• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Hoax dan Hate Speech di Indones

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fenomena Hoax dan Hate Speech di Indones"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA HOAX DAN HATE

SPEECH DI INDONESIA

Ranadya Kartika Nadhila Putri (8111416065) Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Email: rakartikanp@students.unnes.ac.id

Abstrak— Seiring dengan perkembangan teknologi, dengan kehadiran media online banyak membawa hal positif dan kemudahan untuk masyarakat dalam mencari dan

mendapatkan informasi dan

memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dengan pengguna media online lainnya. Media Sosial merupakan media paling efektif dalam menerima dan menyebarkan informasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun dalam menerima dan menyebarkan informasi di media sosial tidak dapat langsung diketahui fakta kebenarannya, terdapat beberapa orang atau kelompok yang tidak bijak dalam menggunakan media online. Mereka yang tidak bijak dalam menggunakan media online adalah orang atau sekelompok orang yang

dengan sengaja menyebarkan

pemberitaan palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) di media

online dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap dan pikiran orang atau masyarakat yang membaca informasi palsu dan ujaran kebencian tersebut. Pemberitaan palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) bukan rahasia umum di masyarakat khususnya di Indonesia, kedua hal tersebut saling berkaitan dan dapat kita jumpai hampir di seluruh sosial media. Semakin tinggi penggunaan media online, tentu dapat meningkatkan aktivitas hoax dan hate speech online. Faktor utama yang

menyebabkan informasi palsu mudah tersebar di Indonesia adalah karakter masyarakat Indonesia yang dinilai belum terbiasa berbeda pendapat atau berdemokrasi secara sehat. Ancaman global yang dapat menyebabkan perpecahan persatuan dan kesatuan Indonesia, salah satunya dengan maraknya isu berita hoax atau fake news dan juga ujaran kebencian. Fokus dalam pembahasan ini untuk mendeskripsikan keadaan Indonesia yang sedang marak fenomena pemberitaan palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) dan apa saja faktor penyebab penyebaran hoax dan hate speech, serta sanksi pidana pada pihak yang terkait.

Kata Kunci— (Hoax Information, Hate Speech, Sosial Media)

I.

P

ENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interkasi, dalam interaksi tersebut menimbulkan adanya komunikasi anatara manusia satu dengan manusia lainnya. Media Sosial merupakan sarana yang paling efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi kepada pihak

(2)

lain. Media sosial digunakan secara produktif oleh seluruh masyarakat, dunia bisnis, politik, media, periklanan, polisi, dan layanan gawat darurat. Media sosial menjadi kunci yang digunakan untuk memprovokasikan pemikiran, dialog, dan tindakan isu sosial. Saat ini media online mengalami kemajuan yang sangat pesat, semua dapat dijangkau dengan mudah melalui internet termasuk untuk mendapatkan informasi dan berita terkini. Haenlein mendifinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun diatas dasar ideologi dan teknologi web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content.1

Sedangkan menurut Kietzmann media sosial diaktifkan dengan teknik komunikasi ubiquitoushy diakses dan terukur, media sosial secara substansial mengubah cara komunikasi antara organisasi, masyarakat dan individu.2

Berita ialah laporan terkini tentang fakta atau pendapat yang penting atau menarik bagi masyarakat dan disebarluaskan melalui media masa, “News is newly report of fact or opinion which is important or interesting for the audience and published through mass media”.3 Berita seharusnya berisi suatu

fakta yang nyata benar adanya, namun saat ini berita sudah terbumbui oleh kepalsuan atau kebohongan yang disebut dengan hoax. Media sosial merupakan tempat atau wadah untuk seseorang mengemukakan pendapat serta menyuarakan pikirannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

1 Andreas M Kaplan & Michael Haenlein. Business Horizons 53: User of the world, unite! The Challenges and opportunities of Social Media, 2010.

