• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah sistem pendidikan sosial budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah sistem pendidikan sosial budaya"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KAJIAN KONDISI DAN NILAI SOSIAL BUDAYA PENDIDIKAN, SERTA PENDEKTAN HOLISTIK INTEGRALISTIK FUTURISTIK DALAM MEMECAHKAN

MASALAH PENDIDIKAN

Disusun Oleh:

C A H Y O N O, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana utama untuk mensukseskan pembangunan nasional, karena dengan pendidikan diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan. Titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan juga merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup suatu bangsa agar tidak sampai menjadi bangsa yang terbelakang dan tertinggal dengan bangsa lain.

Berbicara tentang konsep pendidikan saat ini, bahwasanya pendidikan itu ada dan hidup dan berkembang di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan ketergantungan yang sangat erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Suwarma, (2001:39), bahwa pendidikan nasional kita masih dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain: peningkatan kualitas proses dan hasil, terbatasnya dana yang tersedia dan belum tergalinya sumber dana dari masyarakat secara professional. sesuai dengan prinsip pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orang tua.

Sementara itu, pendidikan masih terus bergelut dengan semakin menguatnya pendekatan kuantitas sebagai dampak dari upaya memberikan tempat kepada prinsip demokratisasi pendidikan. Disisi lain, masalah kesempatan memperoleh pendidikan lebih memiliki kekuatan politis untuk menyita perhatian para pengambil keputusan dalam pendidikan. Dampaknya, menambah beban kerumitan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dan peningkatan kualitas manusia Indonesia.

Peningkatan kualitas manusia Indonesia berkaitan erat dalam masalah budaya bangsa, dimana pendidikan yang merupakan bagian integral yang memiliki peran strategis dalam usaha tersebut. Manusia Indonesia harus mampu mengembangkan kualitasnya, sesuai dengan gerak perkembangan masyarakat yang bersifat dinamis, yang menantang manusia serupa tetap survive, memiliki daya tahan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai khalifah di muka bumi.

Kulitas manusia Indonesia dalam menyongsong tahun 2020 harus dan diantisipasi kadar kualitasnya, dimana dalam era abad informasi modern ini diperlukan manusia yang canggih dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Maka pendidikan harus bisa tanggap terhadap tuntutan ini, apabila pendidikan mau memelihara eksistensinya sebagai “ilmu” yang mampu memecahkan berbagai fenomena pendidikan.

(3)

dan teknologi, harus bisa menempatkan fenomena pendidikan sebagai masalah social yang merupakan tanggung jawab semua pihak.

Masalah pendidikan amat luas jikalau kita pikirkan, menyangkut berbagai aspek kehidupan, tidak hanya dibtasi dalam kelas saja, bukan persoalan proses belajar mengajar semata, oleh karena itu diperlukan berpikir holistic integralistik futuris dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan itu. Kontribusi intervensi berbagai disiplin ilmu-ilmu social yang diperlukan, untuk memecahkan masalah pendidikan dalam menyongsong pembentukan kulitas manusia Indonesia, harus sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat.

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, maka untuk lebih mempertegas masalah yang akan dikaji dan memperjelas lebih mendalam lagi mengenai kondisi dan nilai social budaya pendidikan, dan pendekatan holistik integralistik futuristik dalam memecahkan masalah pendidikan, di bawah ini di rumuskan satu persatu permasalahan yang akan di bahas pada bab berikutnya, yaitu:

1. Bagaimana masalah pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia 2. Bagaimana peluang dan tantangan pendidikan

3. Bagaimana implikasi peluang dan tantangan pendidikan terhadap lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK)

4. Seperti apa kondisi dan nilai social budaya pendidikan ilmu pengetahuan social (IPS) dalam pembangunan nasional

5. Bagaimana tantangan dan peluang bagi pendidikan ilmu pengetahuan social (PIPS) 6. Apa saja implikasi social budaya terhadap pendidikan ilmu pengetahuan social

7. Bagaimana pendekatan integralistik dan futuristic dalam memecahkan masalah pendidikan

8. Bagaimana data empirik tentang kualitas manusia Indonesia dan pendidikan B. Identitas buku

1. Judul Buku : Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya 2. Pengarang : Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, SH.,M.Pd 3. Penerbit : Gelar Pustaka Mandiri, Bandung

4. Konsentrasi Ulasan : Bab 3 dan Bab 4 (Hal. 39-57)

(4)

BAB II

Kondisi dan Nilai Sosial Budaya Pendidikan dan

Pendekatan Holistik Integralistik Futuristik Dalam Memecahkan Masalah Pendidikan A. Pendidikan dan Sumber Daya Manusia

Pembicaraan tentang sumber daya manusia senantiasa diorientasikan dalam pemikiran ekonomi yang menempatkan manusia sebagai faktor produksi, sehingga sering terperangkap pada upaya memperkecil peran dan potensi menusia sebagai subyek seutuhnya. berkaitan dengan pendidikan, sumber daya manusia mesti ditempatkan dalam pemikiran manusia sebagai subjek pendidikan yang seutuhnya memiliki potensi untuk mandiri dan berkembang sesuai dengan kodrat dan lingkungannya.

Kaitannya dengan peran pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia, kiranya perlu diantisipasi masalah demografi. Muncul pemikiran para pakar yang memperkirakan bahwa menjelang abad ke 21 penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 250 juta orang lebih. Kondisi jumlah seperti ini akan melahirkan empat masalah utama; pangan, lapangan kerja, urbanisasi, tata ruang dan mutu lingkungan hidup. Para pakar ekonomi dan manajemen mengisyaratkan bahwa yang di-pandang strategis adalah usaha peningkatan produktivitas sistem nasional, seyogyanya mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional. Jika hal ini dilakukan akan memiliki dampak positif ke berbagai sektor dan dimensi kehidupan bangsa.

