• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KOMUNIKASI PEMBAN GUNAN PENANGANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KOMUNIKASI PEMBAN GUNAN PENANGANA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penyuluhan Upaya Penanganan Penyakit Mastitis Pada Peternak Sapi Perah” dengan baik.

Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, diantaranya kepada orang tua penulis yang telah memberikan motivasi dan izin kepada penulis, kepada dosen pengajar Dr.Ir.Hj Lilis Nurlina, M. Si. yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.

Penulis mangharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari pembaca. Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Jatinangor, 18 Oktober 2015

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permintaan pangan yang bergizi semakin menjadi kesadaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber protein hewani yang banyak dihasilkan dari peternakan adalah daging, telur dan susu. Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi, namun produktivitasnya belum optimal.

Kebutuhan susu segar untuk konsumsi masyarakat masih relatif kecil karena belum menjadi kebiasaan yang umum. Peternakan sapi perah sebagai penghasil susu terbesar masih belum mampu memenuhi kebutuhan susu nasional.

Produksi susu dipengaruhi oleh oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh diantaranya adalah penyakit dan pakan. Permasalahan yang sering menimpa peternak sapi perah adalah penyakit mastitis, dimana 60-90 % sapi perah di Indonesia terserang mastitis.

Kurangnya wawasan dan pengetahuan dari para peternak sapi perah khususnya yang berada di daerah pedesaan membuat efisien pengembangbiakan dan pengembangan kerugian akibat mastitis sub klinis dapat berupa turunnya produksi susu sebesar 10-40%, penolakan susu oleh koperasi sebesar 20-30%, susu rusak, biaya pengobatan dan dokter hewan. Mastitis sub klinis disebabkan oleh mikroorganisme patogen diantaranya Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Klebsiella spp, E.coli dan Corynebacterium bovis. Maka dari itu pentingnya penulisan makalah ini agar membuka wawasan kita dan juga para peternak khususnya peternakan rakyat agar dapat mengetahui upaya penanganan penyakit mastitis atau radang ambing pada sapi perah.

(3)

manajemen pemerahan yang baku. Usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit mastitis yaitu memberikan penyuluhan kepada peternak.

1.2 Tujuan

Untuk memberikan informasi menganai upaya penanganan penyakit mastitis pada sapi perah, melalui pendekatan-pendekatan komunikasi pembangunan.

1.3 Permasalahan

Identifikasi Permasalahan meliputi :

1.3.1 Bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh para peternak

Permasalahan yang sering menimpa peternak sapi perah adalah penyakit mastitis, dimana 60-90 % sapi perah di Indonesia terserang mastitis. Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produktivitas sapi perah yaitu adanya penyakit radang ambing atau yang dikenal sebagai mastitis. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian yang besar akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Mastitis berhubungan langsung dengan kerugian peternak, karena akan menimbulkan konsekuensi tertentu dalam proses pengolahan susu selanjutnya. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya infeksi, terutama yang ditimbulkan oleh kesalahan manajemen dan kebersihan pemerahan yang tidak baku.

(4)

BAB II

KERANGKA TEORI / KONSEP

Komunikasi merupakan penyampaian lambang-lambang atau symbol dari sumber pesan ke penerima pesan, sehingga tercapai pengertian bersama tentang tujuan dan penggunaan lambang tersebut (Bryant, 1987).

Komunikasi merupakan proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih, dimana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas pesan yang disampaikan oleh semua pihak (Simanjuntak, 1987).

Komunikasi adalah suatu pendekatan atau suatu pandang yang terdiri dari unsur-unsur suatu metode, suatu program, dan suatu proses (Deddy, 2001).

Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1986).

Jenis khusus pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tingkatan yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan dan memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan tidak melaksanakan program non edukatif. Cara tersebut merupakan usaha pendidikan non formal untuk mengajar orang sadar dan mau melaksanakan ide-ide baru. (Claar et.al, 1984).

Susu merupakan salah satu kebutuhan manusia yang didapat dari sekresi kelenjar susu pada hewan mamalia. Nutrisi yang terkandung dalam susu diantaranya dalah air, lemak, protein, laktosa, vitamin, dan mineral. Indonesia saat ini mengalami defisit produksi susu 70% dalam memenuhi bahan baku Industri Pengolahan Susu (IPS), karena dari kebutuhan sekitar 1,3 miliar liter, produksi nasional hanya sekitar 350 juta liter (Nugroho dkk., 2011).

