pada. fenotipe dominan, sehingga. seleksi pada. fenotipe ini akan. mengenai semua alel dominan yang terdapat dalam populasi. Sebagai contoh ekstrim bila, terjadi seleksi total terhadap fenotipe dominan, maka semua alel dominan akan hilang dari populasi. Jadi hanya dengan satu generasi seleksi dalam populasi tersebut tidak ada lagi alel dominan.

Dalam kasus seperti ini akan diperoleh (wl=1-s, w2=1-s, w3=1), dan perubahan frekuensi gen adalah sebagal berikut

Generasi-0 Fitness Generasi-1

AA p2 w1=1-s (1-s)p2

Aa 2pq w2=1-s 2(1-s)pq

aa q2 w3=1 q2

 = 1-s(p2+2pq)

= 1-s[p2+2p(l-p)]

= 1-2sp+sp2 [12] Frekuensi alel pada generasi-1 adalah sebagal berikut

p1 = (1-s)(p2 + pq)/

 = (1-s)p/

q1 = [q2 +(1-s)pq]/

 = (q - spq)/

Perubahan frekuensi alel dapat dihitung dengan persamaan [ 2] dan [6] yaitu ∆p = p1 – p0

(31)

dp

Penyebut pada persarnaan di atas adalah , yang bernilai positif, maka persamaan di atas

akan bernilai negatif. Berarti persamaan di atas menunjukkan terjadinya penurunan frekuensi alel dominan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Rangkuman

Kesetimbangan populasi dapat berubah bila persyaratan untuk mempertahankan kesetimbangan tersebut tidak terpenuhi. Faktor yang dapat menyebabkan perubahan terbut karena ketidak-sempurnaan proses kawin acak, serta ada tekanan yang dapat merubah frekuensi alel, seperti migrasi, mutasi dan seleksi alam.

Bila populasi tidak berkawin acak maka akan terjadi perubahan frekuensi dari satu generasi berikutnya. Sebagai contoh pada populasi berkawin sendiri akan terjadi penurunan heterozigot. Secara umum terdapat pola penurunan heterozigot pada populasi yang proporsi kawin sendirinya tinggi, kasus ini disebut inbreeding. Besarnya penurunan heterozigot dari frekuensi kesetimbangan Hardy-Weinberg ialah 2Fpq

Pada populasi kecil dapat terjadi perubahan frekuensi alel atau frekuensi genotipe akibat adanya ketidak-sempurnaan proses kawin acak atau terjadi erosi genetik yang berupa bottlenect effect dan founder effect. Ketidak-sempurnaan kawin acak akan menyebabkan terjadinya inbreeding, dan penurunan heterozigot.

Perubahan frekuensi alel dan genotipe dapat terjadi juga akibat adanya migrasi atau masuknya alel dari populasi lain. Mutasi yangmemunculkan alel-alel baru juga merupakan kekuatan yang dapat merubah frekuensi alel dan genotipe

Seleksi alam terjadi karena genotipe yang berbeda dapat mempunyai daya adaptasi yang berbeda terhadap lingkungan tertentu. Adaptasi ini ditunjukan oleh daya reproduksi. Berdasarkan daya adaptasi genotipe-genotipenya seleksi alam terbagi menjadi seleksi

3. Jelaskan pengaruh ukuran kecil pada populasi berkawin acak

4. Jelaskan perubahan frekuensi genotipe akibat adanya migrasi gen antar populasi 5. Jelaskan perubahan populasi akibat adanya mutasi

6. Jelaskan proses seleksi memihak heterozigot, bagaimanakah sifat frekuensi kesetimbangan yang mungkin tercapai

7. Jelaskan proses seleksi melawan heterozigot, bagaimanakah sifat frekuensi kesetimbangan yang mungkin tercapai

(32)

B. Pilih jawaban A, B, C, atau D jang benar, atau pilih A bila 1&2 benar, B bila 1&3 benar, C bila 2&3 benar, atau D bila 1&2&3 benar

