• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENJADI GEREJA YANG PEDULI PADA PENDIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENJADI GEREJA YANG PEDULI PADA PENDIDIK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENJADI GEREJA YANG PEDULI PADA PENDIDIKAN KARAKTER Uraian Reflektif-Ekklesiologi atas Narasi Hidup Pater Beek

dalam Buku ‘Pater Beek, SJ: Larut tetapi Tidak Hanyut’ karya J.B. Soedarmanta

Disusun sebagai Tugas Kuliah

Mata Kuliah Studi Kasus Sejarah Gereja Indonesia Dosen Pengampu: Dr. M. Purwatma, Pr

Dr. Fl. Hasto Rosariyanto, SJ

Oleh:

Oleh:

Alb. Irawan Dwiatmaja NIM: 176312001

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA T.A 2017-2018

(2)

“Pendidikan menjadi kunci untuk mengubah nasib. Ilmu adalah jendela dunia. Negara maju, karena orangnya juga berilmu,” ujar ketua MPR Republik Indonesia, Zulkifli Hasan, dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Lampung pada tanggal 11-12 November 2017. Sebelumnya, ada seorang tokoh dalam Gerja Katolik yaitu Pater Beek yang sangat memerhatikan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dalam hidup. Dalam penjelasannya, ia mengambil motto “Mendidik kaum muda adalah mereformasi dunia” (Educatio puerorum reformatio mundi). Kalimat tersebut merupakan semboyan Kolose Ignatius di Amsterdam tempat awal Pater Beek mengenyam pendidikan. Semboyan tersebut melekat di dalam diri Pater Beek bahkan menjadi semangatnya dalam menjalani hidup sebagai seorang Pastor Jesuit.

Kita dapat menilai bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam hidup manusia. Pendidikan menjadi pondasi dalam kehidupan manusia. Sebisa mungkin, setiap pihak, mengusahakan atau menjadikan pendidikan sebagai cita-cita bersama dalam memajukan bangsa terutama memanusiakan manusia. Dalam peziarahan hidupnya, Pater Beek memeberikan diri seutuhnya untuk dunia pendidikan. Secara khusus, Pater Beek mencurahkan diri dalam pendidikan karakter. Dari peran Pater Beek, kita dapat menyimpulkan bahwa Gereja Katolik ikut andil dalam memajukan bangsa. Dalam paper ini penulis akan menyajikan siapa itu Pater Beek, bagaimana peziarahan hidupnya, dan bagaiamana semangat ekklesiologisnya.

2. PEZIARAHAN HIDUP PATER BEEK

Pater Beek merupakan seorang pastor Jesuit. Ia berasal dari negeri Belanda dan selalu berusaha bersikap tegas dan terus terang serta memegang teguh prinsip, tetapi senang berada di antara orang muda dan berusaha mendidik mereka agar memiliki karakter dan masyarakatnya. Kiprah Pater Beek sangat banyak, bukan hanya untuk kepentingan internal Gereja tetapi untuk kepentingan umum. Hal itu dapat kita lihat dari kesan para anak didiknya. Para anak didiknya mengatakan bahwa mereka bisa seperti sekarang berkat didikan dari Pater Beek. Tentu timbul pertanyaan dalam diri kita, siapa itu Pater Beek? Maka, dalam bagian berikut kita akan melihat perjalanan hidup Pater Beek dari awal hingga menghadap Sang Allh Bapa.

2.1 Dari Amsterdam ke Tanah Misi Indonesia

Pater Beek lahir di Amsterdam pada tanggal 12 Maret 1917. Sebagai orang Amsterdam, Pater Beek juga mewarisi kebiasaan-kebiasaan yang ada. Orang Amsterdam memiliki ciri khas atau stereotipe yaitu sikap terus terang dan blak-blakan (to the point) tanpa tedeng aling-aling. Ekspresi orang Amsterdam yang langsung dan terus terang sering memberi kesan arogan. Orang Amsterdam bangga akan negri atau kota kelahirannya. Sejarah negeri itu menjelaskan mengapa orang Belanda merasa bangga, seperti dilukikan oleh penyair Rene de Clercq, ‘Hanya ada satu negeri yang disebut tanah airku, ia tumbuh lewat jerih dan jerih payah itu adalah jerih payahku’.1

Pater Beek menjalani awal pendidikannya di Kolose Ignatius di Amsterdam. Semboyan kolose pada tahun itu adalah ‘mendidik kaum muda adalah mereformasi dunia’ (Educatio puerorum reformatio mundi). Kolose mendidik siswanya dengan mengembangkan humanisme-religius yaitu suatu humanisme yang di satu sisi mengakui otonomi dan potensi manusia dan di sisi lain mengakui bahwa martabat, otonomi, dan potensinya itu berakar pada hakekat manusia sebagai anak-anak Allah yang dicintai-Nya. Pendidikan kolose begitu berhasil sehingga alumni-alumni tidak hanya menghayati humanisme, melainkan menjadi tokoh-tokoh pembela humanisme-religius. Kemanusian sejati adalah humanisme yang memuat kepedulian sosial. Dengan model pendidikan kolose, diharapkan para alumni dapat

(3)

menghayati humanisme yang memuat kepedulian sosial dan sekaligus berjuang untuk memecahkan masalah sosial yang besar yang melanda tanah air atau bangsa.

Pada waktu di Kolose Ignatius, Pater Beek mengikuti kegiatan sekolah yang khas Jesuit yaitu menjadi anggota Kongregasi Maria. Kongregasi Maria merupakan paguyuban yang dibuat agar orang Katolik tergerak dengan penuh semangat untuk berbuat sesuatu bagi sesama di lingkungannya. Menurut cerita Pater Beek, keikutsertaan dalam Kongregasi Maria telah menguatkan iman banyak siswa, mahasiswa, dan tokoh-tokoh awam dalam bidang tugas mereka masing-masing. Inti kongregasi ini adalah spiritualitas Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola, yaitu kesadaran diri sebagai orang yang berdosa tetapi dipanggil Tuhan untuk terlibat dalam karya kasih dan penebusan umat manusia. Keikutsertaan dalam Kongregasi Maria membawa perkenalan lebih dekat dengan Spiritualitas Ignatian yang diperkaya dengan pergaulan dengan para Jesuit yang menjadi guru di kolose sehingga menghantar Pater Beek untuk bergabung menjadi anggota Jesuit.

