• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia dalam Islam lahar be

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manusia dalam Islam lahar be"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1

M a k a l a h

M a k a l a h

M

anusia Dalam

I

slam

M

anusia Dalam

I

slam

A N G G O T A

Marga Area Refangga (130810201200) Galih Wahyu Nugroho (130810201059)

Agnes Agnesi Pinky Nuryansa (130810201038) Hendrik Septi Aji (130810201083)

Luccy Avrindi (130810201116)

Anisa Nurulia Syaftri (130810201019) A N G G O T A

Marga Area Refangga (130810201200)

Galih Wahyu Nugroho (130810201059)

Agnes Agnesi Pinky Nuryansa (130810201038)

Hendrik Septi Aji (130810201083)

Luccy Avrindi (130810201116)

(2)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Manusia Dalam Islam”.

Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang

lebih baik lagi.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

(3)

Kata Pengantar . . . 2

BAB I PENDAHULUAN » Latar Belakang . . . 4

BAB II PEMBAHASAN » Manusia Dalam Antropologi Filsafat . . . 5

» Konsep Manusia Dalam Islam . . . 10

» Penciptaan Manusia Menurut Al-Quran . . . 21

» Penyebutan Manusia Dalm Al-Quran . . . 24

» Manusia Itu Lebih . . . 28

» Manusia Dan Tanggung Jawabnya . . . 35

BAB III PENUTUP » Kesimpulan . . . 36

(4)

M

anusia adalah makhluk Allah Swt yang diberikan kelebihan berupa Akal untuk berfikir dan mengingat apa-apa yang ia pelajari, alami, dan lakukan. Menurut Nurcholis madjid, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mengagumkan dan penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur; yaitu segenggam tanah bumi, dan ruh Allah. Maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.[1] Al-Qur’an sendiri juga menyatakan bahwa manusia memang merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Swt.

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [At-Tin: 4]

Juga ada banyak sekali kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluknya yang lain.

Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhlluk yang Kami ciptakan.” [Al-Isra: 70]

Oleh karena itu, manusia perlu menyadari eksistensi dan tujuan penciptaan dirinya, memahami risalah hidupnya selaku pengemban amanah Allah, mell\alui arahan dan bimbingan yang berkesinambungan agar kehidupannya menjadi lebih berarti.

(5)

D

alam Antropologi Filsafat, konsep manusia selalu dirumuskan oleh kelompok tertentu secara struktural memiliki kemungkinan untuk mengekspresikan ideal budayanya. Dalam sejarah terlihat bahwa kelompok bawah tidak memperoleh kesempatan secara struktural untuk merumuskan cita-cita kemanusiaanya secara verbal dan mewujudkannya secara nyata dalam kehidupannya dalam masyarakat. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki kesadaran akan kemanusiaannya tetapi mereka terhambat secara struktural untuk mengungkapkan gambaran kemanusiaannya.

Hal ini tang dikatakan kebudayaan "diam", seperti yg dikatakan oleh Paulo Freire. De factonya kelompok bawah hanya menerima formulasi konsep kemanusiaan dari atas, kelompok yang lebih dominan. Kelompok bawah menginternalisasikan nilai-nilai itu sehingga cita-cita kemanusiaan sama dengan cita-cita kelompok penentu. Kelompok elit yg secara ekonomis kuat berusaha menciptakan idea budaya sesuai dengan kelompoknya. Pola kehidupan mereka adalah pola kemanusiaan yang konsumtif. Mereka lebih dikenal dengan Humanisme borjuis.

Humanisme borjuis ini mendasarkan diri pada hubungan manusia dengan dunia material. Namun seringkali hubungan humanisme borjuis ini merusak hubungan sosial : yang kuat membangun wilayahnya dengan kerja dari yang lemah. Perbedaan cara hidup dari yang kuat, yaitu kelompok yang mengusai modal, ilmu dan teknologi dan yang lemah teralienasi dari kerja danhasil kerjanya semakin kentara. Terjadilah proses yang kurang manusiawi secara eksistensial adalah kelompok yang lemah, mka inisiatif harus muncul dari kelompok itu sendiri. Jadi humanisme dalam konteks ini bertitik tolak dari pengalaman negatif yang memperjuangkan kemanusiaanya.

(6)

Kita dapat bertanya dengan situasi bangsa kita sekarang ini : Apa Artinya menjadi manusia yang benar dan baik, yang bahagia dan bebas ?

Kita perlu berhti-hati untuk menerapkan gambaran-gambaran normatif tentang manusia: Jangan-jangan gambaran manusia ideal tak pernah ada, atau jangan-jangan memuat unsur-unsur ideologis atau asumsi-asumsi yang akhirnya justru akan menunjang situasi kurang manusiawi.

