BAB II
LANDASAN TEORI
A. Minat Berwirausaha
1. Definisi Minat Berwirausaha
Minat dalam Kamus Bahasa Indonesia Fajri (2004) menyatakan bahwa
minat diartikan sebagai suatu keinginan yang kuat, kecenderungan hati yang
sangat tinggi terhadap sesuatu. Sedangkan berdasarkan Kamus Psikologi Chaplin
(2002) minat adalah satu sikap yang berlangsung terus menerus yang memolakkan
perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek
minatnya.
Minat merupakan salah satu aspek psikologi yang menarik untuk diteliti,
karena minat erat kaitannya dengan dorongan individu melakukan sesuatu yang
diinginkannya. Pernyataan ini diperkuat dengan teori Mappiare (1990) bahwa
dengan adanya minat dapat mendorong individu untuk mendekati objek yang
disenanginya dan dikerjakannya sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih
baik. Selanjutnya As’ad (1991) mengartikan minat adalah sikap yang membuat
orang senang terhadap obyek, situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh
perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi itu
(dalam Pratiwi, 2009).
Menurut Winkel (2001) minat adalah kecenderungan yang agak menetap
dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu atau merasa
(2003) minat adalah suatu dorongan dalam diri individu yang menyebabkan
terikatnya perhatian individu tersebut pada obyek tertentu.
Menurut pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa minat
merupakan suatu keinginan yang timbul dari diri individu yang dapat mendorong
untuk melakukan suatu kegiatan karena adanya rasa suka dan ketertarikan yang
timbul dari sesuatu atau objek diluar diri invidu tersebut.
Definisi minat pada penelitian ini akan dihubungkan dengan berwirausaha.
Oleh karena itu pengertian berwirausaha tidak kalah pentingnya. Menurut Sukardi
(1991), kata wirausaha merupakan gabungan kata wira yang berarti gagah berani
atau perkasa dan usaha. Jadi kata wirausaha berarti orang berarti gagah berani atau
perkasa dan usaha. Dengan demikian kata wirausaha berarti orang yang gagah
berani atau perkasa dalam usaha. Sedangkan menurut G. Meredith (2000), para
wirausaha adalah orang – orang yang mempunyai kemampuan melihat dan
menilai kesempatan – kesempatan bisnis sumber daya yang dibutuhkan guna
mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna
memastikan sukses.
Menurut Kasmir (2007) menyatakan bahwa arti wirausaha yaitu orang
yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai
kesempatan.
Dari pendapat diatas , dapat ditarik kesimpulan bahwa wirausaha adalah
orang yang mempunyai suatu kemampuan menciptakan dan membuka usaha baru
yang ada tanpa merasa takut untuk mengambil resiko dalam berusaha meraih
kesuksesan.
Jadi dari kesimpulan di atas yang dimaksud dengan minat berwirausaha
adalah keinginan, ketertarikan, dan dorongan untuk berwirausaha dan melakukan
segala sesuatu dengan perasaan senang, serta mampu menciptakan dan membuka
usaha baru dengan keyakinan yang dimiliki dan dengan melihat kesempatan atau
peluang yang ada tanpa merasa takut untuk mengambil resiko dalam berusaha
meraih kesuksesan.
2. Aspek- Aspek Minat Berwirausaha
Dalam minat berwirausaha ada beberapa aspek penting yang harus
dipenuhi. Menurut Hurlock (1997) berpendapat bahwa aspek yang mempengaruhi
minat adalah:
a. Aspek Perhatian
Yaitu adanya sesuatu yang menarik individu untuk berinovasi, berkreatif
dan memperoleh peluang usaha. Apabila individu tertarik dengan sesuatu kegiatan
yaitu kegiatan wirausaha maka yang bersangkutan akan melakukan kegiatan
tersebut.
b. Aspek Kemauan
Adanya dorongan untuk mencoba berusaha secara mandiri dan berani
menghadapi resiko dan adanya keyakinan pada diri sendiri.
Kegiatan yang dilakukan memperoleh penghargaan, dan prestasi. Apabila
suatu kegiatan memperoleh penghargaan dan dukungan orang lain maka akan
mendorong individu untuk melakukan kegiatan tersebut dengan senang hati,
dalam hal ini adalah kegiatan kewirausahaan. Kesenangan merupakan aspek yang
mempengaruhi minat saat hasil diperoleh.
d. Aspek Aktivitas
Merupakan kegiatan yang dilakukan ketika waktu luang untuk mencari
tambahan pengetahuan dan ketrampilan.
