• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

i

SISTEM JARINGAN PENGIMBAS – TERIMBAS

DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016

OLEH

NAMA : AGUS JUNAEDI, S.Pd. NUPTK : 7151760662200013 KABUPATEN : BANYUASIN

PROPINSI : SUMATERA SELATAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BANYUASIN

DINAS PENDIDIKAN

SATDIK NONFORMAL SANGGAR KEGIATAN BELAJAR

JL. KH. Sulaiman Kelurahan Kedondong Raye, Pangkalan Balai Banyuasin 30753

(2)

ii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Agus Junaedi, S.Pd. NUPTK : 7151760662200013 Jabatan : Pamong Belajar

Unit Kerja : SPNF SKB Kabupaten Banyuasin

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa naskah simposium yang berjudul “Sistem Jaringan Pengimbas – Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016” disusun berdasarkan observasi literatur. Karya tulis ini belum pernah saya ajukan untuk lomba tingkat nasional. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam karya tulis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Banyuasin, 14 November 2016

Pamong Belajar,

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah yang berjudul

“SISTEM JARINGAN PENGIMBAS - TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI

TAHUN 2016”

DISUSUN OLEH : AGUS JUNAEDI, S.Pd.

diajukan untuk melengkapi persyaratan Simposium GTK Kemdikbud Tahun 2016 dan dinyatakan telah mendapat pengesahan

sebagai karya tulis.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan naskah simposium berjudul “Sistem Jaringan Pengimbas – Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016” dapat diselesaikan tepat waktunya.

Karya Tulis ini diajukan sebagai peran serta Pamong Belajar untuk mengikuti simposium guru dan tenaga kependidikan tahun 2016. Semoga naskah yang telah diajukan diterima oleh berbagai pihak sehingga dapat mengoptimalkan pendidikan inkusi di seluruh sekolah yaitu PAUD/TK, SD, SMP dan SMA/SMK sederajat.

Sistem Jaringan Pengimbas – Terimbas dibutuhkan sebagai bentuk dukungan pengoptimalan pendidikan inklusi secara masif. Untuk itu, atas dukungan, kerjasama, dan bantuan yang diberikan, saya sampaikan terima kasih. Mudah-mudahan naskah yang saya susun ini dapat memberikan manfaat bagi anak berkebutuhan khusus, pedidik dan tenaga kependidikan serta pemangku kebijakan untuk merubah SLB menjadi sekolah inklusi.

Banyuasin, 14 November 2016

Penulis,

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... ... i

Surat Pernyataan ... ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... ... iv

Daftar Isi ……… v

Daftar Gambar ... ... vi

I. PENGANTAR .... ... 1

II. MASALAH ... ... 2

III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI ... 3

IV. . KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 12 Lampiran

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh struktur organisasi sekolah inklusi ... 5 Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas pendidikan inklusi.. 9

(7)

1

I. PENGANTAR

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). (Dr. Mujito dkk, 2012 : 25-26).

Dari definisi diatas telah jelas menyatakan bahwa kebutuhan anak ABK wajib difasilitasi dikarenakan kemampuan dan potensi anak bisa digali jika pendidik mampu memahami karakteristik dan hambatannya. Pendidik harus lebih kerja keras dalam memahami akan kecerdasan, sosial emosional, bahasa, seni dan nilai moral agama ABK mengingat hambatan yang dihadapi jauh berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hambatan ini bisa disebabkan oleh ketidaksempurnaan fisik atau gangguan psikologis anak.

Meninjau dari definisi diatas SLB merupakan solusi yang dibuat sebagai wadah lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi ABK, akan tetapi jumlah SLB saat ini masih jauh dari kata cukup yaitu hanya 1.962 lembaga atau 28.493 Rombel. (Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB), 2015 : 1). Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta. Ketimpangan yang jauh ini maka pemerintah mulai tahun 2009 dengan mengembangkan pendidikan yang berbasis pembauran (inklusif).