Oleh karena itu, untuk membangun manusia bangsa perlu diperhatikan hal-hal antropologis ini:

Dimensi "memiliki" dan "ada" saling berkaitan

"Memiliki" (to have) dan "ada" (to be) merupakan dua kategori fundamental kemanusiaan. Agar manusia dapat berada, dapat hidup, dapat berkembang sebagai pribadi ia harus memiliki sesuatu.

"Memiliki" berakar dalam eksistensi manusia sendiri. Fromm menyebut existensial having. Susah banyak usaha-usaha untuk merumuskan unsur-unsur apa yang minimal harus termuat dalam " having" dajn "being" itu. Hal ini dapat dirumuskan dalam kerangka kualitas hidup, nilai-nilai yang dituju manusia, atau pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Aspek "pemilikan" berkaitan dengan dimensi kejasmian manusia yang memiliki relasi dengan alam, lingkungan ekologis yang konstitutif bagi kemanusiaan. Relasi manusia dengan alam memiliki batas-batas yang harus dihormati bila ia melestarikan hidup. Maka apa yang secra teknis mungkin, tidak selalu secara etis mungkin. Hal yang sama berlaku bagi batas-batas fisik dan psikis manusia.

(7)

Hal ini secara khusus masalah pemerataan, keadilan sosial dan partisipasi politik. Ketiga hal ini merupakan nilai-nilai manusiawi yang perwujudannya tergantung pada struktur atau relasi-relasi sosial.

Relasi seimbang manusia dengan sesama dan dengan lingkungannya seperti dicita-citakan dalam masyarakat kita hanya dapat terjadi kalau benar-benar seimbang secara struktur. Tidak mungkin relasi itu seimbang kalau tidak ada pemerataan, keadilan dan partisipasi kecuali kalau seimbang diartikan sebagai mempertahankan status quo dan stabilitas.

Kebebasan manusia adalah kebebasan yang diperjuangkan terus

Kebebasan manusia adalah kebeasan historis: harus dicapai dengan jalan mengatasi berbagai macam hambatan, baik dari dalam diri manusia maupun dari luar, yaitu struktur-struktur yang mengkondisikan manusia. Seorang yang bebas adalah seorang yang mampu menentukan diri sendiri dan tidak merupakan ciptaan dari suatu sistem.

Kebebasan tidak hanya berarti kebebasan "dari dalam", yang juga selalu terancam oleh berbagai manipulasi yang dimungkinkan misalnya oleh penemuan ilmu dan teknologi baru, tetapi kebebasan harus mencakup pembebasan dari struktur yang opresif dalam masyarakat. Suatu contoh dapat dikemukakan disini, yaitu bagaimana perkembangan ilmu dan teknologi membatasi atau bahkan menghilangkan kebebasan manusia adalah penemuan-penemuan dalam behaviour control, hal ini misalnya :

(a) Penemuan teknologi kontrol memungkinkan tata kelakukan dapat secara sengaja diubah dengan manipulasi otak seperti dalam psychosurgery, electrical stimulation of the brain (ESB), infus unsur khemis, obat bius dll. Juga teknologi baru, seperti psikoterapi dinamis mampu memanipulasi simbol affektif dan kognitif yang menstrukturir tata kelakukan

manusia.

(8)

manusia.

(d) Institusi dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan tata kelakuan tertentu.

Behaviour control dapat meliputi tata kelakuan yang bersifat publik bahkan juga tata kelakuan manusia yang bersifat pribadi; pikiran, emosi, afeksi, perasaan. Dimensi etis dari "behaviour control" muncil karena tata kelakuan dikendalikan dan bukannya ia sendiri secara aktual mengendalikannya. Biloa pengendalian itu teknologis maka pengendaliannya teknologi. Pun bila pengendalian sendiri tidak mempunyai maksud tertentu,

tetapi karena efek terhadap orang itu real maka tetap merupakan soal moral.

Memang beberapa bentuk pengendalian bisa menambah kebebasan lebih besar, terutama bila membantu pengendalian diri (misalnya untuk menyembuhkan kompulsi atau beberapa bentuk kontrol sosial) dapat membantu terbentuknya konteks yang memungkinkan kebebasan lebih besar. "Behaviour control" bisa membuat manusia lebih bebas.

Kesatuan Aksi dan Refleksi dalam Praksis

Paulo Freire dalam bukunya pedagogy of the Oppressed, pengguin Books, 1972 mengatakan

bahwa :

"Secara antropologis untuk mengatakan mahkluk yang praksis Perbedaan antara hewan ... dan manusia dapat dilihat melalui tindakan mereka atas dunia untuk menciptakan kebudayaan dan sejarah. Hanya Manusia yang praksis-praksisnya adalah sebagai suatu refleksi dan tindakannya yang benar-benar mengubah realitas, sebagai sumber pengetahuan dan menciptakan sesuatu. Sedangkan Aktivitas Hewan, yang terjadi tanpa praksis, tidak

kreatif; .... "

(9)

J Comblin dal;am bukunya Humanity and the Liberation of the Oppressed mengatakan bahwa: "Krisis masyarakat borjuis dan humanisme sekarang ini memaksa kita untuk melihatke arah yang berbeda untuk menemukan humanisme ke depan. Manusia dipanggil untuk memenuhi dirinya tidak lagi sesederhana melalui pendidikan diri indiviudal itu, atau pikiran untuk bekerja, tetapi melalui membangun hubungan sosial.

