• Tidak ada hasil yang ditemukan

25 Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Ti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "25 Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Ti"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

LA

YANG MEL

DI LEMBAGA

LEMBAGA PE

UNIVERS

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

PEMBINAAN BAGI ANAK

ELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABU

A PEMASYARAKATAN ANAK (LPA) KE

KUTOARJO

DISUSUN OLEH

AHMAD BAHIEJ, S.H. M.HUM.

NIP. 19750615 200003 1 001

PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYA

RSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJA

YOGYAKARTA

2013

BULAN

KELAS II A

YARAKAT

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga

tercurah kepada Rasulullah saw. Alhamdulillah, penelitian yang berjudul

Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A Kutoarjo ini telah selesai. Penelitian ini

dibiayai oleh BOPTN di UIN Sunan Kalijaga tahun 2013.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. H.

Musa Asy’arie selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga dan Dr. Zamzam Afandi,

M.Ag. selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN Sunan

Kalijaga atas kepercayaan dan fasilitas pembiayaan penelitian ini, serta Dekan dan

Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tak

lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Akhmad Nurul Hakam dan Gilang

Kresnanda, dua mahasiswa penulis yang dengan rela dan susah payah ikut serta

dalam penelitian ini.

Tak ada gading yang tidak retak. Sangat mungkin penelitian ini masih jauh

dari kesempurnaan dan banyak kekurangan walaupun para peneliti telah

melakukannya dengan usaha maksimal. Oleh karena itu, kritik dan saran

membangun akan kami terima dengan lapang dada demi tercapaianya penelitian

yang baik.

Yogyakarta, 15 November 2013

Peneliti,

Ahmad Bahiej, S.H. M.Hum.

(3)

ABSTRAK

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo merupakan lembaga pemasyarakatan anak untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam bulan September 2013 ditemukan data bahwa anak binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo berjumlah 74 anak. Dalam data itu terungkap bahwa 56 anak binaan (54,9 %) merupakan pelaku tindak pidana pencabulan yang melanggar Pasal 81 dan 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sementara anak binaan yang melanggar tindak pidana kesusilaan (Pasal 281-297 KUHP) berjumlah 8 orang (7,8 %). Dengan adanya adata demikian, penelis tertarik untuk mengelaborasi lebih lanjut tentang

model pembinaan (treatment) yang diberikan pihak Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Kutoarjo kepada pelaku tindak pidana seksual.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris sosiologis yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan undang-undang yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan studi dokumen di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo.

Dari hasil penelitian dihasilkan kesimpulan bahwa proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kutoarjo dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (a) tahap awal, (b) penelitian kemasyarakatan, dan (c) tahap pelaksanaan pembinaan. Adapun kegiatan pembinaan dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan, yaitu (a) pembinaan keagamaan dan budi pekerti/kepribadian, (b) kesadaran berbangsa dan bernegara, (c) kesegaran jasmanai dan kesenian, (d) pelayanan kesehatan dan perawatan, (e) latihan ketrampilan/kemandirian, (f) kunjungan keluarga dan kunjungan badan sosial.

Terkait dengan pembinaan bagi pelaku yang melakukan tindak pidana pencabulan, Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kutoarjo belum melakukan pembinaan secara khusus dengan beberapa alasan dan kendala, yaitu (a) belum tersedianya sumber daya manusia yang memahami secara psikologis tentang perilaku menyimpang secara seksual bagi anak, dan (b) alasan khusus terkait motif anak melakukan tindak pidana pencabulan.

Kata kunci:

Pembinaan narapidana, tindak pidana seksual, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pokok Masalah ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan ... 5

D. Tinjauan Pustaka ... 6

BAB II METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Landasan Teori ... 10

B. Hipotesis ... 21

C. Metode Penelitian ... 23

BAB III DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum LPA Kutoarjo ... 26

B. Letak Geografi dan Keadaan Fisik ... 26

C. Sejarah Terbentuknya LPA Kutoarjo ... 27

D. Visi, Misi, dan Tujuan ... 28

E. Struktur Pegawai LPA Kutoarjo ... 29

F. Data Warga Binaan Pemasyarakatan Anak Kutoarjo ... 30

G. Golongan dan Jenis Kejahatan ... 31

(5)

BAB IV PEMBINAAN BAGI ANAK YANG MELAKUKAN

PENCABULAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

KUTOARJO

A. Dasar Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan ... 34

B. Sasaran Pembinaan, Pembimbingan, dan Program Strategis... 40

C. Pembinaan Anak yang Melakukan Tindak Pidana Seksual (Aloscent Sexual Offender) di Beberapa Negara ... 42

D. Proses Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan Kutoarjo ... 55

1. Tahap Awal ... 56

2. Penelitian Pemasyarakatan ... 58

3. Tahap Pelaksanaan Pembinaan ... 59

4. Kelompok Kedua (Lanjutan) ... 63

E. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Rekomendasi ... 69

Daftar Pustaka ... 70

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan masa depan

bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

perlindungan dari tindak kekerasan serta mendapat hak-haknya agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi,1 sehingga perlu dilakukan perlindungan hukum bagi anak oleh

keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar.

Indonesia adalah negara yang menganut hukum Eropa kontinental atau Civil Law

dalam melaksanakan aturan hukum harus ada undang-undang terlebih dahulu mengenai

aturan hukum yang berlaku, seperti Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia. Yang paling baru dan merupakan langkah maju, adalah ditetapkannya

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang-Undang-Undang No.3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak akan tetapi Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan

hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan

kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan

undang-undang baru.2 Yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem

1

Ketentuan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ( 2)

2

(7)

Peradilan Pidana Anak, oleh karenanya Negara Indonesia memiliki kewajiban untuk

melindungi anak tanpa terkecuali, salah satunya adalah perlindungan terhadap

anak pada saat anak berhadapan dengan sidang pengadilan untuk selanjutnya

dijatuhkan pidana bagi yang terbukti melakukan tindak pidana merupakan upaya

represif.

Anak yang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana adalah anak yang

sedang berhadapan dengan kasus hukum tertentu. Meskipun masih tergolong

dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan terhadap anak

yang sedang dalam proses hukum demi mendapat pembinaan /perlindungan secara

khusus oleh Negara dan Undang-Undang untuk menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan

pemberian perlindungan tersebut diperlukan dukungan baik yang menyangkut

kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai karena

dalam dirinya terdapat hak-hak asasi manusia yang telah di junjung tinggi dalam

Undang-Undang Dasar 1945 berupa hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.3

Penjatuhan pidana bukan semata- mata sebagai pembalasan dendam. Yang

paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman, dari masyarakat

kepada terpidana sendiri supaya insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang

baik.4 Sebab Indonesia dengan berbagai macam permasalahan yang ada, yang

komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.

