BAB I PENDAHULUAN
1.1. MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung Tahun 2015 disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan entitas pelaporan selama 1 (satu) periode pelaporan.
Laporan keuangan terutama digunakan untuk
membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi neraca keuangan, menilai efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung disusun untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial maupun politik dengan cara:
1) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara
memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan;
2) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah serta hasil-hasil yang telah dicapai;
3) Menyediakan informasi mengenai upaya pemerintah daerah
dalam mendanai seluruh kegiatan dan mencukupi
kebutuhan kas;
4) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi pemerintah daerah berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;
5) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi
Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung disusun dan disajikan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam penyusunan Laporan keuangan tahun anggaran 2015 terlebih dahulu dilakukan konversi laporan keuangan yang telah disusun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Konversi mencakup jenis laporan, basis akuntansi,
pengakuan, pengukuran dan pengungkapan pada pos-pos laporan keuangan, Struktur APBD, klasifikasi anggaran, aset, kewajiban, ekuitas, arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Dengan ketersediaan informasi-informasi tersebut, maka diharapkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, artinya dapat menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan dan dihasilkan untuk operasi yang berkelanjutan, risiko dan ketidakpastian yang terkait, serta dapat menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran. Selain itu juga untuk mengetahui apakah sumber daya uang yang diperoleh dan digunakan telah sesuai dengan ketentuan termasuk kepatuhan terhadap batas penggunaan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD.
Laporan keuangan tahun anggaran 2015, merupakan tahun pertama laporan keuangan disusun berbasis akrual sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Dalam penyusunan laporan keuangan tahun 2015, Pemerintah Kota Bandung tidak melakukan Penyajian kembali untuk laporan keuangan tahun anggaran 2014. Kondisi ini sesuai
dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi
Akuntansi Dan Koreksi Kesalahan tanpa Penyajian kembali Laporan Keuangan, sehingga untuk hal-hal yang tidak disajikan kembali tidak dilakukan perbandingan perangkaan.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung disusun dengan melakukan proses konsolidasi dari seluruh laporan keuangan entitas akuntansi yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Neraca saldo dari semua entitas akuntansi SKPD dan entitas akuntansi PPKD menjadi dasar dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah, sehingga dengan demikian laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, atau entitas akuntansi sampai dengan tersaji sebagai satu entitas tunggal.
1.2. LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Sebagai bentuk kepatuhan terhadap amanat peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota Bandung menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2015 sebagai wujud pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015, meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL)
3. Laporan Operasional (LO);
4. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
5. Neraca;
6. Laporan Arus Kas (LAK); dan
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Bab I Pendahuluan
1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan
Keuangan
1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan 1.3. Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan
Keuangan
Bab II Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan, dan Capaian Kinerja Keuangan
2.1. Ekonomi Makro 2.2. Kebijakan Keuangan
2.3. Capaian Kinerja Keuangan berbasis LRA 2.4. Capaian Kinerja Keuangan berbasis LO
Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan
3.1. Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan
3.2. Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Berbasis LO
3.3. Hambatan dan Kendala yang Ada dalam
Pencapaian Target yang telah Ditetapkan
Bab IV Kebijakan Akuntansi
4.1. Dasar Penyajian Laporan Keuangan 4.2. Entitas Pelaporan Keuangan
4.3. Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan.
4.4. Basis Pengukuran yang Mendasari Penyusunan Laporan.
Bab V Penjelasan Pos-pos Laporan Keuangan
5.1. Penjelasan Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran 5.2. Penjelasan Pos-pos Saldo Anggaran Lebih
5.3. Penjelasan Pos-pos Laporan Operasional
5.4. Penjelasan Pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas 5.5. Penjelasan Pos-pos Neraca
5.6. Penjelasan Pos-pos Laporan Arus Kas
Bab VI Penjelasan atas Informasi-informasi Non Keuangan
BAB II
EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN CAPAIAN KINERJA KEUANGAN
2.1. EKONOMI MAKRO
Untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan, berikut ini diuraikan hal-hal mengenai kebijakan fiskal/keuangan, kondisi ekonomi makro, dan perubahan APBD dalam tahun anggaran 2015 sebagai berikut:
a) Kebijakan fiskal/keuangan yang ditempuh oleh Pemerintah kota Bandung adalah dengan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun
Anggaran 2015 baik APBD murni maupun APBD
perubahan. Beberapa produk hukum yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung tahun anggaran 2015 adalah :
(1) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 1 Tahun 2015
Tanggal 20 Februari 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015;
(2) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2015 Tanggal 2 November 2015 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015;
(3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 tahun 2006 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung
Nomor 07 tahun 2006 Tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah.
193 Tahun 2015 Tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2015;
(5) Keputusan Walikota Bandung Nomor 954/Kep.007–
DPKAD/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang
Penunjukan Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang, Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Barang, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015.
(6) Keputusan Walikota Bandung nomor 954/Kep.057-DPKAD/2015 Tentang Penunjukkan Sekretaris Daerah Kota Bandung selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Bandung Selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Bendahara Umum Daerah, serta Pejabat Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Bandung Selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015.
b) Indikator Ekonomi Makro
Hasil Pelaksanaan kebijakan fiskal/keuangan yang telah diimplementasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kota Bandung Tahun Anggaran 2015, dapat dilihat dalam beberapa indikator Ekonomi Makro, yaitu:
(1)Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sesuai dengan ketersediaan data pada Badan Pusat Statistik Kota Bandung, Realisasi pencapaian IPM Kota Bandung Tahun 2015 belum dapat disajikan. Namun demikian sebagai gambaran bahwa IPM Kota Bandung tahun 2014 adalah sebesar 79,66 point, dibandingkan tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 0,19 poin yaitu dari 79,47 pada Tahun 2013 menjadi 79,66 pada Tahun 2014. Berdasarkan kriteria dari UNDP hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan/
yang mengarah pada peningkatan yang berkelanjutan, berarti menunjukkan sub komponen terhadap IPM yaitu pendidikan, daya beli, dan kesehatan, memiliki kecenderungan positif terhadap tolok ukur internasional.
(2)Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sesuai dengan data pada Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung tahun 2015 belum dapat disajikan. Namun demikian sebagai gambaran dapat kami sampaikan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2014 berdasarkan harga konstan adalah sebesar RP 138.911.063.000.000.