Di lain pihak perlu disadari bahwa keberhasilan produktivitas sistem nasional ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya yang diakui bahwa pendidikan merupakan wahana dan aset sosial yang dapat meningkatkan kualitas tersebut. Konsekuensinya, pendidikan tidak hanya terbatas pada proses pendidikan sekolah akan tetapi posisi dan perannya akan semakin meluas menjadi kekuatan sosial budaya.

Pentingnya peran pendidikan dan ilmu pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Dimana kehidupan manusia makin diwarnai oleh menguatnya hidup kompetitif, dimana kemampuan kompetitif ini merupakan tuntutan bagi pengembangan kualitas. Pendidikan jelas tidak hanya sekedar mengajarkan atau menjejalkan informasi, akan tetapi pendidikan merupakan tranformasi kualitas personal dan kehidupan social budaya. Pendidikan yang merupakan pencurahan informasi, tanpa mengembangkan potensi berpikir peserta didik, akan menjadi sumber daya manusia berkualitas yang tidak mampu berkompetitif.

B. Peluang dan Tantangan Pendidikan

Pendidikan memiliki banyak peluang untuk menciptakan kondisi berkembangnya potensi manusia, untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan etos kerja dalam kerangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

(5)

karena keterbatasan sumber daya (dana, tenaga, dan waktu) dan kendala lain, kedua pilihan itu tidak menggembirakan. Kiranya sulit dihindari bahwa kondisi dan posisi seperti ini merupakan salah satu kelemahan pendidikan sekolah sekarang ini, sementara itu peningkatan kualitas sumber daya manusia menyongsong abad ke-21 yang membawa tuntutan kualitas SDM semakin meningkat merupakan tantangan.

Kemudian persoalan pendidikan nasional dalam peningkatakan sumber daya manusia tidak hanya terperangkap oleh peningkatan mutu dan memperluas kesempatan, akan tetapi juga terperangkap oleh pemikiran, yang memperkecil arti pendidikan dalam formalistik persekolahan yang nantinya akan mempersempit peran pendidikan juga memperckecil makna pendidikan. C. Implikasi terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

Peluang dan tantangan dalam usaha memerankan pendidikan dan ilmu pendidikan dalam dalam meningkatkan sumber daya manusia seperti dikemukakan di atas, berdampak terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) serta nilai sosial tenaga kependidikan dewasa ini. Salah satu dampaknya LPTK lebih terkesan sebagai lembaga yang mempersiapkan “Guru” persekolahan, ketimbang tenaga kependidikan dalam arti luas, yang secara sosiologis menempatkan lapangan kerja lulusan LPTK “dibatasi” pada jalur persekolahan. Kondisi ini LPTK dalam pendekatan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan guru, lebih menonjol perannya sebagai lembaga pemasok ketimbang sebagai pengembang dan pendukung ilmu pengetahuan. Kiranya LPTK sebagai subsistem dari pendidikan nasional masih juga dihadapkan pada pemikiran dilematis kuantitas dan kualitas yang sulit berkelit dari beban perekayasaan sentralistik dalam kebijakan akademiknya.

D. Mengamati Kondisi dan Nilai Sosial Budaya Pendidikan IPS

Penghargaan yang “berlebih” terhadap pendidikan MIPA dan kurang memberikan arti penting terhadap non-MIPA. Demikian pula proses pendidikan masih lemah karena orientasi pada hasil pendidikan seperti dikemukakan di atas. Pendidikan masih dirasakan kurang penyentuh aspek nilai dan moral sosial. Menguatnya orientasi nilai ini mempengaruhi sementara para pengambil keputusan pendidikan kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan ilmu sosial dan humaniora. Hingga saat sekarang orientasi ini masih menguat bahkan terus akan dilanjutkan dan hali ini dirasakan terhadap bidang ilmu pengetahuan social.

(6)

E. Tantangan dan Peluang Bagi Pendidikan IPS

Pendidikan IPS dihadapkan kepada tantangan untuk berperan dalam meningkatkan kemampuan dan optimalisasi potensi berpikir, untuk itu perlu ditransformasikan dari pelajaran yang hanya dipandang hapalan kepada pelajaran yang mampu mempertajam potensi berpikir dan memperluas cakrawala pemikiran peserta didik. Dalam kaitan ini, pendidikan IPS perlu ditingkatkan kualitasnya, dengan mengfungsionalkan pendidikan ini sebagai media pengembangan kemampuan berpikir, sekaligus memperkuat apresiasi dan pemilikan nilai-nilai yang tumbuh dna berkembang dalam masyarakat.

Peluang ini makin tampak dengan perkembangan IPTEKS, terutama dalam system komunikasi informasi, lingkungan social budaya menjadi lebih terbuka, memungkinkan peserta didik berinterkasi lebih terbuka. Sehingga pendidikan IPS bisa menjadi sebuah kebutuhan khusus bagi siswa. Pendidikan IPS perlu diintergrasikan dengan pendidikan luar sekolah agar lebih mengembangkan wawasan dan pemikirannya.

