• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mental Health Disorder Among Medical Students

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mental Health Disorder Among Medical Students"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

Masalah Kesehatan Jiwa Pada Mahasiswa Kedokteran

Andria Novita Sari

1

, Rasmi Zakiah Oktarlina

1

, Tendry Septa

2

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung

Abstrak

Profesi dokter merupakan salah satu profesi yang banyak diminati. Hingga kini, terdapat 75 fakultas kedokteran yang tersebar di seluruh Indonesia. Institusi pendidikan kedokteran didirikan untuk menghasilkan sumber daya manusia (dokter) yang berkualitas dan profesional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang kesehatan. Namun, dalam prosesnya ditemukan bahwa banyak hambatan yang ditemui oleh mahasiswa. Untuk menempuh pendidikan kedokteran, mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak. Selain itu, beban materi yang harus dipelajari selama pendidikan baik tingkat preklinik, klinik maupun residen juga dapat menjadi suatu stresor bagi psikologis mahasiswa kedokteran. Angka masalah kejiwaan yang tinggi di antara mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran telah dilaporkan pada berbagai penelitian di seluruh dunia. Masalah kejiwaan yang paling banyak ditemukan adalah depresi dan gangguan cemas. Beberapa stresor yang teridentifikasi meliputi terlalu banyak materi dalam waktu yang relatif singkat, ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, beberapa jenis ujian, gangguan pola tidur, dan lingkungan yang kompetitif. Berbagai faktor ikut berpengaruh dalam kondisi ini, antara lain jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, ras, status pernikahan, buruknya pencapaian akademik, tingkat pendidikan orang tua dan hubungan interpersonal.Strategi koping dapat menjadi solusi atas permasalahan ini, seperti meluangkan waktu untuk kehidupan sosial dan pribadi. Selain itu, sebaiknya dibuat suatu pusat konseling mahasiswa di universitas agar masalah kejiwaan yang dialami mahasiswa dapat diintervensi sejak dini.

Kata kunci: ansietas, depresi, kesehatan jiwa, mahasiswa kedokteran.

Mental Health Disorder Among Medical Students

Abstract

Doctor is one of professions with top career interest. Until now, there are 75 medical faculties all over Indonesia. Medical institutions are established to create qualified and professional human resources (doctors) in order to improve community well-being, especially in the health sector. However, medical students will found many challenges in the learning processes. They have to take longer time and more tuition cost along study in medical institution. In addition, the burden of materials to be learned during education, including pre-clinical, clinical and resident levels can also become stressor for their psychological. High mental health disorder among undergraduate students, especially medical students has been reported in various studies around the world. The most common psychiatric problems are depression and anxiety disorders. The identified stressors are too much materials in a relatively short period of time, inability to complete tasks on time, multiple exams, deprivation of sleep patterns, and competitive environments. Various factors which contribute to this condition are gender, socioeconomic level, race, marital status, poor academic achievement, parental education level and interpersonal relationships. Coping strategy can be a solution for this problem, such as taking time for social and personal life. In addition, a student counseling center in university should be established so their mental health problems can be intervened early.

Keywords: anxiety, depression, mental health, medical students.

Korespondensi: Andria Novita Sari, Jalan Raya Lintas Sumatera Km. 21 Candimas II Natar Lampung Selatan, 08127999022, andrianovitasari1@gmail.com

Pendahuluan

Sehat adalah suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang baik, dan tidak adanya penyakit. Kesehatan mental didefinisikan sebagai kondisi

dimana seseorang mampu mengetahui

kemampuannya, mengatasi stres normal dalam kehidupan, bekerja secara produktif dan sukses, serta berkontribusi terhadap komunitasnya.1

Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter di masa depan yang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang adekuat, untuk mengobati pasien dan berkontribusi dalam

perkembangan seni kedokteran serta

mempromosikan kesehatan publik.2 Indonesia

(2)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

Masalah kejiwaan sering ditemukan pada mahasiswa kedokteran, meskipun tidak hanya pada mahasiswa kedokteran.4 Pada saat memulai

kuliah kedokteran, mahasiswa memiliki kesehatan jiwa yang sama dengan mahasiswa di fakultas lain. Namun, proses pembelajaran yang terjadi dapat

memperburuk kesehatan jiwa mereka.5

Mahasiswa kedokteran merupakan sumber daya manusia yang berharga untuk kehidupan mendatang, dan masalah kejiwaan dapat menurunkan produktivitas, kualitas hidup, menyebabkan kesulitan belajar dan mungkin berefek negatif pada perawatan pasien. Sangatlah penting untuk mencegah efek yang dapat ditimbulkan dari kondisi tersebut melalui deteksi awal dan pencegahan dini pada mahasiswa. Berbagai penelitian telah melaporkan tingginya masalah kejiwaan seperti depresi dan ansietas (gangguan cemas) yang dialami mahasiswa kedokteran di seluruh dunia.6 Dalam artikel ini

kami akan membahas masalah kejiwaan yang sering ditemukan pada mahasiswa kedokteran pada berbagai tingkat pendidikan beserta stresor dan faktor risiko yang mempengaruhinya.

DISKUSI

Depresi dialami oleh sekitar 300 juta orang di seluruh dunia. Depresi berbeda dengan fluktuasi suasasa perasaan dan emosi jangka pendek timbul setiap hari. Ketika bertahan dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas sedang atau berat, depresi dapat menjadi suatu masalah kesehatan yang serius. Kondisi ini dapat mengangguang aktivitas sehari-hari saat belajar, bekerja dan dalam keluarga. Yang paling buruk adalah depresi dapat memicu ide dan tindakan bunuh diri. Hampir 800.000 orang bunuh diri setiap tahun dan banyak ditemukan pada usia 15-29 tahun.7 Depresi didefinisikan sebagai gangguan

alam perasaan yang sedih disertai gejala penyerta meliputi perubahan pola tidur, konsenterasi, psikomotor, rasa putus asa, kelelahan, nafsu makan dan keinginan bunuh diri.8

Semua orang bisa mengalami kecemasan. Kondisi ini paling umum ditandai sebagai rasa khawatir, tidak menyenangkan, tidak jelas, yang seringkali disertai gejala otonom seperti sakit kepala, berkeringat, palpitasi, sesak di dada, rasa tidaknyaman pada perut, dan kegelisahan, yang ditunjukkan melalui ketidakmampuan untuk

duduk atau berdiri diam untuk jangka waktu yang lama.9 Namun, menjadi patologis apabila bertahan

dalam rentang waktu yang ditentukan dan mengganggu ketentraman seseorang.10

Pendidikan kedokteran tidak menyediakan lingkungan yang baik untuk kesehatan jiwa dari mahasiswa kedokteran itu sendiri. Umumnya, proporsi mahasiswa kedokteran yang mengalami stres psikologis sama dengan populasi umum sebelum memulai pendidikan (kurang dari 3%). Namun, selama menjalani pendidikan, proporsi ini meningkat menjadi 21 hingga 56%, dan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun pertama. Masalah kejiwaan terbanyak yang dialami mahasiswa kedokteran adalah gangguan cemas, depresi dan stres.11,12

Tingkat stres pada mahasiswa kedokteran bergantung pada kondisi institusi pendidikan, kurikulum dan sistem ujian. Stres dapat mempengaruhi pencapaian akademik mereka dengan penurunan perhatian, kemampuan dalam membuat keputusan dan terkait dengan tingginya angka depresi.13

Yadav et al. melaporkan prevalensi depresi dan ansietas (gangguan cemas) terbanyak didapatkan pada mahasiswa kedokteran tahun pertama dan tahun terakhir. Masalah dalam keluarga, tinggal di kos, mengalami substance abuse dan riwayat depresi dalam keluarga mempengaruhi tingginya kedua kondisi tersebut.6