(3)Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) kota Bandung tahun 2014 adalah sebesar 7,69 %. Kondisi ini apabila dibandingkan dengan LPE tingkat Nasional maupun Regional pada Provinsi Jawa Barat lebih tinggi, yang mana LPE Nasional pada tahun yang sama adalah
sebesar 5% (sumber you tube). Kondisi ini
menggambarkan bahwa kebijakan fiskal yang telah ditetapkan dapat menstimulir kegiatan perekonomian di Kota Bandung.
(4)Tingkat Inflasi
Adapun tingkat inflasi di Kota Bandung tahun 2014 menunjukkan angka sebesar 7,76%, sedangkan tingkat inflasi pada tahun 2015 adalah sebesar 3,93 % lebih rendah dibandingkan dengan angka inflasi pada tahun 2014, dengan demikian perekonomian Kota Bandung pada tahun 2015 sudah lebih terkendali dibanding tahun 2014.
c) Perubahan APBD Tahun Berjalan
Bandung Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015. Rincian APBD Tahun 2015 dan Perubahan APBD Tahun 2015 diuraikan sebagai berikut:
(dalam rupiah) NO U R A I A N SEBELUM PERUBAHAN SETELAH
PERUBAHAN TAMBAH/(KURANG)
1. Pendapatan 5.330.912.166.997,00 5.455.361.616.094,00 124.449.449.097,00 2. Belanja 6.400.773.368.821,47 6.553.368.797.049,00 152.595.428.227,53 3. Surplus/(Defisit) (1.069.861.201.824,47) (1.098.007.180.955,00) (28.145.979.130,53) 4. Pembiayaan :
- Penerimaan 1.184.861.201.824,47 1.213.007.180.955,00 28.145.979.130,53 - Pengeluaran 115.000.000.000,00 115.000.000.000,00 0,00 -Pembiayaan
Neto 1.069.861.201.824,47 1.098.007.180.955,00 28.145.979.130,53
5. SiLPA / (SiKPA) 0,00 0,00 0,00
Perubahan anggaran Pemerintah Kota Bandung dilakukan
mengingat terdapatnya beberapa hal yang harus
diakomodasi dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang sedang berjalan. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adalah:
(1)Terjadinya perubahan pendapatan yang disebabkan adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya serta adanya perubahan pencapaian target pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, maupun Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
(2)Perubahan belanja perlu dilakukan karena adanya kebijakan-kebijakan strategis yang harus diakomodir, disamping adanya pergeseran-pergeseran antar kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan kode rekening pada pos belanja sehingga target kinerja dari pelaksanaan program/kegiatan dapat tercapai.
2.2. KEBIJAKAN KEUANGAN
Penyerahan sumber keuangan daerah baik berupa pajak
daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana
perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.
Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas, maka pengaturan pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas
desentralisasi dilakukan atas beban APBD,sedangkan
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan.
Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayananan kepada masyarakat berdasarkan asas
desentralisasi, kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagai Dana Perimbangan. Daerah juga diberikan kewenangan untuk melakukan pinjaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pinjaman tersebut dapat berupa pinjaman jangka pendek untuk membiayai kesulitan arus kas Daerah dan pinjaman jangka panjang untuk membiayai kebutuhan pengeluaran untuk penyediaan sarana danprasarana Daerah.
Transparansi dan akuntabilitas merupakan wujud
tercapainya keseimbangan antara pendapatan dan belanja. Prinsip yang lain yang dilaksanakan adalah prinsip partisipatif untuk mengakomodir aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta prinsip anggaran kinerja yang didasarkan pada indikator-indikator yang jelas dan terukur.
Sumber-sumber pembiayaan Daerah yang utama dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal meliputi:
1) Pendapatan Asli Daerah
Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumberpenerimaan bagi Daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuaidengan potensinya masing-masing. Kewenangan Daerah untuk memungut pajak daerah danretribusi daerah diatur dengan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang
merupakanpenyempurnaan dari Undang- undang Nomor 34 Tahun 2000.
Berdasarkan Undang-undang, Daerah diberikan
kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi daerah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa jenis pajak dan retribusi daerah tersebut secara umum dipungut hampir di semua Daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktik merupakan jenis pungutan yang potensial.Sesuai dengan amanat Perundangan yang berlaku dan potensi yang ada pada pemerintah Kota Bandung jenis pajak yang dipungut meliputi sembilan jenis pajak yaitu: pajak Hotel, pajak Restoran, pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan Umum, Pajak Parkir, PajakAir Tanah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Pajak Reklame dan Bea Perolehan Atas Tanah dan bangunan. Adapun jenis retribusi yang dipungut meliputi 16 jenis.
Pengaturan pengelolaan pendapatan asli daerah Kota Bandung berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
(2) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Rumah Potong Hewan;
(3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pencegahan, Penanggulangan Bahaya
Kebakaran dan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
(4) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
(5) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi dan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi;
(6) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan;
(7) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012 tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan;
(8) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 21 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
(9) Peraturan Walikota Bandung Nomor 386 Tahun 2012 tentang Tatacara Pemungutan Pajak Hotel sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1323 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 386 tahun 2012 Tentang Tata cara Pemungutan Pajak Hotel;
(10)Peraturan Walikota Bandung Nomor 387 Tahun 2012
tentang Tatacara Pemungutan Pajak Restoran
(11)Peraturan Walikota Bandung Nomor 388 Tahun 2012
tentang Tatacara Pemungutan Pajak Hiburan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1325 tahun 2014 Tentang Perubahan kedua Atas Peraturan walikota Bandung Nomor 388 Tahun 2012 tentang Tata cara Pemungutan Pajak Hiburan;
(12)Peraturan Walikota Bandung Nomor 389 Tahun 2012
tentang Tatacara Pemungutan Pajak Reklame
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1326 Tahun 2014 Tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Walikota bandung Nomor 389 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame;
(13)Peraturan Walikota Bandung Nomor 390 Tahun 2012 tentang Tatacara Pemungutan Pajak Penerangan Jalan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1327 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 390 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penerangan Jalan;
(14)Peraturan Walikota Bandung Nomor 391 Tahun 2012
tentang Tatacara Pemungutan Pajak Parkir
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1328 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 391 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir;
(15)Peraturan Walikota Bandung Nomor 392 Tahun 2012 tentang Tatacara Pemungutan Pajak Air Tanah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1329 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 392 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Air Tanah;
Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor1330 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 393 Tahun 2012 Tentang Tentang Tata Cara Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;
(17)Peraturan Walikota Bandung Nomor 216 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan dan Retribusi Rumah Potong Hewan;
(18)Peraturan Walikota Nomor 624 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Retribusi Daerah;
(19)Peraturan Walikota Bandung Nomor 1041 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Pemakaman Umum dan Pengabuan Mayat, dan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
(20)Peraturan Walikota Bandung Nomor 1127 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 15 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi dan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2) Dana Perimbangan
a) Bagian Daerah dalam bentuk bagi hasil penerimaan (Revenue Sharing)
Untuk menambah pendapatan Daerah dalam rangka
pembiayaan pelaksanaan fungsi yang menjadi
kewenangan dilakukan dengan pola bagi hasil
penerimaan pajak dan bukan pajak (SDA) antara Pusat dan Daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
b) Dana Alokasi Umum
Daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar, oleh karenanya diperlukan bantuan dana dari Pemerintah Pusat dalam bentuk dana perimbangan.
