BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengembangkan diri.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan nasional harus berfungsi sebagai alat
pengembangan pribadi, pengembangan warga negara, pengembangan
kedudukan, dan pengembangan bangsa (Suryobroto, 2010:12). Sebagai alat
pengembangan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan, pendidikan
memiliki sistem yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya
peningkatan mutu pendidikan yang ada.
Menurut (Hamzah B. Uno, 2007:5) pendidikan harus mengenali siapa
pelanggannya, dan dari pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi
dan kebutuhannya (need assessment), setelah mengetahui hal tersebut maka ditentukan sistem pendidikan, persyaratan pengajarnya, dan macam
kurikulumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Salah satu
komponen sistem pendidikan sendiri adalah pendidik. Di mana untuk
menjadi pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan, menurut Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab VI
pasal 28 menyebutkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi dalam hal
akademik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan kompetensi
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain syarat di
atas, dalam pembelajaran dilapangan, seorang guru harus memiliki
pedoman. Pedoman tersebut adalah kurikulum (Dakir, 2004:3).
Menurut Arikunto & Yuliana, (2012: 95) kurikulum adalah pengalaman
yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada anak didik selama
mengikuti pendidikan. Selain itu kurikulum juga merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan (Suryosubroto B., 2010: 132). Trianto
(2010, 15) juga menjelaskan bahwa kurikulum merupakan aktivitas apa saja
yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi peserta didik dalam
belajar untuk mencapai suatu tujuan.
Kurikulum di Indonesia yang saat ini masih digunakan adalah kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan kurikulum 2013 (K13). KTSP adalah
kurikulum operasional yang dilaksanakan di satuan pendidikan yang terdiri
dari tujuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (Arikunto & Yuliana, 2012:
126). Beberapa hal yang menjadi pembeda diantara kedua kurikulum ini
adalah tidak adanya Standar Kompetensi yang kemudian di ganti dengan
Kompetensi Inti di dalam kurikulum 2013. Seperti yang dijelaskan oleh
(Mulyasa H. E., 2014:3) bahwa yang membedakan kurikulum 2013 dari
kurikulum sebelumnya adalah pada kompetensi inti (KI). KI yang
dimaksudkan adalah KI-1: sikap spiritual; KI-2: sikap sosial; KI-3:
pengetahuan; KI-4: keterampilan. Selain itu, perbedaan mendasar dari
kurikulum 2013 adalah kurikulum ini menekankan kepada pembentukan
sikap atau karakter peserta didik.
Pembentukan sikap dan karakter peserta didik di peroleh melalui
menjadikan peserta didik sebagai student center dengan kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Menurut Hamzah B.
Uno (2007:23) manajemen kelas yang baik adalah tersedianya kesempatan
mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri. Mampu membimbing
kegiatan mereka sendiri atau menjadikan peserta didik sebagai students center dapat saling berhubungan dengan pendekatan dan model pembelajaran yang digunakan. Pendekatan saintifik atau saitific method adalah metodologi atau cara yang digunakan untuk mengetahui sesuatu
(Tianto, 2010:137). Selain itu pendekatan saintifik juga bisa diartikan
sebagai pendekatan yang menekankan peserta didik aktif mengamati,
menanya, mencoba, menalar, mengkomunikasikan, dan membangun jejaring
(Mulyasa H. E., 2014:99).
Model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum
2013 adalah model pembelajaran inkuiri (inquiry based learning), diskovery (discovery learning), model pembelajaran berbasis proyek (project based learning), model pembelajaran berbasis permasalahan (problem based learning) (Mulyasa H. E., 2014:143). Cleaf dalam Putrayasa (2009: 2) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang
digunakan dalam kelas yang berorientasi proses dan berpusat pada peserta
didik, yang mendorong peserta didik untuk menyelidiki masalah dan
menemukan informasi (digilib.unila.ac.id/373/7/BAB%20II.pdf) [diakses
01/06/2016]. Selain itu inkuiri juga merupakan rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri
(Gulo dalam Ambasari dkk. (2013: 83)). Model inkuiri merupakan model
pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor, secara seimbang sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna dan dengan model inquiri dapat melayani kebutuhan peserta didik
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak akan terlambat oleh peserta
didik yang lemah dalam belajar (Sanjaya, 2006: 208).