Manusia Terus Menerus memberi makna pada dunianya

Manusia selalu memiliki model kognitif tentang kenyataan, yang menjelaskan apa bentuk kemanusiaan yang dipilihnya, untuk apa hidup ini dan apa yang menjadi hidup ini berharga. Model kognitif ini menafsirkan dunia dan sejarah baik dalam teori maupun praktek, sehingga dunia dan sejarah dapat dialami sebagai keseluruhan yang bermakna. Termasuk di dalam model kognitif tentang pandangan hidup, pandangan tentang masyarakat, dunia dan sejarah.

(10)

M

anusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.

Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.

Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Oleh karena itu bahan-bahan pembentuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.

Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian

(11)

khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.

Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.

Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainnya. Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).

Pembahasan.

(12)

Fitrah kemanusiaan yang merupakan pemberian Tuhan (Given) memang tidak dapat ditawar, dia hadir sering tiupan ruh dalam janin manusia dan begitu manusia lahir dalam bentuk “manusia” punya mata, telinga, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya sangat tergantung pada wilayah, tempat, lingkungan dimana manusia itu dilahirkan. Anak yang dilahirkan dalam keluarga dan lingkungan muslim sudah barang tentu secara akidah akan mempunyai persepsi ketuhanan (iman) yang sama, begitu pun nasrani dan lain sebagainya. Inilah yang sering dikatakan sebagai sudut lahirnya keberagamanaan seorang manusia yang akan berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam wacana studi agama sering dikatakan bahwa fenomena keberagamaan manusia tidak hanya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang normativitas melainkan juga dilihat dari historisitas. .

Konsep manusia

Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :

» Pertama yaitu Teori Evolusi.

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak sempurna menjadi perubahan yang sempurna.

» Kedua yaitu Teori Revolusi

Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.

(13)

Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak sarjana penganut teori evolusi. Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.

Menurut RHA. Syahirul Alim cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai manusia harus merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera karena secara kimia molekul-molekul kera jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tanah, karena tanah molekulnya lebih rendah keteraturannya. Menurut Al-Syaibani manusia dikelompokkan menjadi delapan definisi,antara lain :

Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumi

Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.

Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.

Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh

Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya

adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan

lingkungan.

Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan

permulaan baik yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses

sosialisasi.

Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang

lainnya.

(14)

Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat

insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).

Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Keberadaannya di alam mayapada memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah. Keberadaannya tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf ‘tujuan’ yang berarti. Perhatikanlah ayat-ayat Qur`aniah di bawah ini.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (al-Ahzab: 72)

Manusia adalah makhluk pilihan dan makkhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT dari

(15)

seperti akal yang mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran, merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah menciptakan manusia dengan ahsanu taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya agar ia mampu memelihara dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan hidup yang ada di alam ini. Dengan akal yang dimilikinya, manusia diharapkan mampu memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang tertuang dalam risalah para rasul. Dengan hatinya, ia mampu memutuskan sesuatu yang sesuai dengan iradah Robbnya dan dengan raganya, ia diharapkan pro-aktif untuk melahirkan karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.

Maka, dengan sederet sifat-sifat kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang berkaitan dengan keterbatasan dan kekurangan, Allah SWT membebankan misi-misi khusus kepada manusia untuk menguji dan mengetahui siapa yang jujur dalam beriman dan dusta dalam beragama.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang-orang-orang yang dusta.” (al-Ankabuut: 2-3).

Oleh karena itu, ia harus benar-benar mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah

dalam setiap misi dan risalah yang diembannya.

1.Misi Manusia

Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan misi operasional.

(16)

Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang telah menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).

Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk

Namun, tidak semua manusia di dunia ini mengikuti perintah dan merespon risalah yang

di bawa oleh para Rasul. Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari ajaran-ajaran suci yang didakwahkan kepada mereka. Ada juga yang secara terang-terangan mengingkari dan memusuhinya (an-Nahl: 36, al-An’aam: 26, dan al-Baqarah: 91).

