• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPERCAYAAN AGAMA PADA MASA ANAK REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPERCAYAAN AGAMA PADA MASA ANAK REMAJA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA

Tentang

“ KEPERCAYAAN MANUSIA TERHADAP AGAMA DI MASA ANAK – ANAK, REMAJA, DAN DEWASA ”

O

leh Kelompok X

VALERIA PRAMITA : 512 . 107

IF PERMAISARI : 512 . 077

Dosen Pembimbing : Dra. HASNELI, M.Ag

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

(2)

KEPERCAYAAN ANAK-ANAK TERHADAP AGAMA A. Kategori Anak - Anak

Yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:

1. 0 – 2 tahun (masa vital)

2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak) 3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)

Menurut Zakiah, masa pertumbuhan pertama (masa anak-anak) terjadi pada usia 0-12 tahun. Bahkan, lebih dari itu, menurutnya sejak masa kandungan pun, kondisi dan sikap orang tua telah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan anaknya, meskipun sebagian ahli berpendapat bahwa ketika anak dilahirkan , ia bukanlah makhluk yang religius. Bagi mereka, anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang, bahkan menurut mereka, anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada manusia itu sendiri1.

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya , seorang anak yang tumbuh dewasa, meurut jalaluddin (2004:64) memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip biologis

Secara fisik, anak yang baru dilahirkan dalam kondisi lemah, dalam segala gerak tindak – tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah makhluk instinkif .

(3)

2. Prinsip tanpa daya

Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya, anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.

3. Prinsip eksplorasi

Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawa sejak lahir, baik jasmani maupun rohani, memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan pada eksplorasian perkembangannya.

B. Pengenalan Anak – Anak TerhadapTuhan

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks.Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus2.

(4)

Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.

Menurut penelitian Ernest Harms Perkembangan agama anak-anak melalui beberapa fase (tingkatan)3. Dalam bukunya yang berjudul The Development of Religion on Childern, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melaui tiga tingkatan, yaitu:

 The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)

Tingkat ini dimulai pada anak berusia 3-6 tahun.Pada tingkat ini konsep mengenal Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.

 The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar.Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang mendasar kepada kenyataan (realita).

 The Individual Stage (Tingkat Individual)

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosional yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.

(5)

Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian4:

1. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik).

Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja.Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal.Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.

2. Egosentris

Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun.Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.

3. Anthromorphis

Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.

4. Verbalis dan Ritualis

Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal).Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).

5. Imitatif

(6)

Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru.Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan

6. Rasa heran

Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak.Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif.Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja.Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya.Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.

C. Pengenalan anak – anak Terhadap hidup dan Mati

Pengertian si anak tentang masalah mati membawa suatu prinsip pikiran yang baru, yaiitu prinsip sebab – musabab, hal ini membawa kepada sikap baru, yang terlihat bekasnya dalam segala segi, demikian juga terhadap gambaran si anak tentang Tuhan5. Sebelum umur 7 tahun, belum ada pemikiran si anak tentang Tuhan sebagai sebab. Jika anak mengembalikan kepada Tuhan apapun yang terjadi, hal ini adalah karena dahulu ia menyangka bahwa segala sesuatu terjadi karena kemauannya sendiri, kemudian karena bapknya, dan akhirnya karena kehendak Tuhan. Jadi pikirannya belum mencakup sebab – musabab, hanya sebab yang tidak logis, yaiitu karena kemauan pribadi tanpa alasan.

Tapi setelah anak – anak sibuk dengan alam luar, ia melihat adanya peristiwa – peristiwa yang tidak tergantung pada kemauan seseorang, maka dicarinyalah alasan – alasan lain dari alam ini juga, akan tetapi, setelah ia tidak mampu mencari sebab – musabab itu, ia kembali pada Tuhan. Semakin banyak pengertian logis anak – anak itu, semakin terlambatlah kembalinya kepada Tuhan sebagai penyebab. Seolah – olah pada pemikiran anak itu terjadi dua tarikan pikiran yang logis dan pikiran itulah yang

(7)

maju. Si anak berusha untuk memajukan pemikiran tentang Tuhan dalam gambarannya terhadap alam semesta dengan cara yang wajar. Akan tetapi, pada permulaan, ia tidak berhasil, karena Tuhan tetap menjadi penyebab segala kejadian, berdasarkan kemauannya dan dorongan orang – orang tertentu, bukanlah atas dasar kelaziman alamiah (yaitu sistem alam ini). Kendatipun demikian, tersadarnya anak akan adanya hubungan antara Tuhan dengan alam luar, sudah cukup sebagai tanda terjadinya kemajuan pemikiran tentang Tuhan.