(8)

2 Dalam Permendiknas No 70 tahun 2009 pasal 1, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Definisi tersebut jelas bahwa ABK diharapkan bisa mendapatkan pelayanan pendidikan diluar SLB yaitu sekolah umum tanpa harus dikelompokkan pada satu tempat (segresi). Dengan demikian pelayanan pendidikan inklusi sangat perlu dioptimalkan mengingat selain ketimpangan jumlah ABK dengan SLB cukup besar maupun pelaksanaan pendidikan tanpa segresi. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis mengangkat karya tulis dengan judul Sistem Jaringan Pengimbas – Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016.

II. MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis menarik permasalahan, yaitu :

1. tidak adanya sistem yang dibangun secara masif dalam pendidikan inklusi;

2. belum adanya peran SLB pada pendidikan inklusi disekolah umum;

3. belum tersosialisasi dengan baik kepada sekolah agar melakukan pendidikan inklusi; dan

(9)

3

III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI

Pendidikan inklusi merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan tentang hak setiap orang memperoleh pendidikan terutama ABK. Pendidikan inklusi ini hadir dikarenakan banyaknya keterbatasan sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah dalam layanan pendidikan khusus (LPK). Hal ini cukup jelas terlihat dari ketimpangan yang cukup besar antara jumlah SLB dengan jumlah ABK.

Ketimpangan ABK dan SLB bisa dilihat berdasarkan data Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) Tahun 2015/2016 jumlah SLB hanya 1.962 lembaga atau 28.493 Rombel. Sedangkan jumlah ABK di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta, berarti jika menggunakan standar ideal 36 orang/rombel, maka dibutuhkan 117.000 rombel atau 9.700 lembaga SLB dengan jumlah 12 rombel/sekolah. Berarti menjadi PR pemerintah untuk pemenuhan LPK untuk seluruh hak pendidikan ABK maka harus disediakan 7.738 lembaga SLB lagi. Hal ini tentunya membutuhkan anggaran biaya yang cukup besar dalam pendirian satuan pendidikan.

Perlu menjadi perhatian bagi pemerintah tentang pendidikan inklusi yaitu membaurkan ABK dengan anak lain tanpa diskriminasi, seperti tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 ayat 1 adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Sebaiknya pemerintah lakukan dalam keterbatasan SLB dan cara menjalankan undang-undang tersebut yaitu memberdayakan terlebih dahulu peran SLB sebagai calon pendamping sekolah inklusi

(10)

4 pada sekolah umum melalui pendidikan inklusi. Pendidikan ini dilakukan karena jumlah sekolah di Indonesia bisa memfasilitasi semua ABK yang diperkirakan 4,2 juta jiwa tersebut. Jumlah lembaga pendidikan yaitu TK : 74.982 lembaga, SD : 148. 272 lembaga, MI : 23.678 lembaga, SMP : 35.488 lembaga, MTs : 16.283, SMA : 12.409 lembaga, MA : 96.704 lembaga, dan SMK : 11.726 lembaga (Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai tahun 2014, dikutip dan dipublikasikan oleh Statistik Indonesia tahun 2016).

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa besarnya lembaga pendidikan secara keseluruhan sebanyak 322.838 lembaga, hal ini perlu dioptimalkan jika ada sebuah sistem jaringan yang dibangun oleh pemerintah. Dalam hal ini penulis menawarkan sistem jaringan pengimbas – terimbas dengan mengadopsi cara multi level marketing sebagai solusi pendidikan inklusi secara masif. Menurut Kamus Bahasa Online pengimbas berarti perolehan sesuatu sebagai akibat pengaruh sesuatu yang lain, maka yang menjadi sekolah pengimbas diperoleh dari pembinaan pihak yang dilatih pemerintah. Dari definisi akan sistem jaringan pengimbas – terimbas maka ada 4 tahap kerja yang harus dilakukan dalam mengoptimalkan pendidikan inklusi tersebut yaitu tahap pelatihan (trainer), tahap pembinaan (contruction), tahap pengembangan (expantion) dan tahap peleburan (smelter).