(17)

dan kekuatan fujur yang di dominasi oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka) yang senantiasa memerintahkan manusia untuk masuk dalam dunia kegelapan. Maka, dalam bingkai misi utama ini, manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan dzalimun linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Faathiir: 32)

• Sabiqun bil khairat

Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini adalah hamba yang tidak hanya puas melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-sunnah yang telah digariskan, dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkan. Akal sehatnya menerawang jauh ke depan untuk menggagas karya-karya besar dan langkah-langkah positif. Hati sucinya menerima pilihan-pilihan akal selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan dengan cahaya bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan, dan kepasrahan kepada Allah SWT.

• Muqtashidun

(18)

ibadah yang lebih jauh lagi, yaitu wilayah sunnah. Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal yang dimakruhkan.

• Dzalimun linafsihi

Hamba yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang masih mencampuradukkan antara hak dan batil. Selain ia mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga masih melakukan konspirasi bersama thogut-thogut untuk memberangus nilai-nilai kebenaran. Di sini, manusia akan bergeser dari gelar khairul barriah Qur`aniah dan Kauniah dengan tiga faktor tersebut.

(19)

berkata,“Hawa nafsu adalah raja yang bengis dan penguasa yang lalim.” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya)

B. Misi Fungsional

Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional sebagai khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas rel-rel robbaniah. Manusia harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus kehidupannya. Khianat lahir dari rahim syahwat, baik syahwat mulkiah ‘kekuasan’, syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah ‘binatang ternak’.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)

Ketika jiwa manusia di kuasai oleh syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan kekuasaan dan kedudukannya, meskipun dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Islam.

Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah, maka ia akan selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak ada sorot mata persahabatan dan sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan rakyat dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.

C.Misi Operasional

(20)

mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi (ar-Ruum: 41). Oleh karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31) Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128)Santun (at-(at-Taubah: 114)Taubat (Huud: 75) Jujur (Maryam: 54) Terpercaya (al-A’raaf: 18)

(21)

Manusia diciptakan Allah bukan secara main-main,

Artinya:“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” [Al-Mu’minun: 115]

Untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan;

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu, dan mereka khawatir tidak dapat melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh.” [Al-Ahzab; 72]

Untuk Mengabdi atau Beribadah

Artinya : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. [Adz-Dzariyat: 56]

Ayat ini mengindikasikan tentang tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah. Indikasi ini dapat dipahami dari klausa kata “Li ya’budun” yang berarti agar mereka mengabdi kepada-Ku.[2]Maksudnya Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada Allah, bukan karena Allah membutuhkan manusia. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Atinya, melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa”. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.[3]

(22)

Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya, lebih-lebih lagi jika diberi dan dikurniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan keamanan oleh tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala arahan dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada tuan kita.

Kata kunci ‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam yaitu penyerahan secara keseluruhan terhadap Allah SWT. Mereka yang dipandang oleh Allah dengan pangkat ‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.

Tanggungjawab sebagai abdi merupakan suatu tanggungjawab individu atau fardhu ain. Ia meliputi kepada kemestian untuk memahami lapangan akidah dan tauhid, syariat dan akhlak.[4]

Untuk menjadi Khalifah

Dari segi bahasa, khalifah bermaksud pengganti. Ia menjelaskan bahawa Allah mengamanahkan manusia sebagai ‘pengganti’ untuk mentadbir bumi dengan merujuk kepada manual dan panduan daripadaNya. Mengingat kejadian yang diabadikan dalam Al-Qur’an, ketika Allah Swt berdialog dengan malaikat soal rencana menciptakan khalifah di bumi.

Artinya:“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Al-Baqarah: 30]

(23)

Artinya:“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi, dan Dia mengangkat derajat sebagian kamu diatas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat member hukuman, dan sungguh, Dia Maha pengampun, Maha penyayang .” [Al-An-‘Am: 165]

Amanah ini sangat besar dan berat. Perkara ini merupakan suatu tanggungjawab sosial atau fardhu kifayah yang perlu dilaksanakan bagi menjamin kehidupan yang harmoni, aman dan adil. Ia meliputi segala aspek kehidupan seperti cabang seperti memberi peluang pendidikan, memastikan bidang pertanian dan penghasilan bahan makan yang halal lagi baik, menyediakan kemudahan kesehatan serta tempat kediaman yang baik. “Setiap dari kamu merupakan pemimpin dan setiap dari kamu akan ditanya mengenai apa yang kamu pimpin.” (hadis riwayat Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829).

Untuk menjadi da’i

(24)

Manusia sebagai Al-Basyar

Penamaan manusia dengan kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dalam 26 surat. Secara etimologi al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya, yang membedakan manusia dengan hewan

Al-Basyar, juga dapat diartikan mulasamah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan. Makna etimologi dapat dipahami adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan sebagai gambaran manusia secara materi dengan keterbatasannya,seperti dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk eksistensi Nabi dan Rasul.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian manusia dengan menggunakan kata basyar, artinya anak keturunan adam (banu adam) , mahkluk fisik atau biologis yang suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang menyebut pengertian basyar mencakup anak keturunan adam secara keseluruhan. Al-Basyar mengandung pengertian bahwa manusia mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah (sosial kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam). Semuanya itu merupakan konsekuensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu, Allah swt. memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.