2 Jan H Kietzmann, Kris Hermkens, Ian P. McCarthy, and Bruno S. Silvestre. Business Horizons 54: Understanding the functional building blocks of social media, 2011.

berbagai situs web, di tahun 2016 terdapat 132,7 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet 40% nya merupakan pengguna aktif media sosial dari 256,2 juta orang penduduk di Indonesia. Pengguna internet terbanyak berada di Pulau Jawa dengan jumlah pengguna sebesar 86.399.350 pengguna atau sekitar 65% dari total pengguna internet di Indonesia.4 Jumlah tersebut

meningkat 51,8% dari tahun 2014 yang pada saat itu hanya terdapat 88 juta orang pengguna internet. Berdasarkan servey Brandwatch 2016 didapatkan fakta dan statistik media sosial dari 7,3 miliar penduduk dunia pada Juli 2015 tercatat hasil “bahwa sebanyak 3,7 miliar pengguna internet, sebanyak 2,3 miliar pengguna aktif yang rata-rata memiliki 5 akun sosial media, pada tahun 2016 pengguna sosial naik 176 juta, dan setiap hari ada 1 juta pengguna media sosial mobile yang setara dengan 12 orang per detik)”. Dan berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi, pengguna internet di Indonesia berada di peringkay ke enam setelah China, Amerika Serikat, India, Brazil, dan Jepang.

Saat ini Indonesia sedang marak fenomena pemberitaan palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) online di media sosial. Pemberitaan Palsu (hoax)

merupakan informasi palsu yang dibuat dengan sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang kemudian disebarluaskan di media online, yang sesungguhnya informasi tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya atau merupakan fakta palsu namun dibuat

3 Jani Josef, To Be A Journalist: Menjadi Jurnalis TV, Radio dan Surat Kabar yang Profesional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 22

(3)

seolah-olah benar adanya. Hoax bertujuan untuk mebuat opini publik, menggiring opini publik, menguji kecermatan dan kecerdasan pengguna internet dan media sosial. Sedangkan Ujaran Kebencian (hate speech) dapat diartikan sebagai sebuah pesan atau perkataan dari seseorang yang mendorong kebencian terhadap individu atau golongan tertentu. Salah satu alasan hate speech sangat mudah terjadi dan tersebar di media sosial, karena kemudahan penggunaan media sosial itu sendiri yang sifatnya terhubung antara situs berita online. Holmes, mengatakan bahwa media sosial memiliki karakteristik khusus tidak terpusat (desentralisasi), komunikasi secara dua arah, diluar kontrol pemerintah, demokratis, menimbulkan kesadaran individu dan juga orientasi kesadaran individu.5Fenomena penyebaran hoax

dan hate speech ini sangat meresahkan masyarakat di Indonesia, karena banyak pihak yang dirugikan atas fenomena tersebut.

Berdasarkan informasi dari situs web Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, sepanjang tahun 2016 Direktorat Reskrimus Polda Metro Jaya telah berhasil memblokir 300 lebih akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi, hate speech, hingga ujaran SARA dari 800 ribu situs di Indonesia yang telah terbukti sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian yang akan terus diawasi pemerintah. Bramy Biantoro (2016) menyebutkan ada empat bahaya yang ditimbulkan dari berita hoax, yakni hoax membuang waktu dan uang, hoax menjadi pengalihan isu, hoax sebagai sarana penipuan publik, dan juga hoax sebagai

5 Holmes, David. (2005). Communication Theory: Media, Technology, and Society. Sage Publications: London.

pemicu kepanikan publik. Hasil survey tentang wabah hoax nasional yang dilakukan oleh Mastel (2017) bahwa saluran penyebar berita atau informasi yang berisi konten hoax tertinggi adalah media sosial berupa facebook sebesar 92,40%, aplikasi chatting 62,80% dan situs web 34,90%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruri Rosmalinda (2017) tentang “fenomena penyesatan berita di media sosial”

menyatakan bahwa pengaruh

perkembangan teknologi bisa menjadi ancaman global termasuk terhadap Indonesia yang terkait dengan penyebaran berita palsu / hoax.

Perilaku penyebaran hoax melalui media sosial sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik individu maupun kelompok, dari yang berpendidikan tinggi sampai dengan berpendidikan rendah dan terstruktur sangat rapi. Masyrakat sebagai konseumen informasi dapat dilihat masih belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang palus atau hoax. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hal tersebut, salah satunya yaitu ketidaktahuan masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijaksana. Kegaduhan dalam media sosial dapat berimbas pada kehidupan riil atau nyata, karena media sosial ini juga membentuk konstruksi pemaknaan tentang asumsi sosial. Pihak-pihak penyebar hoax dan hate speech semakin dimudahkan karena kurangnya penyaringan berita di media sosial sehingga berita dan informasi apapun yang diunggah oleh seseorang dapat dengan mudah beredar.

