• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pencapaian Kinerja Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pencapaian Kinerja Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Kabupaten Asahan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kinerja

Armstrong dan Barondi dalam Sapar (2011) menyatakan, kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja,tetapi temasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dam memberi kontribusi pada ekonomi.

Menurut Mangkunegara (2000), kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Menurut Sulistiyani (2003), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya.

(2)

Robert L. Mathis dan John H. Jackson didalam Wibowo (2007), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Menurut John Witmore didalam Wibowo (2007), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi. Kinerja dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Mink didalam Wibowo (2007), mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang kinerjanya tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (a) berorientasi pada prestasi, (b) percaya diri, (c) berpengendalian diri dan (d) kompeten. Prawirosentono (2007), mendefenisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Hasibuan (2001), menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

(3)

mencapai hasil kerja. Namun hasil pekerjaan itu sendiri menunjukkan kinerja Wibowo, (2007).

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja (performance). Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan ketrampilan tertentu. Sedangkan profesi adalah pekerjaanyang untuk menyelesaikannya memerlukan pengusaan dan penerapan teori ilmu pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi seperti yang dilakukan oleh profesional. Istilah kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan keluaran perusahaan/organisasi, alat, fungsi-fungsi manajemen, atau keluaran seorang pegawai,Wirawan didalam Sapar, (2011).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Hariandja (2005), menyatakan gaji diartikan sebagai bentuk imbalan dalam bentuk moneter yang diterima oleh pegawai sebagai bentuk kompensasi tradisional yang tidak dihubungkan dengan kinerja melainkan dihubungkan dengan jabatan dan kepangkatan seseorang. Insentif yaitu pembayaran langsung di luar gaji yang dikaitkan langsung dengan kinerja yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for perfomance plan).

(4)

meningkatkan kerjasama tim serta a sense of common life atau common destiny.

Stephen dkk didalam Siagian, (2004), menyatakan bahwa uang/gaji tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan performa. Meier didalam Siagian, (2004), bahwa pendistribusian gaji didasarkan pada produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup. Agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum, (b) dapat mengikat karyawan agar tidak keluar dari perusahaan, (c) dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja, (d) selalu ditinjau kembali, e) mencapai sasaran yangdiinginkan, (f) mengangkat harkat kemanusiaan dan (g) berpijak pada peraturan yang berlaku.

Padmowihardjo (2004), menyatakan tingkat pendidikan formal penyuluh akan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh dalam melaksanakan tugas, sehingga yang berpendidikan lebih tinggi mampu berpikir lebih abstrak dan memiliki wawasan yang lebih luas. Pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh pada tingkat adaptasi, mempunyai pilihan-pilihan yang lebih luas dalam kehidupannya, termasuk dalam melaksanakan penyuluhan.

(5)

tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada tingkat kompetensi mereka.

Pendidikan menyebabkan seseorang memiliki harapan yang tinggi terhadap tanggungjawab dalam pekerjaannya, karena itu mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung terancam oleh perasaan tidak puas kerja dibanding mereka yang memiliki pendidikan lebih rendah Schultz & Schultz, (1994).

Kuncel dkk dalam siagian, (2004), melaporkan bahwa pendapat yang menyatakan kecerdasan (intelligence) selama pendidikan secara keseluruhan berbeda dengan sukses dalam pekerjaan tidak terbukti dalam penelitiannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan konsistensi dengan hasil sebagian besar penelitian bahwa kinerja merupakan fungsi dari penerapan motivasi dan pengetahuan kerja dan pengetahuan prosedur kerja (keterampilan).

(6)

dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain.

Von Senden dkk dalam Wibowo (2007), mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak dan juga dalam pengembangan perilaku sosial.

Menurut Robbins (1996), Usia seseorang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat ungkapan ini adalah produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya usia seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan perjalanan waktu. Pekerjaan yang membosankan dan kurangnya rangsangan intelektual juga akan mengurangi produktivitas. (Robbins,1996).

(7)

Menurut Padmowihardjo (2004), umur seseorang diduga kuat memengaruhi kemampuannya, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan berpikir (inteligensia). Umur seseorang erat kaitannya dengan kemampuan belajarnya. Kemampuan belajar seseorang mencapai puncaknya pada umur 25 tahun, dan selanjutnya cenderung menurun.