Fuad et al. (2015) melaporkan bahwa tingkat stress, ansietas dan depresi pada mahasiswa kedokteran preklinik di Universiti Putra Malaysia, secara berturut-turut adalah 16,9%, 52% dan 24,4%.2 Pada suatu penelitian berskala besar

di Inggris dengan menggunakan kuesioner General Health Questionnaire 12 item (GHQ-12), sebanyak 30,6% mahasiswa tahun pertama, 30,6% mahasiswa tahun keempat dan 21,9% mahasiswa tahun kelima menunjukkan tanda-tanda distres psikologis. Sedangkan, sebanyak 47,9% mahasiswa tahun kedua di Turki mengalami gangguan emosional.5 Penelitian pada dua fakultas

kedokteran di Mesir menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran memiliki tingkat depresi, ansietas dan stres lebih dari 60%, khususnya pada tahun pertama pendidikan.14,15 Sedangkan,

(3)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

Depresi dan gangguan cemas berkurang seiring dengan lamanya masa kuliah mahasiswa preklinik. Penurunan gejala ini dapat dijelaskan dengan proses adaptasi bertahap mahasiswa terhadap lingkungan dan beban pelajaran di fakultas kedokteran.17-19

Sebuah systematic review menyatakan bahwa selama tahun 2000-2015 terdapat sekitar 52,7% mahasiswa kedokteran yang mengalami masalah kejiwaan di seluruh Asia.16 Masalah jiwa

yang lebih tinggi pada mahasiswa kedokteran di wilayah Timur daripada Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan norma sosial dan aturan yang lebih banayk pada budaya Timur sehingga menjadi stressor yang memicu gangguan cemas dan depresi.18

Prevalensi depresi yang dialami mahasiswa kedokteran di seluruh dunia mencapai 33%, sedangkan di Asia sebesar 11% dengan angka kejadian tertinggi di Timur Tengah dan Asia Selatan. Tiga alasan rendahnya angka depresi di Asia, yaitu sikap tertutup dari populasi timur khususnya mengenai kesehatan jiwa, peningkatan pengetahuan mahasiswa kedokteran sehingga mereka mampu mengatasi gangguan yang mereka alami, dan dukungan yang baik oleh institusi pendidikan yang terfokus pada pendidikan kesehatan jiwa mahasiswa.20,21

Selain itu, tempat mahasiswa menempuh pendidikan juga ikut berpengaruh. Dalam penelitian Saravanan dan Wilks (2014), mahasiswa yang sekolah di fakultas kedokteran swasta memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi daripada universitas negeri. Alasannya diduga akibat ekspektasi berlebih dari orang tua yang telah mengeluarkan banyak investasi untuk biaya sekolah kedokteran sehingga memberikan tekanan yang lebih besar pada mahasiswa.22

Selain itu, laporan perbandingan antara tingkat depresi dan ansietas antara mahasiswa kedokteran dan teknik menunjukkan bahwa angka kejadian ansietas dan depresi mahasiswa kedokteran lebih tinggi daripada mahasiswa teknik, meskipun hasilnya tidak signifikan secara statistik.23

Stresor pada mahasiswa ini berkaitan dengan kurikulum kedokteran. Lingkungan yang berat dan menuntut menciptakan suatu tekanan tersendiri pada mahasiswa yang dapat berdampak pada tingkat personal atau profesional.11

Faktor-faktor yang paling membebani selama kuliah bagi mahasiswa kedokteran adalah beberapa jenis ujian, waktu yang sedikit, terlalu banyak konten untuk dipelajari, tertinggal dalam pekerjaan, tuntutan yang saling bertentangan, tidak menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang direncanakan dan beban kerja yang berat, banyaknya tuntutan untuk belajar, masalah ekonomi, deprivasi tidur, paparan terhadap masalah dan kematian pasien.2,11,13 Di samping itu,

beberapa stresor lain yang umum ditemukan antara lain penyesuaian diri dengan lingkungan kedokteran, biaya pendidikan yang tinggi, pasien yang sulit, lingkungan pembelajaran yang buruk, banyaknya informasi yang diterima dan perencanaan karir. Stresor ini dapat memicu timbulnya gangguan cemas, depresi, penurunan pencapaian akademis, medical error dan drop out.5

