• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TEKNOLOGI PAKAN TERNAK DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK BEBAS LIMBAH MENDUKUNG UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI DAGING 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI TEKNOLOGI PAKAN TERNAK DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK BEBAS LIMBAH MENDUKUNG UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI DAGING 1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

INOVASI TEKNOLOGI PAKAN TERNAK DALAM

SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK BEBAS

LIMBAH MENDUKUNG UPAYA PENINGKATAN

PRODUKSI DAGING

1)

Budi Haryanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143

1)Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor

Riset yang disampaikan pada tanggal 6 Maret 2009 di Bogor.

PENDAHULUAN

Peluang besar masih terbuka untuk me-ngembangkan ternak ruminansia karena adanya potensi sumber daya pakan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di samping itu, kebutuhan produk ternak dalam bentuk daging dan susu pun sangat besar untuk memenuhi permintaan pasar domestik, terutama bila dikaitkan dengan target pencapaian standar kecukupan gizi bagi seluruh masyarakat.

Konsumsi rata-rata daging per kapita saat ini masih rendah, dengan kisaran dari nol sampai di atas 50 kg/kapita/tahun. Hal ini tidak terlepas dari tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah dan pro-duktivitas ternak yang belum optimal.

Kontribusi ternak ruminansia, terutama sapi terhadap konsumsi daging nasional baru mencapai 21%, sedangkan sebagian besar (63%) berasal dari unggas dan sebagian lainnya dari kambing dan domba (Departemen Pertanian 2007). Untuk me-menuhi seluruh kebutuhan daging terse-but, sebagian lagi diimpor dari negara tetangga.

Semakin bertambahnya jumlah pen-duduk dapat diartikan sebagai pening-katan permintaan daging. Oleh karena itu, upaya peningkatan populasi dan produk-tivitas ternak harus mampu mengimbangi kecepatan bertambahnya konsumsi da-ging tersebut.

Kemampuan produksi ternak yang re-latif rendah berkaitan dengan kualitas dan kuantitas pakan yang tersedia sepanjang tahun. Ketersediaan pakan yang berfluk-tuasi dan tidak mencukupi kebutuhan gizi ternak untuk mengekspresikan potensi genetiknya secara maksimal, menyebabkan produktivitas ternak relatif rendah.

Masalah tersebut harus diatasi melalui pemanfaatan teknologi dari berbagai di-siplin ilmu. Salah satunya adalah ilmu nutrisi. Untuk ternak ruminansia, titik pu-sat inovasi teknologi harus berkaitan de-ngan karakteristik rumen sebagai tempat berlangsungnya proses degradasi partikel pakan dan fermentasi bahan organik oleh mikroba.

Dalam sistem integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif merupakan potensi yang perlu dikembangkan. Inovasi teknologi pakan ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) memberikan peluang yang

(2)

menggembirakan menuju green and clean

agricultural development.

Pengembang-an usaha tPengembang-ani tPengembang-anamPengembang-an dPengembang-an ternak secara bersama-sama menambah pendapatan petani.

Artikel ini menyajikan gagasan dalam upaya memberikan kontribusi ilmiah pe-manfaatan inovasi teknologi pakan ternak dan arah pegembangannya dalam upaya peningkatan produksi daging nasional.

DINAMIKA PERMASALAHAN PAKAN TERNAK

Pakan ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hijauan dan konsentrat. Imbangannya dapat bervariasi sesuai de-ngan tujuan pemberian pakan. Pada kon-disi intensif, ternak ruminansia dapat di-beri pakan konsentrat dengan proporsi yang lebih tinggi, bahkan dapat mencapai 85% dari total pakan yang diberikan.

Ternak ruminansia secara alami lebih beradaptasi terhadap hijauan pakan bagai sumber serat. Oleh karena itu, se-bagian besar gagasan ini dikaitkan dengan pakan ternak sumber serat, baik dari hi-jauan yang dihasilkan sebagai pakan, maupun hijauan yang berasal dari limbah pertanian, terutama jerami padi.