Pada tanggal 7 September 1935, Pater Beek masuk Novisiat SJ. Pilihannya menjadi imam berasal dari hatinya yang mendalam karena merasa dipanggil dan ditambah dengan kedua kakaknya yang sudah lebih dulu masuk seminari. Pater Beek tertarik masuk Serikat Jesuit karena Jesuit dipandang sebagai serikat orang-orang pandai dan memiliki pengetahuan luas, baik dalam intern Gereja maupun dalam masyarakat luas dalam aksi sosial maupun karya dalam dunia akademis. Selama di novisiat, Pater Beek menempa diri sesuai konstitusi SJ yaitu untuk mengabdi kepada Allah di bawah panji salib dan melulu melayani Tuhan dan Gereja-Nya dengan membela dan menyebarluaskan iman serta memajukan umat dalam hal ajaran dan hidup Kristiani. Pater Beek juga menempa diri dengan aneka bentuk doa seperti meditasi dan kontemplasi. Pater Beek menyadari diri sebagai seorang yang berdosa, tetapi ‘dipilih’ atau dipanggil Tuhan untuk mengikuti Yesus yang tersalib untuk menyelamatkan umat manusia.

Setelah menjalani pendidikan novisiat tahun pertama, Pater Beek ditawari untuk dikirim ke Hindia Belanda: Indonesia. Pada tahun 1936, Pater Beek berangkat ke Indonesia bersama teman-temannya untuk menjalani masa pendidikan novisiat ke dua di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah. Pater Beek tertarik dikirim ke Indonesia karena di tanah misi masih terbuka banyak kemungkinan baru untuk berbuat sesuatu. Selama menjalani masa pendidikan novisiat, para frater novis diberi instruksi (kuliah) pada pagi hari tentang Konstitusi SJ, cara bertindak seorang Jesuit (Our Way of Proceeding), modestia (sifat pengendalian diri, keugaharian, tahu batas dalam hidup dan pergaulan, seperti cara berjalan atau berbicara atau menyapa dengan santun), dan mempraktekkan hidup rohani dengan doa dan matiraga serta bertobat dengan melakukan confessio agar menjadi seorang religius yang memiliki semangat indefferentia (lepas bebas) dari kelekatan akan barang, orang, atau kedudukan serta nama baik.

Setelah genap dua tahun menjalani masa novisiat, Pater Beek mengucapkan kaul pertama sebagai skolastik SJ bersama teman-temannya untuk menjalani masa yuniorat di Girisonta. Selama dua tahun, Pater Beek dan teman-teman menjalani masa yuniorat yang diisi dengan studi bahasa dan kebudayaan. Pater Beek dan teman-temannya juga mengajar di desa-desa sekitar tempat menjalani masa yuniorat. Mereka harus pergi ke desa-desa untuk mengenal atau belajar bahasa Jawa.

(4)

studi filsafat ia berpendapat bahwa suasana belajar di kolose terlalu enak atau terlalu memanjakan para mahasiswa sehingga kepribadian para mahasiswa calon imam itu dinilai sebagai kurang ‘taft’, kurang tangguh dan terlalu empuk atau tidak ‘atos’ (keras).

Usai menyelesaikan pendidikan filsafat, Pater Beek menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (Collegejaren) di Kolose Xaverius Muntilan untuk mengajar. Pengalaman Tahun Kolose Xaverius memberi pengaruh kuat bagi kerasulan Pater Beek. Melihat jumlah tenaga imam dan jumlah umat Katolik maka lebih efektif dan menjanjikan hasil yang lebih baik bagi masyarakat bila dapat mendidik kader atau pemimpin. Pendidikan baginya bukanlah kelasikal maupun massal, tetapi menyangkut pribadi-pribadi yang harus diarahkan dan dididik secara personal dalam kebersamaan dengan rekan mereka yang juga nanti akan terjun sebagai pemimpin.

Ketika belum genap setahun menjalani kerasulan di Kolose Xaverius, terjadi perang di Asia Pasifik yang dimulai dengan penyerbuan Jepang di Teluk Pearl Harbour. Para tentara Jepang datang ke Jawa dengan tujuan awal untuk membebaskan penduduk pribumi dari penjajahan Belanda. Namun, dalam perjalanan waktu, Jepang bukan membebaskan penduduk pribumi dari penjajahan Belanda, mereka malah melakukan invansi yang sama seperti yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia. Para pastor dan suster yang orang Belanda secara kejam disiksa oleh tentara Jepang. Mereka dituduh orang Jepang melakukan propaganda untuk kemenangan kerajaan Belanda dan dituduh sebagai mata-mata tentara Sekutu. Selama masa pendudukan Jepang, Pater Beek dan teman-temannya ditahan di Magelang dan di kamp di Kesilir, daerah Banyuwangi. Kesulitan dan penderitaan orang-orang yang diinternir membuat Pater Beek mengatakan bahwa peristiwa ini dipandang sebagai ‘salib’ yang harus dipikul untuk menuju keadaan keadaan yang lebih baik dan lebih membahagiakan.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Pater Beek dibebaskan dan kemudian menjalani studi Teologi di Kota Maastricht. Selama menjalani studi, suasana pendidikan calon imam adalah pembinaan yang bernafaskan semangat Roma-sentris dan pra-Konsili Vatikan II. Relasi antara sesama frater dapat terjalin akrab dan suasana pembinaan sangat menekankan separasi dengan dunia dan tindakan yang asketis telah menghasilkan buahnya dengan kehadiran imam SJ yang berkarakter, seorang pekerja keras, berjiwa pemimpin, dan menjadi seorang utusan yang taat setia memiliki charitas pastoralis (kasih pastoral). Setelah menempuh studi selama dua tahun, Pater Beek ditahbiskan menjadi imam. Pater Beek menyakini bahwa statusnya sebagai imam adalah untuk mengorbankan diri bersama Kristus. Keseluruhan hidup adalah proses pengorbanan, tidak hanya waktu merayakan Misa, tetapi dalam keseharian hidup. Pater Beek dengan bebas telah menerima dan berjanji setia dalam panggilan itu. Baginya, mundur dari jabatan sebagai imam ibarat menjadikan dirinya ‘sampah’ sehingga tidak mengherankan Pater Beek tidak mudah mengeluh dan tetap teguh dalam panggilan imamatnya.