Untuk mengurangi ketimpangan kebutuhan
pembiayaan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar
25% dariPenerimaan Dalam Negeri). Dengan
perimbangan tersebut, khususnya dari DAU
akanmemberikan kepastian bagi Daerah dalam
memperoleh sumber-sumber pembiayaanuntuk
membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan konsep fiscal gap, distribusi DAU bagi daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar.
c) Dana Alokasi Khusus
Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan
memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.
2.3. CAPAIAN KINERJA KEUANGAN BERBASIS LRA
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015, menunjukkan bahwa pendapatan daerah sebesar Rp 5.098.071.916.848,00,- atau 93,45%. dari target pendapatan Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 5.455.361.616.094,00,- Apabila dibandingkan dengan
realisasi pendapatan Tahun Anggaran 2014 sebesar
dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp6.553.368.797.049,00,- Apabila dibandingkan dengan
realisasi belanja Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp
4.435.589.826.032,00,- maka mengalami kenaikan sebesar Rp 766.348.381.133 atau 17,28%. Dengan demikian, berdasarkan realisasi pendapatan dan realisasi belanja Tahun Anggaran
2015 tersebut diperoleh deficit APBD sebesar Rp
(103.866.290.317,00,-)
Pembiayaan Tahun Anggaran 2015 menghasilkan nilai pembiayaan netto sebesar Rp 1.098.007.180.955,00,- yang
diperoleh dari penerimaan pembiayaan sebesar Rp
1.213.007.180.955,00,- dikurangi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp115.000.000.000,00,- sehingga diperoleh sisa lebih pembiayaan anggaran per 31 Desember 2015 sebesar Rp 994.140.890.638,00,-
2.4. CAPAIAN KINERJA KEUANGAN BERBASIS LO
Laporan Operasional Daerah Kota Bandung Tahun 2015,
menunjukkan bahwa pendapatan daerah sebesar Rp
5.600.903.184.889,15 Beban Tahun 2015 sebesar Rp
5.008.584.815.774,13 Dengan demikian, berdasarkan
pendapatan dan beban Tahun 2015 tersebut diperoleh
surplus dari kegiatan operasional sebesar
Rp592.318.369.115,02
surplus dari kegiatan non operasional Tahun 2015
menghasilkan nilai sebesar Rp538.302.554,00, yang diperoleh dari hasil penjualan lelang kendaraan milik Pemerintah Kota Bandung. Adapun Pos Luar Biasa Tahun 2015 menghasilkan nilai sebesar Rp116.993.530,- yang diperoleh sebagai akibat adanya belanja untuk kegiatan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan di Kecamatan Panyileukan.
BAB III
IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN
3.1. IKHTISAR REALISASI PENCAPAIAN TARGET KINERJA KEUANGAN
1. Realisasi Pendapatan Tahun Anggaran 2015
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015 Periode 1 Januari 2015
sampai dengan 31 Desember 2015 menunjukkan
pendapatan sebesar Rp 5.098.071.916.848,00 atau 93,45%
dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar
Rp5.455.361.616.094,00. Adapun realisasi belanja sebesar Rp5.201.938.207.165,00 atau 79,38% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 6.553.368.797.049,00. Dengan demikian berdasarkan realisasi pendapatan daerah dan belanja daerah diperoleh defisit sebelum Pembiayaan Netto sebesar (Rp103.866.290.317,00).
Realisasi Pendapatan sebesar Rp 5.098.071.916.848,00 terdiri dari:
- Pendapatan Asli Daerah Rp 1.859.694.643.505,00
- Pendapatan Transfer Rp 3.144.486.854.423,00
- Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Rp 93.890.418.920,00
Jumlah Rp 5.098.071.916.848,00
2. Realisasi Belanja Tahun Anggaran 2015
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015 Periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 menunjukkan Realisasi Belanja sebesar Rp 5.201.938.207.165,00 atau mencapai
79,38% dari anggaran belanja sebesar Rp
6.553.368.797.049,00.
Realisasi belanja sebesar Rp 5.201.938.207.165,00 tersebut terdiri dari:
- Belanja Operasi Rp 3.914.018.385.824,00
- Belanja Tak Terduga Rp 116.993.530,00
Jumlah Rp 5.201.938.207.165,00
3. Realisasi Pembiayaan Tahun Anggaran 2015
Rincian Pembiayaan periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebagai berikut:
URAIAN ANGGARAN 2015
(Rp)
REALISASI 2015
(Rp) %
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)
1.213.007.180.955,00 1.213.007.180.955,00 100,00
Jumlah Penerimaan 1.213.007.180.955,00 1.213.007.180.955,00 100,00 PENGELUARAN PEMBIAYAAN
DAERAH
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
115.000.000.000,00 115.000.000.000,00 100,00
Pembayaran Pokok Utang 0,00 0,00 0
Jumlah Pengeluaran 115.000.000.000,00 115.000.000.000,00 100,00 PEMBIAYAAN NETTO 1.098.007.180.955,00 1.098.007.180.955,00 100,00
3.2. HAMBATAN DAN KENDALA YANG ADA DALAM PENCAPAIAN TARGET YANG TELAH DITETAPKAN
Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan antara lain sebagai berikut :
1. Pendapatan Daerah
Secara umum pencapaian target kinerja keuangan
khususnya pendapatan daerah Kota Bandung, bila dilihat dari realisasi pendapatan daerah maka secara umum target yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai, yaitu pencapaian target pendapatan daerah hanya sebesar 93,45%. Antara lain disebabkan tidak tercapainya target pajak daerah, retribusi daerah, dana perimbangan dari DAK dan dana perimbangan dari bantuan provinsi.
