• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Proposal Skripsi Ilmu Politik Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh Proposal Skripsi Ilmu Politik Pen"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semua umat manusia baik individu maupun kelompok memiliki keyakinan keagamaan. Namun keyakinan keagamaan seseorang itu berbeda-beda, karena telah dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Hal ini menjadi persoalan menarik untuk dikaji sebab agama menjadi faktor yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, karena agama adalah salah satu bentuk konstruksi sosial.

Bagi masyarakat yang tidak memiliki komitmen dan pemahaman keagamaan, agama bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam kehidupan mereka. Namun bagi masyarakat yang memiliki pemahaman keagamaan, maka agama memiliki peran penting dalam tatanan sosial. Faktor peran dan pengaruh agama memang menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Agama adalah refleksi atas wujud rohaniah yang ada pada diri manusia, dipandang mampu menjadi pedoman yang memberikan ketenangan hidup. Oleh karena itu, menurut Zakiah Daradjat, agama mempunyai peran penting dalam pengendalian seseorang.1

Sedangkan menurut Harun Nasution menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.2

1 Zakiah Daradjat. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.2.

(2)

Begitu juga seperti yang dikatakan Emile Durkheim bahwa, agama merupakan kontrol terhadap manusia, dengan cara menetapkan aturan-aturan yang pada akhirnya akan menciptakan keteraturan natural perekatan hubungan sosial.

Di dalam suatu kondisi masyarakat yang masih memiliki keyakinan agama yang kuat, masyarakat masih cenderung mengutamakan persamaan keyakinan/kepercayaan untuk membuat suatu pilihan atau membuat suatu kelompok dan lain lain. Hal itu juga tidak lepas dengan kegiatan politik yang terjadi pada suatu daerah, yang dalam hal ini diwujudkan dalam proses Pemilihan Umum.

Pemilihan Umum atau yang biasa kita kenal dengan Pemilu merupakan suatu wadah yang membuktikan adanya pilihan atas dasar persamaan yang digunakan untuk mencapai tujuan umum. Menurut Ramlan Surbakti Pemilu diartikan sebagai Mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai. Lebih lanjut Ramlan Surbakti mengatakan bahwa, pemilihan umum berkedudukan sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum, mekanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembaga-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. Dia juga mengatakan bahwa Pemilu juga merupakan Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.3

Pemilihan umum juga merupakan sebuah tempat perlombaan yang mewadahi kompetisi antar aktor politik untuk memenangkan kontestasi dan meraih kekuasaan serta partisipasi politik rakyat untuk menentukan liberalisasi hak-hak sipil dan politik warga Negara.4

(3)

Pemilu di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955, jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 26 partai politik. Pada pemilu 1971 jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 10 partai politik dan Pada pemilu 1977 jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 3 partai politik (Golkar, PPP, dan PDI). Pada pemilu 1982 sampai dengan 1999 jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 3 partai politik. Kemudian Pada pemilu 1999 jumlah partai politik peserta pemilu membludak sebanyak 48 partai politik. Pada pemilu 2004 jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 24 partai politik. Dan pada pemilu 2009 dengan jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 44 partai politik, termasuk 6 partai lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dan terakhir pada tahun 2014, Peserta Partai Politik menurun menjadi 12 Partai.5

Sistem pemilu yang lebih demokratis terjadi setelah runtuhnya Orde Baru. Hal ini merupakan salah satu wujud dari gerakan reformasi. Langkah tersebut dianggap sebagai tindakannyata dari tuntutan reformasi kelembagaan dalam melakukan praktek konsolidasi demokrasi di Indonesia setelah mengalami masa Pemerintahan Orde Baru yang cendrung otoriter. Sejak itu, Indonesia memasuki fase kehidupan politik yang lebih terbuka dan demokratis serta ditandai dengan pulihnya hak-hak sipil dan politik. Perubahan mendasar yang terjadi dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah pemilihan pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum legislatif dan eksekutif pada tingkat nasional dan lokal.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, politik sangat ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat, kini para aktor lokal di tingkat lokal mempunyai kesempatan yang semakin luas dalam melakukan aktivitas dan manuver politiknya. Oleh karena itu, desentralisasi memberi warna lain dalam proses demokratisasi di Indonesia. Keragaman aktor dalam proses politik dan pemerintahan tidak hanya ada di arena politik nasional, tetapi juga di daerah.

(4)

Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para orang kuat lokal dan bos lokal semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di lembaga pemerintah daerah dibandingkan masa sebelumnya. Peran serta orang kuat lokal ini dilandasi oleh harapan akan masa depan atas pembagian kue pembangunan di daerah baru dan lainnya sehingga memotifasi mereka untuk membela mati-matian para birokrat sokongannya. Menurut Migdal, orang kuat lokal telah berhasil menempatkan diri mereka, konco-konco dan keluarganya, dalam posisi yang strategis untuk memastikan bahwa alokasi sumber daya berada dalam arahan, dan kepentingan mereka.6

Awal mula munculnya Demokrasi di tingkat Lokal adalah sejak di tetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Undang-Undang tentang pemerintahan Daerah terus mengalami perubahan demi mewujudkan sistem pemerintahan daerah yang maksimal. Sudah terjadi perubahan sebanyak lebih dari lima kali semenjak ditetapkannya Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Pada era kepemimpinan presiden baru ini, Undang-Undang Pemerintahan Daerah diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 yang diharapkan dapat mewujudkan sistem pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih demokratis.

Di dalam Undang-Undang pemerintahan daerah, proses demokrasi tidak hanya terjadi pada wilayah Provinsi dan Kabupaten saja, namun juga sudah mencapai tingkat terkecil yaitu Desa. Pelaksanaan Demokrasi di tingkat desa juga bisa menjadi bukti bahwa perkembangan politik di Indonesia sudah berkembang pesat dengan melibatkan masyarakat lokal, sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan daerah dalam rangka tercapainya tujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.

(5)

Pelaksanaan Demokrasi tingkat desa juga tercantum dalam Undang-Undang. Dalam UU No. 23 Tahun 2014, Desa adalah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.7

Adanya aturan yang menjelaskan tentang pemilihan kepala desa ini, semakin memperkuat landasan untuk menerapkan semangat Demokratisasi di seluruh wilayah Indonesia dan juga menjadi landasan dalam penyempurnaan otonomi daerah.