2.2 Menjadi Bapak Asrama

Pater Beek tidak langsung mendapat tugas setelah ditahbiskan menjadi imam. Ia harus menyelesaikan studi akhir teologi mencapai jenjang licentiat dan mengikuti masa Tersiat di Inggris pada tahun 1950. Usai menjalani masa itu, Pater Beek mendapat tugas menjadi pembimbing di Seminari Menengah Kanisius di Jalan Code 2 Yogykarta. Tugas pertamanya sebagai imam itu membuat Pater Beek bersemangat karena baginya pendidikan imam sangatlah penting. Bersama Pater Ruding sebagai rektor seminari, dalam mendidik seminaris, mereka menjalankan pandangan tentang adaptasi dan inkulturasi dalam hal pewartaan iman. Mereka menyadari bahwa dalam pembinaan calon imam adalah membangun Gereja yang berwajah ‘pribumi’.

(5)

awalnya Pater Beek kecewa dengan penugasan ini tetapi sebagai anggota serikat, Pater Beek harus taat kepada pemimpin, seperti ungkapan Pater Dijkstra “It`s such a life in the society”. Penugasan membina mahasiswa ternyata kemudian menjadi karyanya yang utama sepanjang hidup. Di balik sikap yang bisa blak-blakan dan pemalunya itu terdapat semangat hidup untuk taat pada perintah pembesarnya. Karya di asrama Realino menampung para calon pemimpin masyarakat mahasiswa Katolik dan yang bukan Katolik karena mereka berbakat atau karena kualitas posisi atau kepandaian dalam hal organisasi. Dengan karya pembinaan mahasiswa itu dapat diharapkan peranan pentingnya dalam masyarakat.

Pater Beek adalah bapak asrama pertama di Realino yang pertama kali men-design bagaimana kehidupan asrama dikelola untuk mendidik calon cendekiawan dan pemimpin masyarakat. Hidup keseharian yang biasa di asrama dijadikan pendidikan mahasiswa calon intelektual atau profesional yang memiliki leadership tinggi. Bagi Pater Beek, kebiasaan baik, hidup dengan teratur dan disiplin dapat menolong banyak hal, seperti menghilangkan rasa malas, ogah-ogahan, dan tidak tahu tujuan. Penghuni asrama bukan saja orang Katolik tetapi dari berbagai agama dan berbagai daerah wilayah Indonesia. Kehidupan selama di asrama sangat rukun dan damai. Sama seklai tidak ada perselisihan yang berbau SARA yang mempertentangkan suku bangsa dan agama.

Hubungan Pater Beek dengan anak dididiknya pada umumnya akrab. Ia mengenal semua penghuni asrama dengan baik. Tentu saja, warna pribadi Pater Beek amat menentukan. Dia lebih dekat dengan anak yang entah nakal sekali atau pintar sekali. Lebih-lebih dia merasa dekat dengan anak yang pintar atau anak yang ‘atos’ atau keras karena perjuangan hidup atau latar belakang keluarganya yang penuh masalah. Sebagai bapak asrama, Pater Beek juga memberi kritik dan evaluasi yang seturut gaya orang kelahiran Amsterdam terasa pedas dan kasar tetapi ‘fair’ dan memberi saran perbaikan yang baik. Evaluasi semacam itu tidak hanya memperbaiki cara mereka berorganisassi dan melakukan pekerjaan tim, tetapi juga pendidikan mental untuk tidak cengeng atau tidak aleman, namun kuat dan tahan menghadapi kritik dan kecaman.

Sleain mengelola asrama, Pater Beek juga memberi retret di Girisonta. Salah satu peserta retret adalah Harry Chan Silalahi yang pada tahun itu duduk di kelas II SMA de Britto. Harry Chan mengungkapkan kesannya saat diberi retret oleh Pater Beek bahwa mereka menangkap betul pesan romo dalam retret agar anak-anak muda tidak bersikap manget-manget (tidak panas, tidak dingin; setengah-setengah). Dalam relasi dengan pemuda di luar asrama, Pater Beek berusaha untuk menyemangati dan mencari beasiswa karena baginya seorang sarjana mungkin ia tidak kaya tetapi memiliki wawasan yang luas sehingga dapat bekerja lebih untuk masyarakat. Pater Beek juga ambil andil besar dalam pembentukan PMKRI. Baginya, PMKRI merupakan organisasi pembinaan dan perjuangan. Pembinaan anggota-anggotanya dan perjuangan untuk masyarakat, Gereja, bangsa, dan negara. Setiap mahasiswa hendaknya mengikuti PMKRI karena banyak hal yang akan diperoleh dan dipelajari dalam organisasi yang tidak ada di bangku kuliah.

Pada masa penugasaanya sebagai bapak asrama Realino, Pater Beek menemukan ‘tempat’ karya kerasulan yang cocok baginya atau yang diyakini sebagai panggilan hidupnya, yaitu pendidikan orang muda. Menurut Pater Beek, sisi pendidikan mental atau karakter itu sering dilupakan atau minimal tidak digarap dengan terencana dan konsisten, khususnya bagi kalangan mahasiswa sehingga Pater Beek bertekad untuk menekuninya.

2.3 Berkarya di Tengah Dunia

(6)

mencurahkan hidupnya dalam perutusan dengan senang hati dan tetap pada tujuan hidupnya yaitu mendidik mental. Dalam perutusannya, Pater Beek selalu mendidik mental orang-orang yang ada didekatnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.3.1 Moderator Kongregasi Maria

Sehabis masa tugasnya sebagai bapak asrama Realino, Pater Beek mendapat tugas untuk berkarya sebagai moderator Kongregasi Maria di Jakarta pada tahun 1960. Selain menjadi moderator Kongregasi Maria, Pater Beek juga menjadi moderator Ikatan Buruh Pancasila dengan teman-temannya. Namun, karena ada perbedaan strategi dengan Pater Djikstra yang menghendaki pendampingan massal, sementara Pater Beek lebih memilih selektif maka akhirnya pendampingan buruh dan tani diserahkan kepada Pater Djikstra. Pater Beek mengonsentrasikan diri pada kegiatan Kongregasi Maria dan nantinya mengelola Biro Dokumentasi.

