• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Bahasa bertanggun jawab dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penelitian Bahasa bertanggun jawab dan "

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN BAHASA PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR SUDIRMAN

KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT

Penelitian Mini

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

YULIA VERONIKA K (511300089)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUPLIK INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian bahasa ini tepat pada waktunya. Penelitian mini ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiolinguistik, dengan judul Pemilihan Bahasa

Penjual dan Pembeli di Pasar Sudirman Kota Pontianak Kalimantan Barat.

Peneliti mengucapkan terima kasih, kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan, terutama kepada Bapak AL Ashadi Alimin, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiolinguistik, yang telah memberikan banyak bantuan kepada peneliti, baik berupa rekomendasi materi maupun bimbingan dalam pelaksanaan dan penulisan laporan penelitian ini.

Peneliti berharap, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam dunia kebahasaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang penelitian bahasa yang berfokus pada kajian sosiolinguistik. Peneliti juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca, demi perbaikan dan pengoptimalan pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Pontianak, Oktober 2014

Peneliti

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Hakikat Bahasa ... 7

B. Sosiolinguistik ... 8

C. Kedwibahasaan ... 9

D. Peristiwa tutur dan Tindak Tutur ... 10

E. Sikap Bahasa ... 12

F. Pilihan Bahasa ... 13

BAB III HASIL PENELITIAN ... 16

A. Jenis Pemilihan Bahasa Penjual dan Pembeli di Pasar Sudirman ... 16

B. Faktor-faktor yang memengaruhi Pemilihan Bahasa Penjual dan Pembeli di Pasar Sudirman ... 23

C. Dampak Pemilihan Bahasa Penjual dan Pembeli di Pasar Sudirman ... 25

BAB IV PENUTUP ... 27

A. Simpulan ... 27

B. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Situasi kebahasaan masyarakat Pontianak diwarnai pemakaian bahasa Melayu dan bahasa Indonesia dengan segala kemungkinan pemakaian bahasa daerah lain dan bahasa asing. Apabila dalam situasi seperti itu terjadi kontak sosial antarpenutur, maka penutur yang terlibat dalam kontak sosial tersebut akan berusaha memilih salah satu bahasa atau variasinya yang paling cocok untuk keperluan dan situasi tertentu. Pemilihan bahasa demikian menunjukkan fungsi tiap-tiap bahasa bertalian dengan keperluan dan situasinya. Gejala semacam itu terlihat di dalam pemakaian bahasa oleh penjual dan pembeli di pasar Sudirman Pontianak.

Mengenai pemakaian bahasa, Fishman (Handayani, 2005:2) menegaskan bahwa: Pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor nonlinguistik, seperti faktor sosial dan faktor situasional”. Faktor-faktor sosial tersebut, di antaranya meliputi status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, usia, jenis kelamin dan sebagainya. Adapun faktor situasional di antaranya mencakup siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan masalah apa yang dibicarakan. Faktor sosial dan situasional dalam aktivitas bahasa akan mempengaruhi munculnya pilihan bahasa.

Dalam penelitian ini pilihan bahasa lisan merupakan alat yang digunakan penjual dan pembeli di dalam mengadakan interaksi jual-beli. Bahasa yang digunakan pun bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat interaksi jual-beli agar cepat tercapai. Bahasa yang digunakan antara penjual yang satu dengan penjual lain atau pembeli yang satu dengan pembeli lain berbeda, tetapi bahasa yang mereka gunakan kebanyakan bahasa tidak baku dan bersifat informal, bukan formal. Dalam situasi informal mereka menggunakan bahasa santai, ringkas, dan kurang memperhatikan struktur kalimat yang benar.

Bahasa yang digunakan penjual dan pembeli di pasar Sudirman adalah bahasa Melayu (Pontianak) dan bahasa Indonesia dengan segala ragamnya serta

(5)

kemungkinan penggunaan bahasa daerah lainnnya dan bahasa Asing. Hal tersebut menunjukkan adanya pilihan bahasa yang digunakan penjual dan pembeli pada pasar Sudirman Pontianak.

Dalam pemakaian bahasanya, setiap penutur selalu memperhitungkan kepada siapa ia berbicara, di mana, mengenai masalah apa, dan dalam situasi yang bagaimana. Dengan demikian, tempat berbicara menentukan cara pemakaian bahasa penutur. Demikian pula pokok tuturan dan situasi tutur akan memberi warna terhadap pembicaraan yang sedang berlangsung.

Pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman, dijadikan sebagai objek penelitian berdasarkan pada beberapa alasan. Pertama, untuk melaksanakan dan memenuhi tugas individu mata kuliah sosiolinguistik, yang ditugaskan oleh dosen yang bersangkutan. Kedua, penjual dan pembeli di pasar Sudirman Pontianak terdiri dari masyarakat multi etnis, yang memiliki latar belakang kebahasaan yang beragam, sehingga memungkinkan terjadinya pemilihan bahasa untuk mencapai tujuan komunikasi dalam interaksi jual-beli. Ketiga, penjual dan pembeli di pasar Sudirman berasal dari berbagai kalangan usia, status sosial, dan tingkat pendidikan, sehingga mempengaruhi pemilihan bahasa yang digunakan dalam berinteraksi.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah kajian di bidang sosiolinguistik. Kajian sosiolinguistik tersebut berfokus pada pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman Pontianak. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah umum dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman?. Masalah umum tersebut dibatasi menjadi submasalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah jenis pilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman?

3. Bagaimanakah dampak pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan jenis pilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan dampak pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman.

D. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat penelitian ini meliputi sebagai berikut.

1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sikap dan pilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman kota Pontianak.