Maka dari itu, berdasarkan latar belakang diatas penulis berkeinginan untuk membahas fenomena hoax dan

(4)

akan dibahas dalam penulisan ini, diantaranya :

1) Bagaimana perkembangan fenomena hoax dan hate speech di Indonesia

2) Apa saja faktor penyebab terjadinya hoax dan hate speech di Indonesia

3) Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang terkait dalam penyebaran berita palsu atau hoax dan ujaran kebencian atau hate speech

4) Bagaimana peran pemerintah dalam penanganan fenomena hoax dan hate speech

II.

M

ETODE

P

ENULISAN

Metode penulisan yang digunakan pada analisis yang berjudul “Fenomena Hoax dan Hate Speech” ini adalah deskriptif kualitatif yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan yang sedang berlangsung. Penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki.6

Berdasarkan teori fenomenologi oleh Alfred Schutz, dalam The Penomenologi of Sosial World, mengemukakan bahwa orang secara

aktif menginterprestasikan

pengalamannya dengan memberi tanda dan arti tentang apa yang mereka lihat.

6 Convello G. Cevill, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta : Universitas Indonesia, 1993,71.

Schutz menjelaskan pengalaman inderawi sebenarnya tidak mempunyai arti, hanya objeknyalah yang bermakna.7 Maka muncul yang ketika

dihubungkan oleh pengalaman sebelumnya serta dengan proses interaksi dengan orang lain. Karema itu, terdapat makna individual, dan ada makna kolektif tentang sebuah fenomena.8

Sumber Data : dalam metode penulisan, sumber data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder yang digunakan oleh penulis untuk memperoleh data dengan penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur-literatur maupun sumber data lainnya yang berkaitan dengan masalah penulisan ini.

III.

H

ASIL DAN

P

EMBAHASAN

A. Perkembangan Hoax dan Hate Speech di Indonesia

(5)

Berita palsu atau hoax menjadi fenomena di Indonesia yang membuat masyarakat resah setiap harinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa berita-berita bernuansa profokatif di media massa banyak menarik perhatian masyarakat. Pemanfaatan media sosial menjadi tempat masyrakat menyampaikan opini publik terhadap isu yang sedang berkembang dimasyarakat. Dengan adanya internet masyarakat bisa beropini melalui media sosial baik Twitter, Facebook, Line, Instagram dan lain sebagainya. Pemerintah seharusnya mulai serius untuk menangani fenomena penyebaran hoax dan hate speech di media sosial. Guru besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Bandung, Deddy Mulyana mengatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan informasi palsu (hoax) mudah tersebar di Indonesia yakni faktor dari karakter asli manusia itu sendiri yang dinilai tidak terbiasa berbeda pendapat atau berdemokrasi secara sehat. Hal tersebut merupakan salah satu faktor mudahnya masyarakat menelan hoax yang disebarkan dengan sengaja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Atik Astrini dalam jurnalnya yang berjudul “Hoax Dan Banalitas Kejahatan” mengemukakan bahwa penyebaran hoax di media sosial dan media online tidaklah terjadi begitu saja tanpa adanya kepentingan individu yang melatarbelakanginya. Kepentingan tersebut baik dalam politik kekuasaan, ekonomi, ideologis, sentiment pribadi dan hanya untuk menghibur dirinya sendiri.9 Dalam riset Mastel

(Masyarakat Telematika Indonesia) hal yang paling sering diangkat menjadi materi untuk konten hoax adalah isu politik dan SARA. Isu sensitif tentang politik dan SARA dimanfaatkan oleh