Inti Kongregasi Maria adalah spiritualitas Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola, yaitu kesadaran diri sebagai orang yang berdosa tetapi dipanggil Tuhan untuk terlibat dalam karya kasih dan penebusan umat manusia, melalui doa meditasi yang dikaitkan dengan kerangka ‘aksi’ atau perbuatan nyata sehingga doa itu menjadi lebih bersemangat atau lebih hidup. Konregasi Maria diadakan untuk para mahasiswa dan para sarjana yang sudah bekerja dalam aneka profesi yang dikumpulkan lewat jalur paroki. Pater Beek memiliki kemampuan ‘talent scouting’ atau pemandu bakat. Pendampingan baginya tidak hanya terhadap pemuda yang ‘saleh’, tetapi juga pemuda-pemuda yang nakal, bahkan pemuda yang melakukan tindak kriminal. Ketika diingatkan bahwa pemuda yang menjadi anak asuhnya berbuat kejahatan, Pater Beek selalu berkilah bahwa Yesus juga tidak mendatangi orang-orang saleh dan sehat saja, tetapi mengunjungi orang sakit dan mendatangi orang yang tidak baik. Pater Beek berhasil menyalakan api semangat untuk berbuat sesuatu. Kongregasi Maria di paroki-paroki dapat menjadi semacam ‘benteng’ atau sarana pembinaan mental anggota dan orang-orang di sekitarnya yang dapat membendung ‘atheisme’.

Pembinaan mental dan pribadi dalam kegiatan Kongregasi Maria dijadikan wahana oleh Pater Beek untuk membangun pribadi-pribadi yang mampu menghayati ‘humanisme transendental’ dalam kehidupan konkret. Humanisme transendental merupakan cara hidup atau cara keberadaan manusia yang melampaui lingkup seluruh kenyataan dunia ini sehingga manusia harus mengerti diri dan memahami dunianya dalam terang apriori transendental sebagai orang beriman yang diwahyukan dalam Kitab Suci. Untuk mencapai itu maka dibiasakan doa dan refleksi. Doa dan refleksi menggugah hati nurani manusia yang terdalam untuk menangkap ‘gerakan Roh’ lewat suasana hati yang mantap-gembira-semangat (konsolasi) atau ragu-ragu-rasa bersalah-sedih (konsolasi). Humanisme transendental tidak dihayati sendirian, tetapi secara bersama dan dalam kelommpok formal seperti dalam keluarga, gereja paroki, dan kelompok khusus. Dengan doa yang mewarnai kegiatan kelompok dan refleksi dan evaluasi kegiatan, diharapkan orang menjadi mampu menangkap kehendak dan bimbingan Tuhan dalam karya Tuhan dengan lebih bersemangat.

(7)

hati, berbela rasa (competence, conscience, compassion) sehingga melahirkan komitmen pada pelayanan bagi orang lain.

2.3.2 Biro Dokumentasi

Dalam menentukan suatu karya, Pater Beek sebagaimana para Jesuit pada umumnya selalu mempertimbangkan akan kemungkinan hasil yang lebih besar dan akibat bagi kepentingan umum yang lebih. Ide membangun Biro Dokumentasi merupakan ide dari Provinsial SJ agar ibukota negara sebagai pusat pemerintahan dan politik yang amat berpengaruh pada kepentingan umum ada suatu pusat pemikiran tentang begitu banyak persoalan yang dialami oleh orang-orang Katolik. Pertimbangan akan kepentingan umum dan hasil yang lebih besar itu membuat Pater Beek bersemangat menerima tugas baru untuk memulai Biro Dokumentasi sebagai pusat informasi dan komunikasi untuk memahami proses-proses sosial politik yang sedang terjadi di tanah air. Biro Dokumentasi diharapkan dapat membantu problematika umat Katolik untuk menghadapi perkembangan sosial dan politik masyarakat. Biro Dokumentasi adalah suatu lembaga yang menyediakan bahan-bahan studi dan analisis keadaan berdasarkan tolok ukur ajaran dan moralitas Katolik agar dapat dipergunakan bagi para aktivis yang terlibat dalam organisasi kemasyarakatan.

Biro Dokumentasi telah menyiarkan beberapa dokumen mengenai kebijakan pemerintah dan beberapa evaluasi mengenai kejadian-kejadian penting di Indonesia. Situasi politik Indonesia mulai memanad, baik di tingkat lembaga-lembaga perwakilan, pers, maupun kehidupan keseharian yang ditandai dengan pawai, unjuk rasa untuk mendukung atau mengganyang orang tertentu atau ide tertentu. Keadaan itu bagi kebanyakan umat membingungkan, tetapi arus besar dari kalangan umat Katolik tetaplah bersikap positif dan inklusif. Tokoh-tokoh Katolik yang terlibat dalam bidang politik tetap mempertahankan semangat nasionalisme dan sekaligus dekat dengan tokoh-tokoh demokrat Muslim. Meskipun mendukung pemerintahan Bung Karno, Kasimo, Ketua Umum Partai Katolik didukung oleh Mgr. Adrianus Djajaseputra SJ, Prefek Apostolik Jakarta, berani menolak ‘konsepsi presiden’ (tahun 1957) yang membuka pintuk kaum komunis.

Pada waktu itu, perkembangan situasi sosial dan politik amat membingungkan dan terancam bahaya, menjadi tugas Gereja untuk memberikan dan mewawarkan pemikiran-pemikiran baru bagi umat. Maksud keterlibatan itu adalah untuk memberikan pengharapan, memberi pencerahan yang mengajar kebijaksanaan. Bukan berkaitan dengan pemisahan dan pengisolasian diri dengan pihak yang tidak sepaham, atau memisahkan diri dari yang jahat tetapi membuka dialog untuk penyadaran yang mungkin saja memakan watu lama. Pemisahan-pemisahan smacam itu bersifat sektarian. Gereja tidak setuju dengan pemisahan, juga bila pihak yang bersangkutan itu bertentangan dengan diametrial, tetapi selalu terbuka untuk dialog dan bekerja sama dengan pihak lain dalam membangun dunia dengan segala kesulitan dan tantangannya.