Gambaran si anak tentang kedudukan Tuhan terhadap alam ini, belum sampai kepada pikiran menjadikan. Maka kata menjadikan (menciptakan) adalah dua macam ; pertama terhadap manusia, tidak lain dari kelahiran, di mana masalah kelahiran itu, juga suatu hal yang belum dapat difahami oleh anak sampai tahun – tahun terakhir dari masa anak – anak.

Apabila anak yang berumur 7 tahun sibuk menanyakan bagaimana dilahirkan atau diciptakan manusia pertama, ini berarti bahwa ada kemajuan, karena anak tidak lagi memikirkan kejadian dirinya atau orang lain, bahkan kejadian seluruh ummat manusia. Jika sianak telah sampai ke tingkat ini dalam pemikirannya, maka ini berarti bahwa kejadian dan kelahiran, tidak bisa lagi menjawab masalah kejadian manusia, dan hal ini tidak dapat diselesaikan kecuali oleh Tuhan sendiri.

Setelah si anak sampai kepada pemikiran tentang kejadian dan kelahiran, dapatlah ia sesudah itu berfikir tentang Tuhan tanpa memikirkan hubungannya dengan manusia, artinya : bahwa hubungan Tuhan dengan kemanusiaan seluruhnya adalah satu langkah pendahuluan ke arah pikiran tentang hubungan Tuhan dengan alam semesta; hal ini tidak terjadi sebelum umur 8 tahun atau 9 tahun. Kendatipun lingkungannya banyak menceritakan kisah – kisah tentang penciptaan sesuatu, namun ia belum dapat memahaminya. Jika umpamanya diceritakan kepada anak umur 5 tahun, tentang kejadian Nabi Adam sebagai manusia pertama, maka bagi si anak, Nabi Adam tidak berbeda dengan seseorang seperti bapaknya yang juga dilahirkan. Artinya penciptaan disini, berarti kelahiran6.

(8)

KESIMPULAN

Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian: The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng), The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan),dan Individual Stage (Tingkat Individu).

KEPERCAYAAN REMAJA TERHADAP AGAMA Kategori Remaja

Pada hakekatnya masa remaja yang utama adalah masa menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk jadi pribadi yang dewasa. Para ahli psikologi dan pendidikan belum sepakat mengenai rantang usia remaja. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja adalah 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang pasti adalah permulaan atau mulainya perubahan pada anak menjadi dewasa kira-kira usia 12 atau 13 tahun. Masalah akhir masa remaja tidak sama. Di daerah pedesaan, masa remaja mempunyai rentang yang lebih pendek dibandingkan dengan daerah perkotaan7.

Dalam bidang agama, para ahli psikologi agama menganggap bahwa kemantapan beragama biasanya tidak terjadi sebelum usia 24 tahun, dari sini rentang masa remaja

mungkin diperpanjang hingga 24 tahun.

Dalam peta psikologi, remaja terdapat tiga bagian:

a. Fase Pueral ►Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.

b. Fase Negative ► Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.

(9)

c. Fase Pubertas ►Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen Dalam pembahasan ini, Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian: a. Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki) b. Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki) c. Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki) d. Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki)

Pada dasarnya remaja telah membawa potensi beragama sejak dilahirkan dan itu nerupakan fitrahnya. Yang menjadi masalah selanjutnya adalah bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut.Ide-ide agama, dasar dan pokok-pokok agama pada umumnya diterima seseorang pada masa kecilnya. Apa yang diterima sejak kecil, akan berkembang dan tumbuh subur, apabila remaja dalam menganaut kepercayaan tersebut tidak mendapat kritikan. Dan apa yang tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Perkembangan intelektual remaja akan mempunyai pengaruh terhadap keyakinan dan kelakuan agama mereka. Fungsi intelektual akan memproses secara analisis terhadap apa yang dimiliki selama ini, dan apa yang akan diterima. Remaja sudah mulai mengadakan kritik di sana sini tentang masalah yang diterima dalam kehidupan masyarakat, mereka mulai mengembangkan ide-ide keagamaan, walaupun hal tersebut kadang-kadang tidak berangkat dari suatu perangkat keilmuan yang matang, tetapi sebagai akibat dari keadaan psikis mereka yang sedang bergejolak. Dalam bidang-bidang tertentu yang dianggap cocok dan releven akan diterimanya, kemudian dengan kemauan keras dijabarkan dalam kenyataan hidupnya seolah-olah tidak ada alternatif lagi yang harus dipikirkan8.