Berdasarkan uraian aspek diatas maka aspek perhatian, aspek kemauan,
aspek kesenangan, dan aspek aktivitas yang akan dijadikan dasar untuk
pembuatan skala tentang minat berwirausaha.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha
Minat pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri pribadi sehingga kedudukan minat tidaklah stabil
karena dalam kondisi-kondisi tertentu, minat dapat berubah-ubah, tergantung
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Minat seseorang terhadap suatu obyek
diawali dari perhatian seseorang terhadap obyek tersebut. Minat merupakan
sesuatu hal yang sangat menentukan dalam setiap usaha. Minat tidak dibawa sejak
lahir, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang
Faktor yang mempengaruhi minat dalam berwirausaha menurut Suryana
(2006) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik, sebagai berikut :
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul karena pengaruh
rangsangan dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor intrinsik sebagai
pendorong minat berwirausaha antara lain karena adanya kebutuhan akan
pendapatan, harga diri dan perasaan senang.
1) Pendapatan
Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang
maupun barang. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat
menimbulkan minatnya untuk berwirausaha.
2) Harga Diri
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling mulia, karena
dikarunia akal, pikiran dan perasaan. Hal itu menyebabkan manusia merasa butuh
dihargai dan dihormati orang lain. Berwirausaha digunakan untuk meningkatkan
harga diri seseorang, karena dengan usaha tersebut seseorang akan memperoleh
popularitas, menjaga gengsi dan menghindari ketergantungannya terhadap orang
lain. Keinginan untuk meningkatkan harga diri tersebut akan menimbulkan minat
seseorang untuk berwirausaha.
3) Perasaan Senang
Perasaan adalah suatu keadaan hati atau peristiwa kejiwaan seseorang,
pribadi seseorang, maka tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu hal yang
sama tidak sama antara orang yang satu dengan yang lain.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi individu karena
pengaruh rangsangan dari luar. Faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
minat berwirausaha antara lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat,
peluang dan pendidikan/pengetahuan.
1) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri
dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga yang lain. Minat berwirausaha akan
terbentuk apabila keluarga memberikan pengaruh positif terhadap minat tersebut,
karena sikap dan aktifitas sesama anggota keluarga saling mempengaruhi baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di luar lingkungan
keluarga baik di kawasan tempat tinggalnya maupun dikawasan lain.
3) Peluang
Peluang merupakan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan
apa yang dinginkannya atau menjadi harapannya. Suatu daerah yang memberikan
peluang usaha akan menimbulkan minat seseorang untuk memanfaatkan peluang
4) Pendidikan/Pengetahuan
Pendidikan/Pengetahuan yang didapat merupakan modal dasar yang dapat
digunakan untuk berwirausaha.
B. Persepsi terhadap Dukungan Sosial
1. Definisi Persepsi terhadap Dukungan Sosial
Istilah persepsi merupakan istilah dari Bahasa Inggris yakni “dari kata
perception yang berarti penglihatan, keyakinan dapat melihat atau mengerti”
(Muchtar, T.W., 2007).
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan
peran (Rakhmat, 2005). Sedangkan menurut Roger (dalam Walgito, 2002)
Persepsi itu bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam individu, maka persepsi dapat dikemukakan karena perasaan
dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam
mempersepsikan stimulus, hasil dari persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan
yang lain karena sifatnya yang sangat subjektif.
Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang
petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan
diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan
bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan
Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita
Gibson dan Donely (1994) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses
pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Sejalan dengan itu
Robbins (2003) mengartikan persepsi sebagai suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi
makna kepada lingkungan mereka.
Schiffman & Kanuk (2004) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses
dimana individu memilih, menyusun dan menginterpretasi rangsangan ke dalam
gambaran dunia yang berhubungan dan bermakna. Peter & Olson (2002)
mengartikan persepsi sebagai cara seseorang menerima dan menginterpretasi
dunia sekitar mereka. Rangsangan dapat masuk melalui indera penglihatan,
penciuman, pendengaran, sentuhan dan pengecapan.