2. Memperkaya kajian linguistik di bidang Sosiolinguistik khususnya sikap dan pilihan bahasa.

3. Menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti dalam upaya membuktikan dan menerapkan teori linguistik (Sosiolinguistik) dalam penelitian bahasa. 4. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

(7)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakiat Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem simbol yang arbiter yang dipakai oleh anggota masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya berlandaskan pada budaya yang mereka miliki (Dardjowidjojo dalam Anjar, 2013:4). Dalam pemilihan bahasa harus mempertimbangkan berbagai faktor. Fishman (Anjar, 2013:4) menegaskan bahwa pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor nonlinguistik, seperti faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial, di antaranya meliputi status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, usia, dan jenis kelamin. Adapun faktor situasional di antaranya mencakup siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, bilamana, di mana, dan masalah apa yang dibicarakan. Sesuai dengan penegasan ini, berarti dominasi faktor sosial dan situasional dalam pemakaian bahasa akan mempengaruhi munculnya variasi bahasa.

Hakikat bahasa antara lain adalah bahasa itu sebuah sistem lambang, berbunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.

1. Bahasa adalah sebuah sistem artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.

2. Sistem bahasa tersebut berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya, lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa.

3. Bunyi bahasa bersifat arbitrer atau mana suka artinya bahasa mempunyai kehendak untuk diucapkan (terserah dan merdeka) atau juga dapat dikatakan bahasa memiliki kemandirian dimana tidak ada yang bisa diganti sifat-sifat bahasanya.

4. Bahasa bersifat produktif artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.

5. Bahasa bersifat dinamis artinya bahasa selalu berubah-ubah tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan waktu yang terjadi. Perubahan itu terjadi

(8)

pada tataran bahasa antara lain fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon.

6. Bahasa itu beragam artinya meski bahasa memiliki kaidah namun karena digunakan oleh penutur yang heterogen dan memiliki latar belakang yang berbeda maka bahasa tersebut menjadi beragam.

7. Bahasa bersifat manusiawi artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia, hewan tidak memiliki bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan tidak dinamis.

B. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik meneliti antara dua aspek tingkah laku manusia; penggunaan bahasa dan organisasi tingkah laku sosial. Sosiolinguistik menghususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah masyarakat. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji tentang sosial atau sosiologi dan linguistik atau bahasa. Sosiologi yaitu ilmu yang berhubungan dengan sosial atau berhubungan dengan masyarakat, kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan. Nababan (Anjar, 2013:5) menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, dan kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu, termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu.

(9)

dari kajian tersebut. Hal-hal terkait yang dimaksud misalnya adalah tentang sikap bahasa masyarakat tersebut, kemampuan dan pemakaian bahasanya dalam kehidupan sehari-hari, di samping situasi kebahasaan secara umum dalam masyarakat tersebut perlu pula diungkapkan.

Dalam kajian pemilihan bahasa, tugas sosiolinguistik adalah berusaha mendeskripsikan hubungan antara gejala pemilihan bahasa dan faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa, baik secara korelasional maupun implikasional. Menurut Fasold (Bakti dkk, 2012:4), Adanya fenomena pemakaian variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional.

C. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan disebut juga bilingualisme, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Mackey (Adawiyah, 2009:11) berpendapat bahwa bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Jadi, tentu saja untuk menggunakan dua bahasa seseorang harus menguasai bahasa itu.

Apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Dengan demikian, kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual. Individu-individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut dwibahasawan, sedangkan peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang penutur disebut kedwibahasaan.

Mackey (Bakti, 2008:5) mengemukakan adanya tingkat-tingkat kedwibahasaan, yang dimaksudkan untuk membedakan tingkat kemampuan seseorang dalam penguasaan bahasa kedua. Tingkat-tingkat kemampuan demikian dapat dilihat dari penguasaan penutur terhadap segi-segi gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan berbahasa. Makin banyak unsur tersebut dikuasai oleh seorang penutur makin tinggi tingkat kedwibahasaannya, makin sedikit penguasaan terhadap unsur-unsur itu makin rendah. Selanjutnya Nababan (Bakti, 2008:5)

(10)

menambahkan bahwa kedwibahasaan dapat dipakai untuk perorangan (individual bilingualisme) dan dapat juga untuk masyarakat (societal bilingualisme). Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa tidak cukup membatasi kedwibahasaan hanya sebagai milik individu. Kedwibahasan harus diperlakukan juga sebagai milik kelompok karena bahasa itu sendiri tidak terbatas sebagai alat penghubung antar individu, melainkan juga alat komunikasi antar kelompok.

D. Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur

Terjadinya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak.

1. Peristiwa Tutur

Menurut Hyms (Alimin, 2013:8), Suatu peristiwa tutur harus meliputi delapan komponen tutur meliputi: Setting (tempat dan waktu), participans (pihak yang terlibat dalam tuturan), ends (maksud dan tujuan tuturan), act sequensce (bentuk dan isi ujaran) key (nada, cara dan semangat suatu pesan di sampaikan),

instrumentalities (jalur bahasa yang digunakan, misal lisan atau tertulis), Norma

of interaction and interpretation (norma dan aturan dalam berinteraksi), genre

(jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah). komponen tutur tersebut dikenal dengan istilah SPEAKING, yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Setting dan Scene, dalam bagian ini unsur-unsur yang dimaksud yaitu

keadaan, suasana, serta situasi penggunaan bahasa tersebut pada waktu dilakukan, hal ini akan mempengaruhi tuturan seseorang dalam suatu komunikasi.

2. Participant, yaitu siapa-siapa yang terlibat dalam peristiwa berbahasa, hal ini

berkaitan antara penutur dan lawan tutur. Keputusan tindak bahasa penutur pada bagian ini dipengaruhi olek kedudukan dan permasalahan yang melatari suatu komunikasi.