3

Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua Pasal 28 B (2) 4

(8)

kesemuanya begitu kompleks dan membentuk suatu mata rantai yang

berhubungan dan tidak dapat diputuskan, sehingga menyisakan cerita tragis

tentang nasib anak- anak bangsa ini.

Karena berbagai tekanan hidup, mereka terjebak melakukan hal-hal yang

melanggar norma hukum yang hidup dalam masyarakat. Anak yang kurang atau

tidak mendapat perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku

dan bertindak antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.

Sehingga tidak sedikit anak- anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Anak- anak

yang melanggar norma yang hidup dalam masyarakat dan melakukan tindak

pidana dikatakan sebagai anak nakal. Bagi anak-anak nakal tersebut bisa

dijatuhkan hukuman atau sanksi berupa tindakan atau pidana apabila terbukti

melanggar perundang-undangan hukum pidana, dan dijatuhi pidana untuk

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, salah satunya adalah Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo.

Dari penelitian mahasiswa Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN

Sunan Kalijaga ditemukan data sebagai berikut.

No Tindak Pidana Pasal Jumlah %

1 Terhadap ketertiban 159-181KUHP 5 orang 4.9 %

2 Kesusilaan 281-297 KUHP 8 orang 7.8 %

3 Perkelahian Psl 80/23/02 4 orang 3.9 %

4 Pencabulan Psl 81-82/23/02 56 orang

54.9

%

(9)

6 Pencurian 362-364 KUHP 16 orang 15.7 %

dilakukan oleh anak Pidana paling banyak adalah melakukan tindak pidana

pencabulan sehingga penyusun tertarik untuk menulis dan menyusun lebih lanjut

dengan judul penelitian Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Tindak

Pidana Pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A

Kutoarjo

B. Pokok Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis

dapat merumuskan permasalahan dalam penulisan ini bahwa Anak yang telah

mendapatkan putusan hakim yang Inkracht harus menjalankan hukuman di

Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dalam lembaga Pemasyarakatan Anak,

5

(10)

narapidana anak mendapatkan pembinaan berupa pendidikan, dan sebagainya.

Adapun permasalahan yang akan dikaji adalah:

1. Bagaimanakah pembinaan narapidana anak yang melakukan tindak pidana

pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dalam pelaksanaan pembinaan narapidana

anak yang melakukan tindak pidana pencabulan ?

C. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan umum hususnya di bidang ilmu

hukum agar dapat ditemukan suatu rumusan perlindungan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.

2. Mengetahui metode pembinaan bagi warga binaan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak berdasarkan perundang-undangan hususnya terhadap

anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.

3. Mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi warga binaan di

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II Kutoarjo.

Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan gambaran tentang pengkajian peraturan

undang-undangan dalam mengembangkan teori-teori hukum yang berkaitan dengan

(11)

memberikan informasi tentang perlindungan dan metode pembinaan anak

yang terkena kasus pencabulan.

2. Sebagai bahan pertimbangan aparatur hukum terhadap perlindungan hukum

bagi anak dalam lembaga pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana

pencabulan agar tercapai pemenuhan sebagaimana mestinya dan menjadi

bahan refrensi kepada dosen, peneliti dan peminat kajian tentang anak.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian yang telah ada

sebelumnya maka penyusun melakukan analisis terhadap penelitian–penelitian

yang telah penyusun temukan di antaranya sebagai berikut:

Pertama skripsi dengan judul perlindungan hukum bagi anak dalam sistem

pemasyarakatan anak (kajian tentang pemenuhan hak anak dalam lembaga

pemasyarakatan anak Kelas II A Kutoarjo) 20136 anak yang telah melakukan

tindak pidana atau melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang untuk anak

sehingga perlu dibina dibimbing atau diberikan pembinaan yang baik. Dalam

melaksanakan pembinaan melalui LPA, negara memberikan hak-hak anak didik

pemasyarakatan sebagai berikut: melakukan ibadah sesuai dengan agama atau

kepercayaannya, mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani,

mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan

makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan

mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, menerima kunjungan

6

(12)

keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya, mendapatkan

pengurangan masa pidana (remisi) husus anak pidana yang menjalani masa

pidana, mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat dan mendapatkan cuti menjelang

bebas. Hak ini diberikan kepada anak pidana dan anak negara dalam LPA. Pada

saat menjalani pembinaan, anak didik pemasyarakatan mempunyai hak-hak yang

melekat pada dirinya, adapun pelaksanaan pemenuhan hak anak dalam Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sebagian besar sudah terlaksana, seperti hak

melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat

perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan

pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,

menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media

massa lainnya yang tidak dilarang, menerima kunjungan keluarga, penasihat

hukum, atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana

(remisi) husus anak pidana yang menjalani masa pidana, mendapatkan

pembebasan bersyarat dan mendapatkan cuti menjelang bebas. Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri sudah berusaha untuk menjalankan Pasal

22 ayat (1) Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang

No.12 Tahun 1995, PP No.32 Tahun 1999 dan Pasal 4 (1) Undang-Undang No 11

Tahun 2012 kecuali Hak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti

mengunjungi keluarga. Memang belum pernah diberikan kepada anak didik

(13)

Kedua hasil penelitian yang berjudul Aspek Hak Asasi Manusia Dalam

Undang-Undang Pengadilan Anak 2004.7 Dalam penelitian ini proses penyidikan

yang diatur dalam undang-undang pengadilan anak masih terjadi stereotyping

yang memposisikan anak sebagai pelaku kriminal dan belum memahami anak

secara proposeional guna pembangunan hukum untuk menjembatani keadilan

restoratif antara pelaku dan korban. Perbedaan dalam penelitian yang akan

penyusun teliti adalah tentang pemenuhan hak anak dalam sistem

pemasyarakatan, tidak hanya dalam konteks hak asasi manusia dalam

undang-undang pengadilan anak saja. Tetapi lebih ke aspek pemenuhan hak anak dalam

LPA karena LPA/penjara merupakan hasil ahir dalam sistem peradilan pidana

anak.

Ketiga Skripsi dengan judul Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Komparasi

Antara Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak) 2005.8 Skripsi ini membahas hak anak dengan menggunakan

perbandingan hukum antara hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak dengan kesimpulan hak anak baik dalam hukum islam

maupun Undang-Undang No. 23 tahun 2002 bertujuan untuk kebaikan bagi anak

agar tercapai kemaslahatan demi tercapainya keadilan sosial. Perbedaan dengan

penelitian yang akan penulis teliti adalah aspek pemenuhan hak anak yang sudah

dijamin oleh aparatur penegak hukum, khususnya hak-hak anak dalam lembaga

7

Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Aspek Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak (Jakarta: Departemen Hukum Dan HAM RI, 2004).