Chaplin (2001) mengemukakan persepsi sebagai proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses ini dimulai
dengan perhatian, yaitu proses pengamatan selektif. Persepsi merupakan upaya
mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui
objek-objek serta kejadian.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan proses di mana seseorang menerima, mengenali, mengamati
dan memahami rangsangan yang datang pada dirinya, sehingga dapat
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, baik melalui indera penglihatan,
penciuman, pendengaran, sentuhan maupun pengecapan menjadi suatu gambaran
Definisi persepsi pada penelitian ini akan dihubungkan dengan dukungan
sosial. Menurut Dimatteo (1991), dukungan sosial adalah dorongan atau bantuan
yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, rekan kerja dan
orang lain.
Sarason, Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2000) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh
teman-teman dan anggota keluarga. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh
Lahey (2007) sebagai peran yang dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam
memberikan nasihat, bantuan, dan beberapa antaranya untuk menceritakan
perasaan pribadi.
Gottlieb (1991) juga berpendapat bahwa dukungan sosial sebagai
informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku.
Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa dukungan
sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti saran, informasi baik
secara verbal atau non verbal, maupun kenyamanan fisik dan psikologis yang
diberikan oleh teman-teman, rekan kerja dan anggota keluarga didalam
lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh pada tingkah lakunya.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Persepsi terhadap Dukungan Sosial adalah proses di mana seseorang menerima,
saran ataupun informasi verbal maupun nonverbal, sehingga dapat menyimpulkan
dan menafsirkan ketersedian sumber dukungan tersebut, melalui panca indera
menjadi suatu gambaran yang bermakna, yang akan berpengaruh pada tingkah
lakunya.
2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial
House dan Umberson (1988) mengatakan ada 4 (empat) dimensi dukungan
sosial, yaitu :
a. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk
nyata atau dukungan material. Dukungan ini mengacu pada penyediaan
benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis, meliputi
aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, meminjamkan
atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.
b. Dukungan Informasional
Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi
yang dibutuhkan oleh individu. Dukungan ini meliputi pemberian informasi yang
dapat membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya dan
dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, saran, nasehat, dan bimbingan.
c. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Mencakup dukungan yang terjadi lewat
d. Dukungan Emosional
Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang
bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Tipe dukungan
ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan
emosi. Dukungan ini juga mencakup ungkapan empati, kepedulian terhadap orang
yang bersangkutan.
3. Sumber Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam
Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada
sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya
keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.
b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit
berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu.
Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan
sepergaulan.
c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang
memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.
Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga
C. Etnis Tionghoa
1. Definisi Etnis Tionghoa
Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi
menjadi “Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk
pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia
1950-an (Liem, 2000).
Etnis Tionghoa menurut Purcell (dalam Liem, 2000) adalah seluruh
imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup
budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa
yang mereka gunakan. Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya
sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat
bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau
negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan
erat dengan budaya Tiongkok.
Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang Indonesia
yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal
di negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu
atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Etnis Tionghoa bahkan telah hidup
membaur baik dalam keseharian maupun dalam menjalankan aktivitas yang
berhubungan dengan kebudayaannya. Masyarakat Tionghoa selalu
diidentifikasikan sebagai pedagang atau wirausahawan yang memiliki
dinamis sekaligus pragmatis, fleksibel dan pandai menempatkan diri serta ulet
(Vasanty dalam Koentjaraningrat, 2007).
Menurut Suryadinata (1981) istilah Tionghoa Indonesia digunakan
merujuk pada etnis Tionghoa yang tinggal di negara Indonesia yang memiliki
nama keluarga (marga), tanpa memandang kewarganegaraannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa etnis Tionghoa di Indonesia adalah orang-
orang keturunan Tionghoa yang telah tinggal lama di Indonesia dan telah
memahami penggunaan bahasa Indonesia serta telah berbaur dengan masyarakat
lingkungannya.
2. Kebudayaan Etnis Tionghoa
Menurut Antropologi kebudayaan modern, konsep budaya peranakan
adalah segala sesuatu yang dimiliki atau segaala hal seputar kehidupan dan
kegiatan budaya etnis Tionghoa (Hadiluwih,2008).