3. End (purpose and goal ), dalam unsur ini yang dibicarakan adalah akibat atau

(11)

4. Act Sequence, dalam unsur ini yang dibicarakan adalah bentuk, isi pesan dan topik yang akan dibicarakan dalam komunikasi. Hal ini juga berpengaruh pada bentuk bahasa serta tuturan pembicara.

5. Key / tone of spirit of art, unsur nada suara yang bagaimana serta ragam

bahasa yang digunakan dalam komunikasi akan berpengaruh pada bentuk tuturan.

6. Instrumentalis, yaitu tuturan akan dipakai dalam komunikasi. Jalur ini bisa berupa tuturan melalui media cetak, media dengar, dan sebagainya.

7. Norm of intersection and interpretation, unsur norma atau tuturan yang harus

dimengerti dan ditaati dalam suatu komunikasi. Norma yang dimaksud dapat berupa norma bahasa yang mengatur bagaimana agar bahasa tersebut mudah dipahami.

8. Genres, yaitu unsur berupa jenis penyampaian pesan. Jenis penyampaian

pesan ini berwujud puisi, dialog, cerita dan lain-lain. Hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk bahasa yang digunakan.

2. Tindak Tutur

Tindak tutur adalah telaah bagaimana seseorang dengan menggunakan tuturan sekaligus dengan melakukan tindakan atau ucapan kepada orang lain. Austin dan Searle (Sibarani, 2008: 24), membagi tindak tutur ke dalam tiga bagian, yakni:

a. Lokusi: apa yang akan di sampaikan penutur dengan mitra tuturnya b. Ilokusi: menyampaikan sesuatu dari penutur terhadap mitra tutur.

c. Perlokusi: tanggapan mitra tutur terhadap ilokusi yang disampaikan penutur

Tindak tutur ialah melakukan tindak tertentu melalui kata, misalnya memohon sesuatu, menolak (tawaran, permohonan), berterima kasih, member salam, memuji, minta maaf, dan mengeluh. Bentuk lahiriah tindak tutur yang sama tidak saja dapat berbeda, tetapi daya atau kekuatan tindak tutur mungkin pula berbeda.

(12)

E. Sikap Bahasa

Sikap berbahasa merupakan tata keyakinan yang berhubungan dengan bahasa yang berlangsung relatif lama, tentang suatu objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya (Anderson, dalam Damanik 2009:23). Sikap terhadap suatu bahasa dapat pula dilihat dari bagaimana keyakinan penutur terhadap suatu bahasa; bagaimana perasaan penutur terhadap bahasa itu; bagaimana kecenderungan bertindak tutur (speech act) terhadap suatu bahasa.

Chaer (Tauhid, 2008:38) membagi sikap bahasa atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap non kebahasaan, seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap ini dapat menyangkut keyakinan mengenai bahasa. Dengan demikian, sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, dan sebagian mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa sikap terhadap bahasa bisa positif bisa juga negatif.

(13)

F. Pilihan Bahasa

Sosiolinguistik sebagai suatu bidang ilmu itu ada, karena terdapat pilihan-pilihan dalam penggunaan bahasa. Istilah masyarakat aneka bahasa pun mengacu kepada kenyataan bahwa di sana ada beberapa bahasa dan ada pilihan bahasa. Dengan demikian, pilihan bahasa selalu muncul bersama dengan adanya ragam bahasa. Oleh karena itu, pengkajian pilihan bahasa merupakan suatu aspek penting dalam kajian sosiolinguistik.

Pemilihan bahasa oleh para ahli disebut juga dengan seleksi kode yang dapat didefinisikan sebagai pemilihan terhadap suatu bahasa atau ragam bahasa tertentu pada satu situasi. Jika seseorang menggunakan lebih dari satu bahasa saat berkomunikasi dengan lainnya, mereka selalu memilih salah satu bahasa untuk tujuan-tujuan tertentu, tempat tertentu, orang tertentu dan menggunakan bahasa lain untuk tujuan lain, tempat lain dan orang lain.

Menurut Sumarsono dan Partana (Bakti dkk, 2008:6), terdapat tiga jenis pilihan bahasa yang biasa dikenal dalam kajian sosiolinguistik. Pertama apa yang disebut alih kode (code switching). Kode adalah istilah netral yang dapat mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek atau ragam bahasa. Jenis pilihan bahasa yang kedua adalah campur kode (code mixing). Campur kode ini serupa dengan apa yang dahulu pernah disebut interferensi dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam campur kode, penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain tersebut seringkali berwujud kata-kata, tetapi dapat juga berwujud frase atau kelompok kata. Jika berwujud kata, biasanya gejala itu disebut peminjaman. Jenis pilihan bahasa ketiga adalah variasi dalam bahasa yang sama (variation

within the same language). Jenis pilihan bahasa ini sering menjadi fokus kajian

tentang sikap bahasa.

Pemilihan bahasa oleh seorang individu akan melibatkan situsi psikologis, artinya situasi pertama berhubungan dengan kebutuhan individu (personal needs), kedua berhubungan dengan latar belakang individu (background situation), dan ketiga berhubungan dengan kedekatan situsi (immediate situation). Pilihan bahasa melibatkan sikap loyalitas bahasa.

(14)

Grosjean (Tauhid,2008:39-40) berpendapat bahwa terdapat empat faktor yang berpengaruh dalam pemilihan bahasa. Keempat faktor tersebut adalah (1) partisipan, (2) situasi, (3) isi wacana, dan fungsi interaksi. Partisipan adalah keahlian berbahasa, pilihan bahasa yang dianggap lebih tepat, usia, pendidikan, pekerjaan, latar belakang etnis, keintiman dan sebagainya. Aspek yang berhubungan dengan faktor situasi adalah lokasi atau latar, tingkat formalitas serta kehadiran pembicara. Faktor isi wacana adalah topik, sementara faktor yang berhubungan dengan fungsi interaksi yaitu menaikkan status, menciptakan jarak sosial, dan memerintah serta melarang.