(8)

berorientasi nilai melahirkan revolusi politik, pergerakan nasional, pemberontakan menentang undang-undang dasar negara dan semacamnya.

Menurut Smelser, komponen pokok aksi sosial adalah nilai-nilai, norma-norma, mobilisasi motivasi per orangan untuk aksi yang teratur dalam peran-peran kolektif, dan fasilitas situasional atau informasi, keterampilan, alat-alat, dan rintangan dalam mencapai tujuan yang konkret. Dalam pandangan Smelser, gejolak sosial dapat terjadi apabila terdapat sejumlah determinan atau necessary conditions yang berturut-turut terdiri atas hal-hal sebagai berikut: 1) keadaan struktural yang memungkinkan (structural conduciveness), yaitu mungkin atau tidaknya struktur sosial budaya masyarakat terhadap gejolak sosial, 2) ketegangan struktural (structural strain) ekonomi, 3) penyebaran keyakinan yang dianut (the spread of generalized belief), dalam hal ini situasi dibuat bermakna bagi para pelakuyang potensial, sumber ketegangan dan cara-cara menghadapinya harus diidentifikasi, 4) faktor pencetus (the participating factor) berupa sesuatu yang dramatik. Krisis keuangan misalnya dapat diartikan sebagai depriviasi ekonomi yang melahirkan ketegangan struktural dan dapat pula menjadi faktor pencetus terjadinya suatu gejolak sosial, 5) mobilisasi untuk mengadakan aksi (mobilization into action). Dalam kondisi itu, peran seorang pemimpin sangat menentukan. Situasi dapat dimlai dengan agitasi untuk reform atau revolusi, 6) counter determinant yang mencegah, menganggu, membelokkan, dan merintangi gejolak-gejolak itu. Pemikiran Smelser ikut mewarnai pembentukan Biro Dokumentasu dalam menemukan momentumnya untuk mengantisipasi suatu gejolak sosial yang dapat muncul dalam masyarakat Indonesia. Pemikiran Smelser juga semakin meyakinkan Pater Beek tentang perlunya kader atau pemimpin umat yang dapat memberikan arah dan pengaruh positif di kalangan umat. Pembentukan biro itu juga dilatarbelakangi suatu keyakinan bahwa ajaran Gereja Katolik tidak hanya merupakan salah satu sumbangan bagi pembangunan masyarakat dan negara, melainkan juga keyakinan bahwa Gereja merupakan instansi yang mempunyai prinsip-prinsip yang tepat untuk menghadapi masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan yang dialami. Tujuannya adalah mengikuti, menyelidiki, mempelajari, dan membahasakan keadaan dan problematik Gereja (agama) dan negara untuk mencapai pemecahan secara Katolik dan untuk berusaha agar pemecahan Katolik itu dapat diterima serta dilaksanakan.

Biro Dokumentasi yang dipimpin oleh Pater Beek memberi dukungan dengan penyediaan bahan-bahan berupa analisis yagn diedarkan dalam bentuk newsletter kepada para aktivis yang terlibat di Front Pancasila dan di Sekber Golkar. Front Pancasila dibangun untuk melindungi Front Nasional yang merupakan lembaga yang menghimpun semua partai politik, organisasi massa, dan kekuatan kekaryaan, angkatan bersenjata, dan dipimpin oleh seorang menteri. Lewat tim yang bekerja keras dan kompak, dapat dihasilkan semcam newsletter yang berisi pemikiran dan analisis yang membantu tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga mereka yang aktif dalam dunia sosial. Sejumlah klipping kejadian dari surat kabar terkemuka dikumpulkan dan dianalisis sehingga dapat ditangkap suatu gambaran tentang realitas yang tengah terjad. Untuk pemahaman ide atau gagasan tertentu, masyarakat pembacanya juga disuguhi analisis yang tajam atau pemikiran alternatif dari buku atau para ahli di bidangnya. Pater Beek bertugas memformulasikan spiritualisme dan aspek moral di balik rencana dan tindakan yang akan diambil. Pater Beek melaksanakan tugasnya sebagai seorang pastor SJ yang melaksanakan bimbingan rohani.

2.3.3 Menggembleng Kaum Muda dengan Khasebul

(9)

yang menjadi epilog Gerakan 30 September 1965 tetap diikuti oleh Pater Beek dengan Biro Dokumentasinya. Namun, Pater Beek lebih tertarik dengan pendidikan orang-orang muda khususnya mahasiswa.

Pada akhir tahun 1966, Pater Beek memulai program Khasebul (Khalwat Sebulan) yang diperuntukkan bagi mahasiswa. Pendidikan selama satu bulan ini pada dasarnya adalah pendidikan kerohanian dengan menitikberatkan pada doa dan meditasi, ditambah dengan pengenalan situasi konkret dalam masyarakat di mana para mahasiswa itu nanti akan terjun terlibat, dan diperkaya dengan ajaran sosial Gereja. Khalwat Sebulan ini dimaksudkan untuk mendidik para ‘kader’ atau calon pemimpin masyarakat. Menurut Pater Beek, kader adalah orang yang bisa menggetarkan dunia, merombak keadaan masyarakat dengan kelompok kecil, menjadi tulang punggung masyarakat atau menjadi inti dalam suatu lingkungan masyarakat. Menjadi kader berarti menjadi sesuatu yang lain dari yang lain, keranjingan dalam menjalankan apa yang dipikirkan dalam batas-batas yang ditentukan oleh moral dan etika. Menjadi kader berarti menjalankan apa yang sudah direncanakan dengan matang. Menjadi kader dimaksudkan agar seseorang pemuda sadar dan mau berbuat seperti Kristus sendiri yang mau turun ke dunia menebus umat-Nya. Kader terlibat dalam tindakan nyata dalam memperbaiki kebobrokan yang ada dalam masyarakat. Ia tidak hanya melihat, tetapi mau berbuat seseuatu dan menjalankannya dengan tidak berpuas diri dengan apa yang telah dicapai. Namun, selalu mau lebih (bersikap magis) dalam menghadapi persoalan ataupun tindakan.