Sumber dan Ketersediaan Pakan

Sumber energi yang diperlukan ternak ru-minansia terutama berasal dari komponen serat pada hijauan pakan, yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sumber hijauan pakan ternak adalah rumput alam dan daun leguminosa yang terdapat di padang penggembalaan, pinggir jalan, tepi sungai, pematang sawah maupun kawasan sekitar hutan. Berkembangnya sistem

beternak dari digembalakan menjadi semi-intensif atau semi-intensif menyebabkan ber-kembang pula sistem produksi hijauan dengan menggunakan spesies dan varietas tanaman pakan ternak yang berproduksi tinggi. Produksi hijauan di daerah tropis berfluktuasi sejalan dengan perubahan musim. Pada musim hujan, produksinya melimpah tetapi kandungan bahan ke-ringnya rendah, sedangkan pada musim kemarau, produksinya berkurang bahkan pada daerah-daerah tertentu tidak ada pro-duksi sama sekali.

Kuantitas dan Kualitas Pakan

Kuantitas produksi hijauan pakan ternak mempunyai hubungan negatif dengan kualitas nutrisi sejalan dengan umur ta-naman. Hal ini berkaitan dengan mening-katnya kandungan komponen polisakarida struktural serta menurunnya kandungan protein.

Produksi hijauan pakan dari padang penggembalaan dan sumber-sumber alami makin berkurang dengan adanya per-alihan fungsi lahan. Namun, data me-nunjukkan luas padang penggembalaan di Indonesia sekitar 3 juta hektar pada tahun 1989 dan sampai sekarang masih tercatat sekitar 3 juta hektar (BPS 2006).

Kualitas pakan menggambarkan nilai nutrisi pakan tersebut. Kemampuan ternak ruminansia dalam memanfaatkan kom-ponen serat pakan sebagai sumber energi berkaitan dengan peran mikroba yang ada di dalam retikulorumen. Lingkungan ru-men yang kondusif, agar mikroba dapat berfungsi optimal, antara lain cukup kan-dungan NH3, pH optimal untuk perkem-bangan mikroba, cukup kandungan mi-neral, tekanan osmosis media sesuai, serta imbangan antarspesies mikroba optimal.

(3)

Mikroba rumen dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu bakteri, protozoa, dan fungi. Pergeseran imbang-an populasi bakteri dimbang-an protozoa di-pengaruhi oleh perubahan pH rumen yang dinamis dan berlangsung secara terus-menerus.

Pengetahuan dan Keterampilan Peternak

Penerapan teknologi di lapang sangat di-tentukan oleh pengetahuan dan kete-rampilan peternak. Kebiasaan peternak dalam pemberian pakan yang dilakukan secara turun-temurun menyebabkan lam-batnya penyerapan teknologi baru yang dianjurkan. Tata laksana pemberian pakan ternak ruminansia yang mengandalkan pada mencari rumput setiap hari, me-nyebabkan skala pemilikan ternak rendah. Kebiasaan menyimpan pakan sebagai cadangan pada saat kekurangan pakan belum menjadi budaya bagi peternak.

Inovasi Teknologi Pakan

Perjalanan penelitian yang dilakukan penulis diawali pada tahun 1977 dengan mengamati produktivitas hijauan rumput dan leguminosa serta kombinasinya (Haryanto et al. 1981, 1982). Penelitian dilanjutkan dengan pemanfaatan kom-ponen lignoselulosa dan hemiselulosa (Haryanto 1989), termasuk peran mikroba rumen sebagai sumber protein maupun penghasil enzim pemecah lignoselulosa pakan.

Kegiatan penelitian selanjutnya di-arahkan pada upaya pemanfaatan mikroba rumen secara aerob untuk meningkatkan nilai nutrisi hijauan pakan (Haryanto et al.

1997; Haryanto 2000; Haryanto et al. 2004, 2005a).

