• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM DI JAWA MAKALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM DI JAWA MAKALAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM DI JAWA

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

Di Susun Oleh :

ANDA FITDIYA SUNARTO

(5105211002)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

(2)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat,

rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul Sejarah Arsitektur islam di jawa.

Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata

Kuliah Bahasa Indonesia.

Tiada gading yang tak retak andaipun retak jadikanlah sebagai ukiran, begitupun

dengan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu melalui

kata pengantar ini penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun

sehingga secara bertahap penulis dapat memperbaikinya.

Namun demikian penulis sangat berharap kiranya makalah ini dapat memberikan

manfaat dan kontribusi yang besar terhadap perkembangan arsitektur khususnya pengaruhnya

terhadap bangunan yang ada pada zaman sekarang.yang dapat dijadikan suber referensi bagi

semua orang, sehingga dapat melestarikan arsitektur jawa itu sendiri.

Aamiin.Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 2 Januari 2014

Penulis

(3)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1. Latarbelakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

1

BAB II

PEMBAHASAN

2

2.1.Pra Sejarah Arsitektur 2

2.2.Sejarah Arsitektur dalam Islam 4

2.2.1. Arsitektur Masjid 4

2.2.2. Arsitektur Ruang Makam Masjid 5

2.2.3. Arsitektur Bangunan Rumah Tinggal 6

2.2.4. Arsitektur dalam Tata Ruang Kota 7

BAB III

PENUTUP

9

3.1.Kesimpulan 9

3.2.Penutup 9

(4)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam adalah agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan

manusia dengan sesamanya. Islam lahir dengan membawa ajarannya yang akan menciptakan

kebaikan dan kedamaian. Dengan memperlihatkan ikhtiyar Islam untuk masuk di Jawa secara

kultural, bukan dengan paksaan. Dengan berbagai media penyampaian, Islam berhasil

menyebar kesegala penjuru. Ketika Islam masuk ke tanah Jawa, Islam muncul bersama

nilai-nilai agama yang dapat diterima oleh Masyarakat.

Nilai-nilai Islam yang melekat pada kebudayaan Jawa memang seolah telah menjadi

kesatuan yang sulit dipisahkan dalam berbagai bidang, yang mampu memberikan

pengaruhnya.

Dalam makalah ini sedikit banyak akan diuraikan bagaimana sejarah arsitektur dalam

Islam seiring penyebaran Islam di tanah Jawa, banyak bangunan-bangunan yang mengandung

nilai-nilai keislaman.

1.2. Rumusan Masalah

1). bagaimana sejarah lahirnya Arsitektur Islam?

2). Bagaimana sejarah Masuknya Arsitektur Islam di Jawa?

3). Apa saja ciri Arsitektur Islam di Jawa?

1.3.Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1). Memberikan gambaran mengenai akulturasi arsitektur sebelum dan sesudah Islam

muncul.

2). Untuk mengetahui sejarah arsitektur dalam islam.

(5)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pra Sejarah Arsitektur

Dapat kita lihat bangunan Indonesia pada zaman dahulu terbuat dari bahan yang tidak

tahan lama. Para ahli arsitektur tidak beruntung karena bahan-bahan hayati ini tidak dapat

bertahan lama dalam iklim Indonesia. Bangunan-bangunan kuno yang masih bertahan lama

yaitu pada bangunan yang terbuat dari bangunan batu. Bangunan batu tertua di Indonesia

dibangun pada akhir zaman prasejarah, lebih kurang 2.000 tahun yang lalu. Punden Berundak

dari batu dan gentang lahan yang berkaitan untuk upacara dibangun pada lereng pegunungan.

Punden Berundak ini digunakan pada periode klasik. Di beberapa wilayah nusantara, punden

Berundak ini masih digunakan untuk kegiatan keagamaan.

Pada periode klasik Indonesia dimulai dengan berdirinya candi batu dan batu bata yang

menaungi lambang dewa-dewa Hindu dan Budha. Contoh tertua, kerangka tahun awal abad

ke-8 dirancang oleh arsitek Indonesia yang sudah terbiasa bekerja dengan bahan permanen.