F. Implikasi Sosial Budaya dan Pendidikan

Pendidikan nasional masih diwarnai oleh pemikiran dilematis antara kuantitas dan kualitas pendidikan, memunculkan tantangan bagaimana menjadikan dua sisi tersebut menjadi kekuatan dalam menggali sumber daya pendidikan. Terbatasnya dana dan tenaga pendidikan yang tersedia dihadapkan kepada masalah peningkatan mutu dan kesempatan belajar. Menuntut penggalian sumber daya pendidikan yang terdapat dalam masyarakat dengan konsep pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Disamping itu menempatkan pendidikan tidak terbatas dalam pemikiran formalistik persekolahan. Sementara itu perlu adanya reposisi pendidikan termasuk pendidikan IPS dijadikan titik orentasi pengembangan, Maka pendidikan akan lebih berperan dalam mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul untuk mendukung tumbuh berkembangnya teknologi social dan system social.

G. Pendekatan Integralistik dan Futuristik

Pendekatan integralistik menempatkan masalah pendidikan merupakan bagian integral dari masalah social budaya, konsekuensinya keharusan menggunakan pendekatan interdisipliner dan multi disiplin dalam menganalisa masalah sosial. Pendekatan futuris, pendekatan yang mengantisipasi pendidikan menjorok kepada masa mendatang, pendekatan pemecahan masalah pendidikan didasarkan atas antisipasi perubahan social. Menurut Tilaar (1967), futurisme lahir dikarenakan oleh adanya dua jenis keresahan menganalisis pendidikan dewasa ini: pendekatan tidak mengantisipasi perubahan social yang bakal terjadi, isi kurikulum terutama diarahkan kepada masyarakat sekarang, yang mengakibatkan pendidikan itu steril terhadap masa depan dan terpaku terhadap kebutuhan jangka pendek. Menurut Tilaar, sikap ini tidak lain membuka jalan kearah katasropi, dan dengan demikian pendidikan telah kehilangan “nilai moralnya”. Tanpa dilakukan pendekatan ini, pendidikan tidak akan mampu memecahkan persoalannya secara tuntas dan akan timbul kembali masalah yang lebih serius dalam waktu yang sangat singkat.

(7)

capability, pendidikan harus mampu memunculkan ketiga kemampuan tersebut. Untuk itu pendidikan harus mampu memberikan kemudahan memperoleh informasi, menganalisis informasi, dan mendayagunakannya untuk memecahkan masalah kehidupan.

H. Data empirik tentang kualitas manusia Indonesia dan Pendidikan

Manusia Indonesia lebih mengutamakan ijazah (hasil) daripada kemampuan, sejalan dengan itu pendidikan hanya bersifat hafalan dan orientasi kepada pemilikan ijazah, ditunjang dengan budaya sector formal yang lebih mementingkan aspek formal daripada kemampuan nyata, lembaga pendidikan formal nyaris sebagai tempat pendapatan ijazah daripada melatih guna mendapatkan kemampuan.

Masalah pendidikan di Indonesia masih berkisar/bergelut dengan masalah kuantitas untuk sekolah menengah, dengan kualitas lebih ditekankan kepada pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Pendidikan masih menutup diri dari intervensi IPTEK, mempersempit diri hanya bertumpu pada pendidikan formal, wawasan filosofis tergeser oleh desakan pragmatis dan konvensional, sehingga antisipasi futuris kualitas manusia Indonesia tidak menjadi dasar pembentukan kebijaksanaan pemecahan masalah pendidikan. Akibatnya pendekatan parsial dan formal mendominasi pengahampiran fenomena pendidikan, makin menjauh tuntutan dan kenyataan.

Terdapat beberapa gejala perilaku yang dapat merusak kualitas manusia Indonesia yang merupakan tantangan dan ancaman, seperti: kemerosotan nilai-nilai etis idealitas tergeser oleh egoisme untuk keuntungan pribadi, rendahnya nilai-nilai kesetiakawanan, tumbuhnya nilai-nilai spekulatif, responsive terhadap kemudahan-kemudahan yang ditawarkan tanpa pemikiran yang rasional, budaya gengsi lebih tinggi sehingga nilai-nilai keropos berusaha ditutupi, menampilkan berbagai pola tingkah laku yang tidak solid, menurunnya mitos simbolik.

(8)

BAB III

ANALISIS BAB 3 DAN BAB 4

Teori orientasi nilai sosial budaya yang dikembangkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck yang mana dalam teori ini mengatakan bahwa dalam masyarakat terlihat dimana orientasi nilai-nilai yang menekankan pandangan waktu yang berorientasi kemasa depan, pandangan terhadap alam yang menekankan bahwa hukum alam dapat diketahui dan dikuasai, pandangan bahwa bekerja itu sesuatu yang dapat menimbulkan kerja yang lebih banyak, pandangan bahwa semua manusia itu sama, semuanya merupakan orientasi nilai yang telah membawa kemajuan.

Berbicara tentang pendidikan dan kaitannya dengan nilai social budaya, realitasnya carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial. Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.

Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat.

Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.

1. Pendidikan dan Sumber Daya manusia

Pendidikan merupakan investasi besar bagi sebuah negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, kelembagaan dan berbagai kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya berupa tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.

(9)

yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.

Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang konsen terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.

Hal senada dengan apa yang dikatakan oleh Tilaar (2012:156), bahwa: system pendidikan nasional yang sangat sentralistik dan kemudian melaksanakan Ujian Nasional (UN) yang kaku bahkan akan mematikan kemampuan kreativitas peserta didik. Dengan adanya UN yang sama dari Sabang sampai Merauke, maka tidak da peluang untuk pengembangan kreativitas peserta didik. Belum lagi impilkasi yang terjadi terhadap kerusakan moral dari peserta didik karena tujuannya ialah lulus dari UN dengan berbagai cara meskipun dengan cara-cara amoral.