Potensi limbah pertanian tanaman pangan dalam bentuk jerami padi yang sangat besar, dan sebagian besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, memberi inspirasi kegiatan penelitian be-rikutnya ke arah integrasi tanaman pa-ngan (padi) dan ternak (sapi). Sistem in-tegrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya mening-katkan produktivitas tanaman pangan, ternak, selain melestarikan kesuburan ta-nah dengan adanya pupuk organik. Ka-rena itu, sistem ini berpotensi mening-katkan pendapatan petani-peternak (Har-yanto et al. 2003).

Pemanfaatan mikroba rumen secara aerob tidak lazim karena kondisi ling-kungan di dalam rumen adalah anaerob. Namun, hasil-hasil penelitian menunjuk-kan bahwa pada kondisi aerob, mikroba rumen masih mampu mendegradasi komponen serat. Ini berarti enzim pemecah serat masih dihasilkan dalam kondisi aerob (Haryanto 2000; Haryanto et al. 2005a).

Upaya memperbaiki nilai hayati pakan dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai degradabilitas komponen serat sebelum dikonsumsi ternak, dan memani-pulasi kondisi ekosistem rumen. Dalam kondisi demikian, dinamika mikroba dapat menunjang optimalisasi pemanfaatan zat gizi pakan.

Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti (Satter dan Slyter 1974; Mehrez et

al. 1977; Hobson dan Jouany 1988;

Demeyer 1991; Martin et al. 2001; Haryanto

et al. 2004) mengarah pada kesimpulan

bahwa optimalisasi fungsi rumen sangat menentukan kecernaan pakan. Degradasi optimum komponen serat dapat dicapai bila pH rumen mendekati 6,8, kandungan NH3 minimal 3,57 mM, populasi protozoa

(4)

di dalam cairan rumen sekitar 5 x 105 sel/ml,

dan populasi bakteri 1010 sel/ml.

Berbeda dengan komponen serat, protein pakan justru sebaiknya tidak mudah terdegradasi di dalam rumen. Protein pakan yang mengalami degradasi mikroba di dalam rumen akan terpecah menjadi gugus rantai karbon dan NH3, yang berarti akan kehilangan fungsinya sebagai sumber asam amino yang diper-lukan ternak. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produktivitas ternak rumi-nansia adalah melalui suplai protein pakan yang tidak mudah dipecah di dalam rumen. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian juga dilakukan untuk membuat pakan sumber protein yang tidak mudah ter-degradasi di dalam rumen, namun masih dapat dihidrolisis di dalam saluran cerna pascarumen (Haryanto 1993, 1994). Asam amino atau protein yang terlindungi dikenal sebagai sumber rumen by-pass

protein.

Pertumbuhan bakteri yang tinggi di dalam rumen juga menguntungkan bagi ternak induk semang karena bakteri ter-sebut dapat menjadi sumber protein bagi ternak. Sehubungan dengan hal itu, kecu-kupan mineral dalam pakan juga harus diperhatikan (Underwood 1981; McDo-well et al. 1993; Thalib et al. 2000), baik mineral untuk memenuhi kebutuhan ternak maupun untuk mikroba dalam rumen. Ternak ruminansia tidak memerlukan tambahan vitamin B dalam pakan karena sebagian besar mikroba rumen dapat mensintesisnya de novo (Ballet et al. 2000). Degradasi dan fermentasi komponen serat pakan oleh mikroba rumen, selain menghasilkan asam lemak mudah terbang, juga membentuk gas metana (CH4) dan kar-bondioksida (CO2). Gas metana yang ter-bentuk berkisar 8-15% dari energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan

kom-ponen energi yang tidak dapat diman-faatkan ternak. Gas ini mempunyai efek rumah kaca, yang oleh pengamat ling-kungan dinilai ikut berkontribusi terhadap berkurangnya lapisan ozon di atmosfer bumi, sehingga meningkatkan intensitas masuknya sinar ultraviolet dari matahari dan suhu global. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi pembentukan gas metana dari proses pencernaan pakan ruminansia perlu dilakukan. Meskipun demikian, peran bakteri metanogenik dapat ditingkatkan untuk menghasilkan gas metan yang lebih banyak, namun harus dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif dalam bentuk biogas. Peman-faatan biogas diharapkan dapat menekan efek negatif gas metana bagi lingkungan menuju pertanian yang bersih dan hijau.