(25)

Manusia sebagai An-Nas

Kata Nas dinyatakan dalam Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.

. Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya. Dalam menunjuk makna manusia, kata al-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-Insan. Keumumannya tersebut dapat di lihat dari penekanan makna yang dikandungnya.

Manusia sebagai Al-Insan

Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dalam 43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Manusia berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya dan sebagai makhluk dinamis

(26)

Dengan demikian, makna manusia dalam al-Qur’an dengan istilah al-basyar, al-insan, al-nas dan bani adam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan Allah terhadap makhluk manusia, bukan saja sebagai makhluk biologis dan psikologis melainkan juga sebagai makhluk religius, makhluk sosial dan makhluk bermoral serta makhluk kultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk Tuhan lainnya.

Keistimewaan manusia dari makhluk lainnya :

1. Manusia sebagai ciptaan yang tertinggi dan terbaik ( at-Tin 4 ). 2. Manusia dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah ( al-Isra' 70 ).

3. Mendapatkan tugas mengabdi ( adz-Dzariyat 56 ), oleh karenanya manusia disebut abdi Allah.

4. Mempunyai peranan sebagai khalifah ( wakil Allah ) ( al-An'am 165 ), dengan berbagai tingkatan.

5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu mendapatkan ridho Allah ( al-An'am 163 ), dan bahagia didunia-akhirat.

Sifat-sifat manusia antara lain :

1. Bersifat tergesa-gesa ( al-Isra' 11 ). 2. Sering membantah ( al-Kahfi 54 ).

3. Ingkar dan tidak berterima kasih kepada Tuhan ( al-‘Adiyat 6 ). 4. Keluh kesah dan gelisah serta kikir ( al-Ma'arij 19 ).

5. Putus asa bila ada kesusahan ( al-Ma'arij 20 ).

6. Kadang-kadang ingat Tuhan karena penderitaan ( Yunus 12 ).

P e n g g o l o n g a n M a n u s i a

(27)

1. Muhsinin 1. Fasiqin 2. Mutawakkilan 2. Mufsidin 3. Muttaqin 3. Zholimin 4. Shobirin 4. Kafirin

5. Muqsithin 5. Musrifun Kadzab 6.Tawwabin,

Mutathohhirin

6. Khowwanin Kafur

7. Mustakbirin 8. Musrifin

9. Kadzibun Kaffar

Macam-macam manusia di dalam Al quran

1. Mukminun 2. Orang kafir 3. Orang yang lalai 4.Orang munafiq

(28)

Manusia dihiasi dengan Hati.

Penciptaan manusia semakin sempurna dengan dilengkapinya manusia dengan segumpal daging yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila buruk, maka buruklah seluruh jasadnya. Segumpal daging itu adalah Hati.

Dalam berfikir, Allah menyuruh manusia bukan hanya dengan ‘aqal, tetapi agar hasil dari pemikirannya itu dekat dengan kebenaran dan jauh dari kesalahan maka hendaklan juga dengan mengiringinya dengan hati. Dengan kata lain manusia harus berfikir menggunakan ‘aqal dan hatinya secara beriringan. Sebab, penelitian juga menunjukkan bahwa terkadang hati manusia itu dapat mengambil suatu langkah cepat dan depat dari ada otak (‘aqal), inilah yang sering disebut dengan intuisi.

Kita tidak bisa memastikan apakah hati yang dimaksud dalam pandangan agama ini sama dengan organ hati yang sering disebut dengan hepar, salah satu dari organ itestinal manusia.

Namun, hal ini bukanlah suatu hal yang harus menjadi bahan perdebatan di antara kita, namun lebih kepada suatu yang harus kita yakini sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah yang menjadikan penciptaan manusia begitu sempurna. Hati harus kita jaga, dan harus kita pergunakan sesuai dengan aturan Allah. Semoga Allah menjadikan hati kita menjadi hati yang diridhai-Nya.

Berbicara mengenai hati, sangat erat kaitannya dengan iman. Iman manusia kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir baik maupun buruk.