Hambatan tersebut antara lain:
b. BPHTB, disebabkan oleh adanya penurunan minat investasi sektor properti;
c. Pajak Air Tanah, disebabkan oleh adanya kenaikan harga dasar air tanah yang semula Rp. 500,00/m3
menjadi Rp. 5.000,00/m3 sehingga wajib pajak
melakukan penghematan dan penggunaan sumber air lain seperti PDAM;
d. Pajak Reklame, disebabkan volume Nota Pengantar Perhitungan Pajak menurun.
e. Menurunnya pembangunan di sektor property
(pembangunan Apartemen, mall dan Hotel).
f. Adanya keterlambatan permohonan perpanjangan Izin Trayek yang harusnya jatuh tempo tahun 2015 akibat akan adanya peraturan baru yang mengharuskan pengusaha angkot berbentuk Badan Usaha.
g. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengurusan perijinan.
h. Belum terintegrasinya pelayanan perijinan secara penuh dari persyaratan-persyaratan yang menjadi syarat dalam pengajuan perijinan.
i. Tidak tercapainya target penerimaan dari bagi hasil Pemerintah pusat disebabkan adanya Prognosa realisasi
penerimaan pajak Tahun Anggaran 2015 yang
mengakibatkan perubahan alokasi dana.
2. Belanja Daerah
Penyerapan belanja daerah Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015 adalah sebesar 79,38%. Rendahnya tingkat penyerapan tersebut disebabkan antara lain:
b. Adanya permasalahan pada rekanan pelaksana pengadaan alat biodegester dari Pihak Penyedia Barang dan jasa dalam kegiatan Pengadaan Biodegester.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah pada dasarnya tidak mengalami banyak kendala. Sampai saat ini Pemerintah Kota Bandung untuk mendukung tersedianya anggaran masih mengandalkan penerimaan pembiayaan yang berasal dari Anggaran Sisa Lebih Tahun yang lalu.
3.3. IKHTISAR KINERJA KEUANGAN BERBASIS LO 1. Pendapatan-LO Tahun 2015
Laporan Operasional Daerah Kota Bandung Tahun 2015 Periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 menunjukkan pendapatan sebesar Rp5.600.903.184.889,15 Adapun beban sebesar Rp 5.008.584.815.774,13 Dengan demikian berdasarkan laporan operasional diperoleh
surplus dari kegiatan operasi sebesar
Rp592.318.369.118,02
Pendapatan sebesar Rp5.600.903.184.889,15 terdiri dari:
- Pendapatan Asli Daerah Rp 2.013.108.259.340,15
- Pendapatan Transfer Rp 3.144.486.854.423,00
- Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Rp 443.308.071.126,00
Jumlah Rp 5.600.903.184.889,15
2. Beban Tahun 2015
Laporan Operasional Daerah Kota Bandung Tahun 2015 Periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015
menunjukkan Beban Operasional sebesar
Rp4.814.218.955.787,72. yang terdiri dari:
- Beban Pegawai
- Beban Barang dan Jasa
Rp Rp
2.177.720.008.002,00 1.472.667.177.744,17
- Beban Subsidi Rp 116.260.455.000,00
- Beban Penyusutan dan amortisasi
Rp 346.746.187.214,80
- Beban Penyisihan Piutang Rp 573.183.017.121,76
- Beban Lain-lain Rp 900.741.220,00
BAB IV
KEBIJAKAN AKUNTANSI
4.1. ASUMSI DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 1) Asumsi Dasar Kemandirian Entitas
Setiap unit organisasi merupakan unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan.
2) Asumsi Kesinambungan Entitas
Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaanya. Dengan demikian Pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.
3) Asumsi Keterukuran dalam Satuan Uang
Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang.
4.2. ENTITAS PELAPORAN KEUANGAN
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Sedangkan entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa
akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan”.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 232 ayat (1) menyatakan bahwa : “Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah”.
Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
keuangan pokok adalah meliputi:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL)
c. Laporan Operasional (LO);
d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
e. Neraca;
f. Laporan Arus Kas (LAK); dan
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
4.3. BASIS AKUNTANSI YANG MENDASARI PENYUSUNAN LAPORAN
Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Kota Bandung adalah basisbasis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca, pengakuan Pendapatan-LO dan beban dalam laporan operasional.
pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula di Laporan Operasional.
Basis akrual untuk neraca dan berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah daerah, bukan pada saat kas diterima atau dibayar oleh kas daerah Kota Bandung.
Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis kas maka LRA disusun berdasarkan basis kas berarti pendapatan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima oleh kas daerah Kota Bandung, serta belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari kas daerah Kota Bandung. Pemerintah daerah tidak menggunakan istilah laba, melainkan menggunakan sisa perhitugan anggaran (lebih/kurang) untuk setiap tahun anggaran. Sisa perhitungan anggaran tergantung pada selisih realisasi penerimaan pendapatan dan pembiayaan dengan pengeluaran belanja dan pembiayaan.
4.3.1 Kebijakan Akuntansi Pendapatan-LO 1. Definisi
Pendapatan-LO adalah hak Pemerintah Daerah yang
diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu
dibayar kembali.
2. Pengakuan
Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan (earned) atau saat pendapatan direalisasi yaitu aliran masuk sumber daya ekonomi (realized). 3. Pengukuran
uang Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada saat terjadinya pendapatan.
4.3.2 Kebijakan Akuntansi Pendapatan-LRA 1. Definisi
Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening
Kas Umum Daerah yang menambah Saldo Anggaran
Lebih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Transfer Masuk (LRA) adalah penerimaan uang dari
entitas pelaporan lain, misalnya penerimaan dana
perimbangan dari pemerintah pusat dan dana bagi
hasil dari Pemerintah Provinsi
2. Pengakuan
Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima di Rekening Kas Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan dan saat pendapatan kas yang diterima oleh bendahara penerimaan yang sebagai pendapatan
daerah dan hingga tanggal pelaporan belum
disetorkan ke RKUD, dengan ketentuan bendahara penerimaan tersebut merupakan bagian dari BUD;
3. Pengukuran
Pengukuran pendapatan-LRA menggunakan mata uang Rupiah berdasarkan nilai sekarang kas yang diterima dan atau akan diterima. Pendapatan yang diukur dengan mata uang asing dikonversi ke mata uang Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada saat terjadinya pendapatan.