Sesungguhnya pendidikan nasional harus bertitik-tolak kebutuhan anak Indonesia. Artinya pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan serta dalam konteks social ekonomi suatu bangsa. Pendidikan nasional yang sesuai dengan kebutuhan anak Indonesia berkaitan dengan kebijakan desentralisasi serta otonomi daerah. Dengan adanya otonomi pendidikan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu hal yang positif dalam rangka kontekstualisasi pendidikan yang disesusaikan dengan kebudayaan local serta potensi kekayaan alam Nusantara. Dengan proses belajar kritis dan kreatif berarti pendidikan nasional meletakkan dasar bagi lahirnya para inventor dan manusia yang bisa menciptakan peluang usaha dalam masyarakat Indonesia.

2. Bagaimana Peluang dan Tantangan Pendidikan Kita ke depan

Menghadapi perubahan dan tuntutan zaman, maka sistem pendidikan kita semestinya harus memikirkan bagaimana bisa menciptakan manusia-manusia yang handal dan manusia yang kreatif apabila telah keluar dari lembaga pendidikan yang telah ditempuhnya. Bukan malah sebaliknya hanya terfokus pada kuantitas keluarannya, melainkan kualitas juga perlu dipertimbangkan dengan matang. Saat ini semua umat manusia sedang memuja globalisasi (manusia mengglobal). Maka sudah semestinya lah semua pihak yang terkait (pemerintah maupun komponen masyarakat) memikirkan kualitas pendidikan untuk pendidikan generasi masa kini dan masa depan.

(10)

sedikitnya ada enam masalah pokok sistem pendidikan nasional: (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2) pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan (6) sumber daya yang belum profesional.

Menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara kaffah (menyeluruh), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Dalam hal ini perlu adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan itu. Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan melalui kerjasama secara demokratis. Unesco (1990) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan Pancasila: pertama; pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua, belajar seumur hidup (life long learning). Kultur yang demikian harus dikembangkan dalam pembangunan manusia, karena pada akhirnya aspek kultural dari kehidupan manusia lebih penting dari pertumbuhan ekonomi.

3. Bagaimana implikasi tantangan pendidikan terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK)

Mengutip pendapat Al Muchtar, S. (2001:45), bahwasanya peluang dan tantangan dalam usaha memerankan pendidikan dan ilmu pendidikan dalam meningkatkan sember daya manusia, berdampak terhadap LPTK serta nilai social tenaga kependidikan dewasa ini. Salah satu dampaknya LPTK lebih terkesan sebagai lembaga yang mempersiapkan “Guru” persekolahan, ketimbang tenaga kependidikan dalam arti luas, yang secara sosiologis menempatkan lapangan kerja lulusan LPTK “dibatasi” pada jalur persekolahan.

Dari pendapat di atas, menurut saya, pemikiran tersebut masih relevan dengan keadaan yang terjadi saat ini. Lulusan LPTK kurang diperhatikan dan kurang dipedulikan dalam dunia kerja yang berkenaan dengan lapangan kerja untuk perusahaan. Dan yang lebih kasihan lagi, LPTK menjadi pusat kesalahan besar bagi masyaralat dalam dunia pendidikan apabila tingkat kelulusan siswa sangat rendah. Hal ini sering terjadi, apabila siswanya bodoh dan tidak naik kelas atau tidak lulus, maka yang disalahkan adalah gurunya. Kemudian akan merembet kepada” lulusan perguruan tinggi mana guru itu”. Nah, ini yang menjadi bahan pemikiran bersama, bagaimana LPTK bisa mencetak guru-guru yang professional dan mempunyai kompetensi di bidangnya. Dan tidak hanya kompetensi yang harus dikembangkan, namun juga kemampuan bidang lainnya dan keterampilan (skill) juga perlu dimiliki calon lulusan guru. Mengapa demikian, karena untuk mencetak siswa yang berprestasi dan handal, maka peran guru sangat penting (urgen) mendidik, mengajar. membimbing, dan melatih siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.

(11)

kontinyu. pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru, termasuk juga tenaga kependidikan pada umunya, dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan diklat (Danim, S. 2010), antara lain:

1) Pendidikan dan pelatihan

f. Kursus singkat diperguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya g. Pembinaan internal oleh sekolah

4. Bagaimana kondisi dan nilai social budaya pendidikan IPS

Pendidikan ilmu pengetauan social sebenarnya memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam disiplin ilmu-ilmu social dan ilmu lainnya, hal ini dikarenakan orang-orang social sangat cerdas dalam melihat sudut pandang, mempertimbangkan, dan memutuskan berbagai fenomena, gejala-geajal dan realitas yang ada dalam kehidupan manusia. Dan pendidikan ilmu social sudah seharusnya menjadi sebuah kebutuhan dalam pendidikan, baik dari jenjang pendidikan dasar dan samapai jenjang pendidikan tinggi.

Namun melihat kondisi dan nilai social budaya pendidikan ilmu pengetahuan social di Negara ini, jurusan IPS atau orang-orang social dianggap nomor dua dalam status social pendidikan. Hal ini disebabkan bahwa, yang diperlukan oleh Negara untuk membangun negeri ini adalah orang-orang pintar yang berasal dari bidang Ilmu Pengetahuan Alam, dan orang social hanya sebatas cadangan atau pemain pengganti saja. Artinya kuantitas lebih didahulukan daripada kualitasnya.

Fenomena di atas telah membuktikan bahwa, ilmu social dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang dinomorduakan. Padalah bangsa ini sangat membutuhkan manusia yang handal dan berkualitas. Namun apalah daya, yang terjadi saat ini di lembaga pendidikan sekolah, siswa kurang tertarik untuk masuk di bidang atau jurusan IPS karena dianggap kurang diperhitungkan dalam dunia kerja.