8

(14)

pemasyarakatan sebagai ahir dari proses sistem peradilan pidana anak apakah

sudah berjalan sebagaimana mestinya

Keempat karya ilmiah yang berjudul Pelaksanaan Pembinaan Anak Nakal di

Lembaga Pemasyarakatan Anak dalam Perspektif Model Pembinaan Anak

Perorangan (Individual Treatment Model) (Studi Pelaksanaan Pembinaan Anak Di

LPA Tangerang Dan LPA Kutoarjo) 2009.9 Pelaksanaan individual treatment

model atau model pembinaan anak individual atau perorangan yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan Anak, baik di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA)

Kutoarjo dan Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Pria Tangerang telah dikenal

bentuk dari pembinaan anak secara individual adalah pembinaan secara

keagamaan dan konseling. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pembinaan anak

yang dilakukan dengan model pembinaan anak perorangan di kedua Lembaga

Pemasyarakatan Anak (LPA) tidak dapat diterapkan dengan baik. Pembinaan

yang seharusnya ditujukan untuk anak didik secara perorangan dalam prakteknya

dilakukan oleh anak didik secara berkelompok. Perbedaan yang akan penyusun

teliti adalah hak anak dalam LPA yang terdiri dari hak beribadah, hak perawatan

jasmani maupun rohani, hak pendidikan, hak pelayanan kesehatan dan makanan

yang layak, serta hak lainya yang terdapat pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang

No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

9

(15)

BAB II

METODE PENELITIAN

E. Pendekatan dan Landasan Teori

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana

setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibanya. Adapun perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.10 Sedangkan tujuan perlindungan anak yaitu untuk

menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya

Anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.11

Definisi tentang teori diberikan oleh Snellbecker yang mengartikan teori

sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara simbolis dan berfungsi

sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati,

sedangkan Kerlinger mendefinisikan teori sebagai :

“A theory is a set of interrelated connstructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena

10

Ketentuan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (2).

11

(16)

(Sebuah teori adalah satu set saling terikat (konsep), definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis dari fenomena dengan menentukan hubungan

antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena)”.12

Sebuah Undang-undang dapat dikaji dari aspek normatif maupun aspek

Empiris, secara garis besar ilmu hukum dapat dikaji melalui studi law in books

dan study law in action.13 Bertolak dari hal tersebut, untuk mengkaji suatu

permasalahan hukum secara lebih mendalam, diperlukan teori yang berupa

serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu

fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep .14

Sebelum seorang peneliti sampai pada usaha penemuan hukum in concreto

atau sampai pada usaha menemukan asas dan doktrinnya, atau sampai pula pada

usaha menemukan teori-teori tentang law in proses dan law in action, maka

mereka harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif

yang tengah berlaku.15

Suatu teori pada hakekatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau

lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan

suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh

12

Nasution Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 140.

13

Amiruddin dan Zaenal Asikin, 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum ,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.196

14

Burhan Ashshofa, Metoda Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.19.

15

(17)

sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan

hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.16

Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, terdapat batasan pengertian mengenai anak didik

pemasyarakatan, adalah :

1. Anak Pidana

Anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LPA Anak paling

lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun

2. Anak Negara

Anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik

dan ditempatkan di LPA Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun

3. Anak Sipil

Anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan

pengadilan untuk dididik di LPA Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan

belas) tahun.

Terdapat berbagai pengertian tentang anak di Indonesia, dimana dalam

berbagai perangkat hukum berlaku penentuan batas anak yang berbeda-beda pula.

Beberapa pengertian Anak yang terdapat dalam berbagai peraturan

perundang-undangan di Indonesia antara lain adalah :

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330

16

(18)

Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun

dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum

umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan

belum dewasa.

2. Menurut Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka 2

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum

pernah kawin

3. Menurut Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Pasal 1 angka 1 :

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

4. Menurut Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 1 angka 5 :

Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya

5. Menurut Undang-Undang Nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 angka 1 :

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

6. Menurut Undang-Undang Nomer 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

(19)

Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

7. Anak menurut hukum adat

Ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang

dipakai adalah: dapat bekerja sendiri cakap melakukan yang diisyaratkan dalam

kehidupan masyarakat dapat mengurus kekayaan sendiri.17 Hal penting yang perlu

diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak

adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti

kondisi ekonomi, sosial politik, dan budaya masyarakat.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memberikan

definisi mengenai anak nakal dalam Pasal 1 ayat(2) yang berbunyi :

Anak nakal adalah :

1. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik

menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Bentuk pidana anak berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak, menyebutkan:

1. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana pokok dan

pidana tambahan.

2. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:

17

(20)

a. Pidana penjara

b. Pidana kurungan

c. Pidana denda atau

d. Pidana pengawasan.

3. Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap anak

nakal dapat dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang

tertentu dan atau pembayaran ganti rugi

Adapun Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal menurut Pasal

24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 ialah:

1. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;

2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan

latihan kerja; atau

3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial

kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan

kerja.

Hak anak dalam lembaga pemasyarakatan menurut Undang-Undang No.11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat dalam Pasal 4 (1)

Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:

1. Mendapat pengurangan masa pidana;

2. Memperoleh asimilasi;

3. Memperoleh cuti mengunjungi keluarga;

4. Memperoleh pembebasan bersyarat;

(21)

6. Memperoleh cuti bersyarat; dan

7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 71(1) mengenai pidana pokok bagi anak terdiri atas:

1. Pidana peringatan

2. Pidana dengan syarat

a. Pembinaan di luar lembaga.

b. Pelayanan masyarakat, atau

c. Pengawasan.

3. Pelatihan kerja.

4. Pembinaan dalam lembaga dan

5. Penjara.

Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik

menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang

hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia, jelas terkandung

makna bahwa suatu perbuatan pidana (kejahatan) harus mengandung unsur-unsur

sebagai berikut.

a. adanya perbuatan manusia

(22)

c. adanya kesalahan

d. orang yang berbuat harus dapat dipertanggung jawabkan18

Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan

dengan hukum, yaitu :

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh

orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos

sekolah atau kabur dari rumah ;

2. Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan

oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Namun terlalu ekstrim apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak

disebut dengan kejahatan, karena pada dasarnya anak-anak memiliki kondisi

kejiwaan yang labil, proses kemantapan psikis menghasilkan sikap kritis, agresif

dan menunjukkan tingkah laku yang cenderung bertindak mengganggu ketertiban

umum. Hal ini belum dapat dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan

yang ditimbulkan akibat dari kondisi psikologis yang tidak seimbang dan si

pelaku belum sadar dan mengerti atas tindakan yang telah dilakukannya.