Nilai budaya Tionghoa yang hingga kini masih diajarkan kepada anak
cucu mereka hingga saat ini adalah lima prinsip kehidupan, seperti yang diajarkan
Tan Im Yang seorang tokoh dan penyebaran ajaran Kong HuCu, yaitu Jin Ge Le
Ti Sin (Sitanggang, 2010) yaitu :
1. Jin yang berarti manusia hidup harus memiliki cinta kasih
2. Ge yang berarti harus menjungjung kebenaran
3. Le yang berarti harus memiliki etika
4. Ti yang berarti harus bijaksana
Orang tua etnis Tionghoa pun mengajarkan anak-anaknya untuk selalu
menjadi manusia yang jujur, tidak menggunakan jalan pintas untuk mengerjakan
sesuatu (Emsan,2011). Ada tiga kebudayaan yang masih dipegang teguh bangsa
Tionghoa dalam melakukan perdagangan yakni Hopeng, Hongsui dan Hokki.
Hopeng yang berarti teman baik tidak lain ialah Human Luck atau Keberuntungan
manusia. Faktor ini sangat penting karena tanpa dikelilingi sahabat baik maka
kehidupan dan wirausaha yang dijalankan akan tidak mudah. Disini terlihat bahwa
lingkungan sekitar dapat mempengaruhi bagaimana etnis Tionghoa dalam
berwirausaha. Hong Shui adalah istilah bagi feng shui dalam dialek Hokkian.
Faktor ini yang dikenal sebagai Earth Luck atau keberuntungan bumi. Situasi dan
kondisi dimana kita tinggal, kita bekerja atau berbisnis senantiasa ikut
mempengaruhi (secara positif atau negatif) kehidupan kita. Hokki atau
keberuntungan. Ini memang adalah faktor penting dalam menentukan bagaimana
jalan hidup kita (Suhana, 2009). Ketiga nilai tradisional Tionghoa ini sangat
berpengaruh baik dalam kehidupan sosial maupun aktivitas ekonomi dimanapun
mereka berada. Ketiga nilai ini merupakan kepercayaan dan mitos yang diyakini
orang Tionghoa dalam menjalankan kehidupan dan berbagai usaha yang mereka
tekuni (Derry, 2011)
Selain dari ketiga nilai kebudayaan leluhur etnis Tionghoa tersebut,
didalam berwirausaha dan berbisnis, etnis Tionghoa juga mengamalkan suatu
prinsip Konfusius, yaitu menjunjung tinggi kepercayaan (Sitanggang, 2010) dan
Ren Qing yang artinya “perasaan kemanusiaan”. Maksudnya ialah ketika berbisnis
sesama, saling mengerti, saling memberi dan menerima serta sedia dan simpatik
untuk membantu (Muhammad, 2011). Suku Tionghoa juga memiliki karakteristik
seperti kemauan kerja kerasnya, keuletan, kegigihan, ketekunan, sikap pantang
menyerah, sikap tidak mudah puas dan kebiasaan hidup hemat. Mereka mampu
bekerja dalam waktu yang panjang dan jarang beristirahat kecuali untuk hari besar
mereka. Senantiasa menghasilkan uang, sudah menjadi kebiasaan sekaligus
kesenangan mereka. Setiap hari adalah untuk bekerja dan menghasilkan banyak
rejeki. Sesulit apapun keadaannya senantiasa kerja keras dan pantang mundur
(Derry, 2011).
D. Hubungan Persepsi terhadap Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Etnis Tionghoa
Etnis Tionghoa memerankan peranan yang cukup penting dalam dunia
perekonomian di Indonesia. Mengingat bahwa banyak sekali masyarakat etnis
Tionghoa yang sukses secara financial dengan berbisnis dan berwirausaha (Ismail,
2012). Berwirausaha memang merupakan suatu mata pencaharian yang paling
penting pada etnis Tionghoa (Vasanty dalam Koentjaraningrat, 2007). Untuk
menjadi wirausaha, etnis tionghoa harus memiliki minat berwirausaha yang tinggi
terhadap pembukaan unit usaha yang baru. Minat merupakan faktor pendorong
yang menjadikan seseorang lebih giat bekerja dan memanfaatkan setiap peluang
yang ada dengan mengoptimalkan potensi yang tersedia (Walgito, 2003).
Minat berwirausaha tidak dapat terwujud begitu saja bila dari lingkungan
sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan dukungan sosial dari orang lain atau
masyarakat disekitarnya, tak terkecuali etnis Tionghoa yang berminat untuk
berwirausaha.