9 Astrini, Atik (2017), Hoax Dan Banalitas Kejahatan, Transformasi No. 32 Tahun 2017, Vol. II, 76-77.

penyebar hoax guna untuk mempengaruhi opini publik sebesar 91,8%, isu SARA sebesar 88,6%. Pemberitaan media siber tidak sama dengan media cetak. Media siber dituntut segala hal berlangsung cepat, sehingga tidak memverifikasi ke sumber resmi dan tidak tepat dalam proses pencarian informasi dan pengolaan berita. Sehingga dapat me10nimbulkan

tersebarnya berita palsu.11 Berita

seharusnya mengandung fakta, namun salah satu contoh pemberitaan yang terjadi kesalahan adalah pada media Detikcom yaitu pemberitaan bahwa terdapat seorang WNI yang tewas di Mesir. Terdapat mekenismne yang tidak tepat pada saat pencarian informasi, Detikcom tidak menguji informasi atau melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi tersebut. Sehingga saat itu Detikcom dianggap memuat berita palsu.

Di Indonesia belum ada data kuantitatif yang menunjukkan peningkatan pesan kebencian (hate speech) online. Namun terdapat beberapa peritiwa yang memberikan dampak mengerikan dari beredarnya hate speech, seperti contoh kasus kerusuhan Tanjung Balai. Terjadi pada

Juli 2016, berawal pada

kesalahpahaman beberapa orang yang kemudian disebarluaskan melalui media sosial. Masyarakat yang menerima pesan tanpa memahami permasalahan yang sesungguhnya akan tersulut amarah, dan kemudian turut menyebarkan pesan tersebut. Semakin

10 Anninditya Annisa. 2012. “Etika dan Prinsip Jurnalisme Media Siber Detikcom Mengenai Mekanisme Pemberitaan Tewasnya WNI di Kerusuhan Mesir”. e-Jurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran Vol 1 No. 1

(6)

berlanjut penyebaran pesan tersebut mengakibatkan kemarahan massa dan perusakan sebuah tempat ibadah. Sebelum kasus ini juga terdapat kasus ujaran kebencian pada saat pesta politik seperti pemilihan legislatif, bahkan dalam pemilihan presiden. Para pendukung masing-masing calon pemimpin saling menjelekkan bahkan ujaran kebencian, mereka saling serang dengan pesan-pesan kebencian di media sosial.

Menurut UNESCO, pesan kebencian merujuk pada ekspresi hasutan untuk menyakiti (khususnya diskriminasi, permushuan dan kekerasan) terhadap sasaran kelompok sosial atau demografis tertentu, misalnya perkataan membela, mengancam, atau mendorong tindakan-tindakan kekerasan.12 Konsep ini

kadang diperluas pada ekspresi yang menumbuhkan iklim prasangka dan intoleransi yang diasumsikan menjadi bahan bakar diskriminasi, permusuhan, dan serangan kekerasana.13

B. Faktor penyebab terjadinya hoax dan hate speech di Indonesia dan penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang terkait penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian

Segala sesuatu yang terjadi pasti terdapat faktor yang memicu fenomena tersebut terjadi dan semakin melebar luas.

Faktor terjadinya hoax

Hoax merupakan berita bohong yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan bahkan oleh pembuat berita itu sendiri. Berikut

12 Keong, Yuen Che, Sidra Naim, Noor Darliza Mohamad Zamri. 2014. “Online News Report Headlines of Education Malaysia Global Services”, Malaysian Journal of Communication,Vol. 30 No. 2, Pp. 159-182. 13 Gagliardon, et.al. 2015. Countering Online Hate Speech. Paris: UNESCO Publishing

beberapa faktor mengapa hoax mudah tersebar di media sosial :

1. Sebuah keisengan untuk hiburan. Setiap orang memiliki cara sendiri untuk membuat dirinya senang merasa terhibur, dengan adanya media sosial setiap orang yang merasa membutuhkan hiburan akan melakukan hal-hal aneh yang penuh dengan fantasi.

2. Hanya untuk mencari perhatian atau sensasi para pengguna media sosial lainnya.

3. Beberapa orang lain melakukan atau menyebarkan hoax untuk mendapatkan banyak uang dengan bekerja sama dengan para oknum. Hal ini dapat dilihat dalam Kasus Saracen

4. Adanya keinginan menyebarkan berita hoax hanya agar lebih seru. Ini merupakan salah satu cara marketing dengan menyuguhkan suatu konten berita yang judulnya dilebih-lebihkan.