1. Tahap pelatihan (trainer)

Tahap pelatihan merupakan langkah awal dalam proses sistem jaringan pengimbas – terimbas. Tahap pelatihan ini dikhususkan untuk Kepala SLB yang disiapkan sebagai Pendamping Sekolah Inklusi. Materi yang diajarkan dalam tahap

(11)

5 pelatihan ini terutama pada merubah struktur organisasi disekolah (restruktusisasi organisasi) yaitu penambahan LPK pada bidang kurikulum.

Materi tentang penyusunan proposal bantuan sekolah inklusi yaitu sarana belajar ABK juga tidak kalah pentingnya diajarkan, hal ini agar bantuan bisa tepat sasaran. Contoh bantuan buku atau panduan huruf braile untuk mendampingi ABK yang tunanetra, bantuan buku atau panduan bahasa isyarat untuk ABK yang tunarungu dan seterusnya.

Selebihnya materi tentang pendidikan inklusi, pengenalan ABK, Kebijakan Ditjen dan lain-lain juga diberikan tergantung dari kebutuhan dan waktu pelaksanaan.

STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH INKLUSI

Gambar 1. Contoh struktur organisasi sekolah inklusi

Kepala Sekolah Komite Kepala TU PGRI Kopri Tim Website Koordinator Laboratorium Kepala Perpustakaan Petugas Kebersihan Tim Pengembang Kurikulum Koordinator Mata Pelajaran Koordinator Layanan Pendidikan Khusus (LPK) Pembina OSIS Pembina Ektra Kurikuler Pembina Tata Tertib

Waka Kurikulum Waka Kesiswaan Waka Sapras Waka Humas

(12)

6 2. Tahap pembinaan (contruction)

Tahap pembinaan dilakukan dengan 3 cara yaitu pemetaan sekolah inklusi pengimbas, pendidikan dan latihan (diklat) dan kunjungan sekolah inklusi pengimbas.

Pemetaan sekolah inklusi pengimbas dipilih disetiap kecamatan, tentunya harus memperhatikan letak geografis, ketersediaan sarana dan prasana dan sumber daya manusianya. Kemudian sekolah inklusi pengimbas ini diberikan pembinaan melalui Diklat tentang Layanan Pendidikan Khusus di Sekolah Inklusi dikhususkan bagi wakasek kurikulum. Tujuan diklat diharapkan semua wakasek kurikulum mampu merumuskan kebutuhan pendidikan inklusi di lembaga sekolahnya masing-masing.

Selanjutnya materi tentang guru pendamping khusus (GPK) sangat penting diajarkan dalam diklat, karena GPK memiliki tugas yaitu :

1. mendampingi /menerjemahkan dalam proses pembelajaran, 2. menyusun instrumen asesmen pendidikan khusus,

3. memberikan bimbingan secara berkesinambungan untuk anak berkebutuhan khusus,

4. memberikan konsultasi kepada orang tua yang memiliki siswa yang berkebutuhan khusus.

Implementasi kehadiran GPK sangat penting dilaksanakan karena bisa membantu ABK dalam menerima pelajaran dari guru di kelas. Selain itu, hadirnya GPK sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar guru dan siswa lain dikelas tanpa terhambat dengan hadirnya ABK.

(13)

7 Cara terakhir dalam tahapan ini yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas oleh pendamping sekolah inklusi. Tujuan kunjungan ini yaitu untuk membimbing (konseling) dalam proses pembentukkan LPK, seperti kurikulum berbasis LPK, program kerja sekolah inklusi pengimbas dan pembimbingan GPK. Pembinaan sekolah pengimbas tentunya melihat jumlah GPK yang disiapkan yang disesuaikan dengan jumlah kelas untuk ABK, misal SD Negeri 1 Sembawa sebagai sekolah pengimbas memiliki 3 ruang di kelas I, yaitu:

1) Kelas I.A pelayanan untuk ABK tunanetra dan tunarungu; GPK tunanetra yaitu Adenarisuji, S.Pd. dan GPK tunarungu Mia Trianza, S.Pd.