Menggunakan paduan ragam hias dan lambang pribumi dan asing. Mereka mengungkapkan

kembali konsep prasejarah Indonesia mengenai hubungan antar manusia, dewa, dan alam

semesta. Pemandangan alam, terutama pegunungan, merupakan perpaduan dalam pandangan

alam semesta mereka.

Terdapat sedikit contoh bentuk arsitektur periode klasik selain candi. Contoh ini meliputi

tempat pemandian dan reruntuhan yang mengundang pertanyaan dari gugus ratu Baka yang

mungkin digunakan untuk beberapa maksud, sebagai tempat tinggal para bangsawan, tempat

upacara umum dan terakhir tempat kegiatan keagamaan penganut Budha dan Hindu. Sisa

bangunan dari Jawa Timur menunjukkan bahwa beberapa wilayah kediaman bangsawan abad

ke-14 sebagian dibangun dari bata dan ubin. Sisa arsitektur periode klasik terpusat di Jawa,

tetapi beberapa tempat di Sumatera, Bali dan Kalimantan menunjukkan data yang patut

(6)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 3 Selama periode klasik di Indonesia lebih kurang 800 tahun lamanya, bidang arsitektur

berevolusi sebagai reaksi terhadap perubahan agama, politik, dan kecenderungan umum

manusia dalam menginginkan perubahan gaya. Beberapa bangunan periode ini dianggap

sebagai bagian dari warisan kebudayaan dunia.

Contoh arsitektur pada bangunan candi zaman klasik dapatlah kita lihat bahwa konsep

dasar rancangannya adalah keinginan menciptakan tiruan gunung pada pusat alam semesta,

tempat roh para dewa dapat dibujuk untuk menjelma menjadi patung atau lingga yang

ditempatkan dalam ruangan yang menyerupai gua.

Arsitektur Indonesia klasik paling awal terdiri atas tempat suci Hindu, dibangun di

gunung api Jawa Tengah secara raga dan perlambang, bangunan ini bersandar pada

kepercayaan bahwa gunung merupakan tempat kekuatan adi kodrati. Setelah “elit” yang

berkuasa mulai membangun dengan batu, tempat bangunan mulai menyebar ke daratan rendah

perluasan ini mungkin berasal dari paduan semangat keinginan membuat tempat keagamaan

lebih mudah dicapai Masyarakat umum dan pengakuan untuk “elite” yang berkuasa bahwa

hubungan dengan kekuatan dewa secara nyata menambah kekuasaan duniawi mereka.

Dalam bangunan candi terdahulu ada pula yang menggunakan kayu sebagai penyangga

luar, diantaranya dapatlah kita lihat pada arsitektur kayu Indonesia dari salah satu relief

Borobudur (serambi pertama, sisi timur, sayap utara, lubang pengatur suhu diatas).

Bangunan-bangunan ini memakai struktur penahan beban bagian luar dengan penyangga berbentuk

seperti tiang berwujud manusia (canyatid) dalam bentuk satwa liar. Rancangan ini mirip

dengan bangunan di India selatan (abad ke 4-9), tetapi saat arsitek Jawa membangun dengan

batu, teknik para arsitek setempat mulai menyimpang dari model India. Sementara orang Jawa

menggunakan bangunan pendukung dari luar, mereka mengabaikan penggunaan sosok satwa

sebagai penyangga dan menggantikannya dengan tiang, tahap ini tampak pada relief-relief.

Saat orang Jawa menggunakan batu sebagai bahan bangunan, bangunan penahan berat bagian

luar menjadi berlebih, tiang dan penyangga diubah menjadi unsur hiasan dinding luar.

Bentuk bangunan arsitektur pada zaman prasejarah diantaranya yaitu bangunan-bangunan

(7)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 4 candi Kidal dan sebagainya. Candi-candi tersebut yang terbuat dari batu-batuan pada zaman

klasik terdahulu.

2.2.Sejarah Arsitektur dalam Islam

2.2.1. Arsitektur Masjid

Dalam sejarah peradaban Islam, masjid dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam

Islam, yaitu dengan dibangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang

pertama.

Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali, dengan lapangan

terbuka sebagai intinya dan menempatkan mimbar pada sisi dinding arah kiblat, serta di

tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk tujuan bersuci. Masjid Quba ini merupakan

karya spontan dari Masyarakat muslim di Madinah pada waktu itu.

Bangunan masjid Quba ini disebut oleh para ahli sebagai masjid Arab asli. Namun

kiranya arti lebih luas adalah bahwa masjid Quba telah menampilkan makna dan fungsi

minimal yang harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid, yakni adanya tempat yang

lapang untuk tempat berkumpul untuk melaksanakan ibadah. Sementara itu bangunan masjid

yang lain tumbuh di berbagai wilayah Islam sejalan dengan perkembangan wilayah Islam.

Bangunan masjid-masjid itupun mengalami penambahan menara, makam di sekitar masjid,

maskura, hiasan kaligrafi, interior yang indah yang memperlihatkan perbedaan tampilan

fisiknya. Hal tersebut seperti terlihat pada kubah masjid Jami’ di Buara dengan model

setengah bola. Menara spiral di Samim, Minaret masjid sultan Kaitbey, interior masjid Ibnu

Thoulun, termasuk bentuk atap bersirap pada bangunan masjid di Jawa.

Bentuk bangunan masjid dengan model atap tingkat tiga diterjemahkan sebagai

lambang keislaman seseorang yang ditopang oleh 3 aspek, yaitu iman, Islam, dan ihsan.

Adapun Norcholis masjid menafsirkannya sebagai lambang 3 jenjang perkembangan

penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar permulaan, tingkat menengah, dan

tingkat akhir yang maju dan tinggi yang sejajar dengan jenjang vertikal Islam, iman, dan

(8)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 5 Selain itu arsitektur masjid di Jawa biasanya disekitarnya juga terdapat bangunan

makam. Biasanya makam yang terdapat di sekitar masjid adalah makam para tokoh Islam

yang hidup di sekitar masjid tersebut. Di Jawa makam merupakan salah satu tempat yang

dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan.

2.2.2. Arsitektur Ruang Makam Masjid

Struktur ruang makam-masjid Kudus tidak memiliki hierarki yang sederhana.

Kompleks ini dibangun dengan dinding keliling bata merah, seperti juga di Demak.

Rancangan profil ini mirip dengan dinding kompleks candi-candi di Jawa Timur, candi

penataran dan candi tikus. Setiap pintu masuk yang melalui dinding-dinding tersebut hampir

selalu ditandai oleh bangunan gentar atau paduraksa. Tata ruang yang berlapis-lapis dan

membentuk segi empat oleh dinding batu bata menunjukkan prosesi yang jelas

memperlihatkan terhormatnya derajat wilayah makam. Di Kudus terdapat tidak kurang dari

tujuh lapis gerbang dan halaman berdinding. Di Demak, dapat dijumpai pula tatanan ruang

berlapis-lapis, namun tidak serumit makam sunan Kudus. Yang menarik di Demak adalah

kejelasan struktur ruang yang dibentuk oleh tembok keliling segi empat dengan empat

gerbang penjuru angin struktur yang jelas ini menyebabkan masjid nampak lebih menonjol

monumentalisasinya. Sarean (makam) dikompleks masjid ini nampak sebagai struktur

pendukung yang memiliki jalur prosesi sendiri yang membuat tata ruang berlapis-lapis adalah

sarean utama yang dibangun dengan struktur cungkup. Struktur ini diyakini memberi

perlindungan bagi makam sebagaimana atap melindungi tempat tidur. Orang Jawa melihat

sarean sebagai tempat yang disucikan dari kegiatan harian.

Lapisan ruang-ruang yang perlu dilalui dari prosesi ziarah ini dibuat sedemikian rupa

sehingga memiliki kemiripan dengan prosesi menuju tempat tinggal raja yang bersangkutan.