(5)

semakin kecil. Keadaan ini dapat terjadi sebagai akibat harga susu yang cenderung tetap sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 (Aisyah, 2011).

Produksi susu dipengaruhi oleh oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh diantaranya adalah penyakit dan pakan. Permasalahan yang sering menimpa peternak sapi perah adalah penyakit mastitis, dimana 60-90 % sapi perah di Indonesia terserang mastitis (Nurdin dan Mihrani, 2006).

Mastitis adalah proses peradangan pada ambing yang dapat berlangsung secara akut, sub akut, maupun kronis yang ditandai dengan kenaikan jumlah sel dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan susu, tanpa atau disertai perubahan patologi atas kelenjarnya sendiri (Prawesthirini dkk., 2012).

Mastitis klinis dapat menurunkan produksi susu, meningkatkan jumlah pekerja, meningkatkan biaya perlakauan, dan susu tidak dapat dikonsumsi oleh manusia (Berry dan Meaney, 2005).

Para peternak sapi perah umumnya sudah mengenal bentuk mastitis klinis. Akan tetapi untuk mastitis subklinis (MSK) peternak umumnya belum mengetahui, karena tidak tampak tanda-tanda klinisnya (Supar, 1997).

Insiden mastitis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi (85%) dan sebagian besar merupakan infeksi yang bersifat subklinis. Penyebab mastitis subklinis yang paling sering terdeteksi adalah Staphylococcus aureus (S. aureus) dan beberapa jenis bakteri lain seperti Streptococcus agalactie dan Eschericia coli (Abrar dkk., 2012).

(6)

Streptococcusagalactie merupakan bakteri non hemolitik coccus, koloninya sangat kecil namun dengan media Edward terlihat warna biru. Streptococcus agalactie sangat menular sebagai penyebab matitis subklinis dan mudah ditransmisi dari sapi le sapi lainnya yang sedang laktasi. Resevoir utama dari infeksi bakteri ini adalah ambing. Meskipun adakalanya koloni ditemukan pada saluran puting dan kulit, terutama pada permukaan yang kasar (Blowey, 1995).

Streptococcus agalactie merupakan bakteri gram positif yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat veteriner. Bakteri ini pada manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya yang sangat ditakuti yaitu menyebabkan penyakit jantung (Kuntaman, 2007)

Terjadinya masititis ini sering sebagai akibat dari adanya luka pada puting atau jaringan ambing, yang kemudian diikuti oleh kontaminasi mikroorganisme melalui puting yang luka tersebut.Hal ini dipercepat dan dipermudah apabila sphincter muscle puting sudah mulai melemah (Surjowardojo, 1990).

(7)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengenalan Penyakit Mastitis

Pada masyarakat di Desa Cikahuripan Kabupaten Bandung, penyakit mastitis masih dianggap sebagai penyakit yang berbahaya bagi hewan ternak sapi perah. Sebagian besar mastitis disebabkan oleh masuknya bakteri patogen melalui lubang puting susu ke dalam ambing dan berkembang di dalamnya sehingga menimbulkan reaksi radang. Terjadinya masititis ini sering sebagai akibat dari adanya luka pada puting atau jaringan ambing, yang kemudian diikuti oleh kontaminasi mikroorganisme melalui puting yang luka tersebut. Mastitis pada sapi perah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya bisa saja faktor dari lingkungan sekitar seperti keadaan kandang yang kurang bersih tetapi sebagian besar disebabkan dari segi infeksi bakteri yang merupakan penyebab utama terjadinya mastitis dan kurang lebih 95% mikroorganisme itu masuk ke tubuh ternak tersebut khususnya di bagian ambing dan dapat merusak puting.

Penyakit mastitis akan menimbulkan kerugian berupa penurunan jumlah dan mutu susu, sehingga tidak dapat dipasarkan. Mastitis dalam keadaan parah dapat mematikan puting susu sehingga puting tidak berfungsi lagi.