Masalah kejiwaan pada mahasiswa kedokteran dipengaruhi berbagai faktor seperti jenis kelamin, ras (etnis minoritas), status

pernikahan (sudah menikah), buruknya

pencapaian akademik, tingkat sosioekonomi, tingkat pendidikan orang tua, hubungan dengan keluarga11 dan BMI 25 kg/m2.15 Dalam penelitian

oleh Yusoff et al. (2013) dalam dilaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami depresi, yang diduga karena jumlah mahasiswa laki-laki lebih sedikit daripada wanita.11 Namun,

penelitian lain menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami masalah kejiwaan daripada laki-laki.12 Selain itu, tingkat

pendidikan orang tua yang lebih tinggi dan aktif dalam aktivitas ekstrakurikuler memiliki tingkat masalah kejiwaan yang lebih rendah.11

Di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian mengenai masalah kesehatan yang dialami oleh mahasiswa kedokteran di berbagai universitas. Vidiawati dkk. menemukan prevalensi masalah kejiwaan pada mahasiswa baru di sebuah universitas mencapai 12,68%. Masalah utama yang ditemukan adalah depresi.24 Penelitian di

(4)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

terlibat antara lain perbedaan hormonal, kehidupan sosial, dan strategi koping.25

Hingga kini telah dilaporkan bahwa banyak mahasiswa kedokteran yang mengalami masalah kejiwaan, namun tidak mau menceritakan kondisi mereka pada orang lain, ataupun mencari pengobatan. Hal ini dapat memicu konsekuensi yang serius, seperti ide bunuh diri.26 Strategi

koping adalah upaya yang digunakan seseorang untuk menguasai, mengurangi, mentoleransi atau meminimalisir kejadian yang penuh dengan tekanan. Berbagai strategi koping telah dipelajari agar mahasiswa tidak mengalami masalah kejiwaan akibat menjalani pendidikan. Strategi koping yang banyak digunakan seperti menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman, dapat membantu mengurangi stres yang ditimbulkan akibat kuliah.13 Bahkan, dilaporkan

bahwa alkohol dan rokok dijadikan sebagai alat koping terhadap stres yang dialami.27

Prevalensi depresi pada ko-asisten atau mahasiswa klinik Universitas Udayana dan Universitas Warmadewa masing-masing sebesar 35% dan 32%.28 Prevalensi gejala depresi,

khususnya depresi ringan mencapai 30% pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.29 Hasil ini didukung oleh penelitian

Savitri yang menunjukkan bahwa mahasiwa klinik lebih cemas dan depresif daripada mahasiwa preklinik.30 Kemungkinan temuan ini disebabkan

karena mahasiswa klinik secara konstan berinteraksi dengan masalah-malasah fisik dan emosional yang dialami pasien dan keluarganya, seperti rasa nyeri, masalah seksual, penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan kematian.21 Faktor

lainnya adalah beban pekerjaan yang lebih berat dan kewajiban untuk mengimplementasikan ilmu yang telah didapatkan pada masa preklinik.25,30

Sedangkan, Jafari et al. melaporkan bahwa mahasiswa preklinik dan residen memiliki tingkat stress psikologis tertinggi dibandingkan dengan mahasiswa klinik dan internship. Pada tahun pertama, terdapat banyak perubahan besar pada gaya hidup yang dialami mahasiwa. Materi yang terlalu banyak dalam waktu yang sedikit, banyaknya ujian, serta situasi yang kompetitif dapat menyebabkan timbulnya gejala depresif.5

Keputusan seorang mahasiswa untuk masuk dalam pendidikan kedokteran dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti pengaruh orangtua, pendapatan atau gaji yang menarik dan prestise, keinginan untuk menolong orang lain, ketertarikan mendasar pada kedokteran atau keinginan untuk menjadi terampil dalam bidang kedokteran. Mahasiswa yang memilih fakultas kedokteran (FK) dengan pengaruh tekanan dari luar dilaporkan mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Hal ini diduga diakibatkan oleh motivasi dan tujuan mahasiswa yang memulai proses pendidikan tidak dengan kesungguhan.31

Pendidikan kedokteran dikenal sebagai proses pendidikan yang membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya pendidikan yang lebih banyak daripada jurusan lain. Meskipun profesi dokter memiliki prestise atau kebanggaan tersendiri, namun proses selama menjalani pendidikan yang berat dan kemungkinan

perbedaan realita dengan ekspektasi

menyebabkan mahasiswa kedokteran memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah kejiwaan.31