4.3.3 Kebijakan Akuntansi Beban 1. Definisi
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau
menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
2. Pengakuan
Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, Saat terjadinya konsumsi aset dan saat terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
3. Pengukuran
Pengukuran beban menggunakan mata uang Rupiah berdasarkan nilai sekarang yang dikeluarkan dari kas daerah Kota Bandung. Beban yang diukur dengan mata uang asing dikonversi ke mata uang Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada saat terjadinya belanja.
4.3.4 Kebijakan Akuntansi Belanja 1. Definisi
Belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas daerah Kota Bandung yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Transfer keluar (LRA) adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh Pemerintah Pusat dan bagi hasil oleh Pemerintah Daerah.
2. Pengakuan
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari
rekening kas daerah Kota Bandung. Khusus
pengeluaran yang dilakukan melalui bendahara pengeluaran, pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut
disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
perbendaharaan.
3. Pengukuran
mata uang asing dikonversi ke mata uang Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah bank Indonesia) pada saat terjadinya belanja.
4.3.5 Kebijakan Akuntansi Pembiayaan 1. Definisi
Pembiayaan merupakan seluruh transaksi keuangan pemerintah baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali yang
dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan rekening kas daerah Kota Bandung yang antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi daerah/negara, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya,
dan pencairan dana cadangan. Penerimaan
pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah netonya.
Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran rekening kas umum daerah Kota Bandung antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
Pembentukan dana cadangan menambah dana cadangan yang bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan merupakan penambah dana cadangan dan dicatat dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.
Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan
pembiayaan dikurangi pengeluaran pembiayaan
2. Pengakuan
Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima
pada kas daerah Kota Bandung. Akuntansi
penerimaan pembiayaan dilaksanakan dengan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari
rekening kas daerah Kota Bandung. Selisih
lebih/kurang antara realisasi penerimaan
pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan selama
satu periode pelaporan dicatat dalam pos
SiLPA/SiKPA.
3. Pengukuran
Pengukuran pembiayaan menggunakan mata uang Rupiah berdasarkan nilai sekarang kas yang diterima dan atau akan dikeluarkan. Pembiayaan yang diukur dengan mata uang asing dikonversi ke mata uang Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada saat pengakuan belanja.
4.3.6 Kebijakan Akuntansi Aset 1. Definisi
Aset adalah sumber daya ekonomis yang dimiliki dan atau dikuasai dan dapat diukur dengan satuan uang. Aset terdiri dari Aset Lancar, Investasi Jangka Panjang, Aset Tetap, Dana Cadangan, Aset Lainnya. Aset Lancar adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan (satu periode akuntansi).
a. Aset Lancar, antara lain terdiri dari :
1) Kas
(2)Kas dinyatakan dalam Rupiah. Apabila dalam kas terdapat valuta asing maka valuta asing tersebut dikonversikan terlebih dahulu berdasarkan nilai kurs pada tanggal transaksi. Pada akhir tahun, saldo kas dalam valuta asing dikonversi ke dalam Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca.
(3)Nilai kas pada tanggal neraca adalah hasil kas opname di masing-masing pemegang kas (Bendahara Umum Daerah dan Pemegang Kas).
2) Piutang
(1)Piutang adalah hak atau klaim kepada pihak ketiga yang diharapkan dapat dijadikan kas dalam satu periode akuntansi.
(2)Piutang dapat berupa tagihan hasil penjualan barang, kewajiban pihak ketiga yang belum dilunasi, seperti pajak/retribusi atau pinjaman uang yang belum dilunasi pada saat pencatatan.
(3)Piutang dinilai serta disajikan di neraca sebesar jumlah yang dapat direalisasikan
setelah memperhitungkan penyisihan
piutang tidak tertagih dan penghapusan piutang.
(4)Piutang diakui pada saat timbulnya hak atas piutang tersebut.
(5)Piutang Pajak/Retribusi diakui sebagai piutang apabila telah diterbitkan dasar ketetapan pajak/retribusi yaitu Surat Keputusan Pajak Daerah/Surat Keputusan Retribusi Daerah (SKPD/SKRD).
3) Persediaan
untuk dijual/diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
(2)Persediaan pada akhir periode akuntansi dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik persediaan.
(3)Saldo persediaan dinilai dan disajikan dalam neraca berdasarkan:
- Biaya perolehan apabila diperoleh dengan
pembelian. Nilai pembelian yang
digunakan adalah biaya perolehan
persediaan yang terakhir diperoleh;
- Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
- Nilai wajar apabila persediaan diperoleh
dengan cara lain seperti
donasi/rampasan. (4)Jenis-jenis persediaan:
- Persediaan Pakai Habis, adalah barang-barang yang bekas penggunaannya tidak dapat digunakan kembali, misalnya ATK.
- Persediaan Tak Habis Pakai, adalah
persediaan yang dapat digunakan
berulang kali, misal kotak file.
- Persediaan untuk dijual, misal aspal dalam drum, obat-obatan, alat-alat kedokteran, bibit tanaman, benih ikan dan sebagainya.
b. Investasi Jangka Panjang, antara lain terdiri dari:
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
c. Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi untuk digunakan dalam kegiatan kepemerintahan dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap dapat diperoleh melalui pembelian dan atau pembangunan yang sumber dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari APBD, hibah atau donasi, pertukaran dengan aset lainnya dan dari sitaan atau rampasan.
Aset tetap dicatat dengan nilai historis. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan.
Konstruksi dalam pengerjaan dicatat berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan atas pekerjaan tersebut. Apabila
penilaian konstruksi dalam pengerjaan
berdasarkan SPM yang diterbitkan tidak
memungkinkan, maka konstruksi dalam
pengerjaan dicatat berdasarkan harga perolehan yang diestimasikan.
Apabila biaya perolehan suatu konstruksi dalam pengerjaan dinyatakan dalam valuta asing, penyajian dalam neraca dicatat dengan nilai rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada saat perolehan.
d. Aset Lainnya
wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Aset dalam Proses Penghapusan/Aset Rusak Berat adalah aset yang dihentikan dari
penggunaan aktif pemerintah dan harus
dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Hal tersebut sesuai dengan PSAP No. 07 Paragraf 79.