Demokrasi di tingkat desa dapat ditandai dengan terlaksananya Pemilihan Kepala Desa secara langsung. Pemilihan kepala desa secara langsung dan serentak di masa ini menjadi bukti bahwa Indonesia sudah menjalankan demokrasi tingkat daerah dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan hakikat pancasila dan menjunjung semangat otonomi yang diwujudkan di desa.

Perjalanan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa ditandai dengan munculnya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999. Undang-Undang ini yang menjadi landasan utama untuk pertama kalinya Indonesia melakukan Pemilihan kepala desa secara langsung. Kemudian demi mewujudkan sistem demokrasi yang lebih baik, Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Di dalam UU No. 32 tahun 2004, terdapat total 240 pasal yang mengatur tentang pemerintahan desa dan terdapat perubahan, diantaranya mengganti masa jabatan Kepala desa dari 10 tahun menjadi 6 tahun. 8 Dan pada

masa sekarang ini, Undang pemerintahan daerah di atur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 mengantikan Undang-Undang-Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Proses pelaksanaan pilkades dalam UU ini dilakukan secara serentak demi

7Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Tentang Pemerintahan Daerah.Pasal 1 Ayat 43.

(6)

memberikan kekuatanakan otonomi desadan kemandirian desa dalam menentukan masa depan desa itu sendiri.

Peraturan teknis mengenai Pemilihan Umum Kepala Desa lebih jelasnya terdapat di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 yang Menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014. Didalam Permendagri ini di jelaskan secara terperinci teknis pelaksanaan Pilkades mulai dari kepanitiaan sampai pengangkatan Kepala desa terpilih.

Pada Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam Tahun 2016, Peraturan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 dan atas berdasarkan Peraturan Bupati Simalugun Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Pangulu9 Serentak. Pada Tahun

2016 Tepatnya pada bulan Agustus, Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, melakukan Pemilihan Umum Kepala Desa secara Serentak sesuai dengan Undang-Undang no 6 Tahun 2016 dan perintah pelaksanaan nya diatur dalam Perbut Simalugun no 10 tahun 2016. Dalam Pilkades ini Terdapat 9 Desa yang mengikutinya sedangkan 1 Desa lagi yaitu Desa Partimbalan, tidak mengikuti karena baru saja melakukan Pemilihan di Tahun 2015.

Salah satu parameter pemilu yang demokratis adalah dengan adanya komponen pemilih yang semakin plural seiring dengan semakin kompleknya pemilu. Ini artinya pemilih adalah pendukung utama yang sangat penting dalam proses pemilu yang demokratis, sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Setiap pemilih dalam pemilihan umum tidak akan terlepas dari latar belakang politis maupun sosiologis pada saat itu, sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan mereka, inilah yang disebut voting behavior atau prilaku pemilih. Dinamika prilaku pemilih sangat kompleks dalam setiap pemilihan

9Panghulu dalam kata lain berarti Kepala Desa atau seorang yang memimpin dalam suatu Daerah. Lihat wikipedia/panghulu. Panghulu dalam peraturan Bupati ini bersifat umum, artinya

(7)

umum.10 Apalagi Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu lebih dari lima kali.

hal ini dipengaruhi oleh pergolakan politik dan juga tingkat pendidikan serta tingkat ekonomi pemilih dalam pemilihan umum. Tingkat pendidikan maupun ekonomi serta kepercayaan Masyarakat Indonesia terbukti dalam beberapa pemilu setelah masa reformasi sangat berpengaruh.

Kepluralan masyarakat desa di kecamatan Bandar Masilam juga terlihat dalam Pilkades serentak pada tahun 2016. Bandar Masilam adalah salah satu dari 31 Kecamatan yang berada di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Bandar Masilam memiliki Luas daerah 84,86 km2 dan memiliki 10 Desa/Nagori di

dalamnya dengan pusat Kecamatan berada pada Desa/Nagori Bandar Masilam.11

Kecamatan Bandar Masilam memiliki jumlah penduduk sebesar 26.868 jiwa dengan mayoritas Penduduk di dominasi oleh Agama Islam. Hampir Setengah dari wilayah di Kecamatan Bandar Masilam adalah Perkebunan Kelapa Sawit namun terdapat beragam etnis di dalamnya, salah satunya adalah Suku Banjar, Simalungun, Batak dan juga Etnis Cina yang beragama Budha. Keberagaman Budaya yang ada di dalam Kecamatan Bandar Masilam mungkin menjadi pembeda di dalam Pilkades Tahun 2016.

Pada Pilkades serentak di kecamatan Bandar Masilam, terdapat Desa yang memiliki jumlah penduduk yang seimbang atau 50%-50% antar Agama Islam dan Kristen yaitu Desa Bandar Gunung . Dalam Pemilihan Umum Kepala Desa

10Imam Hidajat. 2009. Teori-Teori Politik. Malang: Setara Press.Hal.170.

11Bandar Masilam Dalam Angka 2015.Simalugun: Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun.hal.2.

(8)

Bandar Gunung Juga terdapat Calon Kepala Desa yang seimbang yaitu 2 pasang calon beragama islam dan 2 pasang calon beragama kristen. jika dilihat deri segi Agama. Namun pada hasil Pemilihannya tetap saja bahwa Calon yang beragama Islam lah yang memenangkan Pemilihan Umum. Padahal jika di lihat dari segi Geografis bahwa Agama Islam bukan lah agama yang mendominasi pada Desa tersebut. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari Jumlah Rumah Ibadah dan Kegiatan sehari hari Warga Desa tersebut. Hasil Perhitungan Suara juga menunjukkan bahwa Calon Kepala Desa Muslim meraih suara hampir dua kali lipat dari Calon yang beragama Kristen. Hal ini menimbulkan pertanyaan sebenarnya apakah agama berperan atau menjadi landasan utama masayarakat di Kecamatan Bandar Masilam dalam memilih Calon Kepala Desa?