Selain inquiri, model pembelajaran yang disarankan dalam pendekatan
menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan sehingga dapat membuat peserta didik
belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri (Sani, 2013: 220). Sedangkan
menurut J. Richard dalam Roestiyah (2008: 20) berpendapat bahwa
discovery learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi,
seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar
sendiri.
(http://digilib.unila.ac.id/2505/16/BAB%20II.pdf) [diakses 01/06/2016]
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik garis besar bahwa model
pembelajaran inkuiri yaitu model pembelajaran dimana peserta didik
dituntut untuk menyelidiki dan mencari informasi tentang permasalahan
yang ada, sedangkan discovery learning merupakan sebuah model pembelajaran dimana peserta didik diminta untuk melakukan pengamatan
dan percobaan secara mandiri. Kedua model pembelajaran ini merupakan
model pembelajaran dimana peserta didik dapat berperan aktif dalam proses
belajar mengajar.
Model pembelajaran inkuiri dan discovery learning sendiri dapat digunakan didalam pelajaran-pelajaran yang menutut peserta didik untuk
dapat berperan aktif didalam proses pembembelajarannya seperti
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurut (Mulyasa H. E.,
2014:143) model pembelajaran inkuiri biasanya digunakan dalam
pembelajaran Matematika namun demikian mata pelajaran lain pun dapat
menggunakan model tersebut sesuai dengan karakteristik kompensi dasar
dan materi yang dipelajari. (Ahmadi K., dkk, 2011:25) mengatakan model
inkuiri digunakan untuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan alam, tapi
akhirnya digunakan untuk semua mata pelajaran. Hal serupa dijelaskan oleh
(Trianto, 2010: 143) proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada
pendekatan keterampilan proses, hingga peserta didik dapat menemukan
didik itu sendiri yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kualitas
proses pendidikan maupun produk pendidikan.
Muncul beberapa masalah umum yang membuat mata pelajaran IPA
menjadi salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit karena tidak
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan
oleh (Hamzah B. Uno, 2007:13) pengalaman peserta didik yang begitu
beragam dan sangat berharga, jarang dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
Hal ini dilihat dari model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
IPA sehari-hari yang menggunakan model pembelajaran konvensional atau
ceramah sedangkan IPA adalah salah satu mata pelajaran yang berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
Chatib Munif (2013:76) menjelaskan bahwa ketika guru menggunakan
ceramah sebagai model pembelajaran, peserta didik hanya akan mendapat “tahu apa”, namun jika peserta didik aktif dan guru sebagai fasilitator, peserta didik akan mendapat “tahu apa” dan “bisa apa”. Selain itu Chatib
Munif juga menekankan sebaiknya presentasi guru mengajar adalah
sebanyak 30% dan 70% sisanya digunakan untuk aktifitas peserta didik,
membuat sesuatu atau melakukan refleksi terhadap materi pembelajaran.
Seperti yang dijelaskan oleh Chatib, Trianto (2010:143) juga menuliskan
bahwa di mana selama ini proses belajar mengajar IPA hanya menghafalkan
fakta, prinsip, atau teori saja sehingga perlu dikembangkan suatu model
pembelajaran IPA yang melibatkan peserta didik berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan sendiri
ide-idenya.
Berdasarkan latar belakang di atas, akan dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini adalah “adakah perbedaan pengaruh model pembelajaran inkuiri dan discovery learning terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 Kecamatan Sidomukti Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?”
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh model
pembelajaran inkuiri dan discovery learning terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 Kecamatan Sidomukti Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian ini dapat
memberikan masukan dalam ilmu pengetahuan, khususnya yang
berhubungan dengan model pembelajaran inkuiri dan discovery learning untuk memberikan panduan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat.
1.4.2 Praktis
1. Bagi guru
Guru mendapatkan informasi tentang model pembelajaran
inkuiri dan discovery learning dan pembelajaran yang inovatif, efektif, dan menarik.
2. Bagi peserta didik
Peserta didik dapat memperoleh cara belajar yang melibatkan
mereka didalam kegiatan pembelajaran sehingga menuntuk
peserta didik untuk dapat lebih aktif.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan
sebagai inovasi dalam mengembangkan model pembelajaran