Menurut sugiono (Tauhid, 2008:40) situasi sosial sangat berperan aktif pula di dalam menentukan pemilihan bahasa dimana, situasi sosial terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan bahasa yang dilakukan oleh dwibahasaan atau multibahasawan disebabkan oleh empat faktor utama. Dari keempat faktor tersebut, tampaknya faktor partisipan menduduki kedudukan yang lebih penting dari pada faktor-faktor lainnya. Jadi, karakteristik pembicara dan pendengar merupakan faktor penentu terpenting dalam pemilihan bahasa.

Ketepatan pemilihan bahasa di kalangan masyarakat pemakainya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan domain yang diperkenalkan oleh Fishman (Damanik, 2009:23). Domain merupakan konteks institusional tertentu yang menyebabkan varietas yang satu lebih tepat digunakan dari pada varietas lainnya. Ketepatan itu merupakan hubungan antara faktor lokasi, topik dan partisipan.

(15)

dipengaruhi oleh komponen tutur. Unsur yang memengaruhinya tersebut diantaranya yaitu faktor ranah, peserta, dan norma.

(16)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Jenis Pemilihan Bahasa Penjual dan Pembeli di Pasar Sudirman

Berdasarkan penelitian, bahasa yang ditemukan pada penjual dan pembeli di pasar Sudirman adalah Bahasa Melayu Pontianak (BMP), Bahasa Indonesia (BI), serta kemungkinan penggunaan Bahasa Daerah Lain (BL), dan Bahasa Asing (BA). Bahasa-bahasa tersebut muncul akibat adanya peristiwa kontak bahasa antara penjual dan pembeli di pasar Sudirman. Berdasarkan data penelitian, pada peristiwa tutur penjual dan pembeli di pasar Sudirman terdapat fenomena campur kode. Fenomena campur kode tersebut terjadi pada bahasa Melayu yang diselipkan pada bahasa Indonesia.

Analisis Data 1

Konteks : Percakapan seorang bapak penjual kaos kaki dengan pembelinya, dua orang gadis remaja berseragam SMA.

Pembeli 1 :Pak kaos kakinya berapaan pak? Penjual : itu sepulOh dek.

Yang ni ma’k ribu dek. Yang tu sepulOh. Pembeli 1 : harga pas pak?

Penjual : harga pas lah.

Pembeli 2 : Ndak itukah, ndak tiga sepuluh kah? Bang?

Penjual : ah ?

Pembeli : Ndak tiga sepuluhkah Bang?

Penjual : Alah, mana dapat. Dahnai’klah dek. Lama’k dah. Pembeli 1 : Yang di bawah ni lima ribu semua ni?

Penjual : Lima ribu. Bawah ni.

Pada tuturan di atas, penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Indonesia. Namun tuturan tersebut didominasi oleh variasi bahasa penjual, yang menggunakan dialek dan beberapa kata dalam bahasa melayu. Dalam tuturan

(17)

tersebut terdapat campur kode, dan penyisipan partikel bahasa bahasa melayu, yang di sisipkan pada bahasa Indonesia, yaitu pada kata sepulOh ‘sepuluh’, nai’k ‘naik’, ‘ma’k ‘lima’, Dah ‘udah’ dan kata alah,(ungkapan yang menyatakan kesangsian atau tanggapan yang berbeda pada sebuah tuturan) yang di selipkan pada bahasa Indonesia.

Pemilihan bahasa Indonesia pada tuturan tersebut, disebabkan satu di antara penutur yaitu pembeli memulai tuturan dengan menggunakan bahasa Indonesia, sehingga penutur lain yaitu penjual memberikan tanggapan dengan bahasa sejenis. Pemilihan bahasa Indonesia juga disebabkan penutur dan mitra tutur tidak saling mengenal, sehingga perlunya bahasa penghubung untuk menjalin komunikasi dalam tuturan tersebut. Adanya campur kode dan variasi bahasa berupa dialek, yang di gunakan satu di antara penutur yaitu penjual, disebabkan karena faktor kebiasaan si penutur dalam berbahasa. Penutur tersebut sulit meninggalkan bahasa Melayu Pontianak karena bahasa tersebut merupakan bahasa ibunya.

Analisi Data 2

Konteks: dialog seorang ibu, berusia 35 tahun (tinggal di sungai Jawi) penjual pakaian, dengan dua orang mahasiswa.

Penjual : Dari mana dek ? UNTAN (Universitas Tanjung Pura), pasti ya?

Pembeli 1 : IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Penjual : IKIPkan berarti UNTANkan?

Pembeli 2 : Bukan, STKIP.

Penjual : O, kapan penerimaan murid baru? Pembeli 2 : Udah, udah kemarin.

Penjual : Iyakah? Kok ngak ada orang cari rok hitam?

Biasakan pada umumnya, kalau pemasukan anak, terima’k anak barukan, cari rok hitam. Udah lama’k ya

penerimaannya dek? Ospeknya udah lama’k? Pembeli 2 : Ospeknya baru kemarin.

Penjual : Oh, ya kok ngak ad yang cari-cari rok hitam ya. Ini

(18)

pakai rok hitamkan? kemarinkan? Pembeli 2 : A, saya di POLNEP, ini di IKIP.

Penjual : Iyakan ? pakai rok hitamkan kan Dekkan?

Pembeli 2 : Iya hitam putih. Kalau maba (mahasiswa baru) sih pakai hitam putih.

Penjual : Kalau polnep gimana? Pembeli 1 : Polnep?

Penjual : Iya?

Pembeli 1 : Polnep hitam putih mabanya. Tapikan ada baju jurusan. Pembeli 2 : Kayak gini berapa ni ?