Kehidupan sosial diperkirakan ikut berpengaruh pada tingkat depresi. Mahasiswa yang puas terhadap kehidupan sosial mereka, memiliki dukungan sosial yang baik ternyata memiliki risiko depresi yang lebih rendah. Individu yang sendirian cenderung mengalami depresi karena mereka tidak dapat mengekspresikan stresor yang dialami sehingga semakin mengurangi dukungan sosial bagi mereka.32

(5)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

diri berada dalam lingkungan belajar yang berbeda selama fase pendidikan kedokteran.32

Simpulan

Pendidikan kedokteran memberikan beban yang berat bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa preklinik tingkat pertama, dan dapat menjadi stresor psikologis. Pada mahasiswa kedokteran, banyak ditemukan masalah kejiwaan seperti depresi dan gangguan cemas. Stresor yang berpengaruh antara lain banyaknya materi yang harus dikuasai dalam waktu yang relatif singkat, kesulitan dalam menyelesaikan tugas tepat waktu, banyaknya ujian, gangguan pola tidur dan lingkungan yang kompetitif. Faktor risiko terjadinya masalah kejiwaan tersebut adalah jenis kelamin, ras, kondisi sosial ekonomi, status pernikahan, buruknya pencapaian akademik, tingkat pendidikan orang tua dan hubungan interpersonal.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Mental health: a state of well-being. [internet]. Geneva: World Health Organization; 2014. [disitasi tanggal 11 Juli

2017]. Tersedia dari:

http://www.who.int/features/factfiles/mental _health/en/

2. Fuad MDF, Lye MS, Ibrahim N, Ismail SIF, Kar PC. Prevalence and risk factors of stress, anxiety and depression among preclinical medical students in Universiti Putra Malaysia in 2014. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health. 2015; 7(1):1-12.

3. Konsil Kedokteran Indonesia. Data FK di Indonesia tahun 2016. [internet]. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2016. [disitasi tanggal 11

Juli 2017]. Tersedia dari

http://www.kki.go.id/index.php/subMenu/12 03

4. Silva AG, Cerqueira ATAR, Lima MCP. Social support and common mental disorder among medical students. Rev B ras Epidemiol. 2014: 17(1):229-242.

5. Jafari N, Loghmani A, Montazeri A. Mental health of medical students in different levels of training. IJPM. 2012: 3(Suppl1):S107–S112.

6. Yadav R, Gupta S, Malhotra AK. A cross sectional study on depression, anxiety and their associated factors among medical students in Jhansi, Uttar Pradesh, India. Int J Community Med Public Health. 2016; 3(5):1209-1214.

7. World Health Organization. Depression. [internet] Geneva: World Health Organization; 2014. [disitasi tanggal 11 Juli 2017]. Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs369/en/

8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

9. Kaplan HI, Sadock BJ. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid Satu. Editor: Dr. I Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2010.

10. Maramis W.F. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. 11. Yusoff MSB, Pa MNM, Esa AR, Rahim AFA.

Mental health of medical students before and during medical education: A prospective study. Journal of Taibah University Medical Sciences. 2013; 8(2):86–92.

12. Iqbal S, Gupta S, Venkatarao E. Stress, anxiety & depression among medical undergraduate students & their socio-demographic correlates. The Indian Journal of Medical Research. 2015; 141(3):354-357.

13. Soliman M. Perception of stress and coping strategies by medical students at King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Journal of Taibah University Medical Sciences. 2014; 9(1):30–35.

14. Abdallah1 AR, Gabr HM. Depression, anxiety and stress among first year medical students in an Egyptian public university. Int Res J Med Med Sci. 2014; 2(1):11–9.

15. Wahed WAY, Hassan SK. Prevalence and associated factors of stress, anxiety and depression among medical Fayoum University students. Alexandria Journal of Medicine. 2017; 53:77–84.

(6)

Andria Novita Sari | Masalah Kesehatan Jiwa pada Mahasiswa Kedokteran

17. Bakriansyah M. Korelasi antara lama studi dan tingkat kecemasan mahasiswa. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia. 2012;1(2): 54-58.