Ada beberapa faktor penyebab yang paling mempengaruhi timbulnya

kejahatan anak, yaitu :

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama Bandung), hal.12.

19

(23)

Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditegaskan

bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya karena adanya

kesadaran diri dari yang bersangkutan dan ia juga telah mengerti bahwa perbuatan

itu terlarang menurut hukum yang berlaku. Tindakan kenakalan yang dilakukan

oleh anak-anak merupakan manifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud

merugikan orang lain seperti yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan

yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimana

pelaku harus menyadari akibat dari perbuatannya itu serta pelaku mampu

bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut.

Pada dasarnya ada 3 teori tentang tujuan pemidanaan pada umumnya yang

dikemukakan oleh beberapa sarjana yaitu20:

1. Teori Absolut (Vergeldingstheorie)

Pokok dari ajaran teori ini adalah bahwa yang dianggap sebagai dasar

daripada pidana adalah sifat pembalasan (‘vergelding’ atau ‘vergeltung’). Para

sarjana yang berpendapat demikian ini alam pikirannya diliputi oleh pendapat

bahwa pidana adalah suatu pembalasan. Pemberian pidana dapat dibenarkan,

karena telah terjadi suatu kejahatan, kejahatan dimana telah menggoncangkan

masyarakat. Apabila seseorang telah melakukan kejahatan, maka karena

perbuatannya itu akan menimbulkan suatu penderitaan terhadap anggota

masyarakat yang lain. Untuk mengembalikan keadaan semula sebagaimana

sebelum terjadi kejahatan, maka penderitaan harus dibalas dengan suatu

penderitaan pula, yaitu yang terdiri dari suatu pidana (nestapa), dan pidana ini

20

(24)

harus dirasakan sebagai suatu nestapa (‘leed’). Ajaran ini dianut oleh para Sarjana

Hukum pada masa awal berkembangnya hukum pidana yang masih berpendapat

bahwa pemberian pidana sebagai balasan atas perbuatan pelaku tindak pidana.

2. Teori Tujuan atau Relevansi Teori ini bertujuan :

a. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (de handhaving van de

maatschappelijke)

b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat

daripada terjadinya kejahatan (het herstel van het door de misdaad ontstane

maatschappelijke nadeel)

c. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering van de dader)

d. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijk maken van de misdadiger);

e. Untuk mencegah kejahatan (ter verkoming van de misdaad)

Dalam kepustakaan ditegaskan bahwa teori berkembang setelah teori

absolut mulai banyak ditinggalkan alasannya karena tujuan pemidanaan relevansi

ini yang didasarkan pada teori absout tidak membuat para pelaku tindak pidana

berkurang tetapi justru semakin bertambah. Pelaku disini diperlakukan tidak

manusiawi. Mengenai pencegahan kejahatan yang dimaksud dalam huruf e

dapat diperinci dalam dua aliran yang berkembang yaitu :

1. Algemene atau generale preventie (pencegahan umum) yaitu pencegahan

yang ditujukan kepada masyarakat, sehingga sifat pencegahannya bersifat

umum. Cara yang dilakukan oleh sarjana-sarjana yang menganut Algemene

(25)

memberikan ancaman ancaman hukuman yang berat kepada semua pelanggar

pelaku tindak pidana.

2. Bijzondere atau Speciale Preventie (pencegahan khusus), yaitu pencegahan

yang ditujukan kepada si penjahat itu sendiri. Para sarjana yang menganut

special preventie lebih mengedepankan pendidikan dan memasyarakatkan

lagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Cara-cara yang mereka

lakukan bisa dengan memberikan pendidikan kepada para narapidana,

memberikan mereka keterampilan kerja sehingga diharapkan mereka tidak

mengulangi perbuatan pidana lagi.

3. Teori Gabungan atau Campuran (Verenigings atau Gemengde Theorien)

Pemikiran dari teori ini beranjak dari kelemahan-kelemahan dari teori-teori

absolute dan relatif. Kelebihan-kelebihan dari teori absolut dan relatif

menjadi kekuatan dari teori ini. Diharapkan kelemahan-kelemahan dari teori

absolut dan relatif menjadi hilang.

Adapun kelemahan-kelemahan dari teori absolut ialah :

a. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembunuhan, tidak semua

pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus dipertimbangkan

berdasarkan alat-alat bukti yang ada.

b. Apabila yang menjadi dasar daripada teori ini adalah untuk pembalasan, maka

mengapa hanya negara saja yang memberikan pidana.

Sedangkan kelemahan kelemahan teori tujuan adalah:

1. Dapat menimbulkan ketidakadilan pula. Misalnya apabila tujuan untuk

(26)

kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang berat sekedar untuk

menakutnakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana yang

bertentangan dengan keadilan.

2. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu semata-mata adalah

untuk memperbaiki si penjahat, masyarakat yang membutuhkan kepuasan

dengan demikian diabaikan.

3. Sulit untuk dilaksanakan dalam praktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan

dengan jalan menakut-nakuti itu dalam praktek sulit dilaksanakan. Misalnya

terhadap recidivis.

F. Hipotesis

Secara legal formal, jaminan perlindungan anak secara umum memang telah

tertuang dalam beberapa perundangan. Demikian halnya mengenai pidana anak,

sudah tersedia payung hukumnya secara spesifik, meskipun hingga kini masih

dinilai problematik.21 Bahkan, Surat keputusan bersama “Ramah Anak” yang

ditandatangani enam kementerian terkait penanganan Anak yang berhadapan

dengan hukum sudah dikeluarkan sejak 2009. Namun demikian, bukan berarti

persoalan Anak yang berhadapan dengan hukum terlebih anak yang menjalani

masa pidana sebagai pertanggung jawaban pidananya sudah tertangani secara

tuntas. Dalam level implementasi, jaminan perlindungan anak, khususnya dalam

21

(27)

konteks persoalan Anak yang berhadapan dengan hukum kini masih menjadi

suatu hal yang belum mendapatkan jawaban atau dengan kata lain pertanggung

jawaban pelaksanaan perlindungan anak belum terealisasi baik dari segi sumber

daya manusia maupun lembaga pemasyarakatan anak yang belum siap.

