TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Patin (Pangasius sp.)
Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak,
antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis,
Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan Pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari
Thailand. Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) diacu oleh Hernowo (2001)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp.
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan
punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu
ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif
kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini
merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang
kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah
belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada
punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya
membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip
duburnya panjang, terdiri dari 30 − 33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya
memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12 − 13 jari-jari lunak dan sebuah
jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
Ikan patin hidup di alam bebas dan biasanya bersembunyi di dalam liang
liang di tepi sungai atau kali. Ikan ini baru keluar dari liang persembunyiannya pada
malam hari atau ketika hari mulai gelap. Hal ini sesuai dengan sifat hidupnya yang
nocturnal (aktif pada malam hari). Dari segi rasa, daging ikan patin memiliki karakteristik yang khas. Dari semua jenis ikan keluarga lele-lelean, ikan patin
merupakan jenis unggulan dan paling dicari. Dari segi kandungan gizi, nilai protein
daging ikan patin cukup tinggi yaitu mengandung 68,6% kandungan lemak sekitar
5,85%, abu 3,5% dan air 59,3% (Zelvina, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan meliputi faktor
eksternal dan internal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan ikan itu sendiri seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi
keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan, dan ketahanan terhadap
penyakit. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan
lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisik dan kimia air yaitu suhu air,
oksigen terlarut, karbondioksida bebas, dan lain sebagainya. Ruang gerak dan
ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas juga termasuk dalam faktor
Pemberian pakan yang bergizi tinggi sangat penting dalam usaha budidaya
ikan. Menurut Suhenda dkk., (2003) diacu oleh Kordi (2012) pada benih ikan patin
dengan 7,6 g/ekor menyatakan bahwa pakan yang mengandung protein 35%,
karbohidrat 36% dan lemak 6% memberikan pertumbuhan paling baik bagi benih.
Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Karena air
sebagai media tumbuh sehingga harus memenuhi syarat dan harus diperhatikan
kualitas airnya, seperti: suhu, kandungan oksigen terlarut (DO) dan keasaman (pH).
Air yang digunakan dapat membuat ikan melangsungkan hidupnya
(Effendi, 2003).
Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya ikan ini
dapat bertahan hidup di kisaran pH air yang lebar, dari perairanm yang agak asam
(pH rendah) sampai perairan basa (pH tinggi), dari 5 sampai 9. Kandungan oksigen
(O2) terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin berkisar antara 3 − 6
ppm,sedangkan karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran berkisar antara 9 − 20
ppm. Alkalinitas antara 80 − 250. Suhu air media pemeliharaan yang optimum
berada dalam kisaran 28 − 30 0C (Khairuman dan Dodi, 2000).
Ikan Sapu-sapu (Lyposarcus pardalis)
Ikan sapu-sapu bukan merupakan jenis ikan asli indonesia, melainkan di
introduksi dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Rendahnya persepsi
masyarakat terhadap ikan sapu-sapu. Secara sepintas ikan sapu-sapu terlihat kurang
menarik karena penampilannya yang menyeramkan. Dalam ukuran besar 30 cm ikan
tersebut mempunyai kepala, kulit sisik yang sangat keras dan sulit untuk ditangani
Sistem klasifikasi dari ikan sapu-sapu sebagai berikut:
Spesies : Liposarcus pardalis
Jenis ikan Plecostomus dapat ditemukan pada berbagai wilayah perairan, seperti aliran sungai yang sempit di pegunungan, muara sungai, bahkan pada perairan
dengan tingkat pencemaran tinggi. Karakteristik utama dari golongan Loricariidae
adalah mulut penghisap. Bentuk bibir dan mulut memungkinkan ikan untuk makan,
bernafas dan menempel pada objek dengan cara menghisap. Ikan sapu-sapu dapat
tumbuh mencapai 40 cm (Tjokronegoro, 2007).
Jenis ikan dan kandungan nutrisi dalam ikan menurut Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan Bioteknologi (2010) sebagai berikut:
Komponen Nutrisi Pakan
Usaha budidaya ikan yang berkembang ke arah budidaya intensif menuntut
tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan.
Oleh karena itu masalah pengadaan pakan perlu ditangani dengan sungguh-sungguh.
Sebab apabila pengadaan pakannya tidak seimbang dengan usaha intensifikasi yang
semakin meningkat, hasilnya tidak akan memuaskan (Khairuman dan Dodi, 2000).