Kemudian hasil perolehan suara dari 3 desa juga menunjukkan pertanyaan lain yaitu Desa Bandar Silou, Lias Baru dan Gunung Serawan . Hasil suara yang di dapat antar calon yang berbeda agama memiliki persentase yang tidak berbanding jauh antara 70% banding 30%, padahal di dalam 3 desa tersebut terdapat perbedaan agama yang berbanding jauh sebesar 90% banding 10%. Hal tersebut juga menjadi pertanyaan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Di desa lain juga yang semua calonnya beragama islam juga dapat menjadi pertanyaan, kemana suara dari agama non muslim mengalir, melihat angka golput yang tidak terlalu tinggi berkisar 20%-30%.

(9)

Berdasarkan Uraian di atas saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul Peran Agama Terhadap Prilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Pada Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam Tahun 2016.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, maka Penulis mengambil Garis Besar rumusan masalahnya yaitu : Bagaimana Peran Agama Terhadap Prilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun Tahun 2016) ?

1.3. Batasan Masalah

(10)

1. Bagaimana Pola Prilaku Pemilih Masyarakat di Kecamatan Bandar Masilam dalam memilih Calon Kepala Desa pada Pemilihan Umum Kepala Desa secara serentak di Kecamatan Bandar Masilam.

2. Apakah terdapat pengaruh agama dalam Prilaku Memilih Masyarakat di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simaungun Pada Pemilihan Umum Kepala Desa serentak di Kecamatan Bandar Masilam.

1.4. Tujuan Penelitian

Yang menjadi Tujuan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah

1. Untuk Mendeskripsikan Pola Prilaku Masyarakat dalam memilih Calon Kepala Desa Pada Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam Tahun 2016

2. Untuk Menganalisa apakah Agama menjadi pengaruh terhadap Prilaku Masyarakat dalam memilih Kepala Desa pada Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam.

1.5. Manfaat Penelitian

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat, adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain adalah :

(11)

2. Secara Kelembagaan, penelitian ini diharapkan dapat menambah Referensi penelitian sosial tentang Peran Agama Terhadap Prilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Universitas Sumatera Utara.

3. Bagi masyarakat umum, lebih khususnya masyarakat di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan tentang Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam dan Pengaruh Agama yang menjadi Landasan masyarakat dalam memilih calon kepala desa dan berharap agar masyarakat juga dapat meningkatkan partisipasi politiknya dalam agenda agenda Demokrasi.

1.6. Kerangka Teori

Teori dapat kita pahami sebagai generalisasi sebuah fenomena dari interaksi yang muncul dan yang menarik untuk dipahami secara konsep yang terukur menjadi sebuah alat kajian tehadap suatu peristiwa guna membantu kita dalam melihat dan menganalisi sebuah Fenomena, dimana akan dipahami sebagai sebuah sebab-akibat terhadap fenomena tersebut. Teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep lahir dari dalam pemikiran manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan.13 Tentunya

teori sangat membantu penelitian dalam menganalisi masalah yang menjadi penelitiannya. Sehingga Penelitian ini, teori-teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang diteliti oleh peneliti adalah :

1.6.1 Prilaku Politik

Menurut Ramlan Surbakti Perilaku Politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan

(12)

politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat, kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua yaitu fungsi- fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi- fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat14

Sedangkan Menurut Sudijono Sastroadmojo Perilaku Politik adalah Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya.15

Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik dapat dijumpai didalam negara misalnya, ada pihak yang memerintah dan yang diperintah. Pada dasarnya, manusia yang melakukan kegiatan dibagi menjadi dua, yakni warga negara yang memiliki fungsi pemerintahan (penjabat pemerintahan), dan warga negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki fungsi pemerintahan (fungsi politik). Suatu tindakan dan keputusan politik tidak hanya ditentukan oleh fungsi (tugas dan wewenang) yang melekat pada lembaga yang mengeluarkan keputusan (sedangkan fungsi itu sendiri merupakan upaya mencapai tujuan masyarakat, negara atau nilai-nilai politik), tetapi juga dipengaruhi oleh kepribadian (keinginan dan dorongan, persepsi dan motivasi,

14Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.167.

(13)

sikap dan orientasi, harapan dan cita-cita, ketakutan dan pengalaman masa lalu) individu yang membuatkeputusan tersebut.16

Dalam pelaksanaan pemilu di suatu negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku politik dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut. Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu:17

1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.

2. Perilaku politik warga negara biasa (individu maupun kelompok).

Pihak pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan, dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan warga negara biasa (individu maupun kelompok) disebut partisipasi politik.

Dalam Teorinya, Prilaku Politik memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:18

1. Historis/Sejarah. Sikap dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses-proses dan peristiwa historis masa lalu. Hal ini disebabkab budaya politik tidak merupakan kenyataan yang statis melainkan berubah dan berkembang sepanjang masa.

2. Geografis. Georafis memberikan pengaruh dalam perilaku politik masyarakat sebagai kawasan geostrategis, walaupun kemajemukan budaya Indonesia merupakan hal yang rawan bagi terciptanya disintegrasi. Kondisi ini mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi

16Surbakti Ramlan, Op cit. Hal.131. 17Ibid.Hal.15-16.

(14)

politik masyarakat, kesenjangan pemerataan bangunan, kesenjangan informasi, komunikasi, teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik.

3. Budaya Politik. Budaya Politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik masyarakat. Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia memepengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada terciptanya sebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik.

4. Agama dan Keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan merupakan acuan yang penuh dengan norma-norma dan kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai agama dan keyakinannya proses politik dan partisipasi warga negara paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.

5. Pendidikan dan komunikasi. Hal ini juga mempengaruhi perilaku politik seseorang. Semakin tinggi pendiidkan masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi yang intens akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.

(15)

Di negara-negara demokrasi, pada umumnya menganggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, maka lebih baik. Dalam pikiran ini, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga menunjukan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi. Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik di suatu Negara dianggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik, selain itu rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari enzim yang sedang berkuasa.

Partisispasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu:19

1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output dan input politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah, mengajukan usul mengenai suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah.

2. Partisipasi pasif, yaitu kegiatan hanya berorentasi pada output politik. Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tanpa mengajukan kritik dan usulan perbaikan.

Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini, yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut apatis (golput).