Berbagai pelanggaran dan pengabaian hak anak, terutama dalam kaitannya

dengan penanganan pembinaan anak yang tersandung kasus tindak pidana

pencabulan masih minim perlindungannya terlebih lagi dalam level daerah,

dimana para pihak seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lapas, Bapas,

hususnya Lembaga Pemasyarakatan Anak dan para pihak lainnya yang semestinya

proaktif mengupayakan pendekatan restoratif namun tidak berupaya secara

optimal. Fenomena ini tercermin dalam lembaga Pemasyarakatan anak Kelas IIA

kutoarjo yang belum memberikan penanganan secara husus terhadap anak-anak

yang melakukan tindak pidana pencabulan.

Sejumlah fenomena itu setidaknya telah dapat memperjelas pada hipotesis

penelitian ini. Pertama, minimnya pemahaman mengenai sistem pemidanaan

edukatif terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di indonesia pada saat ini.

Kedua, masih kurangnya sosialisasi dan lemahnya koordinasi kelembagaan terkait

model pelaksanaan pembinaan anak didik pemasyarakatan. Ketiga, perlunya

dukungan publik yang luas untuk mendorong upaya-upaya restorative dalam

(28)

G. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) penelitian langsung

di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sebagai satu-satunya Lembaga

Pemasyarakatan Anak untuk wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat yuridis

empiris sosiologis yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dan

memperhatikan undang-undang yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta

yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian

2. Sifat Penelitian

Tipe penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan penelitian

yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan gambaran yang jelas tentang orientasi/arah perlindungan anak dalam

lembaga pemasyarakatan Anak dan memberikan data yang seteliti mungkin

tentang permasalahan yang ada dalam lapangan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data memiliki peran yang sangat penting pada

penelitian. Baik tidaknya penelitian dipengaruhi pada teknik pengumpulan data,

adapun pengumpulan data yang penulis gunakan sebagai berikut :

a. Wawancara

Agar data yang diperoleh lebih konkrit, maka penulis melakukan wawancara

(29)

yaitu: wawancara langsung (terbuka) dengan petugas lembaga pemasyarakatan

anak dan anak lembaga pemasyarakatan yang menjadi pelaku pencabulan.

b. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan

melalui data tertulis dengan menggunakan content analysis dengan cara

menganalisis dokumen-dokumen yang penulis dapatkan di lapangan yang

berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.

c. Studi pustaka

Untuk memperoleh data secara teoritis, maka penulis mengumpulkan bahan

dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan membaca

dan menganalisa terutama yang berkaitan dengan judul yang penulis ajukan dalam

penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secata sistematis

yang diperoleh dari temuan lapangan berupa wawancara, keadaan subyek maupun

obyek penelitian dan bahan-bahan lain yang menjadi pendukung penelitian berupa

hasil wawancara serta hasil kuesioner sehingga dapat mudah di pahami. Analisa

data yang penyusun gunakan adalah analisis deskriptif-kualitatif.

H. Tahapan Penelitian

Sebagai upaya untuk menjaga keutuhan pembahasan dalam skripsi ini agar

terarah secara metodis penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama terdiri dari uraian mengenai latar belakang masalah, pokok

(30)

Bab kedua tentang metodologi penelitian, yang berisi pendekatan dan

landasan teori, hipotesis, dan tahapan penelitian.

Bab ketiga tentang deskripsi obyek penelitian yang berisi gambaran umum

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo, letak geografis dan keadaan fisik, visi

misi LPA Kelas II A Kutoarjo, struktur pegawai lembaga pemasyarakatan, data

warga binaan pemasyarakatan, golongan jenis kejahatan, golongan umur warga

binaan pemasyarakatan, dan golongan pendidikan warga binaan.

Bab keempat merupakan inti dari penelitian yaitu menganalisis tentang

model pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoarjo

terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dan kendala yang

dihadapi dalam melaksanakan pembinaan anak di pemasyarakatan. Namun

demikian, dalam bab ini dideskripsikan terlebih dahulu dasar pembinaan anak

didik pemasyarakatan, sasaran pembinaan pembimbingan dan program strategis,

dan proses pembinaan anak didik LPA Kutoarjo.

Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan kontribusi dari

hasil penelitian secara keseluruhan dan diakhiri dengan daftar pustaka serta

(31)

BAB III

DISKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo

1. Letak Geografis dan Keadaan Fisik

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo merupakan lembaga

pemasyarakatan di wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kantor

wilayah Jawa Tengah. Memiliki fungsi dan tugas untuk menampung, merawat dan

membina anak didik pemasyarakatan dari seluruh wilayah Propinsi Jawa Tengah

dan Daerah Istimewa Yogyakarta, letak geografis Lembaga Pemasyarakatan Anak

Kutoarjo berada di Jalan Pangeran Diponegoro No 36 A Kutoarjo, Purworejo

Jawa Tengah 54212 telp: (0275) 641011 Fax: (0275) 641054 e-mail:

[email protected]

LPA Kutoarjo mempunyai luas tanah: 6.843 m² luas bangunan: 1.289 m²

sedangkan untuk keadaan fisik lembaga pemasyarakatan anak Kutoarjo, terdiri 1

(satu) komplek bangunan terdiri dari :

a. 1 (satu) gedung bertingkat digunakan untuk perkantoran,

b. 1 (satu) gedung bertingkat dipergunakan sebagai ruang serbaguna antara lain

untuk mushola, ruang pertemuan dan olahraga, ruang kunjungan (bezuk), dan

ruang perawatan kesehatan

c. 3 (tiga) gedung untuk tempat hunian anak didik pemasyarakatan, terdiri dari

(32)

d. 1 (satu) komplek bangunan yang berada dibelakang komplek utama terdiri

dari: 1 (satu) ruang perpustakaan 3 (tiga) ruang pendidikan 2 (dua) ruang

kegiatan kerja 1 (satu) ruangan sebagai sanggar kegiatan belajar kesenian

serta halaman kosong digunakan untuk kegiatan berkebun dan pertanian.

e. Berikutnya 1 (satu) komplek bangunan di luar LPA terdiri: 1 (satu) unit

rumah dinas kepala 7 (tujuh) unit Rumah untuk pejabat struktural 1 (satu) unit

garasi.