Membalik Arus Sistem Penyampaian Inovasi Teknologi

Sistem penyampaian inovasi teknologi menentukan cepat-lambatnya inovasi teknologi diterapkan oleh pengguna. Teknologi yang dihasilkan cukup banyak. Namun, penyampaian inovasi teknologi kepada masyarakat belum optimal karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk informasi yang disampaikan, metode penyampaian, individu atau kelompok penerima informasi, dan tekno-logi informasi itu sendiri.

Sistem penyampaian inovasi teknologi yang bersifat top-down sering kurang memperhatikan kebutuhan teknologi di tingkat petani. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan petani sebagai berikut:

“Sir, you told me a lot about farming, but you never ask me how I am doing farming for years” (Adnyana 2005).

(5)

Oleh karena itu, sistem penyampaian inovasi teknologi hendaknya lebih difo-kuskan pada upaya meningkatkan kemam-puan petani untuk mengelola sumber daya pertanian yang terpusat pada petani (farmers centered agriculture resource

management, FARM). Pendekatan yang

lebih bersifat bottom-up melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai ujung tombak Badan Litbang Pertanian di daerah diharapkan dapat melembagakan sistem penyampaian ino-vasi teknologi yang bersifat bottom-up, sebagai ciri dan persyaratan lahirnya BPTP pada tahun 1994.

POTENSI DAN PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK

DAN TANAMAN PANGAN Pemanfaatan Mikroba Rumen

Pada tahun 1832, Sprengel melaporkan bahwa dari materi tanaman dapat dibentuk asam asetat dan asam butirat. Pada tahun 1879 diketahui bahwa asam-asam yang terbentuk pada pencernaan materi tanam-an dapat diserap dtanam-an dioksidasi di dalam saluran darah ternak dan digunakan se-bagai sumber energi bagi ternak untuk berproduksi (Hungate 1988).

Penelitian fungsi rumen secara intensif mulai dilakukan pada akhir dekade 1940-an y1940-ang diawali di Cambridge, Inggris. Penelitian tersebut berhasil menemukan lebih banyak informasi bahwa asam lemak rantai pendek C2, C3, dan C4 dapat men-jadi sumber energi utama bagi ternak.

Penelitian yang lebih luas dan men-dalam dilakukan pada tahun 1960-1970 hingga dapat dikatakan bahwa jalur bio-kimiawi pemecahan komponen serat,

protein, dan lemak menjadi produk ternak sudah cukup lengkap teridentifikasi (Van Soest et al. 1966; Satter dan Slyter 1974; Mehrez et al. 1977). Pada dekade 1980-an, mulai diteliti mekanisme degradasi kom-ponen serat serta sintesis protein mikroba rumen secara in vivo (Hobson dan Jouany 1988).

Selanjutnya berkembang model-model matematis untuk menghitung kecepatan degradasi partikel pakan, lama waktu tinggal partikel tersebut di dalam rumen, dan kecepatan alir digesta ke saluran cerna pascarumen, termasuk mekanisme degra-dasi enzimatis oleh mikroba (Ellis et al. 1988; Kudo et al.1992). Upaya untuk meningkatkan degradabilitas komponen serat pakan, sebelum diberikan kepada ternak pernah dilakukan melalui proses hidroksidasi, amoniasi, fisik maupun secara biologis, seperti penggunaan ka-pang dan bakteri dalam proses ensilasi.