Menurut Purba (2002), umur seseorang dibagi dalam kelompok anak-anak (0-14 tahun), usia kerja (16-64) dan kelompok lanjut usia bila berumur 65 tahun atau lebih. Usia kerja dibagi juga dalam tiga kategori, yaitu golongan usia muda atau pradewasa (20-39 tahun), usia dewasa (40-54 tahun) dan yang berumur 55-65 termasuk golongan tua atau purna, Semakin tua umur seseorang akan semakin berkurang atau menurun kemampuannya, karena itu umur erat kaitannya dengan kompetensi seseorang. Penyuluh pertanian yang termasuk pada kelompok usia kerja dengan umur antara 20-65 tahun diduga mempunyai kompetensi yang berbeda dengan kompetensi yang termasuk usia muda dan atau usia dewasa.

Mulyasa (2002), menyatakan pendidikan nonformal merupakan kegiatan yang tertata, sistematis, di luar sistem formal dan ditujukan untuk orang dewasa., mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memili keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Salah satu bentuk pendidikan nonformal yang dilakukan oleh penyuluh adalah pelatihan.

(8)

Sasaran yang ingin dicapai dalam suatu pelatihan adalah mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang belum dimiliki peserta, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku. Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat.

Pelatihan bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan pelatihan tidak bersyarat tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi atau budidaya. (YST,2001)

Menurut Sapar (2011), Pelatihan yang pernah diikuti dapat dilihat dari jumlah dan jenis pelatihan yang diikutinya selama kurun waktu tertentu. Pelatihan akan meningkatkan kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada kompetensi mereka

(9)

perubahan utama yaitu perubahan materi penyuluhan, wilayah kerja, kelompok inti dan sasaran (klien). Perubahan kelompok inti dan klien, berpengaruh negatif terhadap kinerja. Kedua perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan lingkungan sosial dan interaksi sosial. Disimpulkan bahwa kinerja penyuluh mengalami kelelahan segera setelah penunjukan kembali dalam pekerjaan yang baru dan berpengaruh negatif terhadap kinerja.

2.3. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui deviasi dari rencana yang telah ditentukan selama pelaksanaan pekerjaan, atau apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kinerja membutuhkan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini. Apabila deviasi kinerja dapat diukur, dapat diperbaiki. Menurut Casio (1992), pengukuran kinerja merupakan proses mengevaluasi capaian karyawan dalam rangka mengembangkan potensi karyawan tersebut.

(10)

Armstrong & Baron didalam Sapar, (2011), mengemukakan ada tiga dasar pengembangan ukuran kinerja sebagai alat peningkatan efektivitas organisasi, yaitu: (a) apa yang diukur semata-mata ditentukan oleh apa yang dipertimbangkan penting oleh pelanggan, (b) kebutuhan pelanggan diterjemahkan menjadi prioritas strategis dan rencana strategis mengindikasikan apa yang harus diukur dan (c) memberikan perbaikan kepada tim dengan mengukur hasil dari prioritas strategis, memberi kontribusi untuk perbaikan lebih lanjut dengan mengusahakan motivasi tim, dan informasi tentang apa yang berjalan dan tidak berjalan. Tujuan ukuran kinerja adalah memberikan bukti apakah hasil yang diinginkan telah dicapai atau belum dan apakah muatan yang terdapat di tempat pekerja memproduksi hasil tersebut. Fokus dan isi ukuran kinerja bervariasi di antara berbagai pekerjaan.

Menurut Armstrong dan Baron (1998), ukuran kinerja adalah alat ukur yang obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Kriteria yang sama akan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara obyektif dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja;(b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua aspek kinerja.

(11)

dikumpulkan dan didistribusikan berdasarkan waktu; (d) dapat dianalisis secara makro dan mikro; dan (e) tidak mudah dimanipulasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Pedoman mendefinisikan ukuran kinerja adalah sebagai berikut: (a) ukuran harus berhubungan dengan hasil dan perilaku yang diamati; (b) hasilnya harus dalam jangkauan pengawasan tim atau individu, dan berdasarkan target yang disepakati; (c) kompetensi yang merupakan persyaratan perilaku harus didefinisikan dan disepakati; (d) data harus tersedia untuk pengukuran dan (e) ukuran harus obyektif, (Armstrong & Baron, 1998).

Utomo dalam Sapar (2011), menyatakan untuk memahami kinerja yang lebih tepat, maka harus dikaitkan dengan output yang akan dihasilkan, yaitu prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, tingkat jabatan, dan besar kecilnya organisasi serta lingkungan fisik dan mental yang aman, nyaman, bersih, memiliki tingkat gangguan yang minimal dandukungan keselarasan untuk melakukan interaksi sosial dengan pegawai lain.

(12)

Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun profesionalisme penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7) terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja. (Departemen Pertanian, 2012).

Menurut Gilmer dalam Sapar ( 2011), Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kinerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi (baik antara pimpinan dengan bawahan atau antara rekan sekerja) dan fasilitas. Kinerja juga ditimbulkan karena faktor yang memiliki hubungan dengan pekerjaan, kondisi kerja, teman sekerja, pengawasan, promosi, dan gaji.