5. Hoax juga mudah tersebar karena adanya keinginan untuk menyudutkan pihak lain atau dalam hal ini disebut black campaign. Hal ini sering terjadi pada saat pilkada/ pilgub/

pilpres hanya untuk

menjatuhkan kelompok lain.

6. Adanya orang yang memang sengaja ingin menimbulkan keresahan masyarakat dan dapat mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

(7)

dengan pihak yang lainnya tanpa adanya kepentingan tertentu dengan niat menjatuhkan kedua lawan tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruri Rosmalinda, terdapat penyebab munculnya hoax ada beberapa faktor, diantaranya :

1. Kemudahan bagi masyarakat dalam memiliki alat komunikasi yang modern dan murah. Dalam hal ini adalah pengguna smartphone sebagai media pencarian informasi

2. Masyarakat mudah terpengaruh oleh isu yang belum jelas tanpa

memverifikasi atau

mengkonfirmasi kebenaran

informasi tersebut, sehingga masyarakat dengan mudah menyebarkan informasi tersebut

3. Kurangnya minat membaca pada masyarakat. Sehingga ada kecenderungan membahas berita tidak berdasarkan data akurat dan bersumber yang tidak jelas.

Faktor terjadinya hate speech

Ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan ataupun hinaan kepada individu atau kelompok lain. Pada umumnya, ujaran kebencian berisikan hal yang berkaitan dengan aspek ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, kewarganegaraan, agama dan lain-lain. Ujaran kebencian merupakan ujaran atau ekspresi verbal dan nonverbal yang digunakan untuk merendahkan, menindas atas dasar keanggotaan mereka dalam kelompok sosial atau etnis.14 Jika

14 Alief Sutantohadi, Rokhimatul Wakhidah. Bahaya Berita Hoax Dan Ujaran Kebencian

ujaran yang disampaikan dengan berkobar-kobar dan bersemangat itu ternyata dapat mendorong orang lain untuk melakukan kekerasan atau menyakiti orang atau kelompok lain, maka pada saat itu juga hasutan

kebencian itu berhasil

dilakukan.15Terdapat beberapa

penyebab terjadinya hate speech di media sosial, diantaranya sebagai berikut :16

1. Salah paham, dalam hal ini ujaran kebencian bisa saja terjadi karena adanya kesalahpahaman individu akan suatu informasi yang ia dapat. Orang tersebut akan langsung menuliskan pesan kebencian tanpa mengkonfirmasi kebenaran informasi terebut 2. Terbawa emosi, salah satu faktor

terjadinya hate speech karena terlalu terbawa emosi. Hal ini sering sekali terjadi, sehingga bisa memancing keributan dan kebencian pada siapapun.

3. Tidak sependapat, hal ini merupakan suatu ekspresi seseorang apabila ia tidak menyukai dan tidak sependapat pada informasi tersebut. Sehingga individu menuliskan pesan yang kasar dan menyinggung pihak yang di kritik.

4. Faktor yang paling berpengaruh karena adanya kebencian pribadi.

Pada Media Sosial Terhadap Toleransi Bermasyarakat. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Dikemas Vol.1, No.1 Tahun 2017 15 M. Chirul Aman dan Muhammad Hafix, “SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam rangka Hak Asasi Manusia”. Jurnal Keamanan Nasional, Vol 1 No 3 (2005), hlm 345

(8)

C.Penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang terkait dalam penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian

Ketentuan tentang penyebaran berita bohong dapat menerbitkan keonaran yang diaturu dalam dua ketentuan melalui UU No 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Pasal 14 UU a quo menegaskan : ayat 1 “barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”; ayat 2 “barangsiapa mengeluaran pemberitahuan yang dapat menerbitkan kenaran dikalagan rakyat sedangkan dia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun”.