1.6.1.2 Perilaku Pemilih

(16)

Perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan. Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup suara,sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan.20

Menurut Surbakti perilaku pemilih adalah: “Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.21

Jack C Plano mendefinisikan perilaku pemilih sebagai “suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pemilihan itu”.22

Sedangkan menurut J. Kristiadi Prilaku pemilih sebagai suatu keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan psikologis, faktor sosiologis dan faktor rasionalitas si pemilih atau disebut dengan teori Voting Behaviour.23

Dalam mengetahui tingkah laku pemilih harus dilakukan beberapa pendekatan terkait dengan perilaku politik seseorang dalam menggunakan hak pilihnya karena pendekatan tersebut akan menentukan bagaimana seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu

20Samuel P. Hutington dan Joan Nelson. 1990.Partisipasi Politik di Negara Berkemba. Jakarta : Rineka Cipta. Hal.16.

21Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.172.

22 Jack C. Plano, Robert E. Ringgs dan Helenan S. Robin. 1985.Kamus Analisa Politik. Jakarta: C.V. Rajawali Press. Hal.280.

(17)

yaitu, “Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan.” Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Dalam kegiatannya Affan Gafar yang merupakan penganut pendekatan ini mengungkapkan bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas (status sosial), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik sosial individu yang bersangkutan.24Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan

rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang mazhab ini, pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kegiatan formal dan informal lainnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan pilihan-pilihan politik.26Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor

sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. 27

24 Affan Gafar. 1996.Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi. Jakarta : Grafindo. hal. 67-68 25 Surbakti Ramlan. 1992. Op. Cit. Hal.187.

26 Adman Nursal. 2004.Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Hal.55.

(18)

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis (terutama konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku memilih seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis voting behavior ini menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferesi pemberian suara di kotak pemilihan seeorang merupakan produk dari karaktersitik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan seterusnya. Dalam status social ekonomi terdapat beberapa indicator yang digunakan untuk melakukan analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.28

Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal, seperti organisasi keagamaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi maupun pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok kecil lainnya akan sangat berguna bagi penjelasan perilaku pemilih seseorang. Pengelompokan ini memiliki peranan besar dalam membentuk sikap,persepsi,dan orientasi seseorang, yang nantinya sebagai dasar atau preferensi dalam menentukan pilihan politiknya.

B. Pendekatan Psikologis

Pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya di Amerika Serikat melalui melalui Survey Research Center di Universitas Michigan. Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan beberapa ilmuwan politik terhadap pendekatan sosiologis. Beberapa ilmuwan yang menganut pendekatan psikologis ini menganggap pendekatan sosiologis secara metodologis sulit dilaksanakan, terutama dalam aspek pengukurannya. Misalnya, bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, kelompok primer atau sekunder, kelompok agama, masyarakat dan sebagainya. Apakah variabel tersebut benar-benar memberikan sumbangan pada perilaku pemilih.

(19)

Pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang individu dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan persoalan respons psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan adanya “kecerdasan” dan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu itu sendiri. Menurut psikologis, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih. Tiga faktor tersebut adalah identifikasi partai, orientasi isu atau teman dan orientasi kandidat. Indentifikasi partai yang dimaksud disini adalah bukan sekedar partai apa yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai tersebut. Menurut Philip Converse dalam Affan Gaffar, “identifikasi partai diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar selama masa dewasa”.29

Greenstein menyatakan dalam menjelaskan perilaku (dalam kaitannya dengan pendekatan psikologis) seseorang terdapat dua konsep khusus yaitu, “konsep sikap dan sosialisasi”. Konsep sikap merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih, karena menurut Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni, Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut. Kedua sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama dan tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap merupakan ekternaliasasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan. Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi, melainkan proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. Kedekatan inilah yang menentukan seseorang memilih atau tidak. “Makin dekat seseorang

(20)

dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan”.30

C. Pendekatan Rasional

Dua pendekatan terdahulu menempatkan pemilih pada waktu dan ruang kosong baik secara implisit maupun eksplisit. Mereka beranggapan bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat menjelang atau ketika ada di bilik suara, tetapi sudah ditentukan jauh sebelumnya, bahkan jauh sebelum kampanye dimulai.Karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, sosialisasi, pengalaman hidup merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku politik seseorang. Tetapi pada kenyataannya, ada sebagaian pemilih yang mengubah pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Ini disebabkan oleh ketergantungan pada peristiwa-peristiwa politik tertentu yang bisa saja mengubah preferensi politik seseorang. Ada faktor situasional yang mempengaruhi perilaku pemilih. Faktor situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada kandidat yang dicalonkan. Isu-isu politik ini menjadi bahan pertimbangan yang penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaian terhadap isu-isu politik. Artinya pemilih pemula dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.31

Pendekatan rasional membawa kita pada kesimpulan bahwa para pemilih benar-benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian yang valid terhadap visi, misi dan program kerja partai dan kandidat. Pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan, dan informasi yang cukup. Tindakan mereka bukanlah karena factor kebetulan atau kebiasaan, dan tidak semata- mata untuk kepetingan diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan umum, menurut pikiran dan pertimbangannya yang logis

D. Konfigurasi Pemilih

30 Muhamad Asfar. 1998.Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih. Jurnal Ilmu Politik Edisi No. 16. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal.52.

(21)

Perilaku pemilih merupakan sebuah studi yang memusatkan pemilih sebagai objek dari masalah yang diteliti. Berikut ini merupakan konfigurasi pemilih atau tipe- tipe pemilih:32

1. Pemilih Rasional

Dalam konfigurasi pertama terdapat pemilih rasional (rational voter), di mana pemilih memiliki orientasi tinggi pada ‘policy-problem-solving’ dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya.

Ciri khas pemilih jenis ini adalah tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti “faham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan”. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan, daripada faham dan nilai partai dan kontestan. Oleh karena itu, ketika sebuah partai politik atau calon kontestan ingin menarik perhatian pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional, dan lain-lain. Pemilih tipe ini tidak akan segan-segan beralih dari sebuah partai atau seorang kontestan ke partai politik atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan nasional.

2. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskanpermasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan

(22)

hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah ‘rational vote’ untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme.

Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan.

Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan ‘platform’ partai: (1) memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan (3) membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama.