Dalam proses penggemblengan, Pater Beek mengatakkan bahwa manusia buak jiwa dan raga, rohani dan jasmani, melainkan ia adalah penuh jiwa-raga atau rohjasmani atau jiwa yang membadan/badan yang menjiwa. Bagi Pater Beek, merumuskan bahwa manusia bukan hanya ‘sum’ tetapi ‘sursum’ atau yang dapat mengatasi manusia itu sendiri yang secara umum disebut dengan daya-daya rohani yang mengatasi kejasmanian. Dalam ilmu psikologi, Pater Beek dekat denga Teori Indentitas (Identity Theory) yang dirumuskan oleh JCC Smart yang menyatakan bahwa ketangguhan badan itu juga ketahanan jiwa. Orang yang tidak tahan sakit pasti juga akan mudah menyerah bila disakiti. Dengan demikian, pembinaan mental atau karakter juga mengandaikan pembinaan fisik yang kuat, dengan disiplin, olahraga yang teratur, dan belajar menahan rasa sakit.

Situasi dan suasana khalwat memang dibuat menyerupai situasi yang mencekam atau memungkian suasana Radical Behaviorism. Dalam khalwat, para mahasiswa pasti takut untuk dipulangkan atau takut gagal sehingga menimbulkan rasa malu bagi orang yang merekomendasikannya untuk ikut dan tidak tahu bagaimana perjalanan khalwat itu karena materi dan latihan dirahasiakan. Tidak semua peserta Khasebul dapat lulus menjalani masa penggemblengan selama sebulan penuh. Bila menurut penilaian Pater Beek seorang peserta tidak layak, entah karena tidak jujur atau tidak memenuhi syarat, maka peserta tersebut dipulngkan meskipun baru satu hari atau dua minggu mengikuti khalwat.

Dalam pembentukan karakter, Pater Beek sangat menekankan agar seseroang mengenal dirinya sendiri. Dalam usaha pengenalan diri itu diperlukan usaha keras yang tidak suam-suam kuku untuk menganli dan mengatasi kelemahan yang ada agar dapat mengejawantahkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Orang tidak cukup menjadi baik (bisa mengasihi diri sendiri dan sesama), tetapi juga kompeten (memiliki keahlian/keterampilan tertentu) sehingga hidupnya berarti. Usaha itu dilakukan dengan cara mengubah diri dengan suatu semangat dan cara hidup tertentu atau hidup dengan ‘spiritualitas’.

(10)

motivasi yang lebih mendalam daripada hanya sekedar hidup (berkecukupan, berguna). Pater Beek memandang kemampuan karismatis dapat dikembangkan bila memang sudah ada beinh di dalamnya, tetapi akan tetap tinggal tertidur bila tidak dibina dengan tindakan dan sarana asketis. Untuk itu, usaha Khsebul, ‘kaderisasi’, atau pembinaan diri merupakan langkah awal bagi setiap peserta untuk terus-menerus dilakukan agar potensi-potensi yang ada dalam diri orang muda dapat tumbuh berkembang. Peserta perlu dididik dengan keras atau spartan, tidak hanya mental tetapi juga fisik. Pater Beek memegang prinsip Belanda yaitu cara pengobatan yang lemah lembut membuat borok semakin menyengat baunya.

Dalam pembentukan menjadi pribadi yang pemberani, rasa takut tidak pernah menjadi pemimpin yang baik, karena seorang pemimpin harus mengambil inisiatif, harus berbuat, sedangkan rasa takut justru melemahkan, bahkan melumpuhkan. Rasa takut harus dipahami dan dirasionalkan sebab muncul terutama oleh manusia sendiri yang membayangkan sesuatu sebagai andaikata begini atau begitu lalu bagaimana. Bayangan itu hanyalah khayalan belaka karena bukan realitas.

Pater Beek sangat kuat dipengaruhi latar belakang pendidikan dan alam pikirnya. Pater Beek dididik dan dibesarkan dalam suasana Katolik Pra-Konsili Vatikan II yang memandang dunia sebagai entitas yang peyoratif. Bagi Pater Beek, seorang kader harus memfokuskan kehidupan rohani untuk menyangkal dunia lewat tindakan asketis dengan puasa, matiraga, dan pantang. Menurut pengakuan Pater Beek, proses pendidikannya menjadi intensif ketika ia hidup dalam interniran tentara Jepang. Pengalaman menempuh pendidikan yang sering dinilai spartan dan keras itulah yang sering ditularkan kepada para anak dididiknya. Pater Beek juga mnegajarkan kepada anak-anak muda itu bagaimana berorganisasi dengan baik, membuat dokumentasi yang benar, bagaimana berbicara di depan umum dan bagaimana berjuang dengan berani karena memegang teguh prinsip kristiani. Dalam mendidik kaum muda menurutnya tidak bisa massal tetapi cura personalis yaitu pendampingan priibadi demi pribadi. Tidak mengherankan bila Pater Beek memberi nama khusus kepada semua anak muda yang diasuhnya. Seorang kader bagi Pater Beek adalah seorang pribadi keras dan tidak manget-manget, tetapi panas atau dingin sekali dan tahan banting yang bisa memimpin dan mewarnai lingkungan sekitarnya.

Dalam mendidik kaum muda, Pater Beek mengatakan bahwa kaum muda harus dapat menembus batas. Pandangannya terhadap Gereja juga dikatakan bahwa kekatolikan bukan terbatas sebagai agama atau konstitusi Gereja, tetapi lebih-lebih jiwa dan penghayatan iman akan Kristus yang nyata dalam diri orang per orang. Batas antara orang per orang atau golongan sebenarnya adalah suatu ‘topos’, suatu tempat dan ruang yang bisa disinggahi oleh kedua belah pihak. Batas adalah suatu zona tak bertuan, suatu grey area yang dapat dimasuki oleh berbagai macam orang dan golongan.

