ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RDS (RESPIRATORY
DISTRESS SIMDROME)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Kompas, 2012).
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS (WHO, 2012).
Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru-paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
Selesainya tugas makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan RDS, penulis di harapkan mampu:
a. Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai asuhan keperawatan anak dengan RDS.
D. Ruang Lingkup
Penulis hanya membahas asuhan keperawatan pada anak dengan RDS.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS terdari dari tiga Bab, pada Bab I yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Bab II yaitu tinjauan pustaka mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan. Bab III penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan yang memadai.
B. Anatomi Fisiologi Paru
dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru – paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru – paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu: 1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Patofisiologi
1. Proses penyakit
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks c. Cuping hidung
d. Apnea e. Murmur f. Sianosis pusat 3. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu: a. Komplikasi jangka pendek
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat. b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral. d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat. e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah: a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru. c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
h. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
5. Asuhan keperawatan a. Pengkajian
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2) Pemeriksaan penunjang a) Foto rontgen thorak
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.
c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
c. Perencanaan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.
a) Jalan nafas bersih
b) Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c) Pernapasan 40-60 x/menit
d) Takipneu atau apneu tidak ada
e) Sianosis tidak
Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’.
Rasional:untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas. b) Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres pernafasan.
d) Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
e) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan. Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
f) Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan. Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
Rasional:menilai fungsi pemberian surfaktan.
h) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen. Rasional:mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi
(-).
Kriteria hasil:
a) Pasien bebas dari dispneu
b) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
c) Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam
bernafas.
b) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan
dapat meningkatkan fremitus. c) Catat karakteristik dari suara nafas.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan
d) Catat karakteristik dari batuk
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari
jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent. e) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.
Rasional:Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
f) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis
dan infeksi paru.
g) Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
Rasional: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif.
h) Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
Rasional:Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.
i) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
Rasional:Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.
j) Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/ vibrasi jika ada indikasi.
Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot
pernafasan.
k) Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan
meningkatkan ventilasi.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pematasan efektif.
a) Irama nafas, kedalaman nafas normal. b) Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
a) Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.
Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui perjalanan penyakit.
b) Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.
c) Pantau ventilator setiap jam
Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan terjadinya komplikasi.
d) Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.
e) Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya penyimpangan.
Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari.
Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil:
a) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
Intervensi:
a) Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.
b) Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan pemanas dan jumlah fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien, penggunaan pemanas tubuh
akan meningkatkan kebutuhan cairan.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
a) Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.
b) Mencapai kadar gula darah normal.
Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan.
b) Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.
Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori secara parsiasif.
c) Monitor adanya hipoglikemi.
Rasional: Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam darah.
d) Monitor adanya komplikasi GI:
(2) Konstipasi / diare. (3) Frekwensi muntah
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome
(RDS), diakses pada tanggal 10 September 2011
< http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.
2007;76:987-94.
Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK).
Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada Neonatus Sebagai
Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif). Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/ FK UNDIP Semarang
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress
Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor : Rusepno
Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.
Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung
Seto
Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat Darurat
Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan Penerbit UNDIP,