Penjual : Seratus enam Sembilan say.

Biasa kalau penerimaan anak baru tu semua pada masih cari rok hitam, rok putih. Kalau kemarin anak UNTAN iya, banyak yang cari rok putih, rok hitam.

Pembeli 2 : Iya, UNTAN memang disuruh pakai rok putih. baju putih rok putih.

penjual : Kalau anak STKIP setiap tahun tuh hitam. Biasa cari di sini.

Pembeli 2 : Anak polnep juga. Polnep hitam putih mabanya. Penjual : Berapa harga? Pas ya sayang?

Masih baru ya dek? Baru? Pembeli 1 : Nggak udah semester III

Penjual : Udah semester III berarti ya. Berapa harga, cepat say. Maunya berapa. Apalagi kita dah semester III, dah tau dah da batik a. Apalagi cucikan ngak luntur, ngak berbulu say. Ada pin buat ganti kok. Ambil duakah?

Pembeli 2 : Model lain ada ngak bu? Penjual : Ah?

Pembeli 2 : Model lain?

(19)

masih pas ya say ya. Ini cuci ngak luntur dek, sampai kamu semester terakhir pun tetap utuh. bukan katun, kalau katun luntur, tapi harga pun miring. Mendingan ini say. Berapa harga?

Pembeli 1 : Berapa ?

Penjual :169 murah kok say. Bisa kurang say. Ambe’ktu kah say? Celana sekalian ya say ya?

Pembeli 1 : Boleh lima puluhkah?

Penjual : Kalau lima puluh belum dapat. Sayang pakai delapan lima. Kalau kita udah ada, udah taulah Say. Kasi delapan limalah jak say

Pembeli 1 : Lima puluhlah ya?

Penjual : Belum dapat kalau batik say. Ini ukuran L lagi.

Pada dialog di atas, penjual dan pembeli menggunakan Bahasa Indonesia (BI) dalam peristiwa tutur. Hampir tidak ditemukan bentuk campur kode pada tuturan tersebut, hanya pada kata ambe’k ‘ambil’ dan Kasi ‘beri’, dalam bahasa Melayu Pontianak yang disisipkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam tuturan tersebut, terdapat variasi bahasa berupa partikel-partikel bahasa dan dialek yang masih kental dalam penuturan bahasa penjual, sedangkan pembeli terdengar fasih dalam berbahasa Indonesia.

Dialek penjual dalam tuturan tersebut berupa dialek Tionghoa. Hal itu, disebabkan penjual tersebut merupakan keturunan Tionghoa, yang bahasa ibunya merupakan bahasa tionghoa. Partikel-partikel bahasa yang digunakan penjual berupa jak ‘saja’. Partikel bahasa tersebut muncul karena pengaruh kebiasaan dan kebahasaan yang berlangsung di ranah sosial (pasar Sudirman), sehingga menimbulkan penggunaan ragam bahasa non formal.

Penjual dalam tuturan tersebut menggunakan sapaan berupa kata dek/adek

dan sayang untuk menyapa pembeli. Hal tersebut bertujuan untuk menjalin

keakraban, agar pembeli merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan penjual. Sapaan yang digunakan penjual dalam berinteraksi dengan pembeli tersebut juga

(20)

merupakan strategi komunikasi yang dilakukan untuk membujuk pembeli, agar pembeli mau membeli barang dagangan penjual.

Pemilihan bahasa Indonesia dalam peristiwa tutur tersebut disebabkan situasi kebahasaan di pasar tersebut, yang masyarakatnya terdiri dari masyarakat asli dan masyarakat pendatang dari berbagai daerah. Untuk menjembatani hal tersebut, penjual dan pembeli di pasar Sudirman menggunakan BI untuk berkomunikasi. Penggunaan BI dalam peristiwa jual beli, kebanyakan digunakan apabila peserta tutur tidak saling mengenal atau tidak mengenal dengan baik. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia BI dapat pula terjadi karena penutur satu berasal dari suku yang berbeda dengan penutur lainnya. Pemilihan jenis bahasa yang digunakan (Bahasa Indonesia), bertujuan untuk menjalin pemahaman antara penutur dan mitra tutur, sehingga tercapainya tujuan komunikasi, yaitu kesepakatan dalam transaksi jual-beli.

Analisi Data 3

Konteks: Percakapan seorang penjual baju (karyawati), dengan pembeli yang merupakan seorang remaja.

Pembeli : ada kaos Oblongkah kak ?

Penjual : kaos oblong ? a, kaos oblong, kita cari’k. Buat siape dek? Pembeli : ah ?

Penjual : buat siape ni? Pembeli : buat sendiri’k.

Penjual : Buat sendiri’k ? panjangkah ape? Pembeli : hmm, pendek.

Penjual : pendek. Sebelah sini pun ade dek. Pembeli : yang kayak gini berapa ?

Penjual : inikah? Seratus enam Sembilan. Ambe’k duakah? yang itu ada pilihannye tu?

Pembeli : berapaan? Hampir sama kayak yang tadi. Penjual : ah?

(21)

Penjual : bede sayang, ini bahannye bede. Pembeli : berapaan kayak gini mbak?

Penjual : itukah?, Sembilan lima’k jak. Ambe’k duakan? Dalam jak! dalam dalam. Ini dalam, dalam!. Ambe’k tigekah. Ambe’k tigekan? Pembeli : ngak, tengok dulu jak mbak.