2. Sejarah Terbentuknya Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo

Tahun 1880, gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan/dibangun

oleh pemerintah Belanda. Selanjutnya tahun 1917, gedung digunakan sebagai

rumah tahanan perang. Setelah Indonesia merdeka pada Tahun 1945, menjadi

milik pemerintah republik Indonesia dalam keadaan kosong hingga tahun 1948.22

Tahun 1948, sebagai tangsi tentara Indonesia, dalam tahun ini juga dikembalikan

kepada jawatan kepenjaraan untuk digunakan sebagai rumah penjara sampai tahun

1960. Tahun 1962 sampai tahun 1964, sebagai rumah penjara Jompo. Tahun 1964

berubah menjadi lembaga pemasyarakatan kelas III. Kemudian berdasarkan

keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 8 Juni 1979 Nomor : JS.4/5/16 Tahun

1979 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara di Kutoarjo (

LP AN ) selanjutnya berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 5

Februari 1991, Nomor : M.01.PR.07.03 tentang pemindahan tempat kedudukan

lembaga pemasyarakatan anak Jawa Tengah dari Ambarawa ke Kutoarjo dan

22

(33)

penghapusan cabang Rutan Purworejo di Kutoarjo. Baru pada Tahun 1993

berfungsi penuh sebagai Lembaga Pemasyarakatan Anak di Kutoarjo hingga

sekarang. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 16

Desember 1983 Nomor: M.03-UM.01.06, tentang penetapan lembaga

pemasyarakatan tertentu sebagai rumah tahanan, dalam hal ini LP AN Kutoarjo

beralih status menjadi cabang rumah tahanan Purworejo di Kutoarjo.23

3. Visi, Misi dan Tujuan

Visi

Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan

pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang

Maha Esa (membangun manusia mandiri).

Misi

Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan

pemasyarakatan.

Tujuan

Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif

23

(34)

dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.

Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan, narapidana dan warga

binaan pemasyarakatan dalam rangka memperlancar proses pembinaan dan

pembimbingan.

4. Struktur Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Anak

Jumlah pegawai/karyawan/personil Lembaga Pemasyarakatan Anak

Kutoarjo saat ini berjumlah 66 orang pegawai berdasarkan jenis kelamin sebagai

berikut.

Tabel I

Daftar Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 Pria 43 Orang 77 %

2 Wanita 13 Orang 23 %

Jumlah 56 Orang 100 %

Sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id Akses 05 Oktober 2013

Tabel II

Tingkat Pendidikan Pegawai Pemasyarakatan

No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1 SD/SMP 1 Orang 1 %

2 SMA/SMK 35 Orang 62 %

(35)

4 Sarjana ( S-1 ) 14 Orang 25 %

5 S2 1 Orang 1 %

Jumlah 56 Orang 100 %

Sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id Akses 05 Oktober 2013

5. Data Warga Binaan Pemasyarakatan Anak Kutoarjo

(36)

3 B II b - 0 %

4 B III 3 Orang 4 %

5 Anak Negara 11 Orang 14,9 %

6 Tahanan 6 Orang 8,1 %

Jumlah 74 Orang 100 %

Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013

Adapun klasifikasi yang dimaksud adalah :

a. Golongan B-I adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana diatas 1 tahun.

b. Golongan B-IIa adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana antara 4 sampai

12 bulan.

c. Golongan B-IIa adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana antara 1 hari

sampai 3 bulan.

d. Golongan B-III adalah untuk narapidana yang dipindahkan kurungan

pengganti pidana denda yang lama pidananya maksimal 1 bulan.

6. Golongan Jenis Kejahatan

Tabel IV

Jenis Kejahatan

No Tindak Pidana Pasal Jumlah %

1 Terhadap Ketertiban 159-181KUHP 1 orang 1,3 %

2 Kesusilaan 281-297 KUHP 4 orang 5,4 %

3 Perkelahian Psl 80/23/02 4 orang 5,4 %

(37)

5 Pembunuhan 338-340 KUHP 2 orang 2,7 %

6 Pencurian 362-364 KUHP 13 orang 17,6 %

7 Perampokan (365) KUHP - Orang 0 %

8 Pemerasan (368) KUHP 1 orang 1,3 %

9 Penipuan/penggelapan 372-378 KUHP 1 orang 1,3 %

10 Narkotika Psl.127 UU No.35 TH

1999)

6 orang 8,1 %

11 Lalulintas Psl.310 UULAJ 1 orang 1,3 %

12 Traficking Psl.2 UU 21 Th.2007 1 orang 1,3 %

Jumlah 74 orang 100 %

Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013

Tabel V

Umur Warga Binaan Pemasyarakatan

No Umur Jumlah %

1 12-15 tahun 15 orang 20,3 %

2 Umur 16-18 tahun 57 orang 77 %

3 Umur 18 > 2 orang 2,7 %

Jumlah 74 orang 100 %

Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013

Tabel VI

Tingkat Pendidikan Warga Binaan Pemasyarakatan

No Pendidikan Jumlah %

(38)

2

Sekolah lanjutan tingkat

pertama

37 orang 50 %

3 Sekolah lanjutan tingkat atas 16 orang 21,6 %

4 Buta Huruf 1 orang 1,3 %

Jumlah 74 orang 100 %

Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013

7. Instansi, Lembaga dan Badan Sosial yang Bekerja Sama dengan LPA

Anak Kutoarjo

a. Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo.

b. Departemen Agama Purworejo.

c. Kepolisian Resort Purworejo.

d. Dinas Sosial Kabupaten Purworejo.

e. Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo.

f. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purworejo.

g. Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia Yogyakarta.

h. Yayasan SETARA Semarang.24

24

(39)

BAB IV

PEMBINAAN BAGI ANAK YANG MELAKUKAN PENCABULAN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO

A. Dasar Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan

Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak

Warga Binaan Pemasyarakatan, tertuang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana

seperti hak beribadah, hak perawatan jasmani dan rohani, pelayanan kesehatan,

pendidikan dan pengajaran serta hak lain yang seharusnya dilindungi dan dijamin.

Dengan demikian orang yang menjalani masa pidana, hak-hak kewarganegaraan

dan kemanusiannya tidak akan hilang. Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk

menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat

dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.

Terkait dengan hal ini Soejono Dirdjosisworo menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan pembinaan narapidana adalah segala daya upaya perbaikan

terhadap tuna warga atau narapidana dengan maksud secara langsung dan minimal

menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan hakim

tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam

melakukan pembinaan terhadap narapidana atau anak didik, memberikan

bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan

(40)

tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan identik dengan reintegrasi sosial, terpidana

tidak hanya menjadi obyek tetapi juga menjadi subyek dalam pembinaan.25

Lembaga Pemasyarakatan bukanlah tempat untuk menghukum anak, akan

tetapi diharapkan dapat dijadikan tetapi tempat untuk mendidik anak sehingga

tidak akan melakukan tindak pidana lagi. Bentuk pembinaan narapidana anak

dikembangkan dalam rangka memelihara masa depan anak yang bersangkutan.

Hal tersebut bukan hal yang mudah untuk diimplementasikan pada semua

narapidana anak.

Muladi dan Barda Nawawi mengemukakan bahwa perlindungan hukum

bagi anak dalam proses peradilan tidak dapat dilepaskan dari apa yang sebenarnya

tujuan atau dasar pemikiran dari peradilan anak (juvenile justice) itu sendiri yang

bertolak dari dasar pemikiran baru yang dapat ditentukan apa dan bagaimana

hakikat wujud dari perlindungan hukum yang sifatnya diberikan kepada anak.