(11)

Untuk Pater Beek, seorang kader harus memiliki mental untuk tidak pandang. Pater Beek mengibaratkan seperti garam yang berasa tetapi tidak teraba dan tidak terlihat. Sebagai kader tidak bisa mengklaim jasa atau prestasi yang dihasilkan. Bagi Pater Beek, sebagai garam para kader diharapkan untuk memiliki ketahanan fisik, mental, dan spiritual. Pater Beek sering merumuskan ketahanan itu harus seperti ketahanan pohon palma di padang gurun. Di tengah situasi yang sulit seperti di padang gurun dengan cuaca yang sangat panas pada siang hari dan dingin di malam hari pohon palma tetap bertahan kokoh sehingga pohon palma menjadi simbol kemenangan. Seorang kader harus harus seteguh pohon palma dalam menghadapi situasi.

2.3.4 Pendamping Aktivis

Pater Beek memiliki keprihatinan terhadap kehidupan sosial. Ia memberikan dirinya untuk mendampingi kaum muda yang berjuang demi negara yang pada waktu itu situasinya sangat gawat dengan peristiwa gestapu. Alasannya adalah politik merupakan pilihan riil dan bukan semacam ‘wishfull thinking’ yang bisa dipikir-pikir lalu bisa (diandaikan) ada. Pater Beek juga mengatakan bahwa sikap menjauh atau berdiam diri dengan mempertahankan kesalehan pribadi saja ata menjauhi urusan dengan kekuasaan atau mereka yang berkuasa yang dapat diartikan sebagai melarikan diri dari kenyataan itu tidak bisa dihindari. Politik merupakan pilihan riil yang harus dia,bil dan didayagunakan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas daripada sekadar golongan aatau agama tertentu.

2.4 Akhir Perjalanan

Pada pertengahan 1980, kesehatan Pater Beek mulai menurun. Pater Beek tidak bisa melakukan banyak hal terutama bekerja. Hal ini membuat Pater Beek menderita karena tidak berharga. Dalam keadaannya yang sakit, Pater Beek masih merasa khawatir kepada generasi muda yang tidak dapat menolak godaan materialisme dan hedonisme masyarakat yang maju ekonominya dan belum menemukan keseimbangan dalam nilai-nilai kehidupan dan kemasyarakatan seperti dialami masyarakat kota-kota besar di Indonesia. Sebenarnya Pater Beek masih mempunyai rencana besar dalam hidupnya yaitu mengadakan kaderisasi berdasarkan kelompok profesi yang tidak melulu mereka yang berkecimpung dalam kehidupan politik. Namun, Tuhan memiliki kehendak lain. Pater Beek menghadap Allah Bapa untuk selamanya di RS St. Carolus Jakarta, 17 September 1983 dan dimakamkan di Girisonta.

3. SEMANGAT EKKLESIOLOGI PATER BEEK: GEREJA PEDULI PADA PENDIDIKAN KARAKTER

Pater Beek dalam hidup dan karyanya telah menyumbang sebuah model untuk karya mis Gereja. Model atau semangat yang ingin ditunjukkan Pater Beek kepada dunia ialah pendidikan karakter atau watak orang-orang muda. Pater Beek ingin memerlihatkan bahwa Gereja peduli pada dunia lewat karyanya dalam bidang pendidikan yang berkarakter. Gereja bukan saja institusi rohani yang hanya melayani intern Gereja tetapi Gereja sangat peduli pada situasi konkrit masyarakat. Pater Beek pada masa itu melihat bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan martabat manusia ialah dengan membangun orang-orang secara khusus orang muda yang berkarakter humanis-transendental. Artinya, cara hidup yang melampaui lingkup seluruh kenytaan dunia ini sehingga manusia harus mengerti hidupnya dalam terang apriori transendental sebagai orang beriman yang dipanggil Tuhan untuk berkarya secara khusus bagi masyarakat dan sesamanya.

(12)

Pater Beek bekerja total, baik dalam khalwat yang diselenggarakannya maupun dalam penyegaran (uprading) yang diadakan bagi mereka yang pernah mengikuti khalwat, dalam keseharian hidup bersama-sama dengan para mahasiswa yang tinggal satu rumah dan yang pernah satu tim kerja dengannya. Kesaksian hidup Pater Beek memberi inspirasi dan keteladanan dalam pendidikan karakter orang muda.

3.1 Transfer Nilai dan Pengetahuan

Pater Beek merasa bahwa dalam dunia pendidikan hal sering kurang mendapat perhatian ialah pendidikan nilai. Di sekolah dan universitas, pada umumnya orang diasah secara kognitif yaitu bagaimana berpikir lurus menggunakan logika, bagaimana berargumen, bagaimana menganalisa seseuatu, bagaimana berpikir sistematis dan masih banyak lagi. Pater Beek melihat bahwa ada satu ruang kosong yang harus diisi dalam pendidikan supaya pendidikan itu menjadi seimbang dan berdaya guna. Apabila seseorang pandai secara kognitif belum tentu dia dapat membagikannya kepada orang lain dan bermanfaat untuk kepentingan umum. Proses transfer pengetahuan juga dapat dikatakan mudah karena sebelumnya orang tidak tahu, setelah dijelaskan ia menjadi tahu. Sedangkan proses transfer nilai tidak sederhana. Nilai-nilai yang hendak ditularkan ialah niali kedisiplinan, kerja keras, ketekunan, kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati (tidak sombong), dan konsistensi dalam memperjuangkan sesuatu. Nilai-nilai itu menjadi karakter dalam diri seorang pribadi manusia. Pendidikan karakter tidak cukup hanya kognitif tetapi mau melakukan dan akhirnya mampu melaksanakan.

Pendidikan kakrakterk memang mengandaikan seorang peserta didik mengenal nilai secara kognitif, tetapi dalam perjalanan waktu harus berkembang menjadi penghayatan nilai secara afektif dan pada akhirnya pengamalan secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin amat penting yang harus terjadi dalam diri seseorang yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat atau tekad untuk mengamalkan nilai-nilai. Peristiwa ini disebut konatif. Langkah untuk membimbing peserta didik agar membulatkan tekad disebut langkah konatif. Dalam pendidikan karakter, urutan langkah yang harus terjadi ialah pengenalan nilai secara kognitif, pengenalan dan penghayatan secara afektif, dan pembentukan tekad secara konatif.