1. Bila suatu populasi tidak berkawin acak maka

1. Tidak akan terjadi kesetimbangan Hardy-Weinberg 2. Akan terjadi perubahan frekuensi genotipe

3. Frekuensi alelnya tidak akan berubah A, B, C, D

2. Pada populasi berkawin sendiri dapat diduga bahwa frekuensi genotipe heterozigot generasi saat ini adalah

A. Lebih besar dari frekuensi pada generasi sebelumnya B. Setengah dari frekuensi pada generasi sebelumnya C. Tidak mengikuti aturan tertentu

D. Mengikuti kesetimbangan Hardy-Weinberg

3. Suatu populasi berkawin sendiri dengan frekuensi 0.3 AA, 0.5 Aa, dan 0.2 aa, pada generasi berikutnya akan menjadi

A. 0.3 AA, 0.5 Aa, dan 0.2 aa B. 0.25 AA, 0.45 Aa, dan 0.30 aa C. 0.425 AA, 0.250 Aa, dan 0.325 aa D. 0.15 AA, 0.75 Aa, dan 0.10 aa

4. Pada populasi berukuran kecil kesetimbangan Hardy-Weinberg tidak dapat dipertahankan. Hal ini terjadi karena adanya

1. Ketidak-sempurnaan proses kawin acak 2. Terjadi erosi genetik secara acak

3. Kesalahan pengambilan sampel gamet dalam membentuk generasi berikutnya A, B, C, D

5. Bottlenect effect ialah

1. Perubahan frekuensi alel akibat mengambil sejumlah kecil individu dari populasi besar untuk membentuk generasi berikutnya

2. Perubahan frekuensi alel akibat mengambil sejumlah kecil individu dari populasi besar di suatu wilayah untuk dikembangkan di wilayah baru 3. Perubahan frekuensi alel akibat kesalahan pengambilan contoh gamet atau

individu dari generasi sebelumnya A, B, C, D

6. Seleksi Alam dapat terjadi karena

1. adanya keragaman genetik dalam populasi

2. genotipe yang berbeda mempunyai daya reproduksi yang berbeda-beda pada lingkungan tertentu

3. genotipe yang berbeda mempunyai daya hidup yang berbeda-beda pada lingkungan yang sama

A, B, C, D

7. Pada populasi berkawin acak dengan frekuensi 0.36 AA, 0.48 Aa, dan 0.16 aa bila genotipe Aa bereproduksi dua kali lebih besar dari genotipe homozigot maka nilai fetness atau koefisien adaptif yang paling tepat adalah

A. w1 =0.5; w2 = 1; w3 =0.5 B. w1 =1; w2 = 0.5; w3 =1 C. w1 =0.5; w2 = 0.5; w3 =1 D. w1 =1; w2 = 1; w3 =0.5

8. Bila proses seleksi berjalan pada kondisi seperti soal no 7 maka pada generasi berikutnya akan diperoleh frekuensi alel dan genotipe berikut :

(33)

B. 0.57 A, 0.43 a; 0.325 AA, 0.490 Aa, dan 0.185 aa C. 0.55 A, 0.45 A; 0.325 AA, 0.490 Aa, dan 0.185 aa D. 0.55 A, 0.45 a; 0.325AA, 0.450 Aa, dan 0.225 aa

9. Proses seleksi pada soal no 7 akan mencapai frekuensi kesetimbangan. Besar frekensi alel A pada kesetimbangan tersebut ialah

A. 0.6 B. 0.5 C. 0.4 D. 0.3

10. Kesetimbangan yang disebutkan pada soal no 9 mempunyai sifat A. Sama dengan kesetimbangan Hardy-Weinberg

B. Tidak sama dengan kesetimbangan Hardy-Weinberg namun bersifat stabil C. stabil

D. bergantung pada frekuensi alel generasi awal

Telah dikemukakan bahwa populasi merupakan kelompok individu dalam satu spesies, yang menempati suatu wilayah dengan batasan tetentu sehingga sesama anggota populasi dapat melakukan pekawinan. Pada dua anak bab terdahulu telah dibahas mengenai struktur populasi serta proses perubahan struktur yang terjadi pada populasi. Sejauh ini perubahan yang terjadi berlangsung pada populasi-populasi masih dalam satu spesies. Pada anak bab ini akan dibahas proses perubahan yang membawa kepada pembentukan spesies baru. Perubahan yang berlangsung di dalam suatu spesies disebut mikroevolusi, sedangkan bila perubahan tersebut menghasilkan terbentuknya spesies baru disebut makroevolusi.