(12)

pelajaran yang di UN (ujian nasional) kan, ada kecenderungan mengabaikan, baik oleh siswa maupun pihak sekolah akan pentingnya materi PKn.

Hal ini sangat kentara terasa pada siswa kelas IX dan XII, dimana menjelang UN, mata pelajaran PKn ditiadakan atau ditinggal pada kegiatan pemadatan materi pelajaran di sekolah-sekolah. Padahal, pada ujian sekolah untuk mata pelajaran PKn masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah standar/KKM. Ironisnya, pihak sekolah dengan alasan klise meminta (memerintahkan) pada guru agar mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak di UN kan, termasuk PKn, agar mendokrak nilai ujian sekolah tersebut demi gengsi sekolah dan untuk memenuhi tuntutan pengguna lulusan yang mensyaratkan nilai PKn minimal 7 untuk dapat diterima di lembaganya. Akibatnya, posisi PKn dengan materi yang begitu penting dan wajib seakan bias dengan keadaan nyata oleh kebijakan sekolah yang terkesan bahwa PKn hanyalah pelengkap penderita.

5. Apa saja tantangan dan peluang bagi pendidikan IPS

Menurunya kualitas bersamaan dengan merosotnya penghargaan peserta didik dan masyarakat, dan munculnya perlakuan diskriminatif memungkinkan semakin berkembangnya penilaian yang menempatkan posisi pendidikan IPS hanya sebagai pelajaran pelengkap, hapalan yang tidak dapat menumbuhkan kemampuan berpikir. (Suwarma, 2001:48).

Akar masalah dari problem mata pelajaran sosial adalah bahwa pembelajaran pengetahuan sosial lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang bersifat hapalan belaka. Hal ini sejalan dengan pendapat Somantri, 2001 yang menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan proses. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan membosankan dan dianggap oleh peserta didik sebagai pelajaran kelas dua.

Adanya beberapa hambatan yang menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan, yaitu:

1. Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar yang dapat merangsang motivasi belajar siswa

2. Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut mempengaruhi proses belajar IPS

3. Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja dan tidak mendapat hasil proses.

4. Dalam hal implementasi atau proses pelaksanaan kurikulum ini guru yang mendapat sosialisasi dalam bentuk penataran atau diklat sangat terbatas sekali, sehingga faktor ini juga menyebabkan mereka masih belum memahami hakekat kurikulum baru ini sebagaimana mestinya.

(13)

Salah satu bentuk perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara global tersebut. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus berkualitas internasional seperti yang dikatakan oleh Alfin Tofler yaitu harus berpikir global dan bertindak lokal. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut, materi IPS harus berwawasan global, yaitu meliputi:

1) Kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat dengan bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain)

2) Tentang kecakapan berpikir seperti kecakapan berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.

3) Tentang kecakapan akademik; tentang ilmu-ilmu sosial seperti kemampuan memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia.

4) Mengembangkan sosial skill dengan maksud supaya pada masa mendatang kita tidak hanya menjadi obyek penguasaan globalisasi belaka.

6. Implikasi sosial budaya dan pendidikan

Pendidikan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata, sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional (Tilaar, 2004). Perubahan yang global dengan liberalisasi pendidikan sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menghasilkan kualitas peserta didik yang dapat bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong lembaga pendidikan menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution. Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa diterima pasar secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik yang berpikir dan bertindak global sehingga mereka tidak memiliki kecerdasan emosional yang akhirnya bermuara pada terjadinya krisis moral dari peserta didik.

Landasan sosial budaya pendidikan mencakup kekuatan sosial masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial budaya seiring dengan dinamika masyarakat. Sehingga kondisi sosial budaya diasumsikan mempengaruhi terhadap program pendidikan yang tercermin dalam kurikulum. Hunt (1975) mengemukakan:

Study hits base social and culture from education aims to supply teacher with erudition that deepen about society and where they alive and to help student teacher to detect that explanation hits society and culture of vital importance mean to realize about education problem.

(14)

mengetahui bahwa pengertian mengenai masyarakat dan kebudayaan sangat penting artinya guna memahami tentang masalah pendidikan.

Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal, nonformal, dan informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Pendidikan jika diabaikan dapat diasumsikan sosial budaya suatu bangsa akan mengalami kepunahan karena tidak ada proses transfer budaya sehingga tidak ada yang melestarikan dan mengembangkan budaya.

Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses transformasi budaya yang merupakan kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa kemanusiaan (memanusiakan manusia), menjadi manusia dewasa, dan manusia seutuhnya agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh dan mengembangkan budaya.

7. Bagaimana pendekatan Integralistik dan futuristik dalam memecahkan masalah pendidikan Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Mengapa?, kita dapat melihat bahkan merasakan bahwa cita-cita pendidikan yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional tidak terealisasi hingga kini. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk.

Dan hal inilah yang terjadi, sehingga semua bidang kehidupan bermasalah. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah dan begitu banyak pemimpin-pemimpin negara ini yang korupsi dari lapisan bawah hingga atas.