(13)

yang tepat sesuai dengan keahlian, (3) berat ringannya pekerjaan, (4) suasana dan lingkungan pekerjaan, (5) peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, (7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Robbins(2008), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja dapat berupa : (1) kerja yang secara mental menantang, (2) ganjaran yang pantas, (3) kondisi kerja yang mendukung, (4) rekan sekerja yang mendukung, (5) kesesuaian kepribadian pekerjaan.

2.4. Manajemen Kinerja

Kinerja juga dapat dilihat dari sisi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak (2003), yang menjelaskan bahwa manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja. Kinerja individu dan kinerja kelompok dipengaruhi oleh banyak faktor intern dan ekstern organisasi.

(14)

Menurut Wibowo (2007), Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajeme kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses.

Armstrong dan Baron didalam Sapar, (2011) berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Mereka mengutip pendapat Fletcher yang menyatakan manajemen kinerja adalah pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi, membantu karyawan memahami dan mengenal bagiannya dalam memberikan kontribusi, dalam melakukannya, mengelola, dan meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.

Mondy (2008), menyatakan meskipun setiap fungsi SDM berkontribusi terhadap manajemen kinerja, pelatihan dan penilaian kinerja memainkan peranan signifikan dalam proses tersebut. jika penilaian kinerja adalah kejadian sekali waktu setiap tahun, manajemen kinerja adalah proses yang dinamis, konstan, dan berkelanjutan. Penilaian kinerja ( performance approisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim.

(15)

obyektif dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja; (b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua aspek kinerja.

2.5. THL-TBPP

THL-TBPP adalah singkatan dari Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian. THL-TBPP adalah tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh pemerintah pusat yakni Kementrian Pertanian RI sejak tahun 2007 – 2009 dan mayoritas tetap bekerja sampai sekarang.Sebagai petugas yang direkrut oleh pemerintah dan diperbantukan pada instansi penyuluh pertanian di daerah Kabupaten / Kota para THL-TBPP menjalankan tupoksi serta mendapat kewenangan yang sama dengan penyuluh PNS. Seragam yang digunakan pun sama dengan seragam penyuluh pertanian PNS, Isyaturriyadhah (2010).

Pembaruan atau perpanjangan kontrak setiap tahun berdasarkan rekomendasi dari SKPD penyuluh pertanian kabupaten/ kota sekaligus menunjukan THL-TBPP sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk menjalankan tupoksi mengawal program pembangunan pertanian melalui pembinaan dan pendampingan kegiatan Kelompok Tani dan Gapoktan di wilayah desa binaan masing – masing, Nur Samsu (2013).

(16)

D3 Rp.1.200.000 dengan BOP 300.000/bulan, untuk tingkat SLTA Rp.1.000.000 dengan BOP Rp.100.000.Pada tahun 2010 Pemerintah Daerah menanggung gaji untuk TBPP selama dua bulan sebesar Rp.350.000/THL/bulan. THL-TBPPharus bekerja tanpa gaji setiap penandatanganan kontrak kerja. Pemerintah biasanya merapel gaji THL-TBPP selama tiga bulan mulai dari Januari sampai dengan Maretpada bulan April. THL-TBPP umumnya harus bekerja terlebih dahulu baru akan mendapatkan gaji. Hal ini tidak seperti penyuluh PNS yang digaji terlebih dahulu baru bekerja, BP2KP Asahan (2013).

(17)

lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar pada diklat bidang penyuluhan.

Sebagai penyuluh, THL memiliki tugas pokok yang sama denga penyuluh yang digambarkan pada keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tentang tugas pokok penyuluh pertanian. Dalam mewujudkan kinerjanya, THL dihadapkan pada berbagai masalah internal maupun eksternal. Masalah internal dalam hal ini terkait dengan karakteristik THL itu sendiri, sedangkan masalah eksternal diantaranya adalah masalah perbedaan lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi perilaku kerja dan motivasi kerja yang tercermin pada kinerja atau job performance mereka. Perbedaan tipe kelembagaan yang mengelola tenaga THL misalnya dapat berimplikasi pada perbedaan pembinaan, penyelenggaraan program dan pembiayaan, sebagai contohnya, di Kabupaten Asahan memiliki satu kelembagaan kantor/badan penyuluhan, dan ada BPK (balai penyuluhan kecamatan) namun tidak semua kecamatan memiliki BPK ada satu BPK yang menangi dua kecamatan, (Nur Samsu, 2013).