Bagi etnis Tionghoa, didalam berwirausaha ada tiga nilai leluhur yaitu
hopeng, hongsui, dan hokki (Derry,2011) dan juga ada prinsip Konfusius, yaitu
menjunjung tinggi kepercayaan (Sitanggang, 2010) dan Ren Qing yang artinya
“perasaan kemanusiaan” yang harus dipegang teguh oleh masyarakat Tionghoa.
Pemaknaan etnis Tionghoa terhadap nilai leluhur yang dimiliki oleh etnis
Tionghoa ini berkaitan erat dengan lingkungan sekitar terutama keluarga dan
pertemanan, hal ini menunjukkan bahwa makna dibentuk melalui proses
komunikasi dalam sebuah hubungan dan interaksi sosial (West & Turner 2008).
Jaringan komunikasi dari interaksi sosial yang terbentuk dari etnis Tionghoa
merupakan hasil dari pemaknaan terhadap nilai leluhur yang bertujuan agar tetap
bertahan didalam perdagangan dan wirausaha, karena itu tepat jika dikatakan
bahwa dukungan yang diperoleh etnis Tionghoa berasal dari hasil jaringan sosial
(interaksi sosial) mereka (Binita, 2014). Keberadaan orang-orang disekitar
individu merupakan hal penting untuk meyakinkan individu agar dapat merasakan
atau menerima dukungan sosial. Dukungan sosial yang diterima dapat mengurangi
atau menahan pengaruh yang merugikan secara psikologis. Adanya dukungan
sosial yang tinggi membuat individu terdorong untuk lebih aktif terhadap objek
yang diminatinya, karena dukungan sosial lebih banyak memberikan pengaruh
yang positif daripada pengaruh negatif. Hal ini sejalan dengan teori Gotlieb
informasi atau nasehat, verbal atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial atau didapat melalui kehadiran mereka,
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
Menurut Siegel (dalam Yuanita, 2003) dukungan sosial dapat
meningkatkan aktivitas minat seseorang, sedangkan orang yang sering
memperoleh celaan, minatnya akan berkurang. Dukungan sosial merupakan salah
satu faktor penting yang dapat memberikan dorongan individu untuk mempunyai
minat berwirausaha yang tinggi. Setiap wirausaha etnis tionghoa mengharapkan
dukungan dari keluarga dan rekan-rekannya (Ann Wan Seng, 2013). Dukungan
sosial dapat berupa dukungan instrumental, informasional, penghargaan dan
emosional.
Ditambahkan Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan
sekedar hanya memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana
persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Dukungan sosial yang
diperoleh individu dari orang-orang terdekatnya melalui persepsi. Dukungan
sosial akan dipersepsi positif apabila individu tersebut merasakan manfaat
dukungan yang diterimanya, individu akan merasa diperhatikan, diperdulikan dan
dihargai.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mustikawati & Bachtiar (2008)
dengan judul : “ Hubungan Dukungan sosial (Orang Tua) terhadap Minat
Berwirausaha pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan “ menunjukan hasil
bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial (orang
penelitian yang dilakukan oleh David Kurniawan (2008) dengan judul : “
Hubungan Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Mahasiswa “
menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara
dukungan sosial dengan minat berwirausaha ditunjukkan oleh koefisien korelasi r
= 0,901 dan p = 0,000, hal ini menunjukkan bahwa apabila dukungan sosial yang
dirasakan oleh mahasiswa cukup bagus biasanya akan diikuti minat berwirausaha
yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Sedangkan dukungan sosial memberikan
sumbangan yang efektif sebesar r² = 0,812 (81%) terhadap minat berwirausaha,
sedangkan sisanya sebesar 19% dipengaruhi faktor lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika etnis Tionghoa
memiliki persepsi terhadap dukungan sosial yang semakin positif, maka akan
semakin tinggi minat untuk berwirausaha. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melihat hubungan persepsi terhadap dukungan sosial dengan minat berwirausaha
pada etnis Tionghoa.
E. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesa yang terdapat dalam
penelitian ini adalah : “ Ada Hubungan Positif antara Persepsi terhadap Dukungan Sosial dengan Minat Berwirausaha pada Etnis Tionghoa “.
Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin positif persepsi terhadap dukungan