Sehingga jika ini terus dibiarkan maka lambat laun negara dan bangsa ini akan hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

(15)

pendidikan baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Saat sekarang terjadi reorientasi pendidikan baik pada tingkat kelembagaan, kurikulum maupun manajemen sesuai dengan perkembangan-perkembangan baru yang terjadi dalam proses globalisasi tersebut.

a. Pendidikan Mahal

Meminjam pepatah kaum kapitalis menyebutkan “tidak ada sarapan pagi yang gratis”. tampaknya pepatah ini mulai digunakan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia dalam menjalankan visi pendidikannya. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memasang tarif yang gila-gilaan, akibatnya sebagian besar orang tua dan anak anak lulusan SMA menjadi kelimpungan. Impian untuk dapat mengenyam pendidikan di PTN favorit seakan dihadang ranjau yang membahayakan masa depannya. Ada sebuah fenomena menarik dikalangan PTN besar dan favorit di Indonesia yang terkesan “money oriented”, hanya bersifat materialistis belaka, yang hanya dengan sebuah argumentasi bahwa subsidi dari pemerintah/negara untuk PTN minim sekali dan tidak dapat memenuhi kebutuhan PTN. PTN ini telah membuat kebijakan pembayaran uang kuliah yang sulit dijangkau masyarakat umum, tanpa mau berpikir panjang mencari sumber sumber dana alternatif selain “memeras” mahasiswanya.

Pihak PTN berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Liberalisasi pendidikan terutama pada perguruan tinggi yang dipromosikan oleh WTO (World Trade Organization) sebetulnya dibungkus dengan sesuatu yang positip yakni agar lembaga pendidikan asing bisa memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia namun realitas dilapangan tidak sepenuhnya sesuai dengan cita cita awalnya. Pendidikan tinggi di Indonesia semakin mahal sehingga semakin menjauhkan masyarakat menengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri favorit yang murah.

b. Pendidikan Tidak Terfokus

(16)

pendidikan kita, bersuara kadangkala diartikan keributan yang dikaitkan dengan tanda bahwa anak yang bersangkutan tidak disiplin atau bahkan dianggap bodoh.

Kondisi pendidikan utamanya di perguruan tinggi dewasa ini terlihat kurang kondusif dan kurang konstruktif karena terjadi gejala sosial yang kurang baik muncul dalam lingkungan kampus. Konflik antar mahasiswa atau pimpinan lembaga pendidikan tinggi telah terjadi di beberapa kampus, sehingga citra lembaga pendidikan tinggi agak mengalami kemunduran. Tampaknya pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu mewujudkan watak dari ilmu pengetahuan yang bersifat terbuka.

Ditengah gejala kurang fokusnya orientasi pendidikan kita, pendidikan di negara kita juga dihinggapi oleh masalah masih minimnya tingkat kesejahteraan para pendidik (kaum guru) yang mengemban tugas meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Ungkapan pahlawan tanpa tanda jasa yang dilabelkan kepada sosok guru telah membentuk kesadaran masyarakat tersendiri bahwa tugas guru hanya mencerdaskan bangsa tanpa mengurus kesejahteraannya sebagai manusia. Guru merupakan faktor yang penting dalam pendidikan, sebaik apapun sistem dan kurikulumnya yang dibuat, jika tidak didukung oleh profesionalisme guru maka bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal. Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tidak secara cepat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Pemerintah dalam melakukan reorientasi pendidikan belum menyentuh substansi dasar pada pihak pendidik dan sarana prasarana belajar, selama ini pembaharuan baru ditunjukkan melalui perubahan perubahan kurikulum saja dan masih minim melakukan perbaikan sarana dan prasarana, kita bisa lihat di pedesaan banyaknya gedung gedung sekolah yang rusak dan kurang mendapat perhatian serius.

c. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

d. Proses pembelajaran yang konvensional

Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.

(17)

peserta didik. Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien

e. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat Dan Potensi Daerah

Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan uu no.20/2003 dalam pasal 36 tentang kurikulum menyebutkan: (1) pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia dengan memperhatikan: a. Peningkatan iman dan takwa; b. Peningkatan akhlak mulia; c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. Tuntutan dunia kerja; g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. Agama; i. Dinamika perkembangan global; dan j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Dalam pp no.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus sd/mi/sdlb/paket a, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi

Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri.

f. Pendidikan Yang Membebaskan

(18)

untuk memberikan pengertian terhadap istilah yang dibuat dengan menggunakan kebebasan berpikir yang disertai dengan rasio.

Kondisi pendidikan di Indonesia harus mulai diarahkan kepada peningkatan kesadaran peserta didik dalam memandang objek yang ada, peran pendidik yang sangat dominan dan otoriter harus dikurangi, peranan pemerintahpun dalam “mengacak-acak” kurikulum harus dikaji secara cermat, kalaupun itu harus dilakukan maka terlebih dahulu harus dilakukan penyerapan aspirasi secara demokratis. Segenap komponen bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia sehingga penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan bertindak dengan mengedepankan etika dan norma di masyarakat dapat diwujudkan, hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal di bangku sekolah dan juga pendidikan non formal sebagai metode pendampingan masyarakat luas dalam proses pendidikan bangsa yang harus terus dilakukan secara kontinyu, karena di masa sekarang maupun di masa mendatang, seorang intelektual tidak hanya cukup bergutat dengan ilmunya belaka namun realita sosial di masyarakat juga harus menjadi objek pemikiran dalam dirinya. Pemerintah dan lembaga politik lainnya harus memiliki komitmen untuk terus berupaya meningkatkan anggaran bagi dunia pendidikan di Indonesia sehingga angka 30% dapat segera terealisasikan. Dengan ketatnya persaingan dewasa ini, arah pendidikan di Indonesia harus mampu berperan menyiapkan peserta didik dalam konstelasi masyarakat global dan pada waktu yang sama, pendidikan juga memiliki kewajiban untuk melestarikan national character dari bangsa Indonesia. Semoga!