3.2 Gejala Awal Timbulnya Penyakit Mastitis

Pada masyarakat pedesaaan yang masih menangani ternak sapi perah secara tradisional belum mengetahui bahwa Gejala pada penyakit mastitis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu ada mastitis klinis dan mastitis sub klinis.

(8)

kronis, yaitu ditandai dengan ternak terlihat seperti sehat, Ambing teraba keras, peot, bahkan mengeriput serta putting menjadi peot.

Adapun yang dinamakan dengan Mastitis Sub Klinis, tidak diketahui yang merupakan peradangan pada ambing tanpa ditemukan gejala klinis pada ambing dan air susu, gejala ini dapat dilihat tanda-tandanya diantaranya seperti, Ternak terlihat seperti sehat namun nafsu makannya biasa serta suhu tubuh yang normal, ambing normal, susu tidak menggumpal dan warna tidak berubah. Tetapi jika melalui pemeriksaan akan didapatkan berupa jumlah sel radang meningkat dan juga ditemukan kuman-kuman penyebab penyakit tersebut. Pada kondisi lingkungan yang buruk juga termasuk pada gejala awal terjadinya mastitis diantaranya, kandang dan ternak yang basah dan kotor, urutan pemerahan yang salah, peralatan pemerahan yang kotor, serta pemerah atau pekerja yang memiliki tangan kotor, kuku tajam, pakaian kotor.

Banyaknya puting yang terinfeksi mastitis sub klinis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain Kondisi kandang dan ternak yang kotor dan basah, Kondisi pemerah atau pekerja kandang yang kurang bersih, Tidak membedakan pemerahan antara puting yang terinfeksi dan puting yang tidak terinfeksi mastitis, tidak dilakukan Teat Dipping, yaitu pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan setelah pemerahan selesai, dan Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap mastitis sub klinis dengan teratur sehingga penanganan penyakit terlambat.

3.3 Bahaya Penyakit Mastitis Bagi Hewan Ternak dan Manusia

Penularan mastitis ini dapat dari seekor sapi ke sapi lain dan bisa juga melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan bahkan dari lalat. Bahaya bagi hewan ternaknya yaitu sapi tidak akan mengeluarkan susu dari ambingnya dan juga dapat menurunkan tingkat produktivitas susu yang baik dan berkualitas.

(9)

3.4 Pencegahan serta Pengendaliannya 3.4.1 Pencegahan

Peternak sapi perah dapat melaksanakan beberapa tindakan untuk mencegah dan mengontrol timbul serta berkembangnya risiko terjadinya infeksi mastitis. Tindakan itu adalah menjaga kebersihan kandang (terutama lantai), alat-alat, dan air. Susu diuji menggunakan cawan hitam, California Mastitis Test (CMT),

Pencegahan mastitis subklinis dengan pemberian antibiotika ke dalam puting di lakukan pada masa kering kandang yakni di laksanakan setelah minggu pertama kering kandang dan diulang 2 sampai 3 minggu sebelum beranak. Beberapa hal yang harus di lakukan dalam pencegahan mastitis antara lain:

– Selalu menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya

– Melaksanakan prosedur sebelum, pada saat dan setelah pemerahan dengan baik dan benar; Melaksanakan program pemeriksaan mastitis secara teratur setiap bulan dan pemeriksaan mastitis terhadap sapi laktasi yang akan di beli.

– Melaksanakan masa kering kandang selama 6 sampai 7 minggu secara baik dengan cara : pada minggu pertama; hari ke 1 sampai ke 3 sapi diperah satu kali, hari ke 4 sapi boleh diperah sekali lagi lalu dihentikan atau jangan diperah lagi, hari ke 5 sampai ke 8 ambing mulai mengecil dan pembentukan susu terhenti.

Pencegahan Mastitis Klinis sederhana sekali, yaitu dengan pemeliharaan pra dan pasca pemerahan yang ideal dan sesuai prosedur dapat mengurangi kemungkinan mastitis. Dengan cara antiseptic dipping kwartir dari kelenjar mammae dapat menekan kejadian mastitis secara signifikan. Disamping itu, cara pemerahan yang benar dapat membantu mengurangi faktor predisposisi penyakit.