Tuhan Dalam Pikiran Remaja

Keimanan pada Allah dalam tahap remaja awal lebih bertujuan untuk mencari sandaran dan bantuan moral. Selanjutnya, dengan pertambahan pengalaman, wawasan dan perkembangan daya pikirnya maka pemahamannya tentang Allah mulai

(10)

mengarah pada pemikiran filosofis. Ia mulai melibatkan alam dalam pemikirannya tentang Allah. Ia menghubungkan Allah dengan penciptaan dan pengaturan alam;hal ini mulai kelihatan pada masa remaja akhir.

Perasaan remaja terhadap Allah seringkali berubah-ubah sesuai dengan keadaan emosinya, terutama pada remaja awal. Kadang-kadang ia merasa amat dekat dengan Allah dan pada hal yang lain ia merasa jauh dari-Nya. Begitupun pandangan remaja terhadap sifat-sifat Allah berubah-ubah sesuai dengan emosinya. Misalnya, ia menganggap Allah mempunyai sifat pemurah pada saat ia membutuhkan dan meminta bantuan-Nya, pada waktu ia tak berdaya menghadapi orang yang lebih kuat ia memandang Allah bersifat maha membalasi; dan ketika ia menikmati keindahan alam dan keluasannya ia melihat Allah mempunyai sifat Maha Indah dan Maha Bijaksana9.

Keadaan emosi remaja yang belum stabil juga akan mempengaruhi keyakinannya pada Tuhan dan pada kelakuan keberagamaannya, yang mungkin bisa kuat atau lemah, giat atau menurun, bahkan mengalami keraguan, yang ditandai oleh adanya konflik yang terdapat dalam dirinya atau dalam lingkungan masyarakatnya.

Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat-sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada Tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan Tuhan sama sekali.

Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya,

(11)

Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.

Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya perasaan remaja dalam beragama, khususnya terhadap Tuhan, tidaklah tetap. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh bahkan menentang.

Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral, daripada sandaran emosi. Andaikata kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu berontak dan ingin mengingkari wujud Allah, atau ragu-ragu kepada-Nya, namun tetap ada suatu hal hal yang menghubungkannya dengan Allah yaiitu kebutuhannya untuk mengendalikan moral.

Kepercayaan kepada Allah pada periode pertama dari masa remaja, bukanlah keyakinan pikiran, akan tetapi adalah kebutuhan jiwa. Di sinilah letak perbedaan pokok antara do’a anak-anak dan do’a remaja, yang pertama memohon kepada Allah agar terlepas dari azab neraka, karena ia takut akan hukuman luar yang dapat dirasa, ia tak dapat membayangkan adanya hukuman bathin (rasa dosa), kecuali pada akhir masa remaja; sedang pada remaja, do’anya ialah untuk memohon bantuan Allah supaya ia terlepas dari gejolak jiwanya sendiri, dan tertolong dalam menghadapi dorongan-dorongan nalurinya, karena ia takut akan hukuman batin yang abstrak itu10.

Malaikat Dan Syetan Dalam Pikiran Remaja

Pada masa ini mulailah remaja menemukan adanya hubungan antara pikiran tentang syetan dan rasa dosa, atau antara pikiran tentang surga dengan kesucian moral.

Memuncaknya rasa dosa pada masa remaja dan bertambah meningkatnya kesadaran moral dan pertumbuhan kecerdasan, semuanya bekerja sama, sehingga hilanglah keyakinan tentang malaikat dan syetan seperti dulu, namun mereka sadar betapa eratnya hubungan syetan dan malaikat itu dengan dirinya. Mereka menyadari adanya hubungan yang erat antara syetan dengan dorongan jahat yang ada dalam

(12)

dirinya, dan hubungan antara malaikat dengan moral serta keindahan yang ideal; demikian pula hubungan antara surga dengan ketentraman batin dan kekuasaan yang baik, juga antara neraka dengan ketenangan batin hukuman-hukuman atas dosa. Hanya keharusan agamalah yang mendorong remaja untuk tetap mempunyai keyakinan sebagaimana adanya. Akan tetapi, jika keyakinan itu tetap diakuinya, maka pengakuan itu hanya disangka saja, karena tidak mengetahui hubungannya dengan kehidupan jiwa dalam dirinya seperti sedia kala (masa kanak-kanak), hanya melayang-layang di atas, sekedar untuk menyesuaikan dirinya saja.