Pendidikan di Indonesia masih mengalami berbagai macam problematika. Salah satunya adalah kerancuan sistem pendidikan yang masih bersifat positivistic dan parsial dalam memandang peserta didik. Dalam konteks parsialisasi ini, peserta didik tidak dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki kepribadian secara utuh (integral), melainkan seakan terdiri dari berbagai unsur (komponen) yang berdiri sendiri. Cara pandang terhadap kepribadian peserta didikpun tidak sempurna dan tidak adil. Akal dipandang sebagai raja" dalam struktur kepribadian peserta didik. Akibat dari cara pandang seperti ini proses pendidikan dan pengajaran mengalami pendangkalan makna sebagai penjejalan pengetahuan ke dalam otak peserta didik.

Oleh karena itu perlu pendekatan pembelajaran integralistik dalam mengatasi masalah pendidikan. Pendekatan integralistik, dikenal juga dengan holistik (sesuai dengan makna harfiah keduanya :keseluruhan) adalah pendekatan secara menyeluruh atau terpadu dengan mencari hubungan fungsional maupun komplementer dari semua komponen yang terlibat dalam suatu proses. (Ludjito, A.1995). kemudian Suwarma (2001) mengatakan bahwa, pendekatan holistic memandang pendidikan secara menyeluruh, sebagai persoalan yang menyangkut aspek kehidupan yang menuntut tanggung jawab bersama.

(19)

a. Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.

b. Proses pendidikan berarti menumbuh-kembangkan eksistensi manusia. c. Eksistensi manusia yang memasyarakat.

d. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.

e. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan ruang

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.

Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai (Depdiknas, 2005).

Pendidikan holistik menurut Jeremy Henzell-Thomas diacu dalam Latifah (2008) merupakan suatu upaya membangun secara utuh dan seimbang pada setiap murid dalam seluruh aspek pembelajaran, yang mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya, estetika, emosi dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan didunia.

Pendidikan Holistik merupakan suatu respon yang bijaksana atas ekologi, budaya, dan tantangan moral pada abad ini, yang bertujuan untuk mendorong para kaum muda sebagai generasi penerus untuk dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang saling pengertian dan secara berkelanjutan serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat. Pendidikan holistik berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat dari keprihatinan tewrhadap krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia, dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya.

(20)

Untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, maka kurikulum yang dirancang juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan manusia holistik. Termasuk di dalamnya membentuk anak menjadi pembelajar sejati, yang senantiasa berpikir holistik, bahwa segala sesuatu adalah saling terkait atau berhubungan. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efektif untuk menjadikan manusia pembelajar sejati diantaranya adalah pendekatan siswa belajar aktif, pendekatan yang merangsang daya minat anak atau rasa keingintahuan anak, pendekatan belajar bersama dalam kelompok, kurikulum terintegrasi, dan lain-lain (Megawangi et.al, 2005).

Pendidikan holistik dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dengan beberapa cara, diantaranya dengan menerapkan Integrated Learning atau pembelajaran terintergrasi/ terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara saru mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum terintegrasi/terpadu). Karakteristik kurikulum terintegrasi menurut Lake dalam Megawangi, et.al (2005) antara lain : Adanya keterkaitan antar mata pelajaran dengan tema sebagai pusat keterkaitan, menekankan pada aktivitas kongkret atau nyata, memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.

Kurikulum terintegrasi dalam pendidikan holistik membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang sesungguhnya, hal ini karena kurikulum terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum terintegrasi dapat memberikan peluang kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari berbagai sumber infomasi berbeda mengenai suatu tema, serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor- faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan kontekstual sehingga berarti bagi siswa dan membuat siswa dapat berpartsipasi aktif sehingga seluruh dimensi manusia terlibat aktif (fisik, social, emosi, akademik).

Berbicara tentang pendektan futuristic, dengn mengutip pendapat Suwarma (2001:53), mengatakan bahwa pendekatan futuris merupakan pendekatan yang mengantisipasi pendidikan menjorok kepada masa mendatang, pendekatan pemecahan masalah pendidikan didasarkan atas antisipasi perubahan social pada masa mendatang.

(21)

menggunakan pengetahuan itu secara bermakna dalam (1) pengambilan keputusan yang diinformasikan, (2) pemikiran yang kritis, kreatif dan futuristik, dan (3) pemecahan masalah.

Model futuristik dibentuk dengan asumsi bahwa masa depan berbeda dengan masa lalu. Oleh karena itu pembelajar perlu di didik agar mereka siap untuk menghadapi tantangan di masa depan. Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat.

Dengan kata lain, kurikulum dengan futuristic model akan mencetak pembelajar yang diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang akan timbul di masa mendatang, juga mempersiapkannya untuk terjun ke dalam masyarakat masa depan sesuai dengan prediksi yang telah dilakukan.

Ada tiga pendekatan dalam implementasi model kurikulum ini, yaitu:

1) Materi akan disediakan melalui berbagai representasi dengan berbagai strategi untuk merealisasikannya.

2) Kurikulum akan dirancang sebagai modul dan diakses melaui jaringan (network).

3) Materi, pengalaman dan dukungan akan diambil dari sumber yang luas dan terintegrasi dalam struktur inti suatu kurikulum.

8. Masalah kualitas manusia Indonesia dan Pendidikan

Kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun

(22)
(23)

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

1. Pendidikan nasional masih berkutat dengan dua pemikiran yang dilematis antara segi kuantitas dan kualitas pendidikan. Namun menjadi sebuah tantangan dan harapan baru bagi pendidikan nasional apbila menjadikan kedua aspek tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh dan dipandang sangat penting sehingga nantinya menjadi kekuatan dalam menggali dan menciptakan sumber daya pendidikan.

2. Perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara kaffah (menyeluruh), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Dalam hal ini perlu adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan itu. Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik.

3. Untuk meningkatkan kualitas tenaga guru, maka guru dan tenaga kependidikan professional harus menjalani proses pembinaan dan pengembangan secara kontinyu. pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru, termasuk juga tenaga kependidikan pada umunya, dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan diklat.

4. Menempatkan pendidikan tidak terbatas dalam pemikiran formalistik persekolahan.

5. Sementara itu perlu adanya reposisi pendidikan termasuk pendidikan IPS dijadikan titik orentasi pengembangan, Maka pendidikan akan lebih berperan dalam mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul untuk mendukung tumbuh tumbuh berkembangnya teknologi social dan system social yang mantap.

6. Pendidikan di Indonesia masih mengalami berbagai macam problematika. Salah satunya adalah kerancuan sistem pendidikan yang masih bersifat positivistic dan parsial dalam memandang peserta didik. Dalam konteks parsialisasi ini, peserta didik tidak dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki kepribadian secara utuh (integral), melainkan seakan terdiri dari berbagai unsur (komponen) yang berdiri sendiri. Cara pandang terhadap kepribadian peserta didikpun tidak sempurna dan tidak adil. Akal dipandang sebagai raja" dalam struktur kepribadian peserta didik. Akibat dari cara pandang seperti ini proses pendidikan dan pengajaran mengalami pendangkalan makna sebagai penjejalan pengetahuan ke dalam otak peserta didik.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar (2001). Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri

Danim, S. (2010). Profesi Kependidikan. Bandung. Alfabeta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 : Kompetensi Standar Mata Pelajaran Sains. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.

Dipdiknas, 2006, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran IPS SMP/Mts, Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.

Depdiknas. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 – 2009. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Latifah, M.2008. Pendidikan Holistik. Bahan Kuliah (tidak dipublikasikan). Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Megawangi, R., Melly L., Wahyu F.D. 2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation

Somantri (1993). Beberapa Pokok Pikiran tentang: Penelusuran Filsafah Ilmu tentang Pendidikan IPS dan kaitan Struktural-Fungsionalnya dengan Disiplin Ilmu-Ilmu Sosial. Ujung Pandang: Panitia Forum Komunikasi IV Pimpinan FPIPS IKIP dan JIPS-FKIP Universitas.

Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Tilaar, A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Tirtarahardja, U., dan Sulo, S. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

http://himcyoo.wordpress.com/2011/12/01/pendidikan-dan-kebudayaan/diakses pada hari selasa tanggal 9 Oktober 2013

(25)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan salah satu bentuk analisis terhadap KAJIAN KONDISI DAN NILAI SOSIAL BUDAYA PENDIDIKAN, SERTA PENDEKTAN HOLISTIK INTEGRALISTIK FUTURISTIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH PENDIDIKAN dalam Buku Masalah Sosial Budaya karangan Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H., M.Pd.

Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu saya meminta kritik dan sarannya yang bersipat membangun, untuk perbaikan kedepannya.

Akhirnya saya berharap semoga makalah buku ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi kita semua. Amiin...

Bandung, September 2015

Penulis

(26)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identitas Buku ... 3

BAB II KONDISI DAN NILAI SOSIAL BUDAYA PENDIDIKAN, SERTA PENDEKTAN HOLISTIK INTEGRALISTIK FUTURISTIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH PENDIDIKAN A. Pendidikan dan Sumber Sumber Daya Manusia ... 4

B. Peluang dan Tantangan Pendidikan ... 5

C. Implikasi Terhadap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)... 5

D. Mengamati Kondisi dan Nilai Sosial Budaya Pendidikan IPS ... 6

E. Tantangan dan Peluang Bagi Pendidikan IPS ... 6

F. Implikasi Sosial Budaya dan Pendidikan ... 7

G. Pendekatan Integralistik dan Futuristik ... 7

H. Data Empirik Tentang Kualitas Manusia Indonesia dan Pendidikan ... 8

BAB III ANALISIS PENULIS... 9

BAB IV PENUTUP ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(27)

MAKALAH

KAJIAN KONDISI DAN NILAI SOSIAL BUDAYA PENDIDIKAN, SERTA PENDEKTAN HOLISTIK INTEGRALISTIK FUTURISTIK DALAM MEMECAHKAN

MASALAH PENDIDIKAN

Disusun Oleh:

C A H Y O N O, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN

Referensi

Dokumen terkait

(1) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang dilaporkan oleh Pemeriksa menunjukan bahwa Invensi yang dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

khususnya yang terjadi terhadap anak yang menikah pada usia remaja. Manfaat secara akademis, yaitu penelitian ini

Rekayasa alat uji suhu pengkerutan kulit tersamak dengan sistem digital yang dibuat dengan dimensi 220x310x410 mm menggunakan sensor gerak pengkerutan berupa

PENGARUH ALAT PERMAINAN EDUKATIF LOGICO TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOGIKA MATEMATIKA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Capital intensity ratio, inventory intensity ratio, ownership structure (managerial dan institutional), dan profitability bersama-sama berpengaruh terhadap effective tax

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

 Pastikan alat dalam status Ready, kemudian tekan tombol (Shutdown) pada layar, kemudian pesan konfirmasi Shut down akan tampil di layar..  Letakkan CELLCLEAN

Kendala utama budidaya tanaman hortikultura adalah kurang tersedianya benih bermutu, kesuburan tanah yang semakin menurun, dan ancaman serangan hama dan