3.4.2 Pengendaliannya

(10)

diduga suspect mastitis bisa diterapi dengan antibiotik sesuai dari bakteri kausanya. Kwartir dari ambing yang suspect mastitis tidak boleh dilakukan pemerahan baik dengan manual maupun mesin automatic karena memungkinkan menular pada ambing yang lain. Cara pemberian mastilax ini dengan cara susu diperah sampai habis setelah itu dibersihkan atau di strelisasi dengan air hangat kemudian di suntik injeksi kedalam putingnya.

3.5 Penyuluhan Mengenai Pentingnya Menjaga Kesehatan Sapi Perah

Pada masyarakat pedesaan pengetahuan mengenai bahaya penyakit mastitis kurang begitu diketahui maka dari itu, masyarakat peternak sapi perah yang berada di pedesaan harus dapat lebih memperhatikan kesehatan pada ternaknya maupun kebersihan lingkungan sekitar dan juga kebersihan kandangmya agar sapi tidak mudah terkontaminasi oleh bakteri maupun mikroorganisme sehinghga dapat menghasilkan produksi susu yang baik apabila kesehatannya dapat dijaga dengan baik.

3.6 Objek dan Pendekatan/Metode Penyuluhan yang digunakan

Objek Penyuluhan

Objek penyuluhan dan penelitian ini adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK pojok yang berada di Kampong Pojok, Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Metode Yang Digunakan

Penelitian dilakukan dengan metode survey dengan metode survei dengan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Reponden yang diambil sebanyak 30 peternak dari 295 orang peternak anggota TPK pojok. Maka nilai pengamatan akan mendekati sebaran normal. Informasi yang dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner.

a. Perencanaan Penyuluhan

(11)

2. Memilih metode yang tepat, Metode yang digunakan yaitu dengan dengan temu lapang (berdialog di lapang) tentang masalah-maslah apa saja yang dihadapi peternak dan menggunkan media demonstrasi atau peragaan dengan mempraktekkan secara langsung.

b. Persiapan kegiatan

Pada tahap persiapan kegiatan ini, langkah yang dilakukan yaitu:

a. Melakukan perijinan, yaitu dengan membuat surat perijinan ditujukan untuk Kepala Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

b. Proses perijinan dilakukan dengan menghubungi kantor Balai Desa setempat di Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Setelah itu dilaukukan penggalian data dan potensi desa, monografi desa, jenis komoditas unggulan desa dan tingkat produktivitasnya, kelembagaan kelompok tani, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Program penyuluhan selanjutnya yang sudah disetujui akan ditandatangani oleh para penyusun (perwakilan pelaku utama, pelaku usaha, dan penyuluh), kemudian ditandatangani oleh kepala Desa/kelurahan sebagai tanda mengetahui dan menyetujui. c. Pelaksanaan Penyuluhan

Setelah memperoleh ijin dari pihak terkait serta data dan informasi dari masyarakat yang akan dilakukan penyuluhan, maka langkah selanjutnya yaitu dilaksakan sosialisasi program penyuluhan tentang upaya penanganan penyakit mastitis pada peternak sapi perah di Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat dengan menerapkan teknologi yang akan disuluh.

d. Media Penyuluhan

(12)

Artinya yaitu dengan menjelaskan mengunakan media poster tahap-tahap apa saja yang dialkukan ketika sapi perah terserang mastitis. Pada media poster ini terdapat informasi tentang penyebab apa saja yang ditimbulkan sehingga sapi perah terserang mastitis, gejala apa saja yang muncul pada ternak, cara mencegahnya, dan selanjutnya cara mengobati yang tepat.

b) Video

Artinya yaitu menjelaskan dengan menggunakan video. Video ini bisa berupa tata cara manajemen pemeliharaan yang baik agar ternak sapi perah tidak terserang mastitis. Karena dengan menampilkan video informasi yang disampaikan dapat lebih diserap dan dicerna oleh para peternak mengenai upaya penanganan penyakit mastitis pada sapi perah.