Tujuan dan dasar pemikiran dari peradilan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan

utama untuk mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan

bagian integral dari kesejahteraan sosial. Bahwasanya kesejahteraan atau

kepentingan anak berada di bawah kepentingan masyarakat, tetapi justru harus

dilihat bahwa mendahulukan atau mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan

anak itu pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan kesejahteraan

sosial.26

25

Soejono Dirdjosisworo, Sosio Kriminologi: Ilmu-ilmu Sosial dalam Studi Kejahatan, (Bandung: Sinar Baru, 1985), hlm. 24.

26

(41)

Pembinaan anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kutoarjo

berdasarkan sistem pemasyarakatan, yang di dalam pelaksanaannya berpedoman

pada 10 (sepuluh) prinsip kemasyarakatan, sebagaimana yang terutang dalam

BAB IV Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

M.02 – PK. 04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan,

yaitu :

1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjelaskan peranannya

sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Ini

berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada

umumnya, baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan

ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan

anak didik hanya dibatasi kemerdekaannya untuk leluasa bergerak di dalam

masyarakat bebas.

3. Berikan bimbingan (bukan penyiksaan) supaya mereka bertobat. Berikan

kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kegiatan

kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat

daripada sebelum dijatuhi pidana. Salah satu cara diantaranya agar tidak

mencampurbaurkan narapidana dengan anak didik, yang melakukan tindak

pidana berat dengan yang ringan.

5. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan

(42)

masyarakat yang terjelma dengan bentuk kunjungan hiburan ke LPA dan

RUTAN oleh anggota-anggota masyarakat bebas dan kesempatan yang lebih

banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarganya.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh

bersifat sekedar sebagai waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk

memenuhi keperluan jawatan atau kepentingan negara kecuali pada waktu

tertentu saja. Pekerjaan yang terdapat di masyarakat, dan yang menunjang

pembangunan, seperti meningkatkan industri kecil dan produksi pangan.

7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik

adalah berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada mereka harus

ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi disamping meningkatkan

pemberian pendidikan rohani kepada mereka disertai dorongan untuk

menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan agama yang dianutnya.

8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar

mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah

merusak dirinya, keluarganya dan lingkungannya, kemudian dibina dan

dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka harus diperlakukan sebagai

manusia biasa yang memiliki harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya

yang percaya akan kekuatan sendiri.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi

kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

10. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik, maka

(43)

Pada dasarnya, kesepuluh prinsip pemasyarakatan tersebut hampir sama

prinsipnya dengan asas pembinaan narapidana sebagaimana tertuang dalam Pasal

5 Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasal 5

Undang-Undang No.12 Tahun 1995 menyebutkan bahwa sistem pembinaan,

pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :

a. Asas Pengayoman

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan adalah dalam rangka

melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga

binaan pemasyarakatan. Selain itu juga memberikan bekal kehidupan kepada

warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di dalam

pemasyarakatan.

b. Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

Warga binaan pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang

sama di dalam lembaga pemasyarakatan, tanpa membeda-bedakan.

c. Asas Pendidikan

Lembaga pemasyarakatan memberikan warga binaan pemasyarakatan

berupa pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Pendidikan tersebut

antara lain dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan

kerohanian dan kesempatan menunaikan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing masing.

d. Asas Pembimbingan

Warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan juga mendapat

(44)

dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan rohani dan

kesempatan untuk menunaikan ibadah.

e. Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

Warga binaan pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia dengan

menghormati harkat dan martabatnya.

f. Asas Kehilangan Kemerdekaan

Merupakan satu-satunya penderitaan penempatan bagi terpidana di lembaga

pemasyarakatan merupakan upaya negara guna memberi kesempatan kepada anak

untuk memperbaiki perilakunya melalui pendidikan dan pembinaan yang

diberikan selama di lembaga pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tetap

memperoleh hak-haknya yang lain sebagaimana layaknya manusia. Dengan kata

lain, hak-hak perdatanya tetap dilindungi, seperti hak memperoleh perawatan

kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga,

atau rekreasi. Warga binaan pemasyarakatan tidak boleh diperlakukan di luar

ketentuan undangundang, seperti dianiaya, disiksa. Penderitaan satu-satunya yang

dikenakan kepadanya ialah kehilangan kemerdekaan.

g. Asas Terjaminnya Hak untuk Tetap Berhubungan dengan Keluarga dan

Orang-Orang Tertentu

Warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalkan

dengan masyarakat, serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Oleh karena itu,

ia harus tetap dapat berhubungan dengan masyarakat yang bebas dan mempunyai

kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga, seperti adanya program

(45)

B. Sasaran Pembinaan, Pembimbingan dan Program Strategis

Sasaran pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan

adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan yang pada awalnya

sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, yaitu :

a. Kualitas Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Kualitas Intelektual

c. Kualitas Sikap dan Prilaku

d. Kualitas Profesionalisme/ keterampilan

e. Kualitas Kesehatan Jasmani dan Rohani

Sasaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan pada dasarnya juga merupakan

situasi/kondisi yang memungkinkan bagi terwujudnya tujuan pemasyarakatan

yang merupakan bagian dari upaya peningkatan ketahanan sosial dan ketahanan

nasional, sedangkan indikator yang digunakan untuk mengukur hasil yang dicapai

dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, yaitu :

a. Isi Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo lebih rendah daripada

kapasitasnya.

b. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka gangguan keamanan

dan ketertiban.

c. Menurunnya secara bertahap jumlah narapidana yang bebas sebelum

waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi.

d. Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis.

e. Semakin menurunnya jenis-jenis kejahatan sesuai dengan kebutuhan berbagai

(46)

f. Biaya perawatan tahanan, narapidana, warga binaan pemasyarakatan sama

dengan kebutuhan biaya minimal manusia pada umumnya.

g. Lembaga pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara.

h. Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi

nilai-nilai masyarakat kedalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin

berkurangnya nilai-nilai sub-kultur penjara dalam lembaga pemasyarakatan.

Berdasarkan hal-hal sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut, maka

ditetapkan 10 (sepuluh) program strategis yang akan dilaksanakan dalam

pembangunan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan :

a. Pengendalian isi lembaga pemasyarakatan.

b. Peningkatan upaya-upaya pencegahan dan penindakan gangguan keamanan

dan ketertiban.

c. Peningkatan kegiatan asimilasi dan integrasi.

d. Penurunan angka residivis.

e. Peningkatan sarana dan prasarana lembaga pemasyarakatan

f. Peningkatan jumlah tenaga kerja narapidana yang diserap dalam kegiatan

kerja produktif.

g. Peningkatan pelayanan kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan.

h. Peningkatan upaya perawatan kesehatan, kebersihan dan pemeliharaan

lembaga pemasyarakatan.

i. Peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembinaan dan

pembimbingan.