Kembalinya seorang kepada dirinya, dan tidak menyandarkan pengekangan dirinya atas makhluk-makhluk luar yang diciptakan-Nya dalam khayalnya, dan berusaha menghadapi masalah yang baik dan buruk dengan cara obyektif, adalah bukti dari terjadinya pertumbuhan dan pikiran dan kematangan emosi, yang mulai melepaskan diri dari alam khayal ke alam kenyataan11.

Pengertian malaikat bagi remaja dihubungkan dengan kesucian moral. Remaja menganggap malaikat sebagai zat yang ada di luar diri manusia dan menjadi patokan untuk kebaikan dan kesucian moral atau akhlak. Sedangkan syetan dikaitkan dengan kejahatan dimana remaja beranggapan bahwa syetan bukanlah semata-mata zat yang berada di luar manusia, tetapi juga merupakan dorongan-dorongan untuk melakukan perbuatan jahat dalam diri manusia12.

Sikap Remaja Dalam Beragama

Terdapat empat sikap remaja dalam beragama13, yaitu:

1. Percaya ikut- ikutan ►Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.

11Ibid, hal.87

12 Hayati,Opcit, hal. 56.

(13)

2. Percaya dengan kesadaran ►Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:

a. Dalam bentuk positif → Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.

b. Dalam bentuk negative → Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.

3. Percaya, tetapi agak ragu- ragu ►Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:

a) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan suatu kewajaran bagi remaja tersebut.

b) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.

(14)

Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja

Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck14adalah :

1. Pertumbuhan pikiran dan mental.

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya. 2. Perkembangan perasaan.

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam kehidupannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.

3. Pertimbangan sosial.

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara perkembangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi akan kepentingan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.

4. Perkembangan moral.

Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:

1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.

(15)

2.Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

3.Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama. 4.Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

5.Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. 5. Sikap dan minat.

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

6. Ibadah.

Pandangan para remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan bahwa remaja yang menganggap sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi lebih banyak daripada remaja yang mengatakan sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

KESIMPULAN

Pada hakekatnya masa remaja yang utama adalah masa menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk jadi pribadi yang dewasa. Para ahli psikologi dan pendidikan belum sepakat mengenai rantang usia remaja. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja adalah 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang pasti adalah permulaan atau mulainya perubahan pada anak menjadi dewasa kira-kira usia 12 atau 13 tahun.

(16)

karena takut akan perasaan bersalah, dan pengaruh dari teman-teman di mana ia berkelompok.

Pengertian malaikat bagi remaja dihubungkan dengan kesucian moral. Remaja menganggap malaikat sebagai zat yang ada di luar diri manusia dan menjadi patokan untuk kebaikan dan kesucian moral atau akhlak. Sedangkan syetan dikaitkan dengan kejahatan dimana remaja beranggapan bahwa syetan bukanlah semata-mata zat yang berada di luar manusia, tetapi juga merupakan dorongan-dorongan untuk melakukan perbuatan jahat dalam diri manusia

Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu: Percaya ikut- ikutan, Percaya dengan kesadaran, Percaya, tetapi agak ragu- ragu, dan Tidak percaya atau cenderung ateis.Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohaninya

KEPERCAYAAN DEWASA TERHADAP AGAMA Kategori Dewasa Dan Tua

Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, :

1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)

2. Masa dewasa madya (midle adulthood)

3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)

Pembagian senada juga diungkapkan oleh beberapa ahli psikologi. Lewis Sherril, misalnya membagi masa dewasa sebagai berikut :

1. Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.

(17)

yang tidak disangka-sangka. Jadi masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.

3. Masa dewasa akhir, ciri utamnya adalah “pasrah”. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua15.

Sementara menurut Erikson :

1. Masa dewasa muda, merupakan pengalaman menggali keintiman, kemampuan untuk membaurkan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa takut akan kehilangan sesuatu dari diri sendiri.

2. Masa dewasa tengah, merupakan masa produktivitas maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang muncul, perhatian dan tanggung jawab yang menghargai siapa yang membutuhkan perlindungan dan perhatian.

3. Masa dewasa akhir atau masa usia lanjut, merupakan masa kematangan. Masalah sentral dalam masa ini adalah menemukan kepuasaan bahwa hidup yang dijalaninya menemukan kepuasaan bahwa hidup yang dijalaninya merupakan penemuan dan penyelesaian pada masa tua, terjadi integrasi emosional. Dalam masa ini nostalgia dapat menjadi sumber kekuatan dan kedamaian pribadi yang sejati.