(23)

ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh dengan partai sebelumnya.

3. Pemilih Tradisional

Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partaipolitik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.

4. Pemilih Skeptis

(24)

E. Pola Pengelompokan Pemilih

Meskipun tampak relatif, pola pengelompokkan pemilih mencerminkan kecenderungan saling terkait dan mempengaruhi. Lingkup pengelompokkan atau segmentasi itu dapat didasarkan pada : 33

1. Lingkup agama (keluarga)

Diantara beberapa jenis pengelompokan sosial lainnya, lingkup agama merupakan salah satu faktor pembentukan perilaku memilih. Setiap orang yang mengaku beragama akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok agamanya dan pilihan politiknya biasanya disejalankan dengan agama yang dianutnya. Misalnya pemilih yang beragama Islam akan memiliki kecenderungan memilih kontestan beragama Islam juga.

2. Lingkup gender

Lingkup gender mengidentifikasikan bahwa perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki turut mempengaruhi perbedaan perilaku politik yang dilakukan.

3. Lingkup kelas sosial

Individu yang berasal dari kelas sosial yang berbeda biasanya memiliki perilaku yang berbeda, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan pendidikan.

4. Lingkup geografi

Lingkup geografi berkaitan dengan pengelompokan pemilih berdasarkan aspek geografi atau lingkungan.

(25)

5. Lingkup usia

Lingkup usia pada dasarnya mampu mengelompokkan individu. Dimana usia seringkali mempengaruhi pilihan atau tindakan yang diambil oleh seseorang dalam menjatuhkan pilihannya terhadap calon-calon kandidat yang ikut dalam pemilihan. Ruang lingkup usia yang berdasarkan pada individu juga dapat menjadi faktor penentu dalam rasionalisasi pemilih.

6. Lingkup demografi

Lingkup demografi mengelompokkan masyarakat terkait dinamika kependudukan meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk.

7. Lingkup psikografis

Lingkup psikografis dapat diartikan sebagai segmentasi pemilih berdasarkan gaya hidup yaitu bagaimana pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.

8. Lingkup perilaku

Lingkup perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri sebagai respon terhadap sesuatu yang terjadi. Perilaku seseorang dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya.

1.6.2 Pemilihan Umum

(26)

kelembagaan negara yang menentukan jalannya pemerintahan lima tahun berikutnya.

Pengertian Pemilu pun diartikan sebagai sarana utama mewujudkan demokrasi dalam suatu negara. Substansi Pemilu adalah penyampaian suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan dan pemerintahan sebagai penyelenggaran negara. Suara rakyat diwujudkan dalam bentuk hak pilih, yaitu hak untuk memilih wakil dari berbagai calon yang ada. Sebagai suatu hak, hak memilih harus dipenuhi dan sesuai dengan amanat konstitusi. Hal itu merupakan tanggung jawab negara yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh KPU sebagai lembaga penyelenggaran Pemilu.

Pemilihan umum bertujuan mengimplementasikan kedaulatan rakyat dan kepentingan rakyat dalam lembaga politik negara. Melalui pemilihan umum, rakyat mempunyai kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam lembaga perwakilan. Secara ideal wakil yang duduk di lembaga perwakilan adalah mereka yang dipilih sendiri oleh rakyat melalui pemilihan menurut hukum yang adil. Dengan demikian, pemilihan umum merupakan komponen penting dalam negara demokrasi karena berfungsi sebagai alat penyaring bagi mereka yang akan mewakili dan membawa suara rakyat dalam lembaga perwakilan.34

Perwujudan kedaulatan rakyat yang dimaksud dilaksanakan melaluiPemilu secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja dalam membiayai pelaksanaan fungsi tersebut.

(27)

Perwujudan kedaulatan rakyat yang dimaksud dilaksanakan melaluiPemilu secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-Menurut Aurell Croissant, dalam prespektif politik sekurang-kurangnya ada tiga fungsi pemilihan umum, yakni35 :

1. Fungsi Keterwakilan. Fungsi Keterwakilan merupakan urgensi di negara demokasi baru dalam beberapa Pemilu.

2. Fungsi Integrasi. Fungsi ini menjadi kebutuhan negara yang mengkonsolidasikan demokrasi.

3. Fungsi Mayoritas. Fungsi Mayoritas merupakan kewajiban bagi negara yang hendak mempertahankan stabilitas dan kepemerintahan (governability).

1.6.2.1 Asas Pemilihan Umum

Pemilu diperlukan sebagai salah satu mekanisme mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat. Melalui Pemilu, rakyat tidak hanya memilih orang yang akan menjadi wakilnya dalam menyelenggarakan negara, tetapi juga memilih program yang akan menjadi kebijakan negara pada pemerintahan selanjutnya. Oleh karena itu tujuan Pemilu adalah terpilihnya wakil rakyat dan terselenggaranya pemerintahan yang sesuai dengan pilihan rakyat. Pemilu yang tidak mampu mencapai tujuan itu hanya akan menjadi mekanisme pemberian legitimasi bagi pemegang kekuasaan negara. Pemilu demikian adalah pemilu yang kehilangan roh demokrasi.

Untuk mencapai tujuan itu, Pemilu harus dilaksanakan menurut asas- asas tertentu. Asas-asas mengikat keseluruhan proses Pemilu dan semua pihak yang terlibat, baik penyelenggara, peserta, pemilih, bahkan pemerintah.

(28)

Berdasarkan UU No 10 Tahun 2006 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adanya pedoman dalam penyelenggaran Pemilu, yaitu : mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.

Penyelenggaran Pemilu, tentunya memiliki tujuan bagi rakyat, diantaranya:36

a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.

b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Menurut Sukarna pelaksanaan Pemilu harus dilaksanakan secara bebas. Syarat Pemilu agar berlangsung secara bebas ada sepuluh, yakni:37

a. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat dilakukan pemilihan umum.

b. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan menjamin suatu hasil yang baik.

c. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan paksaan.

d. Kemerdekaan Perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.

36 Jimly Asshiddiqie. 2012.Penghantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajagrafindo Persada.Hal. 417.

(29)

e. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukannya pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menggangu kemerdekannya untuk memilih. hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing.

h. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi, maka rakyat dapat menilai mana yang paling baik untuk pilihannya.

i. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintah dan adanya free social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur pemerintah dan adanya free social responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak pemerintah.