2) Kelas I.B pelayanan untuk ABK tunagrahita dan tunadaksa; GPK tunagrahita yaitu Dwi Maharani, S.Pd. SD dan GPK tunadaksa Ayu Andira, S.Pd.

3) Kelas I.C pelayanan untuk ABK tunalaras dan cacat ganda; GPK tunalaras yaitu Harun Al Rasyid, S.Pd. SD dan GPK cacat ganda Emilda Sriwahyuningsih, S.Pd.

3. Tahap pengembangan (expantion)

Tahap pengembangan dilakukan setelah sekolah pengimbas sudah melaksanakan pendidikan inklusi secara baik. Tugas sekolah pengimbas menjadi contoh bagi sekolah terimbas sebagai pengembangan pendidikan inklusi secara masif. Perlu diperhatikan sekolah terimbas tidak harus memiliki LPK secara keseluruhan tetapi dua atau tiga LPK sudah cukup, misal SD Negeri 1 Sembawa ini memiliki sekolah terimbas yaitu SD Negeri 2 dengan LPK tunanetra dan tunarungu, SD Negeri 3 dengan LPK tunalaras dan downsindrom, SD Negeri 4 dengan LPK tunagrahita dan tuna daksa.

(14)

8 Cara yang dilakukan dalam tahap pengembangan ini sama seperti dalam tahap pembinaan, akan tetapi yang perlu menjadi penekanan dalam tahap pengembangan yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas jauh lebih banyak diberikan langsung (praktek). Tujuan kegiatan ini agar sekolah terimbas bisa langsung mencontoh cara pelaksanaan LPK dalam pendidikan inklusi disekolah.

4. Tahap peleburan (smelter)

Tahap ini hanya bisa dilakukan oleh kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengubah SLB menjadi sekolah umum yaitu, TK/PAUD, SD atau SMP atau SMA inklusi percontohan. Jika ini tidak dilakukan maka pelaksanaan jaringan ini kurang sempurna dikarenakan pandangan masyarakat jika ABK hanya bisa menuntut di SLB saja. Untuk itu yang perlu menjadi perhatian pemerintah sebelum melebur SLB menjadi sekolah umum yaitu:

1. Sekolah pengimbas dan terimbas menjalankan LPK dengan baik;

2. Keberadaan sekolah-sekolah inklusi sudah tersosialisasi di masyarakat secara luas;

3. Kesiapan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SLB untuk menjalankan kurikulum sekolah umum.

(15)

9

SISTEM JARINGAN PENGIMBAS – TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI

Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas dalam pendidikan inklusi

TK Negeri 1 Sembawa

Keterangan :

LPK : Layanan Pendidikan Khusus DS : Down Sindrom Mencontoh Membina SD N 2 Mariana  LPK Tunanetra LPK Tunarungu SD N 3 Mariana  LPK Tunalaras  LPK DS SD N 4 Mariana LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa TK N 3 Sembawa LPK Tunalaras  LPK DS TK N 2 Sembawa  LPK Tunanetra  LPK Tunarungu TK N 4 Sembawa  LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa Kepala SLB SD N 1: Mariana SMP N 2 Sungsang  LPK Tunanetra LPK Tunarungu SMP N 3 Sungsang  LPK Tunalaras  LPK DS SMP N 4 Sungsang LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa SMP N 1: Sungsang Pemerintah SLB menjadi TK/PAUD/SD/SMP/SMA /SMK Inklusi Percontohan Melatih Merubah

1

Tahap Trainer

2

Tahap Construction

3

Tahap Expantion

4

Tahap Smelter SMA N 2 BA III LPK Tunanetra  LPK Tunarungu SMA N 3 BA III  LPK Tunalaras LPK DS SMA N 4 BA III LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa SMA N 1: BA III Sekolah Pengimbas Sekolah Terimbas Berjalan Baik

(16)

10

IV. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS

Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengikuti pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Prinsip inklusi ini yaitu membaurkan ABK dengan anak normal tanpa dikelompokkan menjadi satu (segresi).