Secara tata ruang sarean dan dalem alias kelengahan sultan selintas tidak berbeda. Dasar dari

struktur ruang yang mengembangkan pada makam-makam sunan Kudus, ratu Kalinyamat,

hingga panembahan senapati menunjukkan gejala yang sama yaitu sinkretisme antara konsep

candi Hindu, penghormatan leluhur asli jawa dengan fasilitas dan ritual Islam. Elemen-elemen

pribumi nampak pada rancang bangun makam berundak yang mengingatkan pada punden

(9)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 6 ruang berdinding dengan paduraksa dan bentar. Semua terpadu untuk memberi tempat dimana

kesucian badan disyaratkan dalam mengikuti proses ritual didalamnya.

Namun dalam Islam sebenarnya terdapat tradisi penguburan jenazah yang didasarkan

pada hadits Nabi seperti :

1) Kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR. Baihaqi)

2) Membuat tanda kubur dengan batu atau benda lain pada bagian kepala (HR. Abu

Daud)\

3) Dilarang menembok kubur (HR. At Tarmidzi dan Muslim)

4) Dilarang membuat tulisan di atas kubur (HR. At Tarmidzi dan Muslim)

5) Dilarang membuat bangunan di atas kubur (HR. Ahmad dan Muslim)

6) Dilarang menjadikan kuburan sebagai masjid (HR. Bukhari Muslim)

2.2.3. Arsitektur Bangunan Rumah Tinggal

Dari asal-usulnya para ahli sejarah masih belum mempunyai kesatuan pendapat

tentang hal ini. Sebagian riwayat telah menceritakan betapa sukarnya menentukan wujud atau

bentuk rumah orang jawa pada mulanya. Ada yang mengatakan bahwa hal itu diceritakan dari

mulut ke mulut (lisan), dari kakek ke cucu, cicit dst. Tapi ada pula yang mengatakan bahwa

rumah orang Jawa pada mulanya dibuat dari bahan batu. Dari pendapat yang

bermacam-macam itu dapat diambil kesimpulan, bahwa hal-hal tersebut masih gelap dan belum berhasil

dipecahkan sampai sekarang.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa beberapa orang yang ahli telah membuktikan

bahwa teknik penyusunan rumah jawa seperti teknik penyusunan batu-batu candi yang cukup

banyak kita jumpai. Tetapi bukan rumah orang jawa yang meniru bentuk candi, melainkan

bentuk candilah yang meniru rumah orang jawa. Karena candi yang kita saksikan sekarang ini

baru berdiri pada abad ke-8 sedangkan sebelum agama Hindu dan Budha datang ke sini, nenek

moyang kita pasti telah mempunyai tempat tinggal yang cukup permanen untuk melindungi

(10)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 7 Salah satu contoh tata ruang rumah tradisional kudus yang mempunyai keistimewaan

dengan adanya ukuran yang menghiasi hampir di setiap bagian bangunan ruangan di ruang

ukir kudus terbagi menjadi 3 yaitu :

1). Jago satru à bagian ruang depan untuk menerima tamu

2). Godongan à untuk menyimpan harta kekayaan

3). Pawon à ruangan untuk tempat kegiatan sehari-hari bagi keluarga.

2.2.4. Arsitektur dalam Tata Ruang Kota

Arsitektur Islam tetap menaruh kepercayaan pada bahan-bahan bangunan sederhana

dan mempergunakan kekuatan-kekuatan elemental alam seperti cahaya dan angin untuk

sumber - sumber energinya. Ia membawa alam ke dalam kota dengan mewujudkan kembali

kelembutan, keselarasan dan ketenteraman alam di dalam halaman-halaman luas masjid dan

rumah.

Sebagai sebuah karya seni, maka kemampuan para arsitek muslim Jawa dalam

mengakomodasi dua unsur kebudayaan tidak hanya dalam bentuk masjid dan rumah, tetapi

telah pula merambah pada lingkup yang lebih luas, yakni pada tata ruang sebuah wilayah atau

penataan kota. Sejak Islam memiliki sebuah wilayah, maka sebenarnya sejak itu umat Islam

telah mulai memiliki kemapuan dalam menata wilayahnya. Sama halnya ketika umat Islam

memiliki wilayah di jawa ini, maka mereka pun mulai menata kota dengan perangkat

bangunan yang menjadi kepentingannya.