Pada peristiwa tutur di atas, penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia tersebut dimulai oleh penutur pertama yaitu pembeli, kemudian penjual merespon tuturan tersebut dengan bahasa yang sama pula. Namun, pada tuturan di atas terdapat campur kode bahasa Melayu yang dimasukkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hal tersebut terlihat pada percakapan antara penutur dan mitra tutur, yang ditunjukkan pada kata-kata dalam bahasa Melayu, seperti pada kata cari’k ‘cari’, siape ’siapa’, sendiri’k ‘sendiri’, ape ‘apa’, ade ‘ada’, Ambe’k ‘ambil’, nye ‘nya’, bede ‘beda’, bahannye bahannya’, lima’k ‘ lima’, jak ‘saja’, tige ‘tiga’.

Campur kode yang dilakukan oleh penjual tersebut disebabkan oleh pengaruh lingkungan atau tempat penjual tersebut beraktivitas yang mayoritasnya menggunakan bahasa Melayu, sehingga penutur tersebut terpengaruh untuk menggunakan bahasa Melayu, dengan mencampurkan bahasa Melayu tersebut ke dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu (BM) merupakan bahasa dominan yang digunakan oleh penjual dan pembeli di pasar Sudirman Pontianak. Pemakaian bahasa Melayu ini juga terdapat di hampir seluruh wilayah pasar Sudirman. Bahasa Melayu biasanya digunakan antar penutur bahasa Melayu yang saling mengenal dengan baik. Hal inilah yang memberikan pengaruh besar terhadap kebiasaan berbahasa individu yang ada di dalam ranah tersebut.

Analisis Data 4

Konteks : Tuturan seorang Ibu penjual pakaian dan dua orang pembeli (Mahasiswa).

Pembeli 1 : Warna apa bagus sih? Pembeli 2 : Hijau bagus sih.

(22)

Pembeli1 : Ah, yang inikah?

(Kedua pembeli sambil melihat-lihat baju)

Penjual : Ibu coba inikan ya. Mau ukuran apa, M Ya ? Pembeli1 : Ha’a, iya.

Penjual : Pakai jak, ngak apa-apa, dulu coba’k. untuk adekkan? A, pakai jak ngak apa-apa.

Pembeli1 : Ngak apa-apa, simpan situ’k jak. Penjual : Ngak apa-apa dek.

Penbeli1 : Ndak, coba dulu’k.

Penjual : Cocok adek beli. Ngak cocok, ngak apa-apa. Pembeli2 : Warnanya cuma inikah bu?

Penjual : Ini warnanya tu ada ungu, ini, yang itu, yang di situ. Ah, terus yang ada tinta masnya ini.

Pembeli1 : Kalau yang kayak gini ni berapa?

Penjual : Delapan puluh yang ada tinta masnya. Kalau inikan tujuh puluhan.

Pembeli2 : Oh, yang kayak gini tujuh puluhan? Penjual : Ha’a.

Pembeli1 : Kalau yang ungu tu habis-habisnya berapa buk? Penjual : Kita udah harga pas sayang.

Pembeli2 : Oh harga pas ?

Penjual : Kalau orang yang letak harga kan, orang yang ngejual aja ngak segitu, pasti tinggikan ? kita udah harga pas. Udah bagusnya, sekarang di cari.

Pembeli1 : Oh, ngak bisa tawar ya.

Penjual : Ha’a, ngak main harga. Kalau main harga ngak mungkin segitu, kan pasti tinggi.

Pembeli1 : Udah, nanti aja ya buk, ya Penjual : Iya, ngak apa-apa

(23)

Pada tuturan diatas, penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Indonesia secara keseluruhan. Penggunaan bahasa Indonesia tersebut dilakukan karena penutur dan mitra tutur tersebut tidak saling mengenal dan memiliki tingkat keakraban yang rendah. Penjual tersebut membujuk pembeli dengan menggunakan bahasa Indonesia secara keseluruhan, bertujuan untuk memberikan pemahaman yang sejelas-jelasnya kepada pembeli, sehingga pembeli mudah memahami maksud tuturan dari penjual tersebut. Penggunaan bahasa Indonesia, pada peristiwa tutur tersebut menimbulkan kelancaran pada proses dan tujuan komunikasi, karena bahasa Indonesia yang merupakan bahasa pemersatu di Negara Indonesia, umumnya di mengerti oleh masyarakat Indonesia itu Sendiri. B.Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemilihan Bahasa Penjual dan Pembeli

di Pasar Sudirman

Faktor yang memengaruhi munculnya campur kode pada bahasa penjual dan pembeli di pasar sudirman adalah (1) bahasa ibu penutur, (2) penggunaan kode (bahasa) yang tidak lancar, (3) pemilihan istilah populer, (4) kehadiran penutur ketiga, (5) tingkat keakraban peserta tutur, dan (6) bahasa yang dipilih mitra tutur. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar sudirman adalah ranah, peserta tutur, dan norma. 1. Ranah

Dalam penelitian ini, ranah pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman adalah ranah pekerjaan dalam masyarakat, yang mengacu pada lingkungan sosial yakni lingkungan pasar Sudirman. Faktor penentu utama pilihan bahasa di pasar Sudirman Pontianak adalah domain sosialnya, yang meliputi: lingkungan atau lokasi tutur (LT), situasi tutur (ST), dan topik tuturan (TT).

Ada enam faktor sosial yang menjadi penyebab dipilihnya bahasa tertentu dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar Sudirman, yaitu (1) tingkat keakraban, (2) perbedaan umur, (3) perbedaan status sosial, (4) suasana percakapan, (5) orientasi kelompok etnis, dan (6) sifat interaksi.

Tingkat keakraban yang terjalin antara penutur dan mitra tutur merupakan satu di antara penyebab dipilihnya suatu bahasa. Pilihan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dengan mitra tutur akrab, berbeda dengan pilihan bahasa

(24)

yang digunakan dalam berkomunikasi dengan mitra tutur tidak akrab. Perbedaan umur menjadi peyebab dipilihnya suatu bahasa dalam sebuah peristiwa tutur. Hal tersebut disebabkan karena umur biasanya mempengaruhi cara penjual dalam membujuk pembeli dalam aktivitas jual-beli.