Manusia sebagai makhluk Allah, berbeda dengan makhluk Allah yang memiliki iman yang kuat, yaitu Malaikat. Sebab perbedaan itu, ada pula pembagian jenis iman yang ada pada makhluk Allah, sebagai mana berikut ini:

(29)

2. Iman manusia : Yajiidu wa Yanqush (bertambah dan berkurang)

3. Iman para Iblis : La Yajiidu wa Yanqush (tidak bertambah dan berkurang)

Berdasarkan hal ini, kita pahami bahwa sebaik-baik iman kepada Allah adalah imannya para Malaikat. Dan masalahnya kita bukan Malaikat, walaupun ada yang bernama Malik, Ridhwan, dll. imannya para Malaikat terus bertambah sebab mereka diciptakan untuk selalu menghamba kepada Allah sesuai dengan tugas yang Allah berikan. Berbeda dengan manusia, Malaikat tidak punya nafsu. Itulah yang menjadikan Iman manusia berubah-ubah, naik-turun. Namun, meskipun demikian bukan lah serta-merta kita mengatakan wajar-wajar saja saat melihat seorang manusia yang shalatnya jalan terus tetapi maksiatnya juga jalan terus. Jangan pernah beranggapan begitu! Itu artinya manusia yang seperti itu adalah manusia yang gagal, gagal dalam mengendalikan nafsunya. Ingatlah! Iblis dilaknat oleh Allah itu karena Iblis lebih memperturutkan nafsunya daripada melaksanakan perintah Allah. Dan saya yakin, tidak ada diantara kita yang mau disamakan dengan Iblis. Sebab Iblis itu tempatnya di neraka, dan saya, juga anda pasti ingin ke surga.

Manusia dihiasi dengan Nafsu.

Salah satu perbedaan lain yang lain yang paling menandakan sifat manusia adalah Nafsu. Berbeda dengan Malaikat, hamba Allah yang imannya selalu bertambah dan selalu berbakti kepada Allah, menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan Allah. Malaikat tidak diberikan Nafsu, seperti manusia.

(30)

Pengertian sederhana yang dapat dengan mudah kita pahami tentang Nafsu adalah sesuatu faktor internal yang mendorong seorang manusia untuk bertingkahlaku (baik itu perbuatan yang baik maupun yang buruk).

Ada beberapa macam pembagian nafsu oleh para ulama, diantaranya adalah mereka membagi nafsu yang dimiliki oleh manusia itu menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Nafsu yang tenang (An-nafsul Muthmainnah)

Mereka yang memilik nafsu yang tenang (muthmainnah), adalah mereka yang dalam hidupnya selalu berusaha untuk mengerjakan yang diperintahkah oleh Allah dan meninggalkan yang di larang oleh Allah. Nafsu bukan lah sesuatu yang harus diperturutkan sebagaimana mereka yang mempertuhankan nafsunya. Tetapi, lebih mempergunakannya untuk mencari kesenangan dibawah naungan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kelak Allah akan memberikan penghargaan bagi manusia yang memiliki nafsu yang tenang sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Fajr 27-30 :

Artinya :

“Wahai jiwa (Nafsu) yang tenang !. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr : 27-30).

2. Nafsu yang lemah ( An-Nafsul Lawwamah)

Nafsu yang lemah adalah Nafsu yang terkadang berbuat baik, namun terkadang kembali berbuat kejahatan (keburukan) dan dosa. Hati manusia memang kadang berbolak-balik. Namun, sepatutnya manusia itu berusah menjaga dengan sekuat hatinya agar tak lebih banyak dalam berbuat keburukan. Sebab, nafsu yang lebih banyak ingin berbuat buruk dan diperturuti yang memilikinya adalah Nafsu yang lemah. Dan apabila sampai pada akhir hidupnya ia masih dalam keadaan berbuat keburukan (dosa) maka ia akan ditempatkan dalam tempat orang yang dimurkai oleh Allah, yaitu Neraka.

(31)

Neraka. sebaliknya, ada pula manusia yang selama hidupnya selalu beramal dengan amalan ahli neraka, namun ketetapan Allah mendahuluinya sehingga ia beramal dengan amalan ahli surga dan ia pun masuk ke dalam surga Allah.

Kita adalah manusia yang tidak memiliki sedikit ilmu pun tentang kapan kita akan dipanggil oleh Allah, sehingga kita diwajibkan beramal sesuai yang diperintahkan oleh Allah dan tidak menenggelamkan hati kita dalam kenikmatan hidup di dunia dan terlena di dalamnya sehingga kita hanya sedikit berbuat baik dan sangat sering berbuat dosa. Semoga Allah menunjuki kita ke dalam golongan orang yang memiliki nafsu yang diridhai Allah dan menghindarkan kita dari golongan orang yang memilik nafsu yang lemah (Lawwamah).

3. Nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan ( An-nafsu Ammaratun bissu’i)

Macam nafsu yang dimiliki oleh manusia yang terakhir adalah Nafsu yang Ammaratun bissu’I, atau Nafsu yang selalu mendorong untuk berbuat kejahatan atau dosa. Mengenai hal ini, dalam Al-Qur’an Allah mengisahkan perkatan Nabi Yusuf AS yang sempat dipenjara atas tuduhan mencoba untuk menzinai Zulaikha, kemudian dibebaskan kembali karena Nabi Yusuf AS memang tidak bersalah. Beliau menerangkan sebagaimana dalam firman Allah, surah Yusuf ayat 53 berikut ini :

Artinya :

“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Yusuf : 53).