Sebagai sebuah kerajaan Islam jawa, Mataram yang merupakan kelanjutan dari

penguasa kerajaan sebelumnya (Hindu Majapahit) memiliki tata bangunan kota yang sangat

dipengaruhi oleh nilai lokal yang telah ada, dan tata nilai baru yang dibawa oleh Islam.

Oleh karenanya tata ruang kota di Jawa pasca kerajaan Hindu jawa menggunakan konsep tata

ruang yang berlandaskan pada filosofi jawa yang muatan isinya memakai konsep Islam. Hal

ini terlihat dengan penggunaan konsep mancapat dalam tata ruang desa-desa di jawa, tetapi

unsur-unsur macapatnya dengan nilai ajaran Islam yaitu dengan menempatkan keraton,

masjid, pasar dan penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun.

(11)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 8 setiap kota di Jawa yang dibangun pada masa kerajaan Islam, pusat pemerintahannya

senantiasa berada dipusat kota yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah

baratnya, penjara dan pasar disekitarnya.

Kecuali itu ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alun dan

perkampungan yang dihuni oleh komunitas orang santri yang disebut kauman telah menjadi

ciri khas tata kota di jawa. Bentuk arsitektur tata kota yang lain dapat kita lihat pada bangunan

tamansari dan hiasan-hiasan pada keraton seperti pada bangunan keraton yogya yang memiliki

(12)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa 9

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Arsitektur Islam di Pulau Jawa banyak dipengaruhi oleh keadaan dari masyarakat yang

berada di pulau Jawa. Keanekaragaman bantuk masyarakat mempengaruhi karakteristik

Arsitektur Islam yang ada sehingga Islam melebur didalam tatanan yang sudah ada, tanpa

paksaan dan tanpa perubahan. Bentuk-bentuk yang mencirikan arsitektur Hindu dan Budha

masih kentara dengan penambahan unsur Islami berupa hiasan kaligrafi atau huruf-huruf

Arab, gapura, masjid dan benteng. Dengan demikian arsitektur Islam di pulau jawa merupakan

peralihan dari arsitektur Hindu dan Budha yang melebur menjadi satu.

3.2. Penutup

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan

dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya

pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul

makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan

saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah

di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada

(13)

Sejarah Arsitektur Islam di Jawa iii

DAFTAR PUSTAKA

Zein, Abdul Bakir. 2009 Masjid-masjid bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.

Abdul Jamil dkk. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media

Azymardi Azra, dkk. 1997 Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar baru.

Sutrisno, Budiono Hadi, Sejarah Walisongo. 2009. Yogyakarta: Graha Pustaka.

Karim, M. Abdul.2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Amin, M. Darori. 2000 Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media.

Anasom, et. al., 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media

Drs. Abdul Rochym, 1983,Sejarah Arsitektur Islam. Bandung: Angkasa

Drs. Atang Abd. Hakim, M. A, 2000,Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya

Seyyed Hossein Nasr, 1994,

http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Quba (diakses pada 16 Desember 2013 Pukul 19:00).

http://architecturoby.blogspot.com/2009/01/arsitektur-islam.html (diakses pada 16 Desember 2013 Pukul 19:00).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji ketahanan Galur Cabai Keriting Mg1012 dengan tiga varietas pembanding terhadap hama Kutu Daun Persik (Myzus Persicae Sulz) dapat disimpulkan, bahwa

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk peningkatan lahan pasang surut adalah melalui konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi dan palawija. Komponen teknologi

Dari hasil transport menunjukkan bahwa EOA memiliki selektivitas tinggi terhadap Cr(III) dengan persen transport terbaik 95,17 % yang diperoleh pada pH fasa penerima 1 dan massa

Implementasi dari kegiatan ini adalah pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an kepada anak-anak usia dini, dari mengajari mereka mengaji, membaca surah-surah pendek,

Menurut Prawirosentono, kinerja atau performance adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran (mix method) kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian

Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan LKPD Variabel ukuran Pemda (size) memiliki koefisien –0.005 dengan nilai probabilitas signifikansi

Tugas penolong persalinan selama proses kala II persalinan adalah dengan memberikan informasi berupa afirmasi bahwasanya kehamilan dan persalinan adalah proses yang