A. Teori Dasar Evolusi

A1. Pembentukan Spesies melalui Proses Evolusi oleh Seleksi Alam (Teori Darwin)

Pendapat-pendapat awal tentang proses pembentukan suatu spesies telah dikemukakan oleh banyak pemikir seperti Lamarck, Tetapi konsep yang terumuskan dengan baik dengan didukung oleh data hasil pengamatan, ialah yang dikemukakan oleh Charles Darwin dan oleh Wallace. Mereka mengemukakan konsep asal usul spesies (The Origin of Species) melalui evolusi oleh seleksi alam (Evolution by Natural Selection).

Pendapat Darwin tentang asal-usul spesies terumuskan dalam dua butir berikut

1. Suatu spesies merupakan hasil perubahan dari spesies leluhurnya melalui proses pewarisan yang berjalan melalui banyak generasi

2. Seleksi alam merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan dan pembentukan spesies.

(34)

Butir pertama di atas merupakan kesimpulan dari hasil pengamatan yang menunjukan adanya kemiripan struktur antara tanaman atau hewan dalam bentuk fosil yang berasal dari suatu wilayah dengan spesies-spesies yang hidup diwilayah tersebut . Sedangkan antara fosil dengan spesies hidup dari wilayah yang berbeda tidak terdapat kemiripan. Hal ini membawa kepada penafsiran bahwa spesies-spesies yang ada pada saat ini merupakan turunan dari spesies-spesies yang hidup pada masa lalu. Melalui banyak sekali generasi pewarisan telah terjadi perubahan sehingga dihasilkan spesies-spesies baru.

Peranan seleksi alam dalam pembentukan spesies diilhami oleh pendapat Malthus, seorang ahli demografi, yang mengemukakan bahwa kecepatan peningkatan jumlah penduduk lebih tinggi ketimbang peningkatan bahan pangan; Akibatnya akan terjadi persaingan untuk mempertahankan kehidupan (struggle for the existance) dan yang paling kuat yang akan dapat bertahan hidup (survival of the fittest). Diilhami oleh pendapat Malthus, Darwin mengemukakan bahwa hanya spesies-spesies yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan yang akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Kekuatan lingkungan untuk spesies mana yang dapat hidup disebut seleksi alam. Praktek seleksi yang dilakukan oleh pemulia tanaman dalam menghasilkan varietas-varietas baru. Karena varietas baru hasil seleksi tersebut berbeda dari varietas lama, maka dinalaogkan bahwa seleksi alam dapat memunculkan spesies baru. Berdasarkan konsep di atas Alfred Russel Wallace merumuskan proses evolusi seperti pada Gambar 13. 7

A2. Landasan Genetik Proses Evolusi

A2.a. Proses Evolusi didorong oleh Perubahan Genetik dan Seleksi Alam Pendapat Darwin bahwa spesies-spesies merupakan hasil evolusi dari spesies lain dapat diterima oleh para biologiwan, namun seleksi alam sebagai kekuatan yang memunculkan spesies baru menimbulkan perdebatan. Pada pemuliaan tanaman walaupun dengan seleksi

Kemampuan reproduksi

(35)

akan dihasilkan kultivar-kultivar baru, namun sebenarnya seleksi tidak menghasilkan keragaman genetik baru. Dalam pemuliaan keragaman genetik baru muncul sebagai hasil rekombinasi kromosom F1 (turunan hasil hibridisasi antara tetua), sedangkan seleksi akan memanfaatkan keragaman baru tersebut untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang unggul. Pada saat Darwin dan rekan-rekan ilmuwan segenerasinya mengembangkan teori evolusi, pengetahuan genetika belum berkembang dengan baik. Kemunculan genetika yang disusul dengan perkembangan genetika populasi telah memberikan dasar ilmiah lebih kuat terhadap teori evolusi. Masuknya komponen genetik ke dalam teori evolusi ini melahirkan pemikiran baru dalam teori evolusi yang disebut faham neodarwinian