4.3.7 Kebijakan Akuntansi Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Kewajiban Jangka Pendek adalah kelompok kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam valuta asing (valas) dikonversikan ke dalam Rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada tanggal transaksi.
Kewajiban jangka pendek terdiri dari:
(1)Bagian Lancar Kewajiban Jangka Panjang Kepada Pemerintah Pusat.
Merupakan bagian kewajiban jangka panjang kepada Pemerintah Pusat, yang telah jatuh tempo dalam satu periode akuntansi.
(2)Kewajiban Bunga, Denda, dan Commitment Fee.
- Kewajiban Bunga adalah bagian beban bunga yang telah jatuh tempo dan harus dibayar dalam suatu periode akuntansi. Kewajiban bunga dicatat sebesar persentase tertentu sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian.
bunganya yang tidak dapat dilunasi tepat waktu sesuai perjanjian.
- Comitment Fee adalah kewajiban yang harus dibayar sebesar persentase tertentu terhadap jumlah pinjaman yang belum atau tidak ditarik sampai batas waktu yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman.
(3)Kewajiban Perhitungan Fihak Ketiga.
Merupakan kewajiban jangka pendek kepada fihak ketiga yang akan jatuh tempo dalam satu periode akuntansi.
(4)Pendapatan Diterima Dimuka
Berdasarkan Buletin Teknis nomor 08 mengenai akuntansi utang, terhadap nilai kas yang telah diterima pemerintah dari pihak ketiga tetapi belum
ada penyerahan barang/jasa dari pemerintah
dicantumkan di Neraca dengan akun Pendapatan Diterima Dimuka.
Kewajiban Jangka Panjang merupakan kewajiban yang harus dibayar kembali atau jatuh tempo lebih dari satu periode akuntansi. Kewajiban jangka panjang dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Kewajiban jangka panjang dicatat pada saat dana tersebut diterima sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam valuta asing (valas) dicatat berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada tanggal transaksi.
Kewajiban jangka panjang terdiri dari: (1)Kewajiban Kepada Pemerintah.
Kewajiban jangka panjang kepada pemerintah adalah bagian kewajiban kepada pemerintah pusat yang akan jatuh tempo lebih dari satu periode akuntansi. (2)Kewajiban Bunga dan Jasa Bank Jangka Panjang.
4.3.8 Kebijakan Akuntansi Ekuitas 1. Definisi
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo Ekuitas berasal dari ekuitas awal ditambah(dikurang) oleh surplus/defisit-LO, SiLPA/SiKPA, penutupan saldo perubahan SAL, dan perubahan lainnya seperti koreksi nilai persediaan, selisih evaluasi aset tetap, dan lain-lain yang tersaji dalam Laporan Perubahan Ekuitas (LPE).
2. Pengakuan
Ekuitas diakui pada saat terjadi kenaikan atau
penurunan hak pemerintah atas kekayaan
pemerintah, yang diakibatkan oleh
adanyasurplus/defisit-LO, SiLPA/SiKPA, serta
penutupan saldo Perubahan SAL.;
3. Pengukuran
Ekuitas dicatat sebesar nilai nominal yang mencerminkan nilai kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah pada tanggal laporan.
4.4. BASIS PENGUKURAN YANG MENDASARI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN
Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan, beberapa informasi penting yang perlu disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan ini adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan Neraca Pemerintah Kota Bandung menganut
prinsip substansi mengungguli bentuk formalnya
dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya.
2) Basis akuntansi yang digunakan adalah basis kas dan basis akrual yaitu:
(1)Basis kas digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
(2)Basis Akrual digunakan untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca dan pengakuan pendapatan dan beban dalam Laporan Operasional.
3) Periode Akuntansi yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung adalah tahun anggaran (periode tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015).
4) Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun.
BAB V
PENJELASAN POS – POS LAPORAN KEUANGAN
5.1. PENJELASAN POS – POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN 5.1.1.Dasar Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran
Dasar Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran adalah:
a) Peraturan Pemerintahan Nomor 71 Tahun 2010 tanggal 22 Oktober 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan khususnya Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas yang
diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP);
b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun
2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah;
c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
d) Peraturan Walikota Bandung Nomor 1136 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 528 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi.
e) Peraturan Walikota Bandung Momor 1137 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 529 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah.
5.1.2.Tujuan Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran bertujuan memberikan informasi tentang kinerja keuangan berupa realisasi dan
anggaran entitas pelaporan secara tersanding.
menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan perundang-undangan.
5.1.3.Definisi
a) Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan
dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
b) Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah yang mengurangi ekuitas
dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c) Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/ Daerah yang menambah ekuitas dana
lancar dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
e) Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan.
f) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
5.1.4.Penjelasan Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
sampai dengan 31 Desember 2015 menunjukkan
pendapatan sebesar Rp5.098.071.916.848,00 atau
93,45% dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp 5.455.361.616.094,00 sedangkan realisasi belanja berjumlah Rp5.201.938.207.165,00 atau 79,38% dari
anggaran yang ditetapkan sebesar Rp
6.553.368.797.049,00 sehingga diperoleh surplus sebelum Pembiayaan Netto antara realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah sebesar (Rp 103.886.290.317,00)
Realisasi pendapatan daerah sebesar
Rp5.098.071.916.848,00 terdiri dari:
- Pendapatan Asli Daerah Rp 1.859.694.643.505,00 - Pendapatan Transfer Rp 3.144.486.854.423,00 - Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Rp 93.890.418.920,00
Jumlah Rp 5.098.071.916.848,00
Sedangkan realisasi belanja daerah secara keseluruhan periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 5.201.938.207.165,00 atau mencapai 79,38% dari anggaran belanja sebesar Rp 6.553.368.797.049,00
Realisasi belanja sebesar Rp5.201.940.107.165,00 tersebut terdiri dari:
- Belanja Operasi Rp 3.914.018.385.824,00
- Belanja Modal Rp 1.287.802.827.811,00
- Belanja Tak Terduga Rp 116.993.530,00
Jumlah Rp 5.201.938.207.165,00
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran 2015 diuraikan sebagai berikut:
5.1.4.1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah
atau mencapai 90,00% dari target anggaran sebesar Rp 2.066.246.830.526,00 yang terdiri dari :
1 Pajak Daerah 1.598.000.000.000,00 1.485.255.717.607,00 92,94 1.399.598.856.917,00 2 Retribusi Daerah 107.563.238.797,00 64.985.847.830,00 59,13 99.192.319.387,00 3
Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
20.000.000.000,00 8.602.757.430,00 43,01
9.356.757.469,00 4 Lain-lain PAD 340.683.591.729,00 300.850.320.638,00 85,70 207.909.364.605,00 Jumlah 2.066.246.830.526,00 1.859.694.643.505,00 90,00 1.716.057.298.378,00
Realisasi Pendapatan Asli Daerah masing-masing diuraikan sebagai berikut :
a. Pendapatan Pajak Daerah
Realisasi pendapatan pajak daerah periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember
2015 adalah sebesar Rp
1.494.147.377.053,00 atau 93,50% dari
target anggaran sebesar
Rp1.598.000.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut :
1 Hotel 260.000.000.000,00 215.286.361.236,00 82,80 204.152.062.826,00 2 Restoran 170.000.000.000,00 181.868.358.705,00 106,00 142.399.711.300,00 3 Hiburan 60.000.000.000,00 50.449.101.884,00 84,08 40.730.151.211,00 4 Reklame 15.000.000.000,00 18.107.052.336,00 120,71 23.643.479.085,00 5 Penerangan
Jalan
180.000.000.000,00 178.144.137.262,00 98,97 159.123.681.023,00
6 Parkir 30.000.000.000,00 20.234.816.571,00 67,45 12.155.079.775,00 7 Air Tanah 32.850.000.000,00 30.260.073.225,00 92,10 26.032.655.125,00 8 PBB Perkotaan 422.000.000.000,00 391.020.956.093,00 92,60 372.575.609.204,00 9 BPHTB 428.150.000.000,00,00 399.885.860.295,00 93,40 418.786.427.368,00 Jumlah 1.598.000.000.000,00 1.485.255.717.607,00 92,94 1.399.598.856.917,00
Realisasi pendapatan retribusi daerah periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31
Desember 2015 adalah sebesar Rp
64.985.847.830,00 atau 59,13% dari target anggaran sebesar Rp107.563.238.797,00 dengan rincian sebagai berikut :
No Uraian Anggaran 2015
1 Pelayanan Kesehatan 5.523.238.797,00 8.012.980.000,00 145.08 19.316.871.000,00 2 Pelayanan Persampahan
/Kebersihan 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Penggantian Biaya KTP
dan Akte Catatan Sipil 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
3.590.050.000,000 3.793.450.000,00 105 3.952.350.000,00
5 Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
9.120.000.000,00 5.071.064.500,00 55,60 5.528.338.000,00
6 Pengujian Kendaraan Bermotor
0,00 7.798.136.620,00 5.464.529.000,00
7 Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
1.400.000.000,00 810.208.600,00 57,87 533.957.100,00
8 Pengendalian Menara Telekomunikasi
3.200.000.000,00 0,00 0,00 1.629.159.022,00
9 Pengelolaan Limbah Cair
0,00 0,00 0,00 0,00
10 Bidang Perhubungan 0,00 5.502.006.200,00 8.120.073.800,00 11 Rumah Potong Hewan 2.000.000.000,00 1.652.970.000,00 82,65 1.523.570.000,00 12 Tempat Rekreasi dan
Olahraga
609.950.000,00 1.193.276.000,00 195,64 999.563.500,00
13 Penyebrangan di Air 0,00 0,00 0,00 0,00
14 Pembinaan dan Promo-si Penyelenggaraan Usaha
0,00 0,00 0,00 0,00
15 Izin Mendirikan Bangunan
77.250.000.000,00 26.133.792.450,00 33,83 49.218.086.494,00
16 Izin Gangguan/ Keramaian
4.000.000.000,00 4.229.516.460,00 110,70 2.723.896.471,00
17 Izin Trayek 120.000.000,00 588.447.000,00 89,41 181.925.000,00 18 Izin Perindustrian dan
Perdagangan 0,00 0,00 0,00 0,00
19 Izin Peruntukan
No Uraian Anggaran 2015
Jumlah 107.563.238.797,00 64.985.847.830,00 60,42 99.192.319.387,00 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
Realisasi pendapatan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 8.602.757.430,00 atau 43,01%
dari target anggaran sebesar Rp
20.000.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut :
2 Bank BJB 8.664.565.950,00 8.305.600.430,00 95.86 9.059.600.469,00 3 KPKB 195.434.050,00 297.157.000,00 152,05 297.157.000,00 Jumlah 20.000.000.000,00 8.602.757.430,00 43,01 9.356.757.469,00
d. Penerimaan Lain – Lain PAD Yang Sah Realisasi penerimaan Lain-lain PAD yang sah periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 300.850.320.638,00 atau 88,31% dari target anggaran sebesar Rp340.683.591.729,00 dengan rincian sebagai berikut :
No Uraian
1 Hasil Penjualan Aset Daerah yang tidak dipisahkan
20.000.000,00 574.652.554,00 2.873 104.526.150,00
2 Penerimaan Jasa Giro
22.649.721.044,00 62.650.381.413,00 276,61 44.547.756.078,00
3 Tuntutan Ganti Kerugi-an Daerah (TGR)
0,00 7.562.826.325,00 1.315.882.871,00
No Uraian Anggaran 2015
5 Penerimaan Denda Retribusi
8.202.500.000,00 2.730.401.197,00 33,29 2.530.154.402,00
6 Penerimaan dari Pengembalian
0,00 0,00 0,00
7 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
2.160.000.000,00 1.562.921.575,00 72,36 2.435.759.557,00
8 Pendapatan dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah
21.780.000.000,00 21.964.329.937,00 100,85 22.085.813.898,00
9 Penerimaan Setoran dari Lembaga Lain
0,00 354.108.602,00 865.741.779,00
10 Pendapatan Lainnya
72.372.496.229,00 6.477.851.262,00 8,95 7.828.861.908,00
11 Pendapatan BLUD 126.655.278.956,00 111.427.309.721,00 87.98 90.827.468.996,00 12 Dana Kapitasi JKN
pada FKTP
72.086.095.500,00 72.462.949.000,00 100,52 34.026.324.000,00
Jumlah 340.683.591.729,00 300.850.320.638,00 88,31 207.909.364.605,00
5.1.4.2. Realisasi Pendapatan Transfer
Realisasi Pendapatan Transfer periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 3.144.486.854.423,00 atau 96,37% dibandingkan dengan anggaran
yang ditetapkan sebesar
Rp3.262.813.188.768,00
Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan lain. Pendapatan dari Transfer ini besarannya sangat tergantung kondisi keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Realisasi Transfer sebesar
Rp3.144.486.854.423,00 terdiri atas:
- Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan
- Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya Rp 629.171.608.000,00
- Transfer Pemerintah Provinsi Rp 749.482.420.357,00
Jumlah Rp 3.144.486.854.423,00
a. Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan
(2) Realisasi Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah
sebesar Rp1.765.831.826.066,00 atau
95,08% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp1.857.228.628.475,00, terdiri dari:
- Dana Bagi Hasil Pajak 147.610.669.000,00 - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA 25.773.926.066,00 - Dana Alokasi Umum 1.574.737.891.000,00
- Dana Alokasi Khusus 17.709.340.000
Jumlah 1.765.831.826.066,00
Pendapatan dari Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan ini besarannya sangat tergantung kondisi keuangan Pemerintah Pusat.