(47)

C. Pembinaan Anak yang Melakukan Tindak Pidana Seksual (Adolescent

Sexual Offender) di Beberapa Negara

Dalam hubungannya dengan pembinaan bagi anak yang melakukan

kejahatan seksual ini, Indonesia perlu mempelajari dari beberapa teori dan

program pembinaan bagi anak yang yang telah banyak dikembangkan di beberapa

negara bagian Amerika. Pertambahan jumlah kejahatan seksual yang dilakukan

oleh anak (Juvenile Sexual Offender) di Amerika mendorong pertumbuhan

program pembinaan bagi anak yang melakukan tindak pidana seksual tersebut.

Worling dan Curwen (2000)27 sebagaimana dikutip oleh Lorraine Renee Reitzel,

psikolog pada Univeritas Negeri Florida mencatat bahwa program pembinaan bagi

anak pelaku tindak pidana seksual pertama kali dilakukan pada tahun 1975.

Sampai tahun 1980, pembinaan ini tidak dilakukan dengan program yang

terstruktur. Meskipun dengan bukti empiris yang minim tentang keefektifan

program pembinaan bagi anak yang melakukan kejahatan seksual, National Task

Force on Juvenile Sexual Offending pada tahun 1988 mendorong adanya

kebijakan untuk pembinaan ini guna mencegah adanya residivism. Program ini

terus berkembang sampai tiga dekade berikutnya.

Sebagaimana disebutkan oleh Jennifer A. Joflin bahwa dalam beberapa

literatur dijelaskan program treatment untuk pelanggar seks remaja berbeda dalam

pendekatan dibandingkan dengan pelanggar dewasa (adult) dalam hal isu-isu yang

dibahas, perspektif teoritis yang digunakan, dan fokus utama dari treatment.

27

(48)

Namun ada juga beberapa kesamaan antara program-program yang secara

konsisten ditangani dan dianggap bagian penting dari proses treatment.28

Hal ini penting untuk membandingkan kedua persamaan dan perbedaan dari

program ini sehingga didapatkan pemahaman yang lebih baik tentang jenis

treatment yang tersedia, pendekatan yang digunakan, dan mengapa hal itu

dilakukan. Pengaturan program pembinaan bagi pelaku seks remaja bervariasi,

umumnya terdiri dari rumahan (menginap/redential) atau pembinaan rawat jalan

dengan fasilitas berbasis masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu menjadi

pertimbangan ketika menentukan apakah pelaku harus menerima atau tidak

layanan rumahan (redential) atau rawat jalan. Dua pertimbangan dicatat secara

khusus. Pertama, melibatkan premis bahwa keselamatan masyarakat harus

menjadi pertimbangan paling penting. Kedua, dipastikan bahwa pelaku

ditempatkan di lingkungan seketat mungkin.29

Bourke dan Donohue memberikan saran terkait dengan pengaturan yang

harus digunakan dalam redential treatment untuk pelaku seks remaja dalam

situasi berikut.

(1) Tindak pidana itu sering dilakukan dan/atau melibatkan lebih dari satu

individu.

(2) Penyerangan seksual dilakukan secara agresif.

28

Jennifer A. Joslin, Examining Treatment for Juvenile Sexual Offenders: A Closer Look at Treatment Theories and Approaches.

29

(49)

(3) Pelaku bersifat emosional.

(4) Pelaku menunjukkan sikap antisosial.

(5) Ketiadaan kemauan untuk melakukan treatment.

(6) Adanya keinginan bunuh diri dari diri pelaku.

(7) Hubungan di rumah mengancam keamanan individu.

(8) Keberadaan korban di rumah atau mendatangi si pelaku.

Komponen program treatment bagi pelaku seksual bervariasi. Namun

demikian, beberapa tema yang konsisten lazim muncul di sebagian besar program.

Isu tersebut melingkupi tetapi tidak terbatas pada menerima tanggung jawab atas

perilaku, mengidentifikasi pola atau siklus, gangguan siklus, mengembangkan

empati bagi korban, meningkatkan penggunaan keterampilan sosial yang tepat,

menangani penyalahgunaan sendiri, penurunan bentuk menyimpang dari seksual,

meningkatkan pengetahuan seksual yang akurat, meningkatkan keterampilan

interpersonal, memperbaiki hubungan keluarga, dan meningkatkan kesadaran

akan kemungkinan kambuh serta metode pembelajaran untuk mencegah hal ini.

Ada juga beberapa metode treatment yang berbeda, beberapa di antaranya

mengundang kontroversi jika digunakan bagi remaja. Contoh dari jenis perawatan

ini meliputi (1) sensitisasi rahasia, di mana pelaku belajar untuk mengasosiasikan

respon negatif terhadap seksual, menarik situasi yang dianggap menyimpang,

sensitisasi rahasia dibantu, di mana stimulus tidak menyenangkan, seperti bau

yang tidak menyenangkan, digunakan untuk membuat reaksi negatif, (2)

desensitisasi imaginal, di mana pelaku seks menggunakan teknik relaksasi untuk

Gambar

Tabel II
Tabel III
Tabel IV
Tabel VI

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga yang terjadi di Pasar Glodok dan Orion Plaza dengan menjual alat-alat elektronik dan mayoritas pedagangnya adalah orang Tionghoa pada tanggal 14 Mei

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) kebijakan dividen (DPR) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Tujuan perancangan buku esai foto ini adalah merancang buku esai foto batik khas kediri yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat di seluruh Indonesia mengenai

BC = Panjang bayangan tongkat ketika matahari berkulminasi.. BD = Panjang bayangan

Hasil penelitian ini mendapatkan hasil bahwa ada 8 atribut kualitas auditor yaitu pengalaman melakukan telaah, memahamai industri klien, responsif terhadap

Pada gambar 3 proses bisnis berjalan digambarkan proses antara klien dan satu EO, di mana klien mendatangi Event Organizer, dan klien memilih paket event yang

reliability of the multiple attributes decision. The objective of this manuscript is to apply the statistical methods in the evaluation of reliability of the multi- ple

Dalam senario ini Bank mempunyai budi bicara tunggal untuk menentukan sama ada Jumlah Pelaburan dan Keuntungan akan dibayar dalam Mata Wang Asas (AUD100,175) atau Mata Wang