2. Peserta Tutur

Peserta tutur merupakan satu diantara penentu dalam pemilihan bahasa. Pada komponen ini, dapat digolongkan menjadi tiga pihak, yakni (P1) penutur, (P2) mitra tutur, dan (P3) penutur ketiga. Masing-masing akan memilih bahasa sesuai konteks tuturannya. Berikut akan dijelaskan komponen apa saja yang menjadi faktor peserta tutur dalam memilih bahasa dalam tuturannya. Faktor pertama yaitu jenis kelamin, jenis kelamin memengaruhi peserta tutur untuk memilih bahasa, seperti panggilan pada mitra tutur. Faktor kedua yaitu usia. Usia penutur juga menjadi faktor terpenting dalam melakukan interaksi komunikasi. Maka usia sangat memengaruhi kedudukan dan status seseorang dalam sebuah ranah atau kehidupan sosial. Usia juga yang menentukan orang untuk memilih bahasa yang tepat saat bertutur dengan mitra tuturnya. Seperti halnya pada usia anak-anak, mereka yang memiliki umur dibawah tujuh belas tahun akan memilih bahasa yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri dan mitra tuturnya. Seperti anak balita yang kemampuan kosakatanya masih terbatas, ia akan menggunakan kosakata yang sering ia dengar dari pada kosakata yang asing atau bahkan tidak ia mengerti. Usia remaja akan menggunakan istilah-istilah yang menandakan usianya, seperti penggunaan istilah yang sedang populer atau istilah-istilah teknologi. Sementara usia lanjut menggunakan istilah-istilah-istilah-istilah yang mengandung nasihat dalam setiap ucapannya.

(25)

penutur dan mitra tutur menjadi faktor penanda pemilihan bahasa. Tingkat ke akraban terjadi jika di antara penutur dan mitra tutur tidak lagi memiliki sekat sosial seperti rasa canggung dan segan. Dengan demikian, setelah hubungan mereka telah cukup dekat, mereka biasanya menggunakan kode tutur akrab dalam peristiwa komunikasinya.

3. Norma

Norma yang ada pada penjual dan pembeli di pasar Sudirman ini, terlihat pada kosakata yang dipilih dalam bertutur. Dalam berinteraksi verbal, penjual dan pembeli di pasar Sudirman masih memegang teguh norma-norma yang ada pada masyarakat tutur umumnya, yakni dengan tetap mempertimbangkan kepada siapa dia bertutur dan ragam bahasa apa yang sesuai dengan sosial budayanya.

Pada peristiwa tutur penjual dan pembeli di pasar Sudirman, terdapat dua bahasa yang dominan digunakan dalam berinteraksi verbal, yaitu bahasa Indonesia danBahasa Melayu Pontianak. Dalam bertutur dengan mitra tutur yang bukan berasal dari etnis Melayu atau hubungan dengan mitra tutur tidak akrab, masyarakat tutur di pasar Sudirman cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi verbalnya. Hal ini menunjukan bahwa penutur mempertimbangkan etika berbahasa dalam berkomunikasi dengan mitra tutur. C. Dampak Pemilihan Bahasa Penjual Dan Pembeli di Pasar Sudirman

Dampak adanya pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman meliputi sebagai berikut.

1. Memperlancar proses komunikasi penjual dan pembeli yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda.

Dengan adanya pemilihan bahasa, proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik.

2. Terciptanya kesalingpemahaman antara penutur dan mitra tutur dalam peristiwa tutur, sehingga timbulnya kesepakatan dalam interaksi jual-beli.

Dengan dipilihnya suatu bahasa dalam peristiwa tutur, penutur dan mitra tutur dapat saling memahami ujaran yang di sampaikan melalui bahasa yang di pilih oleh keduanya.

(26)

3. Tercapainya tujuan komunikasi dalam peristiwa tutur

Berlangsungnya suatu peristiwa tutur tentu karena adanya tujuan tertentu yang ingin di capai, dengan adanya pemilihan terhadap suatu bahasa sebagai media untuk menyampaikan maksud pikiran, maka penutur dan mitra tutur dapat mencapai tujuan dari komunikasi dalam sebuah peristiwa tutur.

4. Penutur dan mitra tutur dapat saling mengimbangi kemampuan berbahasa masing-masing.

Dengan dipilihnya suatu bahasa penutur dan mitra tutur dapat saling menyesuaikan diri dengan bahasa yang di kuasai masing-masing dari penutur dan mitra tutur.

5. Pelestarian terhadap keragaman bahasa yang ada pada masyarakat tertentu (masyarakat Pontianak khususnya di pasar Sudirman).

Di pilihnya suatu bahasa pada masyarakat tertentu, dapat mempertahankan eksisistensi bahasa-bahasa yang digunakan, baik itu bahasa daerah, bahasa Indonesia maupun bahasa asing yang mungkin saja digunakan oleh peserta tutur dalam peristiwa tutur.

(27)

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pilihan bahasa yang ditemukan pada penjual dan pembeli di pasar Sudirman adalah Bahasa Melayu Pontianak (BMP), Bahasa Indonesia (BI), serta kemungkinan penggunaan Bahasa Daerah Lain (BL), dan Bahasa Asing (BA). Berdasarkan data penelitian, pada peristiwa tutur penjual dan pembeli di pasar Sudirman terdapat fenomena campur kode. Fenomena campur kode tersebut terjadi pada bahasa Melayu yang diselipkan pada bahasa Indonesia.