Secara genetik diketahui bahwa munculnya keragaman baru itu disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur bahan genetik, yaitu melalui proses mutasi atau rekombinasi. Mutasi akan menghasilkan alel-alel baru dan rekombinasi akan menghasilkan rekombinan-rekombinan atau genotipe baru yang belum ada sebelumnya (lihat Modul 1, Modul2, dan Modul 6). Sedangkan seleksi alam akan menentukan genotipe-genotipe mana yang akan menghasilkan turunan membentuk generasi berikutnya. baru akan mampu berkembang atau kalah bersaing dengan genotipe-genotipe yang ada sebelumnya (lihat kelompok belajar 2 modul ini). Mutan-mutan atau rekombinan-rekombinan baru akan bertahan hidup hanya bila dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Adaptasi ini meliputi adaptasi terhadap lingkungan abiotik seperti kondisi lahan serta iklim, dan adaptasi terhadap kondisi biotik, seperti persaingan dengan genotipe lainnya. Mutan dan rekombinan baru akan lenyap dari kehidupan seandainya tidak mampu beradaptasi atau bersaing dengan genotipe lain, sebaliknya akan berkembang seandainya sanggup berdaptasi terhadap lingkungan atau sanggup mengungguli genotipe lainnya.

A2.b. Populasi Sebagai Unit Evolusi

Selain memasukan kekuatan mutasi, rekombinasi serta seleksi alam penggerak evolusi, faham neodarwinian memasukan populasi sebagai unit terkecil evolusi; (catatan: sebelumnya individu yang dianggap sebagai unit evolusi). Mutasi, rekombinasi, dan seleksi alam akan mengubah struktur populasi. Seleksi alam akan menentukan apakah mutan dan rekombinan yang muncul akan berkembang atau lenyap.

Gambar

Gambar 13.1. Antara dua spesies terdapat batas biologi reproduksi yang menyebabkan tidak dapat terjadi perkawinan fertile, sedangkan dua populasi dalam satu spesies tidak terdapat pemabatas biologi sehingga masih dapat terjadi perkwinan yang fertil
Gambar 13.3. Perbedaan struktur antara populasi tetua dengan populasi F2 :Populasi F2 mempunyai struktur beragam dengan komposisi 25% AA, 50% Aa, 25% aa
Gambar 13.4. Nisbah antara kawin-sendiri : kawin-silang pada berbagai populasiyang mempunyai ukuran yang berbeda
Gambar 13.5 Pada kasus seleksi memihak heterozigot akan terdapat frekuensii kesetimbangan () yang stabil, kekuatan seleksi akan mendorong perubahan frekuensi ke arah frekuensi kesetimabangan tersebut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Profitabilitas diduga mempengaruhi audit delay, dengan asumsi bahwa keuntungan tinggi merupakan berita baik yang harus segera disampaikan kepada para pihak yang

Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak ketiga yang bukan merupakan debitur, bisa saja orang perorangan atau korporasi yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum

Sampel kuota menggunakan batasan (persyaratan tertentu) sebelum sampel itu diambil. Hal ini dapat mengurangi subjektivitas dari peneliti, namun hasil analisis

Didalam sistem ini juga dilengkapi dengan fitur pencarian dimana user akan menginputkan gangguan kulit wajah yang dialami, kemudian sistem akan memproses inputan user

Tahap Website Analysis ini merupakan tahap dimana kita menganalisa apa saja yang dibutuhkan oleh pengguna dengan mengumpulkan informasi dari pengguna, menganalisa

Corrosion surveillance is done by creating a corrosion coupons made of carbon steel of RSG GAS secondary cooling pipe in the shape of disc and assembled in a

a. Apabial diriwayatkan oleh seorang perawi maka disebut hadis gharib.. Jika diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih namun tidak sampai pada derajat mutawatir maka termasuk

26 28 29 32 d BUMDES Mandiri X100% 16,67% 18 20 22 24 30 33 c P3EL Mandiri X100% 15,08% 17 20 23 26 35 39 b UED-SP Mandiri X100% 16,15% 18 21 24 27 70% 75% a UPPKS Mandiri X100%