Beberapa keuntungan apabila menggunakan pakan buatan antara lain:
1. Dapat meningkatkan produksi melalui padat penebaran tinggi dan pemeliharaan
yang pendek
2. Dapat memanfaatkan limbah industri pertanian berupa sisa-sisa buangan menjadi
daging ikan yang lezat dan bergizi tinggi
3. Rasa daging ikan dapat diatur sesuai dengan selera yaitu dengan mengatur
ramuannya. Apabila ingin ikan lebih gurih maka kadar lemak dalam ramuannya
dapat ditambah.
Dalam usaha budidaya, pakan yang diperlukan adalah pakan untuk induk,
larva dan benih. Pakan untuk induk dapat menggunakan pakan ikan komersial (pelet)
dengan kandungan nutrisi yang baik, minimal mengandung protein 30%. Karena
pada kenyataan (uji laboratorium) pakan ikan yang beredar kandungan proteinnya <
30%, bahkan rata-rata < 20% maka pakan komersial tersebut sebaiknya ditingkatkan
nutrisinya. Caranya dengan menambahkan protein dan atau vitamin ke dalam pakan
komersil tersebut (Hernowo, 2001) yaitu dengan penambahan tepung ikan sapu-sapu
pada pakan komersil.
Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ikan yang sangat
biaya produksi. Nilai nutrisi pakan biasanya dilihat dari komposisi gizinya seperti
kandungan protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, vitamin, mineral dan kadar air.
Salah satu kebutuhan nutrisi yang penting untuk ikan adalah protein, sehingga
kekurangan protein dalam pakan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
(Marzuqi, dkk., 2012).
Protein
Ikan sangat membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan mempertahankan
hidup. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kompleks.
Pertumbuhan dan kemampuan mempertahankan hidup ikan dipengaruhi oleh
perubahan pada kemelimpahan organisme yang menjadi makanannya. Fungsi utama
makanan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Makanan yang
dimakan ikan digunakan untuk kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan
makanan maka dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Hariati, 2010).
Nutrien penting dalam pakan adalah protein. Kebutuhan protein pada ikan
berkaitan dengan kebutuhan energi total (protein, lemak, karbohidrat). Kandungan
energi rendah menyebabkan sebagian protein sebagai sumber energi digunakan untuk
metabolisme. Oleh karena itu agar laju pertumbuhan optimal ikan harus diberi
protein dengan kandungan energi yang seimbang secara cukup dan terus menerus.
Protein dalam pakan diperlukan sebagai sumber asam amino
(Febriani, 2006).
Protein memegang peranan penting dalam penyusunan jaringan dan organ
tubuh hewan,termasuk ikan. Dalam pakan yang diberikan kepada ikan, protein harus
tersedia dalam jumlah yang cukup. Tingkat protein pakan yang rendah akan
penyakit. Kisaran kebutuhan protein dalam pakan ikan adalah sebesar 35 − 50%.
Untuk ikan tropis, kadar protein pakan antara 20 − 60%. Sedangkan faktor yang
berpengaruh terhadap kebutuhan protein ikan adalah jenis, ukuran ikan, lingkungan,
kualitas protein dan daya cerna pakan (Noegroho, 2000).
Protein merupakan sumber asam amino yang mempunyai unsur C, H, O, dan
N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur proses
metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak
terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein tersusun dari berbagai asam amino
yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan
kovalen yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino dengan gugus
amino asam amino lainnya sehingga terbentuk suatu polimer asam amino
(Hermiastuti, 2013).
Pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada
hewan-hewan ternak. Selain itu jenis dan umur ikan juga berpengaruh terhadap jumlah
kebutuhan protein. Ikan pemakan daging membutuhkan protein yang lebih banyak
dari pada ikan pemakan tumbuh-tumbuhan.. Ikan muda relatif mumbutuhkan protein
yang lebih banyak daripada ikan dewasa sebab ikan muda masih giat-giatnya tumbuh
Lemak
Lemak mempunyai peranan penting bagi ikan karena berfungsi sebagai
sumber energi dan asam lemak esensial. Kebutuhan ikan akan asam-asam lemak
esensial berbeda untuk setiap spesies ikan. Perbedaan kebutuhan ini terutama
dihubungkan dengan habitatnya (Rukmini, 2008).
Faktor pembatas dalam penggunaan lemak yaitu lemak mengandung
kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi, mudah teroksidasi dan membentuk
senyawa peroksida yang bersifat racun dan akan menurunkan fungsi normal ikan.
Kandungan lemak yang tinggi dalam pakan juga cenderung meningkatkan
kandungan lemak dalam hati dan menggangu fungsi hati sehingga mengganggu
kesehatan dan akhirnya dapat menyebabkan kematian pada ikan (Syamsunarno,
2008).