(30)

pada hakikatnya dipergunakan untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruh rangkaian proses penyelenggaran Pemilu.

Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia yang sedemikian kompleks, kalau diterjemahkan lebih singkat, pada hakikatnya dipergunakan untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruh rangkaian proses penyelenggaran Pemilu.

1.6.2.2 Pemilihan Umum Kepala Daerah

Kelahiran pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses demokrasi dan merupakan salah satu bentuk implementasi otonomi daerah di Indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka kehendaki. Pemilihan kepala daerah langsung juga merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena melalui pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya ruang yang cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya.

Kelahiran Pemilih daerah juga ditandai dengan berlakunya Otonomi Daerah di Indonesia. Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur rumah tangga daerah yang melekat baik pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.38 Hakikat otonomi daerah adalah desentralisasi atau proses

pendemokratisasian pemerintahandengan keterlibatan langsung masyarakat melalui pendekatan lembaga perwakilan sebagai personifikasi dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 1 ayat 5 yakni “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur

(31)

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan”.

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Di era kepemimpinan Presiden Jokowi Widodo, Undang Undang mengenai Pemilukada kembali mengalami perubahan. Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.Dalam undang-undang No 10 tahun 2016 ini diharapkan dapat mewujudkan pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara lebih demokratis. Sebab penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota itu sendiri bertujuan untuk memilih pemimpin di daerah yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan daerah dalam rangka tercapainya tujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.

(32)

menjadi bagian perkembangan Demokratisasi di tingkat Daerah. Melalui Pilkada Desa kita bisa melihat cerminan-cerminan Pemilihan umum tingkatan di atasnya.

Pemilihan Umum Kepala Desa Muncul semenjak di berlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Didalam UU ini, Peraturan mengenai Pilkades diatur dalam BAB XI Tentang Desa yaitu dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 98. Dalam Pasal 95 disebutkan sebagai berikut:

1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat Desa;

2) Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat;

3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dandisahkan oleh Bupati.39

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa yang menjadi unsur penting dalam Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan juga Perangkat Desa. Dalam rangka untuk memilih atau menentukan siapa yang akan menjadi Kepala Desa, maka proses yang akan dilakukan adalah dengan dipilih langsung oleh penduduk desa tersebut.

Perjalanan reformasi yang ditandai dengan lahirnya UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah diselimuti oleh semangat reformasi yang sangat menggebu-gebu dalam segala aspek kehidupan bernegara, bahkan berlangsung dengan cepat. Sehingga dalam perjalanan reformasi yang begitu cepat tersebut bahwa Undang-Undang yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah ini belum mampu sepenuhnya untuk mencapai apa yang diharapkan, sehingga perlu dilakukan perbaikan sesuai denga jiwa dan semangat berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya UU No.22 Tahun 1999

(33)

Tentang Pemerintahan Daerah diganti dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Hadirnya UU No.32 Tahun 2004 ini juga terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang Desa. 40

Pada masa Presiden Jokowi Widodo, Peraturan Pilkada Desa diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tentang Desa. Keberadaan undang-undang desa ini merupakan hal yang sangat penting, setidaknya karena 2 (dua) alasan: Pertama, melalui undang-undang desa diharapkan terbentuk basis legal pengaturan yang jelas dan spesifik mengenai desa, karena sejak reformasi pengaturan desa diatur dalam undang-undang Pemerintahan Daerah. Kedua, melalui undang-undang desa ini diharapkan ada terobosan baru terwujudnya pembaharuan desa ke arah demokratisasi, dan menyempurnakan semangat otonomi yang hendak diwujukan dalam konstitusi41

Selain itu, yang menjadi sangat menarik dan penting untuk adalah ketentuan tentang pemilihan Kepala Desa, Pasal 31 dijelaskan:42

(1) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Kabupaten/Kota;

(2)Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagai mana dimaksud pada ayat 1 dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1,2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Adanya aturan yang menjelaskan tentang pemilihan Kepala Desa ini, semakin memperkuat semangat untuk menerapkan demokratisasi diseluruh

40Ibid.Hal.186.

41 thesis.umy.ac.id/datapublik/t46860.pdf. (diakses: Selasa, 13 Februari 2018,

jam: 03.15)

(34)

wilayah di Indonesia dan juga semangat dalam penyempurnaan otonomi daerah. Untukmemperkuat aturan tentang UU No.6 Tentang Desaini, maka lahirlah Peraturan Menteri Dalam Negeri(Permendagri) No.112 Tahun 2014 yang secarakhusus mengatur tentang pemilihan Kepala Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014. Di dalam pemendagri ini terdapat berbagai macam ketentuan dalam proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, diantaranya mengenai panitia pelaksana pemilihan Kepala Desa, ketentuan tentang pemilihan kepala desa seperti, tugas-tugas panitia pelaksana pemilihan, masyarakat yang berhak mengikuti Pilkades, Syarat Calon kepala desa, kampanye pemilihan kepala desa, pemungutan dan perhitungan suara Pilkades, penetapan Kepala Desa serta mengenai Dana Pembiayaan dalam Pilkades.43

1.7. Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitan dalam Skripsi ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan format deskriptif.Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran kondisi, situasi ataupun variable tersebut.44

1.7.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan tepatnya di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian Juga dikhususkan di kecamatan Bandar Masilam karena daerah tersebut baru saja selesai dalam pesta demokrasi Pemilihan Kepala Desa di tahun 2016.

43 Peraturan Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014.Tentang Pemilihan Umum Kepala Desa. BAB I-VII

(35)

1.7.3 Populasi dan Sampel

1.7.3.1 Populasi

Populasi adalah Keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data yang mempunyai karakteristik tertentu dalam sebuah penetian.45

Populasi juga dapat dikatakan keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Sugiyono dalam bukunya yang berjudul “metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D” memberi pengertian populasi, yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisitk tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu sendiri.46

Adapun yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di kecamatan Bandar Masilam yang menggunakan hak piliknya Pada Pemilihan Kepala Desa Bandar Masilam Tahun 2016. Dari 17.021 jiwa yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya 11.354 jiwa yang menggunakan hak pilihnya. Maka populasi dalam penelitian ini adalah 11.354 jiwa.