Kepercayaan Orang Dewasa Dan Tua Terhadap Tuhan

Orang dewasa muda memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan. Ketia ia mencapai tengah umur, kira-kira antara 30 dan 50 tahun, ia menghadapi tantangan hidup sambil memantapkan tempat dan menggembangkan filsafat untuk mengolah kenyataan hidup yang tak disangka-sangka. Masalah pokok pada masa dewasa adalah mencapai pandangan hidup yang

(18)

matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan-keputusan. Pada masa ini biasanya manusia mencapai produktivitas yang maksimum. Robert (1994:32) mengutip pendapat Erikson yang mengemukakan bahwa kekuatan watak dalam era ini adalah perhatian, rasa tanggung jawab dan menghargai ciptaan Tuhan bagi manusia. Ia merasa berkewajiban untuk ikut membantu Tuhan memelihara ciptaanNya16.

Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan orang dewasa.Mereka telah memiliki tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya,baik system nilai yang bersumber dari agama maupun bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan dan pemilihan nilai tersebut telah didasarkan kepada pertimbangan pemikiran yang matang.

Dengan bertambahnya stabilitas psikososial,agama orang lanjut usia dapat cenderung menjadi penuh nostalgia.Kecenderungan ke nostalgia diantara orang lanjut usia didukung oleh penelitian yang menemukan bahwa orang usia lanjut yang religius cenderung makin konservatif dan makin sering terlihat dalam pandangan religiusnya.Minat keberagamaan mereka juga sangat ditentukan oleh pengalaman mereka ketika kecil.

Sikap Orang Dewasa Dan Tua Terhadap Takdir Tuhan

Para orang tua memandang takdir sebagai batas pertahanan mental tertinggi, artinya memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap cara pandang dan penerimaan atas nasib mereka. Mengenai kematian, mereka memandang sebagai hal yang realistis dan mereka siap menerimanya. Do’a-doa yang mereka panjatkan lebih mengacu kepada keselamatan dunia dan akhirat. Fungsi agama yang menonjol pada mereka adalah sebagai penentraman batin, di mana biasanya mereka mengalami rasa kecemasan antara lain, khawatir terhadap kematian, khawatir terhadap keterasingan, dan berbagai kekhawatiran yang tak beralasan. Mereka yang muslim memandang bahwa kematian bukan akhir segalanya, namun percaya bahwa masih ada hari pembalasan setelah itu yakni hari berhisab.

(19)

Sikap Keberagamaan Orang Dewasa

Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu tingkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan keluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan.

Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula dilihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain: 1. Menerima kebenaran, agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang,

bukan secara ikut-ikutan.

2. Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

3. Bersikap positif thingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha mempelajari dan pehaman agama.

4. Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup.

5. Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.

7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.

8. Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang17.

Sedangkan scara garis besar ciri-ciri keberagamaan orang yang sudah usia lanjut di antaranya:

(20)

1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan. 2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.

3. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh-sungguh.

4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat-sifat luhur.

5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.

6. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat)18.

KESIMPULAN

Menurut beberapa ahli psikologi masa dewasa dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Masa dewasa awal atau muda.

2. Masa dewasa madya atau tengah.

3. Masa dewasa akhir atau usia lanjut.

Mengenai agama pada masa dewasa telah dijelaskan bahwasanya pada masa ini seseorang memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya baik ajaran agamanya ataupun norma lainnya. Semua tingkah laku kehidupannya diwarnai oleh sistem kesadaran keagamaannya.

Adapun ciri-ciri sikap keberagaman pada masa dewasa diantaranya :

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang

matang.

2. Cenderung bersifat realis.

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha

memperdalam keagamaan.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam meningkatkan kinerja karyawan di lingkungan PKBI pusat, variabel employee engagement menjadi variabel yang memiliki

Profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan

Susan Stainback (1988 : 98) mengemukakan bahwa : interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpet a situation

Di dalam ayat ini terdapat isyarat, bahwa hati orang-orang kafir adalah hampa, karena tidak rasa tenang dengan mengingat Allah, tetapi merasa tenang dengan dunia

Metode ini dipilih karena sesuai juga dengan harapan peneliti bahwa akan tercapainya tujuan penelitian menggunakan metode survei dengan penggunaan data primer untuk setiap

This final project was about the use of Student Teams Achievement Divisions (STAD) As a Technique in Improving Students’ Reading Comprehension of Recount

Dengan meng- gunakan sistem capaian yang dibangunkan sekumpulan lima orang pelajar tahun akhir dari Fakulti Teknologi dan Sains Maklumat, UKM , untuk projek latihan ilmiah mereka

Telah dilakukan penelitian air tanah menggunakan isotop alam pada area semburan lumpur Lapindo Sidoarjo yang dilakukan dari tahun 2007 hingga 2012.. Penelitian ini