2.6.Penelitian Terdahulu

(18)

dilakukan penilaian atas prestasi tersebut. Prestasi berarti merupakan pencapaian hasil kerja. Pegawai yang kinerjanya tinggi akan produktif dalam bekerja. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja sangat erat hubungannya dengan produktivitas.

Sapar, (2011), melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Kompetensi Petani Kakao di Empat Wilayah Sulawesi Selatan. Menyatakan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai individu secara aktual dalam suatu organisasi sesuai tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya yang dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan periode waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

(19)

Nani Sufiana Suhanda dkk, (2008), dalam Kinerja Penyuluhan Pertanian di Jawa Barat menyatakan bahwa karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan pelatihan,kesempatan pengembangan karir, tingkat kewenangan dan tanggung jawab, insentif, pembinaan dan supervisi, memberikan kontribusi terhadap kinerja Penyuluh Pertanian.

2.7.Kerangka Berpikir

Kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan sangat penting dikarenakan THL-TBPP merupakan bagian dalam proses penyampaian teknologi terbaru untuk petani. THL-TBPP adalah tenaga-tenaga yang direkrut oleh pemerintah Indonesia untuk melasanakan tugas-tugas penyuluhan pertanian di desa-desa.

Kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja, namun kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Terdapat beberapa indikator yang dapat mendukung kinerja. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Indikator kinerja dalam penyuluhan ada 9 yang kesemuanya harus dicapai agar bisa dikatakan penyuluh yang berhasil.

Kinerja THL-TBPP dipengaruhi beberapa variabel yaitu: gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, dan pelatihan yang diperoleh THL-TBPP. Gaji sangat berhubungan dengan kinerja karena gaji dapat memenuhi kebutuhan seseorang, dapat menimbulkan semangat kerja, semakin tinggi gaji seseorang maka semakin tinggi pula prestasi kerjanya.

(20)

pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas, yang berpendidikan tinggi juga umumnya memiliki pengetahuan yang luas,

Umur THL-TBPP sangat berhubungan dengan kinerja, umur mempengaruhi kemampuan kerja. Semakin tua umur seseorang akan semakin turun kemampuannya. Kesesuaian bidang ilmu yang dimiliki THL-TBPP umumnya sangat menentuka kinerja seseorang karena semakin sesuai bidang ilmu THL-TBPP dengan komoditi di wilayah kerja nya, maka akan menentukan keahlian THL-TBPP tersebut. Pelatihan yang diperoleh THL-TBPP selama menjadi tenaga penyuluh pertanian paling rendah 200 jam, frekwensi pelatihan sangat mempengaruhi kwalitas penyuluh dalam melaksanakan tugasnya, karena biasanya pelatihan yang diperoleh adalah pelatihan-pelatihan tentang teknologi dan ilmu-ilmu yang terbaru.

Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Keterangan: : berhubungan

Gaji (X1)

Pendidikan Formal (X2)

Umur (X3)

Kesesuaian Bidang Ilmu (X4) Pelatihan (X5)

(21)

2.8.Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, landasan teori, dan kerangka pemikiran sebagaimana dijelaskan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan positif yang nyata antara gaji dengan kinerja THL-TBPP. 2. Terdapat hubungan positif yang nyata antara tingkat pendidikan formal

dengan kinerja THL-TBPP.

3. Terdapat hubungan psitif yang nyata antara umur dengan kinerja THL-TBPP. 4. Terdapat hubungan positif yang nyata antara kesesuaian bidang ilmu dengan

kinerja THL-TBPP.

Referensi

Dokumen terkait

V primeru, da je zoper policista uveden kazenski ali odškodninski postopek zaradi izvajanja pooblastil pri opravljanju uradnih policijskih nalog, ki jih po oceni policije,

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang telah dilakukan, menurut Michael Porter dalam menganalisis lingkungan bisnis menggunakan konsep five Porter yang ditujukan sebagai

Penulis berpendapat Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja atau buruh yang diabaikan oleh pihak pengusaha ini merupakan salah satu pelanggaran

Ilegal interception in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem komputer, dan atau jaringan

Berdasarkan keterangan Anak Buah Kapal yang berada diatas kapal pada saat kejadian kepada Tersangkut Nakhoda dilaporkan bahwa sebelum adanya upaya bantuan

Bentuk bantuan ahli kedokteran kehakiman dapat diberikan pada saat terjadi tindak pidana (di tempat kejadian perkara, pemeriksaan korban yang luka, pemeriksaan

Bahwa mengenai adanya kematian, dipersidangan terungkap bahwa korban ILYAS TANTU mengalami luka-luka sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia, sebagaimana

Penelitian mengenai perbandingan pengencer terhadap kualitas semen sapi Simmental yang dilakukan Solihati dan Kune (2009) diketahui bahwa pengencer sitrat kuning telur lebih