1.7.3.2 Sampel

45 Herman Resito. 1992.Pengantar Metodologi Peneliti. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal.49.

(36)

Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil dari populasi. Nana sudjana dan Ibrahim dalam bukunya yang berjudul “penelitian dan penilaian pendidikan” mengatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dimiliki sifat karakteristik yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi.47

Dalam Penelitian ini samplenya adalah seluruh penduduk Desa yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam. Karena jumlah Populasi yang akan diteliti berjumlah lebih dari seribu, maka peneliti menggunakan teknik sample Slovin48.

n = 1 N +Ne2

n = Number of samples (jumlah sampel)

N = Total population (jumlah seluruh masyarakat yang menggnakan hak pilih)

e = Error tolerance (toleransi terjadinya galat; taraf signifikansi; untuk sosial dan pendidikan lazimnya 0,05) –> (^2 = pangkat dua)

Untuk menggunakan rumus tersebut, pertama-tama peneliti menetapkan terlebih dahulu taraf keyakinan atau confidence level (…%) akan kebenaran hasil penelitian (berapa persen), atau taraf signifikansi toleransi kesalahan (0,..) terjadi.

Misalnya kita ambil taraf keyakinan 93%, yaitu yakin bahwa 93% hasil penelitian benar, atau taraf signifikansi 0,07 (hanya akan ada 7% saja kesalahan karena kebetulan benar terjadi).

Dalam Penelitian ini, peneliti mengambil data Populasi yang akan dijadikan sample sebagai Berikut:

47 Syaifuddin Azwar .1998.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.79.

(37)

Dalam penelitian ini masyarakat yang akan diteliti didapat sebanyak 11.354 orang (menggunakan hak pilih) dan peneliti mengambil taraf keyakinan sebesar 97% sehingga taraf signifikansinya 0,10.

Maka besarnya sampel menurut rumus Slovin ini akan menjadi:

n = N

1+Ne2

n =1 11.354 +11.354×0.072

n = 200 orang.

Maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 200 orang guna memudahkan penelitian ini. Sedangkan untuk menentukan responden yang akan dijadikan sampel penelitian adalah 200 orang dari 9 desa yang terdapat di Kecamatan Bandar Masilam. Penulis menggunakan teknik sampling acak proporsional dan sampelnya dinamakan sampel acak proporsional49.Di dalam sampling acak secara

proporsional menurut stratifikasi ( proportionate stratified random sampling ) ini populasi dibagi atas beberapa bagian ( subpopulasi ). Penggolongan populasi ini berdasarkan ciri tertentu dari populasi tersebut untuk keperluan penelitian. Penggolongan menurut ciri ini disebut stratifikasi. Dengan rumus :

n = n1× nN

Dimana:

n1 = jumlah populasi DPT tiap desa

n = jumlah sampel pada populasi awal

(38)

N = jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka dapat ditentukan berapa jumlah sampel untuk tiap desa di Kecamatan Bandar Masilam. Dalam mendapatkan Jumlah Sampel, peneliti menggunakan cara Proporsional Stratified Sampling, dimana sampel yang diambil berdasarkan strata-strata. Peneliti menetapkan jumlah sampel berdasarkan Populasi agama di tiap Desa. Maka perhitungan untuk menentukan jumlah sampel di tiap desa adalah sebagai berikut :

Desa Bandar Rejo

Islam = 1729×98,9 %=1709,9 Kristen = 1729×1 %=17,29

Budha = 1729×0,1 %=1,7

Islam = 1709,9×11.354200 Kristen = 17,2911.354×200

Islam = 29 Sampel Kristen = 1 Sampel

Budha = 1,7×11.354200

Islam = 0 Sampel

Desa Lias Baru

Islam = 1171×82 %=960,22Kristen = 1171×18 %=210,78

Islam = 960,22×11.354200 Kristen = 210,7811.354×200

(39)

Desa Panombean Baru

Islam = 1031×99 %=1020,6Kristen = 1031×1 %=10,3

Islam = 1020,6×11.354200 Kristen = 10,311.354×200

Islam = 18 Sampel Kristen = 1 Sampel

Desa Gunung Serawan

Islam = 672×79 %=530,8 Kristen = 672×21 %=141,1

Islam = 530,8×11.354200 Kristen = 141,111.354×200

Islam = 9 Sampel Kristen = 2 Sampel

Desa Bandar Masilam II

Islam = 1292×91 %=1175,7Kristen = 1292×9 %=116,2

Islam = 1175,7×11.354200 Kristen = 116,2×11.354200

Islam = 21 Sampel Kristen = 2 Sampel

(40)

Islam = 1448×94 %=1361,1 Kristen = 1448×5 %=72,4

Budha = 1448×2 %=28,9

Islam = 1361,1×11.354200 Kristen = 72,411.354×200

Islam = 24 Sampel Kristen = 1 Sampel

Budha = 28,9×11.354200

Budha = 1 Sampel

Desa Bandar Gunung

Islam = 818×54 %=441,7 Kristen = 818×46 %=376,2

Islam = 441,711.354×200 Kristen = 376,211.354×200

Islam = 8 Sampel Kristen = 7 Sampel

Desa Bandar Silou

Islam = 1196×85 %=1016,6Kristen = 1196×15 %=179,4

Islam = 1016,6×11.354200 Kristen = 179,411.354×200

(41)

Desa Bandar Tinggi

Islam = 1997×96,9 %=¿ 1935 Kristen = 1997×3 %=59,9 Budha = 1997×0,1 %=19.9

Islam = 1935×11.354200 Kristen = 59,911.354×200

Islam = 33 Sampel Kristen = 1 Sampel

Budha = 19,9×11.354200

Budha = 0 Sampel

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat jumlah sampel untuk penelitian ini secara rinci, seperti pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1

Jumlah Sampel Penelitian

No Desa

Agama

Islam Kristen Budha

1 Panombean Baru 18 1

-2 Lias Baru 17 4

-3 Bandar Silou 18 3

-4 Bandar Masilam 24 1 1

5 Gunung Serawan 9 2

-6 Bandar Masilam II 21 2

-7 Bandar Tinggi 33 1

-8 Bandar Rejo 29 1

-9 Bandar Gunung 8 7

(42)