Melihat maraknya pesan kebencian di Indonesia, pemerintah

melalui kepolisian (Polri)

mengeluarkan edaran khusus yang memberi ancaman terhadap pelaku penyebar kebencian. Dalam Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/6/X/2015 itu disebutkan bahwa persoalan ujaran kebencian semakin mencapatkan perhatian masyarakat baik nasional ataupun internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM). Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan [idana ;ainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain :

1. Penghinaan

2. Pencemaran nama baik 3. Penistaan

4. Perbuatan tidak menyenangkan 5. Memprovokasi

6. Menghasut

7. Penyebaran berita bohong

dan semya tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak

diskriminasi, kekerasan,

penghilangan nyawa dan/atau konflik sosial”.17

Penyebar berita hoax akan dikenakan pasal terkait ujaran kebencian dan telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diatur mengenai tindak pidana yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoax yang menyebabkan kerugian konsumen transaksi elektronik dan menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian dan pemusuhan (pasal 28 jo pasal 45A).18

Dituliskan dalam naskah “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dipidana dengan denda penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyal Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”19

17 Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech)

18 Nur Aisyah Siddiq. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Berita Palsu (Hoax) Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Yang Telah Dirubah Menjadi Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Jurnal Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017

(9)

Meskipun telah jelas tercantum hukum yang berlaku bagi penyebar hoax dalam Undang-Undang tersebut, nyatanya masih saja banyak berita yang memuat unsur provokasi yang beredar di media sosial.

D.Peran pemerintah dalam fenomena hoax dan hate speech di Indonesia

Peran pemerintah pada terjadinya hoax dan hate speech telah dipaparkan pada beberapa pasal yang akan diberikan pada penyebar hoax, diantaranya dalam KUHP, Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang ITE, Undang-Undang No.40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pemerintah telah memblokir sekitar 11 situs yang mengandung konten negatif, namun kasus pemblokiran tersebut tidak sampai ke pengadilan. Pemerintah telah mulai serius dalam penanganan fenomena hoax dan hate speech. Salah satunya dengan revisi UU ITE yang baru guna untuk menjerat para pembuat berita hoax dan juga mereka yang menyebarkan berita hoax tersebut.

Pemerintah telah melakukan literasi media guna untuk mecegah penyebaran hoax. Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita. Literasi media merupakan pendidikan yang mengajarkan khalayak media agar memiliki kemampuan menganalisis pesan media, memahami bahwa media memiliki tujuan komersial/bisnis dan politik sehingga mereka mampu untuk bertanggungjawab dan memberikan respon yang tepat.20

Elektronik.

20 Rochimah. Gerakan Literasi Media: Melindungi Anak-Anak dari Gempuran

IV.

K

ESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hoax dan hate speech merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan di media online. Kedua hal tersebut merupakan fenomena yang hampir dialami oleh seluruh lapisan kalangan masyarakat. Nyatanya di Indonesia masih banyak orang yang tidak cermat dalam memilih dan menyebarkan berita atau informasi yang ia dapat. Kebanyakan masyarakat di Indonesia tidak terlebih dahulu mencari tau tentang fakta dan kebenaran informasi yang beredar luas. Kurangnya kecermatan pada masyarakat inilah yang memberi keutungan untuk para pihak penyebar berita palsu.

Kasus hoax dan hate speech semakin memanas dan membuat masyarakat resah. Hate speech sering kali dilontarkan oleh individu kepada individu lain guna untuk melampiaskan kekesalannya atau untuk menjatuhkan pihak lain. Semakin tinggi tingkat keresahan masyarakat maka dengan ini membuat pemerintah menjadi lebih serius dalam penangan kasus hoax dan hate speech. Terbukti dengan revisi UU ITE guna untuk menjerat para pembuat berita hoax dan hate speech, namun ancaman pidana pada UU ini dinilai masih kurang efisien karena penyebaran berita hoaxx sudah sangat masif dan dilakukan hampir oleh seluruh masyarakat pengguna internet. Pemerintah diharapkan lebih cepat dalam merespon feomena hoax yang beredar dimasyarakat dan memberi pemahaman kepada masyarakat dengan mensosialisasikan UU ITE.

Hal ini dapat di sikapi oleh para pengguna media sosial yang cerdas,

(10)

sebagai generasi penerus bangsa harusnya bijak dalam segala hal termasuk ketika mengggunakan internet. Jangan mudah terprovokasi dan percaya pada berita yang disebarkan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengkonfirmasi kembali kebenaran suatu berita dengan cara membandingakan pada sumber yang lebih valid, serta dengan tidak menyebarkan informasi tersebut apabila belum yakin dengan kebenarannya.

R

EFERENSI

[1] Andreas M Kaplan & Michael Haenlein. Business Horizons 53: User of the world, unite! The Challenges and opportunities of Social Media, 2010.