3.2 Menjadi Garam di Masyarakat

Bagi Pater Beek, terlibat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan atau politika adalah berepran sebagai garam masyarakat sehingga mewarnai masyarakat dengan rasa asinnya. Fungsi garam atau transfer nilai dalam undang-undang yang menjadi dasar seluruh kebijakan yang selalu dianjurkan oleh Pater Beek agar anak didiknya ikut serta terlibat aktif. Peran mereka itu bisa dirasakan tetapi tidak untuk dilihat dan tidak dapat diklaim sebagai hasil dan usaha yang mengaku sebagai garam. Menjadi garam untuk melakukan transfer nilai berupa penghargaan, tanggung jawab, dan kasih selalu mengandaikan sikap tanpa pamrih. Tidak hanya bersedia tidak diberi balas jasa berupa penghargaan materi, jabatan atau status sosial, tetapi juga harus sampai untuk tidak diakui dan tidak dianggap bahwa seseorang telah berperan sebagai garam.

(13)

kehadirannya yang penuh misteri menjadi misterius. Peran dan kehadiran mereka menjadi teka-teki yang karena tidak bisa diklarifikasi dan karena ketidaktahuan menjadi kesalahpahaman dengan memberikan stigma tertentu.

Dalam peziarahan hidupnya, Pater Beek terus-menerus menggembleng orang-orang muda. Pater Beek kurang lebih sudah menggembleng kaum muda sebanyak seribuan orang lebih. Bagi Pater Beek, “Kebahagiaan dan pencapaian tertinggi akan datang kerika memilih untuk hidup konsisten sesuai dengan nilai-nilai tertinggi dan keyakinan pribadi yang terdalam” (Hapiness and high performance come to you when you choose to live your life consisten with your highest values and your deepest convictions). Konsistensi untuk menghayati nilai hidup dan iman yang terdalam diyakini akan membauahkan ketentraman dan kebahagiaan serta prestasi. Sebagai orang beriman, kita harus melatih diri untuk konsisten pada kebaikan.

Menurut Pater Beek, seorang kader Katolik adalah seorang kstaria yang mengabdi Yesus sebagai panglima, di akhir perjalanan hidupnya, dalam kematian, seorang ksatria tidak berpikir berapa banyak harta atau tinggi pangkat atau status sosialnya, melainkan berpikir bahwa hidup dengan segala problematikanya telah dihadapi dengan gagah berani, dijalani dengan tulus hati, dengan hati yang mengasihi kepada sesamanya dengan perbuatan dan kompetensi nyata. Pekerjaan atau karya memang belum selesai, tetapi dengan rela harus menyerahkan pada generasi muda sebagai generasi penerus yang akan menghidupi nilai-nilai perjuangan dan kerohaniannya. Menjadi tantangan bagi anak didiknya untuk mengaktualisasikan nilai perjuangan dan kerohaniannya pada masyarakat sekarang dalam medan tugas masing-masing.

Orang yang menjadi garam harus menjadi garam yang berkarakter dengan cara mengenali diri sendiri. Dalam khalwatnya, Pater Beek mengatakan rumuskanlah sebuah daftar tujuan pekerjaan dan tujuan hidup pribadimu sesuai prioritasnya sehingga kamu mengetahui persis, mana yang paling penting untuk dirinya. Tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu harus disesuaikan dengan panggilan pribadimu sebagai orang beriman di tengah masyarakat. Seorang kader yang berperan menjadi garam di masyarakat adalah orang yang menghayati kebebasannya untuk berbuat sesuatu di tengah masyarakatnya. Lewat pengalaman khalwat sebulan atau upgrading selama seminggu, Pater Beek menggembleng diri peserta agar dapat dipercaya (trustworthiness), hormat, bertanggung jawab, berperilaku adil (fairness), sikap peduli (care), menjadi warga negara yang baik, pemberani, mandiri dan tekun, dapat diandalkan (realibility), dan memiliki integritas. Bagi Pater Beek, karakter itu bukan hadiah yang turun dari langit tetapi hasil penggemblengan pribadi dengan jerih payah, dan pengorbanan sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa. Pater Beek mengutp Matius 10:16 dengan mengatakan hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Orang yang memiliki kehendak baik dan ketulusan hati harus pandai-pandai dalam bertindak sehingga kebaikan dan ketulusannya benar-benar terealisasi dalam tindakan.

3.3 Melengkapi Tradisi Lama

(14)

yang terdiri dari macam-macam unsur: pembaruan, kesaksian, pewartaan eksplisit, kegiatan rohani, berinisiatif dalam merasul. Unsur-unsur ini mungkin kelihatan bertentangan bahkan saling meniadakan, tetapi sesungguhnya saling melengkapi dan saling memperkaya. Masing-masing unsur harus dilihat dalam hubungannya dengan yang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pengaruh perilaku konsumen gaya hidup, kelas sosial, dan kepribadian berpengaruh signifikan terhadap keputusan

Banyak metoda yang bisa digunakan sebagai pendekatan penentuan tarif tersebut, e.g Metoda Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK), Kemauan Membayar (Willingness To Pay

Di masing-masing sentra pro- duksi umumnya telah ada industri pembi- bitan duku tradisional yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit (wikipedia.org 2008)... Permintaan

Adapun judul dari Laporan Akhir ini adalah “ Perencanaan Jembatan Rangka Baja Air Pedado Kelurahan Kramasan Kecamatan Kertapati!. Palembang Provinsi Sumatera

Menurut hasil penelitian dan pembahasan perhitungan uji anava satu jalan dengan sel tak sama dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Think Pair Share, model

Dari tabel 2 Hubungan antara Kepuasan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan dimensi Bukti Fisik menggunakan rank Spearman diperoleh hasil r = 0,657

penyesuaian akhir. Setelah proses penyesuaian musiman awal dan penyesuaian musiman akhir sudah dilakukan, maka selanjutnya adalah n.rencari taksiran komponen

Lalu ditambahkan dengan 5 ml ethanol 95%, kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit,