• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Berwirausaha 1. Definisi Minat Berwirausaha - Hubungan Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Dengan Minat Berwirausaha Pada Etnis Tionghoa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Berwirausaha 1. Definisi Minat Berwirausaha - Hubungan Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Dengan Minat Berwirausaha Pada Etnis Tionghoa"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Minat Berwirausaha

1. Definisi Minat Berwirausaha

Minat dalam Kamus Bahasa Indonesia Fajri (2004) menyatakan bahwa

minat diartikan sebagai suatu keinginan yang kuat, kecenderungan hati yang

sangat tinggi terhadap sesuatu. Sedangkan berdasarkan Kamus Psikologi Chaplin

(2002) minat adalah satu sikap yang berlangsung terus menerus yang memolakkan

perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek

minatnya.

Minat merupakan salah satu aspek psikologi yang menarik untuk diteliti,

karena minat erat kaitannya dengan dorongan individu melakukan sesuatu yang

diinginkannya. Pernyataan ini diperkuat dengan teori Mappiare (1990) bahwa

dengan adanya minat dapat mendorong individu untuk mendekati objek yang

disenanginya dan dikerjakannya sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih

baik. Selanjutnya As’ad (1991) mengartikan minat adalah sikap yang membuat

orang senang terhadap obyek, situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh

perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi itu

(dalam Pratiwi, 2009).

Menurut Winkel (2001) minat adalah kecenderungan yang agak menetap

dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu atau merasa

(2)

(2003) minat adalah suatu dorongan dalam diri individu yang menyebabkan

terikatnya perhatian individu tersebut pada obyek tertentu.

Menurut pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa minat

merupakan suatu keinginan yang timbul dari diri individu yang dapat mendorong

untuk melakukan suatu kegiatan karena adanya rasa suka dan ketertarikan yang

timbul dari sesuatu atau objek diluar diri invidu tersebut.

Definisi minat pada penelitian ini akan dihubungkan dengan berwirausaha.

Oleh karena itu pengertian berwirausaha tidak kalah pentingnya. Menurut Sukardi

(1991), kata wirausaha merupakan gabungan kata wira yang berarti gagah berani

atau perkasa dan usaha. Jadi kata wirausaha berarti orang berarti gagah berani atau

perkasa dan usaha. Dengan demikian kata wirausaha berarti orang yang gagah

berani atau perkasa dalam usaha. Sedangkan menurut G. Meredith (2000), para

wirausaha adalah orang – orang yang mempunyai kemampuan melihat dan

menilai kesempatan – kesempatan bisnis sumber daya yang dibutuhkan guna

mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna

memastikan sukses.

Menurut Kasmir (2007) menyatakan bahwa arti wirausaha yaitu orang

yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai

kesempatan.

Dari pendapat diatas , dapat ditarik kesimpulan bahwa wirausaha adalah

orang yang mempunyai suatu kemampuan menciptakan dan membuka usaha baru

(3)

yang ada tanpa merasa takut untuk mengambil resiko dalam berusaha meraih

kesuksesan.

Jadi dari kesimpulan di atas yang dimaksud dengan minat berwirausaha

adalah keinginan, ketertarikan, dan dorongan untuk berwirausaha dan melakukan

segala sesuatu dengan perasaan senang, serta mampu menciptakan dan membuka

usaha baru dengan keyakinan yang dimiliki dan dengan melihat kesempatan atau

peluang yang ada tanpa merasa takut untuk mengambil resiko dalam berusaha

meraih kesuksesan.

2. Aspek- Aspek Minat Berwirausaha

Dalam minat berwirausaha ada beberapa aspek penting yang harus

dipenuhi. Menurut Hurlock (1997) berpendapat bahwa aspek yang mempengaruhi

minat adalah:

a. Aspek Perhatian

Yaitu adanya sesuatu yang menarik individu untuk berinovasi, berkreatif

dan memperoleh peluang usaha. Apabila individu tertarik dengan sesuatu kegiatan

yaitu kegiatan wirausaha maka yang bersangkutan akan melakukan kegiatan

tersebut.

b. Aspek Kemauan

Adanya dorongan untuk mencoba berusaha secara mandiri dan berani

menghadapi resiko dan adanya keyakinan pada diri sendiri.

(4)

Kegiatan yang dilakukan memperoleh penghargaan, dan prestasi. Apabila

suatu kegiatan memperoleh penghargaan dan dukungan orang lain maka akan

mendorong individu untuk melakukan kegiatan tersebut dengan senang hati,

dalam hal ini adalah kegiatan kewirausahaan. Kesenangan merupakan aspek yang

mempengaruhi minat saat hasil diperoleh.

d. Aspek Aktivitas

Merupakan kegiatan yang dilakukan ketika waktu luang untuk mencari

tambahan pengetahuan dan ketrampilan.

Berdasarkan uraian aspek diatas maka aspek perhatian, aspek kemauan,

aspek kesenangan, dan aspek aktivitas yang akan dijadikan dasar untuk

pembuatan skala tentang minat berwirausaha.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha

Minat pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri

dengan sesuatu di luar diri pribadi sehingga kedudukan minat tidaklah stabil

karena dalam kondisi-kondisi tertentu, minat dapat berubah-ubah, tergantung

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Minat seseorang terhadap suatu obyek

diawali dari perhatian seseorang terhadap obyek tersebut. Minat merupakan

sesuatu hal yang sangat menentukan dalam setiap usaha. Minat tidak dibawa sejak

lahir, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang

(5)

Faktor yang mempengaruhi minat dalam berwirausaha menurut Suryana

(2006) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik

dan faktor ekstrinsik, sebagai berikut :

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul karena pengaruh

rangsangan dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor intrinsik sebagai

pendorong minat berwirausaha antara lain karena adanya kebutuhan akan

pendapatan, harga diri dan perasaan senang.

1) Pendapatan

Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang

maupun barang. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat

menimbulkan minatnya untuk berwirausaha.

2) Harga Diri

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling mulia, karena

dikarunia akal, pikiran dan perasaan. Hal itu menyebabkan manusia merasa butuh

dihargai dan dihormati orang lain. Berwirausaha digunakan untuk meningkatkan

harga diri seseorang, karena dengan usaha tersebut seseorang akan memperoleh

popularitas, menjaga gengsi dan menghindari ketergantungannya terhadap orang

lain. Keinginan untuk meningkatkan harga diri tersebut akan menimbulkan minat

seseorang untuk berwirausaha.

3) Perasaan Senang

Perasaan adalah suatu keadaan hati atau peristiwa kejiwaan seseorang,

(6)

pribadi seseorang, maka tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu hal yang

sama tidak sama antara orang yang satu dengan yang lain.

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi individu karena

pengaruh rangsangan dari luar. Faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi

minat berwirausaha antara lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat,

peluang dan pendidikan/pengetahuan.

1) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri

dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga yang lain. Minat berwirausaha akan

terbentuk apabila keluarga memberikan pengaruh positif terhadap minat tersebut,

karena sikap dan aktifitas sesama anggota keluarga saling mempengaruhi baik

secara langsung maupun tidak langsung.

2) Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di luar lingkungan

keluarga baik di kawasan tempat tinggalnya maupun dikawasan lain.

3) Peluang

Peluang merupakan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan

apa yang dinginkannya atau menjadi harapannya. Suatu daerah yang memberikan

peluang usaha akan menimbulkan minat seseorang untuk memanfaatkan peluang

(7)

4) Pendidikan/Pengetahuan

Pendidikan/Pengetahuan yang didapat merupakan modal dasar yang dapat

digunakan untuk berwirausaha.

B. Persepsi terhadap Dukungan Sosial

1. Definisi Persepsi terhadap Dukungan Sosial

Istilah persepsi merupakan istilah dari Bahasa Inggris yakni “dari kata

perception yang berarti penglihatan, keyakinan dapat melihat atau mengerti”

(Muchtar, T.W., 2007).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan

peran (Rakhmat, 2005). Sedangkan menurut Roger (dalam Walgito, 2002)

Persepsi itu bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang

terintegrasi dalam individu, maka persepsi dapat dikemukakan karena perasaan

dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam

mempersepsikan stimulus, hasil dari persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan

yang lain karena sifatnya yang sangat subjektif.

Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang

petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan

diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan

bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan

Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita

(8)

Gibson dan Donely (1994) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses

pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Sejalan dengan itu

Robbins (2003) mengartikan persepsi sebagai suatu proses dimana

individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi

makna kepada lingkungan mereka.

Schiffman & Kanuk (2004) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses

dimana individu memilih, menyusun dan menginterpretasi rangsangan ke dalam

gambaran dunia yang berhubungan dan bermakna. Peter & Olson (2002)

mengartikan persepsi sebagai cara seseorang menerima dan menginterpretasi

dunia sekitar mereka. Rangsangan dapat masuk melalui indera penglihatan,

penciuman, pendengaran, sentuhan dan pengecapan.

Chaplin (2001) mengemukakan persepsi sebagai proses mengetahui atau

mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses ini dimulai

dengan perhatian, yaitu proses pengamatan selektif. Persepsi merupakan upaya

mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui

objek-objek serta kejadian.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

persepsi merupakan proses di mana seseorang menerima, mengenali, mengamati

dan memahami rangsangan yang datang pada dirinya, sehingga dapat

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, baik melalui indera penglihatan,

penciuman, pendengaran, sentuhan maupun pengecapan menjadi suatu gambaran

(9)

Definisi persepsi pada penelitian ini akan dihubungkan dengan dukungan

sosial. Menurut Dimatteo (1991), dukungan sosial adalah dorongan atau bantuan

yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, rekan kerja dan

orang lain.

Sarason, Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2000) mendefinisikan

dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh

teman-teman dan anggota keluarga. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh

Lahey (2007) sebagai peran yang dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam

memberikan nasihat, bantuan, dan beberapa antaranya untuk menceritakan

perasaan pribadi.

Gottlieb (1991) juga berpendapat bahwa dukungan sosial sebagai

informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku

yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan

sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku.

Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa dukungan

sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti saran, informasi baik

secara verbal atau non verbal, maupun kenyamanan fisik dan psikologis yang

diberikan oleh teman-teman, rekan kerja dan anggota keluarga didalam

lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh pada tingkah lakunya.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Persepsi terhadap Dukungan Sosial adalah proses di mana seseorang menerima,

(10)

saran ataupun informasi verbal maupun nonverbal, sehingga dapat menyimpulkan

dan menafsirkan ketersedian sumber dukungan tersebut, melalui panca indera

menjadi suatu gambaran yang bermakna, yang akan berpengaruh pada tingkah

lakunya.

2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial

House dan Umberson (1988) mengatakan ada 4 (empat) dimensi dukungan

sosial, yaitu :

a. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk

nyata atau dukungan material. Dukungan ini mengacu pada penyediaan

benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis, meliputi

aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, meminjamkan

atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

b. Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi

yang dibutuhkan oleh individu. Dukungan ini meliputi pemberian informasi yang

dapat membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya dan

dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, saran, nasehat, dan bimbingan.

c. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi

penilaian yang positif terhadap individu. Mencakup dukungan yang terjadi lewat

(11)

d. Dukungan Emosional

Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang

bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Tipe dukungan

ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan

emosi. Dukungan ini juga mencakup ungkapan empati, kepedulian terhadap orang

yang bersangkutan.

3. Sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam

Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada

sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya

keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit

berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu.

Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan

sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang

memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.

Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga

(12)

C. Etnis Tionghoa

1. Definisi Etnis Tionghoa

Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi

menjadi “Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk

pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia

1950-an (Liem, 2000).

Etnis Tionghoa menurut Purcell (dalam Liem, 2000) adalah seluruh

imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup

budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa

yang mereka gunakan. Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya

sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat

bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau

negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan

erat dengan budaya Tiongkok.

Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang Indonesia

yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal

di negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu

atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Etnis Tionghoa bahkan telah hidup

membaur baik dalam keseharian maupun dalam menjalankan aktivitas yang

berhubungan dengan kebudayaannya. Masyarakat Tionghoa selalu

diidentifikasikan sebagai pedagang atau wirausahawan yang memiliki

(13)

dinamis sekaligus pragmatis, fleksibel dan pandai menempatkan diri serta ulet

(Vasanty dalam Koentjaraningrat, 2007).

Menurut Suryadinata (1981) istilah Tionghoa Indonesia digunakan

merujuk pada etnis Tionghoa yang tinggal di negara Indonesia yang memiliki

nama keluarga (marga), tanpa memandang kewarganegaraannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa etnis Tionghoa di Indonesia adalah orang-

orang keturunan Tionghoa yang telah tinggal lama di Indonesia dan telah

memahami penggunaan bahasa Indonesia serta telah berbaur dengan masyarakat

lingkungannya.

2. Kebudayaan Etnis Tionghoa

Menurut Antropologi kebudayaan modern, konsep budaya peranakan

adalah segala sesuatu yang dimiliki atau segaala hal seputar kehidupan dan

kegiatan budaya etnis Tionghoa (Hadiluwih,2008).

Nilai budaya Tionghoa yang hingga kini masih diajarkan kepada anak

cucu mereka hingga saat ini adalah lima prinsip kehidupan, seperti yang diajarkan

Tan Im Yang seorang tokoh dan penyebaran ajaran Kong HuCu, yaitu Jin Ge Le

Ti Sin (Sitanggang, 2010) yaitu :

1. Jin yang berarti manusia hidup harus memiliki cinta kasih

2. Ge yang berarti harus menjungjung kebenaran

3. Le yang berarti harus memiliki etika

4. Ti yang berarti harus bijaksana

(14)

Orang tua etnis Tionghoa pun mengajarkan anak-anaknya untuk selalu

menjadi manusia yang jujur, tidak menggunakan jalan pintas untuk mengerjakan

sesuatu (Emsan,2011). Ada tiga kebudayaan yang masih dipegang teguh bangsa

Tionghoa dalam melakukan perdagangan yakni Hopeng, Hongsui dan Hokki.

Hopeng yang berarti teman baik tidak lain ialah Human Luck atau Keberuntungan

manusia. Faktor ini sangat penting karena tanpa dikelilingi sahabat baik maka

kehidupan dan wirausaha yang dijalankan akan tidak mudah. Disini terlihat bahwa

lingkungan sekitar dapat mempengaruhi bagaimana etnis Tionghoa dalam

berwirausaha. Hong Shui adalah istilah bagi feng shui dalam dialek Hokkian.

Faktor ini yang dikenal sebagai Earth Luck atau keberuntungan bumi. Situasi dan

kondisi dimana kita tinggal, kita bekerja atau berbisnis senantiasa ikut

mempengaruhi (secara positif atau negatif) kehidupan kita. Hokki atau

keberuntungan. Ini memang adalah faktor penting dalam menentukan bagaimana

jalan hidup kita (Suhana, 2009). Ketiga nilai tradisional Tionghoa ini sangat

berpengaruh baik dalam kehidupan sosial maupun aktivitas ekonomi dimanapun

mereka berada. Ketiga nilai ini merupakan kepercayaan dan mitos yang diyakini

orang Tionghoa dalam menjalankan kehidupan dan berbagai usaha yang mereka

tekuni (Derry, 2011)

Selain dari ketiga nilai kebudayaan leluhur etnis Tionghoa tersebut,

didalam berwirausaha dan berbisnis, etnis Tionghoa juga mengamalkan suatu

prinsip Konfusius, yaitu menjunjung tinggi kepercayaan (Sitanggang, 2010) dan

Ren Qing yang artinya “perasaan kemanusiaan”. Maksudnya ialah ketika berbisnis

(15)

sesama, saling mengerti, saling memberi dan menerima serta sedia dan simpatik

untuk membantu (Muhammad, 2011). Suku Tionghoa juga memiliki karakteristik

seperti kemauan kerja kerasnya, keuletan, kegigihan, ketekunan, sikap pantang

menyerah, sikap tidak mudah puas dan kebiasaan hidup hemat. Mereka mampu

bekerja dalam waktu yang panjang dan jarang beristirahat kecuali untuk hari besar

mereka. Senantiasa menghasilkan uang, sudah menjadi kebiasaan sekaligus

kesenangan mereka. Setiap hari adalah untuk bekerja dan menghasilkan banyak

rejeki. Sesulit apapun keadaannya senantiasa kerja keras dan pantang mundur

(Derry, 2011).

D. Hubungan Persepsi terhadap Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Etnis Tionghoa

Etnis Tionghoa memerankan peranan yang cukup penting dalam dunia

perekonomian di Indonesia. Mengingat bahwa banyak sekali masyarakat etnis

Tionghoa yang sukses secara financial dengan berbisnis dan berwirausaha (Ismail,

2012). Berwirausaha memang merupakan suatu mata pencaharian yang paling

penting pada etnis Tionghoa (Vasanty dalam Koentjaraningrat, 2007). Untuk

menjadi wirausaha, etnis tionghoa harus memiliki minat berwirausaha yang tinggi

terhadap pembukaan unit usaha yang baru. Minat merupakan faktor pendorong

yang menjadikan seseorang lebih giat bekerja dan memanfaatkan setiap peluang

yang ada dengan mengoptimalkan potensi yang tersedia (Walgito, 2003).

Minat berwirausaha tidak dapat terwujud begitu saja bila dari lingkungan

(16)

sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan dukungan sosial dari orang lain atau

masyarakat disekitarnya, tak terkecuali etnis Tionghoa yang berminat untuk

berwirausaha.

Bagi etnis Tionghoa, didalam berwirausaha ada tiga nilai leluhur yaitu

hopeng, hongsui, dan hokki (Derry,2011) dan juga ada prinsip Konfusius, yaitu

menjunjung tinggi kepercayaan (Sitanggang, 2010) dan Ren Qing yang artinya

“perasaan kemanusiaan” yang harus dipegang teguh oleh masyarakat Tionghoa.

Pemaknaan etnis Tionghoa terhadap nilai leluhur yang dimiliki oleh etnis

Tionghoa ini berkaitan erat dengan lingkungan sekitar terutama keluarga dan

pertemanan, hal ini menunjukkan bahwa makna dibentuk melalui proses

komunikasi dalam sebuah hubungan dan interaksi sosial (West & Turner 2008).

Jaringan komunikasi dari interaksi sosial yang terbentuk dari etnis Tionghoa

merupakan hasil dari pemaknaan terhadap nilai leluhur yang bertujuan agar tetap

bertahan didalam perdagangan dan wirausaha, karena itu tepat jika dikatakan

bahwa dukungan yang diperoleh etnis Tionghoa berasal dari hasil jaringan sosial

(interaksi sosial) mereka (Binita, 2014). Keberadaan orang-orang disekitar

individu merupakan hal penting untuk meyakinkan individu agar dapat merasakan

atau menerima dukungan sosial. Dukungan sosial yang diterima dapat mengurangi

atau menahan pengaruh yang merugikan secara psikologis. Adanya dukungan

sosial yang tinggi membuat individu terdorong untuk lebih aktif terhadap objek

yang diminatinya, karena dukungan sosial lebih banyak memberikan pengaruh

yang positif daripada pengaruh negatif. Hal ini sejalan dengan teori Gotlieb

(17)

informasi atau nasehat, verbal atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang

diberikan oleh keakraban sosial atau didapat melalui kehadiran mereka,

mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Menurut Siegel (dalam Yuanita, 2003) dukungan sosial dapat

meningkatkan aktivitas minat seseorang, sedangkan orang yang sering

memperoleh celaan, minatnya akan berkurang. Dukungan sosial merupakan salah

satu faktor penting yang dapat memberikan dorongan individu untuk mempunyai

minat berwirausaha yang tinggi. Setiap wirausaha etnis tionghoa mengharapkan

dukungan dari keluarga dan rekan-rekannya (Ann Wan Seng, 2013). Dukungan

sosial dapat berupa dukungan instrumental, informasional, penghargaan dan

emosional.

Ditambahkan Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan

sekedar hanya memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana

persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Dukungan sosial yang

diperoleh individu dari orang-orang terdekatnya melalui persepsi. Dukungan

sosial akan dipersepsi positif apabila individu tersebut merasakan manfaat

dukungan yang diterimanya, individu akan merasa diperhatikan, diperdulikan dan

dihargai.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mustikawati & Bachtiar (2008)

dengan judul : “ Hubungan Dukungan sosial (Orang Tua) terhadap Minat

Berwirausaha pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan “ menunjukan hasil

bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial (orang

(18)

penelitian yang dilakukan oleh David Kurniawan (2008) dengan judul : “

Hubungan Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Mahasiswa “

menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara

dukungan sosial dengan minat berwirausaha ditunjukkan oleh koefisien korelasi r

= 0,901 dan p = 0,000, hal ini menunjukkan bahwa apabila dukungan sosial yang

dirasakan oleh mahasiswa cukup bagus biasanya akan diikuti minat berwirausaha

yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Sedangkan dukungan sosial memberikan

sumbangan yang efektif sebesar r² = 0,812 (81%) terhadap minat berwirausaha,

sedangkan sisanya sebesar 19% dipengaruhi faktor lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika etnis Tionghoa

memiliki persepsi terhadap dukungan sosial yang semakin positif, maka akan

semakin tinggi minat untuk berwirausaha. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melihat hubungan persepsi terhadap dukungan sosial dengan minat berwirausaha

pada etnis Tionghoa.

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesa yang terdapat dalam

penelitian ini adalah : “ Ada Hubungan Positif antara Persepsi terhadap Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Etnis Tionghoa “.

Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin positif persepsi terhadap dukungan

Referensi

Dokumen terkait

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. Skripsi EVALUASI TERHADAP

ADLN - Perpustakaan Universitas

Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program

(Menguraikan mengenai (i) jenis Kegiatan Usaha yang dilakukan, misal menjadi agen Laku Pandai atau kerja sama referensi produk dengan perusahaan asuransi, (ii)

Penerapan Self assessment system yang diproxikan dengan Wajib Pajak Badan Terdaftar dan SPT Masa PPh yang dilaporkan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan

(dua ratus delapan puluh delapan juta lima ratus delapan puluh lima ribu rupiah) Hasil evaluasi pelelangan untuk seluruh peserta yang dievaluasi adalah sebagai berikut :.

Dengan paket BELI RESEP secara otomatis anda akan mendapatkan pelajaran secara penuh dari A-Z tentang resep-resep Bakso, Mie Ayam, Cara Pembuatan Mie, Cara Pembuatan

suatu titik dalam aliran steady adalah sama dengan total energi pada titik lain.. sepanjang aliran