Respon Masyarakat Terhadap Penyuluhan Tersebut

(13)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Pelaksanaan penyuluhan upaya penanganan penyakit mastitis pada peternak sapi perah di desa Cikahuripan kabupaten Bandung Barat termasuk kedalam kategori tinggi karena dapat dilihat dari respon peternak terhadap pelaksaan penyuluhan ini bahwa setelah diberikan penyuluhan dari mulai mengenai pengenalan penyakit mastitis, gejala awal, sampai ke pencegahan serta pengendaliannya dengan menggunakan pendekatan komunikasi pembangunan dengan cara audiovisual dan juga pengambilan sampel kepada beberapa peternak, sehingga mereka dapat lebih memahami serta dapat mengaplikasikannya dalam upaya meningkatkan tingkat produktivitas susu di desa tersebut.

4.2 Saran

Di desa cikahuripan kabupaten bandung barat para peternak sapi perah, yang sebagian besar sapi-sapi nya banyak terjangkit penyakit mastitis, maka dari itu sebaiknya para peternak harus lebih bisa memerhatikan kesehatan pada sapinya serta peran kelurahan maupun desa setempat untuk lebih sering mengadakan penyuluhan ataupun sosialisasi kepada para petani da khususnya kepada para peternak. Dari sisi pengobatan penyakit mastitis ini, peternak sapi perah sebaiknya berkonsultasi dengan dokter hewan, jika ingin menggunakan antibiotik karena

(14)

DAFTAR PUSTAKA

 Abrar, Mahdi., dkk. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Hemaglutinin Staphylococcus Aureus Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(1): 16-21. Institut Pertanian Bogor. Bogor

 Berry, D.P.dan W.J. Meaney. 2005. Cow Factors Affecting The Risk of Clinical Mastitis. Irish Journal of Agricultural and Food Research. 44(2): 147-156. South of Ireland

 Bryant, C., dan White, L.G. 1987. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang. LP3ES, Jakarta.

 Deddy Mulyana 2001. Ilmu Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

 Dwi Sulistia Anggarani*, Marina Sulistyati, dan Hermawan

Universitas Padjadjaran. 2015 . Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Penyuluhan Mengenai Pencegahan Penyakit Mastitis. Journal of Indonesia Tropical Animal Husbandry .

 Gerungan. 2002. Psikologi Sosial. PT Refika Aditama. Bandung.

 Hartono, Budi . 2005 . Struktur Pendapatan Peternak Sapi Perah Rakyat : Studi Kasus Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang . Journal of Indonesia Tropical Animal Agriculture .

 Mardikanto, T. 2002. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. UNS Press. Surakarta..

 Nugroho. 2011. Produktivitas Susu Sapi Perah. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

 Rogers, E.M., dan F.F. Shoemaker (Disadur Abdilah Hanafi). 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional, Surabaya.

 Simanjuntak, A.K. 1987. Proses Komunikasi Dasar: Teori dan Praktek. Sosek Fapet IPB, Bogor.

 Sudjana. 2005. Metoda Statistika. PT Tarsito. Bandung.

(15)

PENYULUHAN UPAYA PENANGANAN PENYAKIT MASTITIS PADA PETERNAK SAPI PERAH

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Pembangunan

Disusun Oleh :

Nama : Syifa Savira Rahmawati NPM : 200110140012

Kelas : A

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan kegiatan Administrasi Akademik (ADAK) di pimpin oleh seorang pejabat struktural dengan jabatan Eselon IV A. Jumlah tenaga pengelola ADAK di Direktorat

Di antara „illah (kausa atau motif hukum) dari terlarangnya memelihara anjing selain untuk kebutuhan yang disebutkan di atas adalah penegasan dan peringatan dari Rasulullah saw, bahwa

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa seseorang yang berpengalaman akan memiliki lama waktu masa kerja, tingkat keterampilan yang dimiliki, penguasaan terhadap

Guna mengatasi masalah keamanan wisatawan maka pembentukan lembaga masyarakat Kelompok Sadar Wisata di daerah jerowaru merupakan solusi yang tepat yg dapat

Paralel giri ş li paralel çıkı ş lı kayar yazaç kısa süreli veri saklama amaçlı kullanılan. yazaç

Departemen Kesehatan mempunyai rumusan tentang pemberdayaan masyarakat, yakni upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

PROGRAM STUDI KEAHLIAN: KEUANGAN KOMPETENSI KEAHLIAN: AKUNTANSI.. JUDUL BUKU:

Penyusunan draf produk awal peneliti membuat modul pembelajaran sesuai dengan konsep atau teori-teori pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan dalam teori belajar Dienes