18. Ediz B, Ozcakir A, Bilgel N. Depression and anxiety among medical students: Examining scores of the beck depression and anxiety inventory and the depression anxiety and stress scale with student characteristics. Cogent Psychology. 2017; 4:1283829-40. 19. Jarwan BK. Depression among medical

students of Faculty of Medicine, Umm Al-Qura University in Makkah, Saudi Arabia. International Journal of Medical Science and Public Health. 2015; 4(2): 184-191.

20. Sarokhani D, Delpisheh A, Veisani Y, et al. Prevalence of depression among university students: a systematic review and meta-analysis study. Depress Res Treat. 2013: 373857.

21. Yang F, Meng H, Chen H, et al. Influencing factors of mental health of medical students in China. J Huazhong Univ Sci Technolog Med Sci. 2014; 34:443-9.

22. Saravanan C, Wilks R. Medical Students’ Experience of and Reaction to Stress: The Role of Depression and Anxiety. The Scientific World Journal. 2014; 2014:737382.

23. Chenganakkattil S, Babu JK, Hyder S. Comparison of psychological stress, depression and anxiety among medical and engineering students. Int J Res Med Sci. 2017; 5(4):1213-1216.

24. Vidiwati D, Iskandar S, Agustian D. Masalah kesehatan jiwa pada mahasiswa baru di sebuah universitas di Jakarta. eJKI. 2017; 5(1):27-33.

25. Rahmawati AT. Perbedaan derajat depresi antara mahasiswa kedokteran preklinik

dengan klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. [skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah; 2012.

26. Kulsoom B, Afsar NA. Stress, anxiety, and depression among medical students in a multiethnic setting. Neuropsychiatric Disease and Treatment. 2015; 11:1713-1722.

27. Baykan Z, Nacar M, Cetinkaya F. Depression, anxiety, and stress among last-year students at Erciyes University Medical School. Academic Psychiatry. 2012; 36(1):64-65.

28. Devi LMM, Diniari NKS. Perbedaan prevalensi depresi pada ko-asisten Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan ko-asisten Fakultas Kedokteran Universitas Warmadewa. E-Jurnal Medika. 2016; 5(6):1-9.

29. Hardianto H. Prevalensi dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat gejala depresi pada mahasiswa PSPD FK Untan. [Naskah Publikasi]. Pontianak: Universitas Tanjungpura; 2014.

30. Savitri IAR, Diniari NKS. Perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada mahasiswa jenjang preklinik dan co-asisten di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada tahun 2014. [Skripsi]. Denpasar: Universitas Udayana; 2014.

31. Pratiwi PS, Lesmana CBJ. Hubungan antara cemas dan depresi mahasiswa kedokteran Universitas Udayana dengan keinginan dan harapan dari karir kedokteran. E-Jurnal Medika. 2016; 5(5):1-8.

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen Rencana Strategis Tahun 2013-2018 yang memuat arah, rencana kerja, kebijakan, program dan kegiatan serta indikator kinerja pembangunan kesehatan yang disusun

!nak usia 13 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. engan kondisi demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan

Kondisi hulu DAS Batugajah saat ini kawasan hutannya semakin berkurang, karena telah dikonversi menjadi penggunaan lain (permukiman, dan lahan pertanian), seiring

a. Nomor urut perkara yang didaftar dalam register. Nomor register perkara pada PN yang memutus perkara. Identitas narapidana yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat

Sumber Rejeki Kiajaran dengan volume kontrak sebanyak 2.505.000 (dua juta lima ratus lima ribu) Kg dan Satgas ADA DN 2013 dengan volume kontrak sebanyak 150.000 (seratus lima puluh

No Skenario Pengujian Test Case Hasil yang diharapkan Hasil Pengujian Kesimpulan 1 Tidak mengisikan salah satu data yang terdapat di form konfirmasi pembayaran Jumlah

Dalam penelitian ini dipilih perusahaan jasa karena perusahaan Jasa memerlukan modal kerja relatif lebih rendah hila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan

Setiap jangka sorong jam ukur (dial calliper) yang digunakan baik sebelum atau sesudah digunakan pada periode tertentu, alat ukur jangka sorong jam ukur