2. Faktor yang memengaruhi munculnya campur kode pada bahasa penjual dan pembeli di pasar sudirman adalah (1) bahasa ibu penutur, (2) penggunaan kode (bahasa) yang tidak lancar, (3) pemilihan istilah populer, (4) kehadiran penutur ketiga, (5) tingkat keakraban peserta tutur, dan (6) bahasa yang dipilih mitra tutur. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar sudirman adalah ranah, peserta tutur, dan norma.

3. Dampak adanya pemilihan bahasa penjual dan pembeli di pasar Sudirman meliputi: (a) Memperlancar proses komunikasi penjual dan pembeli yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda. (b) Terciptanya kesaling pemahaman antara penutur dan mitra tutur dalam peristiwa tutur, sehingga timbulnya kesepakatan dalam interaksi jual-beli. (c) Tercapainya tujuan komunikasi dalam peristiwa tutur, (d) Penutur dan mitra tutur dapat saling mengimbangi kemampuan berbahasa masing-masing. (e) Pelestarian terhadap keragaman bahasa yang ada pada masyarakat tertentu (masyarakat Pontianak khususnya di pasar Sudirman). Dampak terjadinya campur kode dalam peristiwa tutur penjual dan pembeli di pasar Sudirman, yaitu: (1). berlangsungnya proses komunikasi, berdasarkan tingkat kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa dan menyesuaikan diri terhadap

(28)

kemampuan mitra tuturnya. (2) Rusaknya tatanan bahasa Indonesia yang diakibatkan adanya campur kode pada penggunaan bahasa Indonesia tersebut.

B. Saran

Pertama, saran kepada para mahasiswa, khususnya yang berkecimpung dalam dunia kebahasaan, hendaknya meneliti dan mengkaji bahasa-bahasa yang tumbuh dan berkembang dalam lingkup kehidupan sehari-hari, demi memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai jenis bahasa apa saja yang mendominasi kehidupan masyarakat dalam lingkup kehidupan sehari-hari, dari masing-masing individu tersebut (mahasiswa yang bersangkutan), sehingga data-data yang di hasilkan dapat menjadi satu di antara tulisan yang mencatat sejarah penggunaan dan perkembangan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Mahasiswa yang begelut dalam bidang kebahasaan juga hendaknya, menerapkan dan membuktikan teori-teori yang telah di kemukakan para ahli, dengan melakukan berbagai bentuk penelitian, sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan, memperdalam ilmu pendidikan, mempertinggi daya kreatifitas dalam menyajikan ilmu pendidikan yang berkualitas, serta melestarikan bentuk bahasa yang di pergunakan masyarakat Indonesia dalam wilayah-wilayah yang menjadi target penelitian pada masa perkembangannya.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. (2009). Analisis Pemakaian Interferensi Pada Rubik Bianglala

Majalah Anninda. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Http://pasca.usu.ac.id. Pdf. Di unduh pada 14 Oktober 2014.

Alimin, A. A. (2013). Analisis Alih Kode Tabloid PULSA Rubik Connect Edisi

259 Th X/2012/8-21 Mei. Pdf. Universitas Sebelas Maret.

Anjar, F. K. (2013). Faktor Penyebab Variasi Bahasa Lisan Pada Penghuni Kos

Coklat. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Pdf. Http://pasca.usm.ac.id.

Di unduh pada 10 Oktober 2014.

Bakti, H.M, dkk. (2012). Wujud pilihan Bahasa Masyarakat Samin Dalam Ranah

Keluarga. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Http://pasca.uns.ac.id.

Pdf. Diunduh pada 10 Oktober 2014.

Damanik, R. (2009). Pemertahanan Bahasa Sialungun di Kabupaten

Simalungun.Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Http://pasca.usu.ac.id. Pdf. Di unduh pada 14 Oktober 2014.

Handayani, S.M dan Atiqa S. (2005). Variasi Bahasa Lisan Penjual Dan Pembeli

di Pasar Gede Kota Surakarta. Surakarta : Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Http://pasca.ums.ac.id. Pdf. Diunduh pada 10 Oktober 2014. Saddhono, K. (2006). Bahasa Etnik Madura Di Lingkungan Sosial: Kajian

Sosiolinguistik Di Kota Surakarta. Surakarta: UNS.

Siahaan, R. (2002). Kajian Kasus Tentang Tingkat Pemertahanan Bahasa Pada Masyarakat Batak Toba di Medan Berdasarkan Perilaku Pilih Bahasa. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Http://pasca.unu.ac.id. Pdf. Diunduh pada 10 Oktober 2014.

Sibarani, T. (2008). Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

(30)

Tauhid, B. (2008). Analisis Campur Kode Pada Mahasiswa Jurusan Manajemen

Perhotelan dan Pariwisata Akademi Pariwisata Medan. Tesis. Medan:

Referensi

Dokumen terkait

semakin tak terjangkau / muncul ketimpangan dalam masyarakat dengan tidak adanya peraturan yang jelas. mengenai daerah mana yang boleh didirikan perumahan mewah

PENERAPAN MEDIA BENDA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SD.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

 Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada : badan usaha;

Dengan perpindahan kantor Neinhuys ke Medan pada tahun 1869 karena pertimbangan letak Medan yang lebih tinggi dari Labuhan Deli sehingga terhindar banjir, lalu

Karena siswa laki-laki lebih memiliki keyakinan akan kemampuan matematikanya, memiliki kemampuan dalam mengolah pengalaman lalunya di dalam pembelajaran matematika

Peneliti ingin mengambil sampel siapa saja yang menurut pertimbangan sesuai denganh maksud dan tujuan peneliti. Informan yang dipilih merupakan masyarakat yang

ini ditunjukan dengan hasil pencapaian keterampilan sosial kelas VIII A yang menggunakan instrumen lembar observasi dan sosiometri lebih baik dibandingkan dengan kelas

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses perencanaaan pembelajaran SKI berbasis media film di MTsN Karangrejo Dan MTsN Tulungagung, untuk