(32)

Diantara ketiga macam Nafsu yang menyertai manusia itu, satu yang paling kita harapkan adalah nafsu jenis yang pertama. Sebab dengan itu lah kita dapat meraih ridha Allah, dan apabila kita sudah mendapatkan ridha Allah, maka akan dengan mudah kita menjalani hidup di dunia dan di akhirat nanti mudah-mudahan Allah akan menempatkan kita dalam sebaik-baik tempat disisi-Nya.

Manusia dihiasi dengan ‘Aqal.

Hal yang membedakan manusia dengan segala macam bentuk ciptaan Allah yang lainnya adalah manusia dihiasi oleh Allah dengan ‘Aqal. Berbeda dengan makhluk Allah, misalnya hewan, yang dihiasi dengan nafsu namun tidak dihiasi dengan ‘aqal. Barangkali, secara biologis belum ada perbedaan antara letak ‘aqal pada manusia dengan hewan, sebab manusia punya otak, hewan juga punya. Namun, jelas manusia tidak ingin disamakan dengan hewan.

Mengenai hal pikiran inilah sangat beragam pandangan para ahli biologi. Sama dengan masalah ruh, yang sampai saat ini belum ada kepastian dimana letak perbedaan antara otak manusia dengan otak hewan (sehingga tidak sama cara berfikir antara manusia dengan hewan) sebab mengenai hal ini tidak bisa dibedakan dari segi kuantitas atau ukurannya saja.

Masalah mengenai perbedaan ini bukan lah masalah primer yang harus diselesaikan oleh manusia, tetapi untuk apa atau bagaimana pertanggungjawaban kita nanti di hari yang pada saat itu seorang anak tidak lagi memikirkan ibu dan ayahnya, hari pertanggungjawaban manusia atas segala hal yang telah Allah pinjamkan kepada kita, termasuk segala yang ada pada diri kita.

(33)

mendatangkan kesesatan bagi dirinya dan orang lain. Begitu juga para ilmuwan yang beragama diluar Islam.

Dengan cara berfikir manusia yang selalu mencari kebenaran, sepatutnya manusia sudah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan yang haq disembah, dan Islam adalah agama Allah yang sebenar-benar agama dalam hidup ini. Apabila ‘aqal yang diberikan Allah digunakan dengan baik, maka tidak akan ada lagi manusia yang menyembah dan mempertuhankan sesama manusia, mempertuhankan benda-benda yang dibuat sendiri oleh manusia, misalnya menyembah patung, pohon yang dibentuk, api yang besar, dsb.

Patung yang disembah oleh orang-orang yang sesat itu, tak kan mampu berbuat apa-apa untuk memberikan segala yang kita butuhkan untuk hidup kita. Jadi, tidak pantaslah manusia menyembah yang diciptakan manusia, apalagi menyembah sesama manusia, walaupun seseorang itu adalah orang paling kaya di dunia, sepatutnya manusia menyembah yang menciptakan manusia dan yang memberikan kecukupan dalam menjalani hidup.

Manusia yang Allah berikan kesempurnaan dengan menghiasinya dengan ‘aqal, hendaklah berfikir lebih jernih lagi tentang benar-salahnya jalan hidup yang ia tempuh selama ini, tak terkecuali kita yang notabenenya adalah seorang muslim. Hal-hal yang perlu kita renungkan adalah adakah kita masih sama dengan mereka yang belum mampu berfikir dengan jernih itu? adakah kita mengaku beragama Islam hanya karena kedua orangtua kita juga beragama Islam?

(34)

T

anggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.

Tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Yang kami maksud adalah perasaan nurani kita, hati kita, yang mempunyai pengaruh besar dalam mengarahkan sikap kita menuju hal positif. Nabi bersabda: "Mintalah petunjuk pada hati (nurani)mu."

Dalam wacana keislaman, tanggung jawab adalah tanggung jawab personal. Seorang muslim tidak akan dibebani tanggung jawab orang lain. Allah berfirman: "Setiap jiwa adalah barang gadai bagi apa yang ia kerjakan." Dan setiap pojok dari ruang kehidupan tidak akan lepas dari tanggung jawab. Kullukum râ'in wa kullukum mas'ûlun 'an Ro‘iyyatih...

Tanggung jawab bisa dikelompokkan dalam dua hal. Pertama, tanggung jawab individu terhadap dirinya pribadi. Dia harus bertanggung jawab terhadap akal(pikiran)nya, ilmu, raga, harta, waktu, dan kehidupannya secara umum. Rasulullah bersabda: "Bani Adam tidak akan lepas dari empat pertanyaan (pada hari kiamat nanti); Tentang umur, untuk apa ia habiskan; Tentang masa muda, bagaimana ia pergunakan; Tentang harta, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia gunakan; Tentang ilmu, untuk apa ia amalkan."