Penerimaan Pusat-Dana Perimbangan untuk rincian obyek Dana Bagi Hasil Pajak adalah sebagai berikut:
Penerimaan Pusat-Dana Perimbangan untuk rincian obyek Dana Bagi Hasil Bukan a. Pemerintah Pusat – Dana
Perimbangan
1)Dana Bagi Hasil Pajak:
Anggaran
Jumlah Dana Bagi Hasil
Pajak/Sumber Daya Alam adalah sebagai berikut:
2)Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam JumlahDana Bagi Hasil
Bukan Pajak/SDA 32.736.161.000,00 25.773.926.066,00 78,73 33.056.068.849,00
Penerimaan Pusat-Dana Perimbangan untuk rincian obyek Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sebagai berikut:
3)Dana Alokasi Umum
Anggaran
Dana Alokasi Umum 1.574.737.891.000,00 1.574.737.891.000,00 100 1.596.749.326.000,00
Jumlah Dana Alokasi
Umum
1.574.737.891.000,00 1.574.737.891.000,00 100 1.596.749.326.000,00
Penerimaan Pusat-Dana Perimbangan untuk rincian obyek Dana Alokasi Khusus (DAK)
- DAK Sektor Pendidikan
- DAK Sektor Kesehatan
b. Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya
Realisasi transfer Pemerintah Pusat–Lainnya periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31
Desember 2015 adalah sebesar Rp
629.172.608.000,00 atau 99,47% dari
anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 632.519.108.000,00 Transfer ini merupakan transfer yang berasal dari Pemerintah Pusat untuk Dana Penyesuaian sektor Pendidikan bagi Pemerintah Kota Bandung, dengan rincian obyek sebagaimana berikut di bawah ini:
b. Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
1) Dana Penyesuaian
Anggaran
632.519.108.000,00 629.172.608.000,00 99,47 503.186.210.000,00
Jumlah Dana Alokasi Khusus 632.519.108.000,00 629.172.608.000,00 99,47 503.186.210.000,00
c. Transfer Pemerintah Provinsi
Realisasi Transfer Pemerintah Provinsi periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31
Desember 2015 adalah sebesar
Rp749.482.420.357,00 atau 96,95% dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp. 773.065.452.293,00 seluruhnya merupakan pendapatan dari bagi hasil yang terdiri dari:
- DAK Sektor Insfras. Air bersih
- DAKSektorLingkunganHidup
- DAK Sektor Pertanian
- DAKSektorPerdagangan
- DAK Sektor Keluarga Berencana
- DAK Sektor Transportasi
1)Dana Transfer
Pem Provinsi Jawa Barat 773.065.452.293,00 749.482.420.357,00 96,95 677.406.970.766,00
Pendapatan dari Transfer Pemerintah Provinsi ini besarannya sangat tergantung pada kondisi/realisasi keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
5.1.4.3. Realisasi Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Realisasi Lain-Lain Pendapatan yang Sah periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31
Desember 2015 adalah sebesar
Rp93.890.418.920,00 atau 74,34% dari
anggaran sebesar Rp126.301.596.800,00 yang merupakan bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Pendapatan Hibah 15.500.000.000,00 0,00 0,00
Pendapatan Hibah
Pemerintah Pusat 0,00 8.551.912.000,00 0,00
Bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat
110.801.596.800,00 85.338.503.920,00 77,02 171.273.886.280,00
Jumlah Bantuan Pemerintah Pusat dan Pem Provinsi Jawa Barat
Alokasi bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 93 Tahun 2015 tentang Perubahan Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2015.
5.1.4.4. Realisasi Transfer
Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.
Transfer/Bagi Hasil Pendapatan Ke Kelurahan
Realisasi Transfer/Bagi Hasil Pendapatan Ke Kelurahan periode 1 Januari 2015sampai dengan 31 Desember 2015 adalah nihil.
5.1.4.5. Realisasi Belanja Operasi
Realisasi Belanja Operasi periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah
sebesar Rp 3.914.018.385.824,00 atau
mencapai 84,65 % dari anggaran sebesar Rp 4.623.533.972.302,19
Realisasi Belanja Operasi sebesar Rp
3.914.018.385.824,00 terdiri dari:
Belanja Pegawai 2,768,196,287,357.29 2,381,935,235,484.00 86.05 2.193.068.581.307.00 Belanja Barang 1,587,229,827,290.90
Realisasi belanja operasi sebesar Rp.3.914.018.385.824,00 tersebut termasuk belanja yang dilaksanakan dengan mekanisme Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada
5.1.4.6 Realisasi Belanja Pegawai
Realisasi Belanja Pegawai Pemerintah Kota Bandung sebesar RP. 2,381,935,235,484.00 dianggarkan dalamklasifikasi Belanja Tidak
Langsung dan Belanja Langsung dengan
masing-masing realisasi sebesar
Rp2.139.610.745.499,00 dan
Rp242.324.489.985,00 Realisasi belanja
pegawai yang diklasifikasikan sebagai belanja
tidak langsung sebesar
Rp2.139.610.745.499,00 terdiri dari :
No URAIAN
TAHUN 2015 REALISASI
ANGGARAN REALISASI
% TAHUN 2014
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Gaji dan
Tunjangan 2,122,552,987,177.60 1,804,025,117,602.00 84.99 1.722.768.280.290.00 2 Tambahan JUMLAH 2,494,966,085,967.00 2,139,610,745,499.00 85.76 2.006.283.002.537.00