[2] Convello G. Cevill, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta : Universitas Indonesia. 1993.

[3] Gagliardon, et.al. Countering Online Hate Speech. Paris: UNESCO Publishing. 2015. [4] Holmes, David. Communication

Theory: Media, Technology, and Society. Sage Publications: London. 2005.

[5] Jan H Kietzmann, Kris Hermkens, Ian P. McCarthy, and Bruno S. Silvestre. Business Horizons 54: Understanding the functional building blocks of social media, 2011.

[6] Jani Josef, To Be A Journalist: Menjadi Jurnalis TV, Radio dan Surat Kabar yang Profesional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. [7] Moh. Putra Pradipta Duwila.

Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Ujaran Kebencian Di Media Sosial. Makassar : 2016. [8] Rochimah. Gerakan Literasi

Media: Melindungi Anak-Anak dari Gempuran Pengaruh Media. Yogyakarta : Rumah Sinema. 2011.

[9] Afdjani, Hadiono, Soemirat,

Soleh. Makna Iklan

Televisi,Studi Fenomenologi Pemirsa di Jakarta terhadap Iklan Televisi Minuman “Kuku Bima Energi”Versi Kolam Susu, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 8, No. 1, Januari-April 2010.

[10] Alief Sutantohadi, Rokhimatul Wakhidah. Bahaya Berita Hoax Dan Ujaran Kebencian Pada Media Sosial Terhadap Toleransi

Bermasyarakat. Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, Dikemas Vol.1, No.1 Tahun 2017 [11] Anninditya Annisa. 2012. “Etika

dan Prinsip Jurnalisme Media Siber Detikcom Mengenai

Mekanisme Pemberitaan

Tewasnya WNI di Kerusuhan Mesir”. e-Jurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran Vol 1 No. 1

[12] Astrini, Atik (2017), Hoax Dan Banalitas Kejahatan, Jurnal Transformasi No. 32 Tahun 2017, Vol. II

[13] Nur Aisyah Siddiq. Penegakan

Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Berita Palsu (Hoax) Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Yang Telah Dirubah Menjadi Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Jurnal Lex Et

Societatis Vol. V/No.

10/Des/2017

(11)

30 No. 2, Pp. 159-182

[15] M. Chirul Aman dan Muhammad Hafix, “SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam rangka Hak Asasi Manusia”. Jurnal Keamanan Nasional, Vol 1 No 3 (2005), hlm 345

[16] O. Hasbiansyah, “Pendekatan fenomenologi: Pengantar Praktik penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi”, Journal Of Mediator, Vol. 9 No. 1 (Juni, 2008), 165

[17] Yanti Dwi Astuti, Peperangan Generasi Digital Natives Melawan Digital Hoax Melalui Kompetisi Kreatif. Jurnal INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

[18] Vibriza Juliswara.

Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 2, 2017

[19] Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech)

Referensi

Dokumen terkait

Maksudnya partai dengan nama baru namun orang di belakang partai itu adalah pemain yang itu- itu juga atau stok lama.. Wajar apabila ada beberapa parpol gagal seleksi

Pada umumnya dalam kehidupan sosial masyarakat senantiasa melakukan interaksi satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk maupun aspek kehidupan. Hubungan antara

Dengan keyword “Energetic” menjadi acuan visualisasi dan dapat menyampaikan maksud dan tujan yang sesuai untuk perancangan media promosi sanggar tari Raff Dance Company

Berbeda dengan hasil penelitian Gerard dan Peterson tahun 1984 dalam Uysal dan Enç (2012), kebutuhan pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi ditemukan tidak menjadi

Terbentuknya Undang-Undang PKDRT yang disahkan pada tanggal 22 Sepetember 2004 tidak terlepas dari peran pemerintah di dalamnya karena Undang- undang

Ketiga, ada perbedaan yang signifikan pemahaman konsep antara siswa yang dibelajarkan dengan model siklus belajar 7E dengan siswa yang dibelajarkan dengan model

Alternatif penyelesaian masalah untuk mengurangi terjadinya ketidaksesuaian untuk produk hasil proses bottling Teh Botol Sosro di antaranya yaitu: perlunya dilakukan