(35)

mana ia hidup. Kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluq yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan sosialnya. Kewajiban sangat erat kaitannya dengan eksistensi seseorang sebagai bagian dari masyarakat. Kita sadar bahwa kalau kita tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap orang lain, tidak pantas bagi kita menuntut orang lain untuk bertanggung jawab pada kita. Kalau kita tidak berlaku adil pada orang lain, jangan harap orang lain akan berbuat adil pada kita.

Ada sebagian orang yang berkata bahwa kesalahan-kesalahan yang ia lakukan adalah takdir yang telah ditentukan Tuhan kepadanya. Dan dia tidak bisa menolaknya. Satu misal sejarah; suatu ketika di masa Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan kemudian dibawa ke hadapan khalifah. Beliau bertanya: "Mengapa kamu mencuri?", pencuri itu menjawab "Ini adalah takdir. Saya tidak bisa menolaknya." Khalifah Umar kemudian menyuruh sahabat-sahabat untuk menjilidnya 30 kali. Para sahabat heran dan bertanya "Mengapa dijilid? bukankah itu menyalahi aturan?" Khlaifah menjawab "Karena ia telah berdusta kepada Allah."

Seorang muslim tidak boleh melepas tangan (menghindar dari tanggung jawab) dengan beralasan bahwa kesalahan yang ia kerjakan adalah takdir yang ditentukan Allah kepadanya. Tanggung jawab tetap harus ditegakkan. Allah hanya menentukan suratan ulisan) tentang apa yang akan dikerjakan manusia berdasarkan keinginan mereka yang merdeka, tidak ada paksaan. Dari sinilah manusia dituntut untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan. Mulai dari hal yang sangat kecil sampai yang paling besar.

"

Barang siap yang berbuat kebaikan, walau sebesar biji atom, dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang berbuat kejelekan, walau sebesar biji atom, maka ia akan melihatnya pula" (al Zalzalah 7-8).

(36)

.

M

anusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.

Tujuan Penciptaan Manusia

 Manusia diciptakan Allah bukan secara main-main, ). Lihat Qur’an Surat [Al-Mu’minun: 115]

 Untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan. Lihat Qur’an Surat [Al-Ahzab; 72]

 Untuk Mengabdi atau Beribadah. Lihat Qur’an Surat [Adz-Dzariyat: 56]

 Untuk menjadi Khalifah. Lihat Qur’an Surat [Al-Baqarah: 30], dan [Al-An-‘Am: 165]

 Untuk menjadi da’i. Lihat Qur’an Surat [Ali Imran: 110]

Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumiManusia sebagai khalifah dimuka bumi.

Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.

Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh

Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil

pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan lingkungan.

Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan permulaan baik

yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.

Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.

(37)

 Gojali,nanang,Manusia,Pendidikan, dan sains,Rineka Cipta,Jakarta,2004  Syahidin,Buchari alma dkk,Moral dan Kognisi Islam,Alfabeta,Bandung,2009

 Abdurahman Nabih Usman,Kecenderungan Jiwa Manusia,Bursa Ilmu,Indonesia,2003  http://cinndyrq.blogspot.com/2013/04/analisis-bukti-kelebihan-manusia_14.html  http://leviyamani.blogspot.com/2009/12/konsep-manusia-dalam-islam.html

Referensi

Dokumen terkait

intercarpal joint mobilization dapat mempengaruhi peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor pada kasus Carpal Tunnel Syndrome dextra, Penatalaksanaan fisioterapi

1) Suatu sistem informasi. Disebut sistem karena akuntansi diselenggarakan secara seragam melalui prosedur atau urut- urutan pekerjaan yang dilakukan berdasarkan suatu

mendayagunakan zakat secara produktif sebagai pemberian modal usaha yang tujuannya adalah supaya zakat tersebut dapat berkembang. Zakat didayagunakan dalam rangka

Bagi para mahasiswa yang cemerlang dalam bidang akademik, mereka dapat mencapai jenjang pendidikan lebih tinggi melalui program transfer seperti yang terjadi pada American

Sebagai salah satu sarana mendekatkan diri kepada Allah dan saling membantu dalam kebaikan, kami dari Yayasan Sahabat Peduli Generasi Mandiri (YSPGM) insha Allah akan

Teknik yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kuantitatif dimana penulis menggambarkan keadaan laporan keuangan periode 2014–2017 pada

Bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan selanjutnya,dianalisis dengan metode deskriptif analitis, artinya semua bahan hukum atau refrensi yuridis yang dikumpulkan kemudian

 Identifikasi entitas data yang dibutuhkan  Membuat entitas data baru berdasarkan kebutuhan  Melakukan integrasi aplikasi untuk penggunaan data  Melakukan penambahan modul