Pendidikan inklusi merupakan solusi terbaik untuk mengatasi keterbatasan SLB yang ada saat ini yaitu 1.962 lembaga. Sedangkan jumlah ABK diperkirakan 4,2 juta jiwa harus membutuhkan 9.700 lembaga SLB jika jumlah 12 rombel. Berarti masih 7.738 lembaga SLB lagi dan tentunya membutuhkan anggaran biaya yang cukup besar dalam pendirian satuan pendidikan tersebut.

Sistem jaringan pengimbas – terimbas dibangun dengan mengadopsi cara multi level marketing sebagai solusi pendidikan inklusi secara masif dengan pendekatan sekolah umum yaitu TK/PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK. Ada 4 tahap kerja yang harus dilakukan dalam sistem jaringan ini agar bisa berjalan baik, yaitu: 1. tahap pelatihan (trainer); Kepala SLB disiapkan sebagai

Pendamping Sekolah Inklusi,

2. pembinaan (contruction); pemetaan sekolah inklusi pengimbas, diklat dan kunjungan sekolah inklusi pengimbas,

3. tahap pengembangan (expantion); sekolah terimbas mencontoh sekolah pengimbas.

4. tahap peleburan (smelter); kebijakan pemerintah mengubah SLB menjadi sekolah umum.

(17)

11 Jika tahapan-tahapan ini dilaksanakan dengan baik maka harapan penulis, yaitu :

1. Seluruh sekolah pengimbas dan terimbas bisa melaksanakan pendidikan inklusi,

2. Ada kebijakan pemerintah tentang perubahan SLB agar menjadi sekolah inklusi percontohan seperti, TK/PAUD, SD atau SMP atau SMA/SMK, dan

3. Seluruh ABK bisa dijumpai dan belajar disekolah-sekolah umum tanpa dikelompokkan pada satu tempat (segresi) yaitu SLB.

(18)

12

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sesneg RI.

Anonimus. 2016. Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) 2015/2016. Jakarta : Kemdikbud http://health.detik.com/read/2013/07/17/184234/2306161/1301/jumlah-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-diperkirakan-42-juta http://www.kajianteori.com/2015/12/pengertian-pendidikan-inklusi.html https://www.bps.go.id/linkTabelStatis http://kamusbahasaindonesia.org/imbas

(19)

13

(20)
(21)

15

KTP PENULIS

Gambar

Gambar 1.  Contoh struktur organisasi sekolah inklusi  Kepala Sekolah Komite  Kepala TU  PGRI Kopri  Tim Website Koordinator Laboratorium Kepala Perpustakaan Petugas Kebersihan Tim Pengembang Kurikulum Koordinator Mata Pelajaran Koordinator Layanan Pendidi
Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas dalam pendidikan inklusi TK Negeri 1

Referensi

Dokumen terkait

Enzim terendap dengan baik pada pemekatan 80% amonium sulfat dengan rendemen 11 kali.Tiga subunit (isozim) glukanase yang terdeteksi pada isolat B.. cepaciaE76,

Hasil survei dan analisis kesesuaian menunjukkan bahwa pesisir pantai Kabupaten Polman, khususnya tempat-tempat yang menjadi lokasi kajian terdapat tiga lokasi yang

Software tersebut yang akan memodelkan hidrodinamika berupa arus dan sedimentasi yang terjadi pada alternatif alur yang telah direncanakan, sehingga setelah

hari dari tanggal 19 Januari sampai dengan 21 Januari 2017. Jadwal Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung

Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup

(2) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif fasilitas sarana dan prasarana perikanan adalah dengan memperhatikan biaya invetasi, biaya perawatan dan pemeliharaan,

Pada tugas akhir ini akan dirancang sebuah sistem untuk menyelesaikan masalah optimasi Implied Volatility dengan model Black-Scholes untuk tipe eropa dan algoritma

Berdasarkan kajian mengenai stail nyanyian Saloma daripada perpektif teknik vokal klasikal barat dari pengunaan vokal register yang telah dibincangkan didalam kajian ini,