Peningkatan lemak pakan menyebabkaan penurunan konsumsi makan ikan
sehingga akan membatasi jumlah nutrien yang masuk ke dalam tubuh yang
selanjutnya menyebabkan penurunan pertumbuhan. Apabila kekurangan lemak,
maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk metabolisme. Sehingga
kekurangan atau kelebihan energi dari lemak dapat menurunkan atau meningkatkan
bobot ikan Suhenda dan Yanti (2003) diacu oleh Kordi (2012).
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi ikan. Hastings (1976) diacu
oleh Syamsunarno (2008) menyatakan bahwa karbohidrat dalam ransum ikan tropis
yang dimanfaatkan secara baik adalah 30%. Fungsi utama karbohidrat adalah
menyediakan energi untuk proses kehidupan normal. Sumber energi utama untuk
sebagai precursor berbagai hasil metabolit intermedier yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan, misalnya untuk biosintesa berbagai asam amino non esensial dan asam
nukleat. Manfaat lain karbohidrat, termasuk lemak dalam pakan adalah dapat
mengurangi penggunaan protein sebagai sumber energi yang dikenal sebagai protein
sparing effect. Terjadinya protein sparing effect oleh karbohidrat dan lemak dapat menurunkan biaya produksi (pakan) dan mengurangi pengeluaran limbah nitrogen ke
lingkungan.
Vitamin
Vitamin adalah bahan organik kompleks, biasanya ukuran molekulnya kecil
yang digunakan untuk pertumbuhan normal, maintance dan reproduksi. Vitamin dapat berfungsi untuk menunjang pertumbuhan, menjaga kesehatan dan menjalankan
fungsi-fungsi metabolisme tubuh. Kebutuhan vitamin bagi ikan dipengaruhi oleh
spesies ikan, ukuran, tingkat pertumbuhan, hubungan antar nutrien dan lingkungan
(Noegroho, 2000).
Mineral
Menurut Lovell (1988) diacu oleh Noegroho (2000) bahwa mineral dapat
berfungsi terutama memberikan kekuatan sebagai unsur pokok gigi dan tulang.
Selain mineral juga diperlukan dalam sistem syaraf sebagai fungsi metabolisme.
Kualitas Air
Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain dalam air. Dalam pemeliharaan ikan patin, selain pakan faktor
lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar
pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan
yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Yuliartati, 2011).
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain : suhu, pH dan
oksigen:
Suhu
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran
organisme baik dilaurtan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan
tersebut. Suhu air juga akan memengaruhi kekentalan (viskositas) air. Perubahan
suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya angkut darah.
Suhu juga memengaruhi selera makan ikan. Ikan relatif lebih lahap makan pada pagi
dan sore hari sewaktu suhu air berkisar antara 27 – 28 0C. Ikan patin hidup pada
perairan dengan suhu 20 – 37 0C, namun pertumbuhan terbaik pada suhu 27 – 30 0C
(Kordi, 2012).
pH Air
pH air mempengaruhi tingkat kesururan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh
ikan. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan
berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan akan
naik, dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana
6,5 – 8,5, dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7 – 8. Pada cukup toleran
terhadap pH antara 5 – 9 (Kordi, 2012).
Oksigen Terlarut
Boyd (1982) diacu oleh Nugrahaningsih (2008) pada lingkungan perairan,
kandungan oksigen dalam air dapat dilihat melalui kandungan oksigen terlarut.
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan kontaminasi polutan membuktikan
bahwa oksigen terlarut dissolved oxygen (DO) merupakan parameter paling penting sebagai penunjang kehidupan organisme akuatik. Ketersediaan oksigen sangat
berpengaruh terhadap metabolisme dalam tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu
organisme. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari difusi dengan udara dan
adanya proses fotosintesis dari tanaman air. Kelarutan oksigen di air menurun
dengan semakin meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/l
mengurangi kelarutan oksigen sebanyak 5% dari yang seharusnya di air tawar
oksigen terlarut hingga dibawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem
reproduksi, pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya.
Pada perairan dengan konsentrasi oksigen < 4 ppm ikan masih mampu
bertahan hidup, akan tetapi nafsu makan ikan akan menurun. Oksigen yang baik
untuk pemeliharaan ikan dengan konsentrasi antara 4 – 7 ppm. Ikan patin dapat
tumbuh optimal pada perairan yang kandungan oksigennya antara 4 – 7 ppm. Pada
kandungan oksigen < 3 ppm ikan patin masih dapat hidup, namun pertumbuhannya