Total Sampel Keseluruhan 200

1.7.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk menentukan objek penelitian yang tepat, maka penulis menggunakan teknik penarikan sampel Proporsional Stratified Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi yang dijadikan sampel terbagi atas beberapa desa. Dengan menggunakan teknik ini setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besarnya strata50.Dalam penelitian ini sampel terdiri dari 9 strata. Jadi

memungkinkan populasi kecil terpilih menjadi sampel. Kemudian untuk menentukan sampel yang dipilih, peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampling, yaitu penentuan sampel secara acak. Simple Random Sampling dapat

(43)

dipenuhi jika populasi dari suatu penelitian homogen dan tidak terlalu banyak jumlahnya.51

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer adalah data yang langsung diperoleh langsung dari sumber data pertama dilokasi penelitian atau objek penelitian. Dalam kaitannya dengan penelitian mengenai perilaku pemilih di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun, maka pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui kuesioner.52 Kuesioner (metode

angket) merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematik, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. b. Data Sekunder adalah data-data yang diperoleh dan digunakan untuk

mendukung data, informasi data primer. Adapun data skunder tersebut adalah dokumen, buku-buku, Undang-Undang, Jurnal, majalah-majalah, media cetak, koran serta catatan-catatan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

1.7.6 Teknik Analisis Data

1.7.6.1 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil

pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama dengan menggunakan Alat pengukur yang sama.53 Uji

reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam

51Bambang Prasetyo.2013.Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi nya.Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.123.

(44)

bentuk kuesioner dapat diandalkan. Suatu alat ukur dapat diandalkan jika alat ukur

tersebut digunakan berulangkali akan memberikan hasil yang relatif sama(tidak

berbeda jauh). Untuk melihat andal tidak nya alat ukur digunakan pendekatan

statistika, yaitu koefisien reliabilitas dan apabila koefisien reliabilitasnya lebih

besar dari 0.60 maka secara keseluruhan peryataan tersebut dapat dinyatakan

Andal (reliabel) .

Uji reliabilitas dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Alpha

Cronbach (α) yang dibantu dengan aplikasi SPSS 16 dan dikutip dari Ety

Rochaety dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Bisnis.dengan rumus

sebagai berikut:54

R = α = R =

NN1

(

S2(1−Σ Si)

S2

)

Dimana:

α = Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach

S2 = Varians skor keseluruhan

Si = Varians masing-masing item

1.7.6.2 Korelasi Product Moment

(45)

Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik

korelasi Product Moment atau Korelasi Person yang akan dibantu dengan Aplikasi

SPSS 16 dalam pengaplikasian nya. Teknik analisa distribusi frekuensi akan

digunakan untuk menganalisa derajat hubungan yang hanya melibatkan dua

variabel Pada Pemilihan Umum Kepala Desa di Kecamatan Bandar Masilam.

Adapun rumus Koefesien Korelasi Pearson adalah sebagai Berikut:55

rxy=N . ∑ X . Y−(∑ X)(∑Y)

¿ ¿

rxy = Koefisien korelasi Product Moment

N = Jumlah individu dalam sampel

X = Angka mentah untuk variabel X

Y = Angka mentah untuk variabel Y

NILAI KOEFISIEN PENJELASAN

+ 0.70 – Ke atas Hubungan positif sangat kuat

+ 0.50 – 0.69 Hubungan positif mantap

+ 0.30 – 0.49 Hubungan positif sedang

+ 0.10 – 0.29 Hubungan positif tak berarti

0.0 Tidak ada hubungan

-0.01 – 0.09 Hubungan negatif tak berarti

-0.10 – 0.29 Hubungan negatif rendah

-0.30 – 0.49 Hubungan negatif sedang

-0.50 – 0.69 Hubungan negatif mantap

-0.70 – Ke bawah Hubungan negatif sangat kuat

(46)

Sedangkan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitan, yaitu mengetahui

faktor mana yang paling dominan mempengaruhi pemilih pada Pemilukada di

Kecamatan Bandar Masilam, akan dibandingkan koefisien korelasi dari

masing-masing pendekatan. Koefiesien korelasi dari ketiga faktor yang memiliki

hubungan positif paling besar ditetapkan sebagai faktor yang paling dominan.

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukan besaran Nilai Koefisien

Korelasi:56

Tabel 1.2

Besaran Nilai Koefisien Korelasi

(47)

1.7.6.3 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.

Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat grafik normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik. Pada penelitian ini digunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas model regresi.57

Dasar pengambilan keputusan antara lain:

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.

1.7.6.4 Analisis Regresi

Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh informasi akuntansi diferensial terhadap pengambilan keputusan manajemen. Sugiyono menjelaskan bahwa analisis regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. 58

Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :

Y = α + bX

57Ghozali Imam.2005.Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS.Semarang: Badan Penerbit UNDIP.hal.10

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Hak untuk menentukan nasib sendiri tanpa ada suatu prosedur yang diakui bagi pelaksanaannya, dengan plebisit atau cara lain, cenderung akan menjadi suatu

bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan

Pengembangan sistem terminal yang terpadu di seluruh wilayah perkotaan Surakarta. Rencana pemerintah dalam pembangunan prasarana transportasi Sesuai dengan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis tentang Hubungan Lingkungan Kerja Dengan Motivasi Kerja Pegawai Bagian Sekretariat Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Suatu staf  pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui network dengan manajer mutu di bagian lain

Perairan Selat Lembeh ada 2 spesies yang banyak ditemukan yaitu Goniobranchus hintuanensis dan Phyllidiela pustulosa dengan masing-masing individu 3 serta memiliki

untuk pengajuan izin lebih dari 1 (satu) sumur injeksi dalam 1 (satu) lapangan produksi yang sama, maka Daerah Kajian Injeksi meliputi batas terluar area proyek ditambah

Perkembangan peralatan yang berbasis mikrokontroler semakin meningkat. Mengharuskan kita mengikuti perkembangan teknologi tersebut, minimal memahami dasar dan cara