Peningkatan nilai nutrisi jerami padi melalui proses fisik, kimia maupun biologis (Soejono et al. 1987; Haryanto dan Mur-yanto 1990), belum banyak diadopsi masyarakat. Beberapa faktor yang mem-pengaruhi degradasi dan fermentasi kom-ponen serat dalam bahan pakan antara lain adalah sifat fisika kimia, aktivitas enzimatis mikroba rumen (Mertens 1977), serta kon-disi lingkungan mikro dalam rumen (Hungate 1988). Pelekatan mikroba pada partikel pakan juga menentukan efektivitas degradasi pakan di dalam rumen (Akin dan Barton 1983; Cheng et al. 1990).

Saat ini, peningkatan degradabilitas serat dilakukan dengan pendekatan mikrobiologis dalam bentuk bioproses fermentatif menggunakan bakteri fibrolitik secara aerob (Haryanto et al. 2003, 2004, 2005a). Pemanfaatan multienzim sebagai suplemen juga dapat dilakukan pada pakan

(6)

sebelum diberikan kepada ternak untuk meningkatkan nilai kecernaan komponen serat pakan, meskipun masih dalam penelitian in vitro (Yu et al. 2005). De-faunasi juga merupakan salah satu cara meningkatkan degradabilitas komponen serat pakan. Defaunasi dapat mening-katkan populasi bakteri secara nyata, se-hingga degradasi komponen serat menjadi lebih intensif.

Dalam upaya memanfaatkan potensi mikroba rumen, perhatian perlu diarahkan pada limbah ternak sapi potong. Pemo-tongan ternak sapi di rumah potong hewan (RPH) merupakan sumber mikroba rumen yang cukup besar, mengingat seekor sapi mempunyai volume retikulorumen sekitar 50 liter dengan kandungan digesta 40-50 kg. Sementara ini, isi rumen belum diman-faatkan selain dibuang atau ditimbun hingga terdekomposisi menjadi kompos setelah beberapa bulan.

Teknologi sederhana untuk meman-faatkan potensi tersebut menjadi produk yang dapat digunakan untuk meningkat-kan kualitas pameningkat-kan berserat telah ber-kembang dengan munculnya probiotik. Probiotik sebagai bahan pakan aditif mulai digunakan kembali pada tahun 1960-an setelah diabaikan sejak dikembangkan penggunaan antibiotik pada awal abad ke-20 (Fuller 1989).

Penggunaan probiotik dalam pakan bertujuan menyeimbangkan mikroba yang bermanfaat dalam proses degradasi kom-ponen zat gizi di dalam rumen (Williams dan Newbold 1990). Degradasi enzimatis komponen serat akan meningkat bila pro-duksi enzim pemecah serat dapat diting-katkan (Gong dan Tsao 1979).

Salah satu produk yang dikembangkan Balai Penelitian Ternak adalah Probion. Produk tersebut dapat digunakan untuk

memfermentasi jerami padi sehingga me-ningkatkan nilai kecernaan komponen serat, apabila diberikan pada ternak secara

in vivo. Ini berarti akan lebih banyak energi

dalam jerami padi yang dapat dimanfaat-kan menjadi produk ternak, seperti daging dan susu.

Pemanfaatan Potensi Limbah Tanaman Pangan

Limbah tanaman pangan merupakan sumber daya pakan berserat yang poten-sial dan sesuai untuk sapi dan ternak ruminansia lainnya. Di banyak daerah, limbah tanaman pangan seperti jerami padi belum dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Petani cenderung membakarnya, yang berarti membuang bahan organik yang berpotensi menjadi pakan ternak.

Luas panen padi sawah irigasi di In-donesia sekitar 12 juta hektar setiap tahun, sehingga berpotensi menyediakan jerami padi 48 juta ton/tahun. Potensi ini setara dengan nilai finansial Rp2,4 triliun, dengan perkiraan harga jerami Rp50 ribu per ton.

Di samping jerami padi, masih tersedia jerami jagung dan sisa tanaman kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan ubi kayu. Data tahun 2006 (BPS 2006) menunjukkan luas panen jagung mencapai 3,8 juta hektar, kedelai 0,68 juta hektar, kacang tanah 0,71 juta hektar, kacang hijau 0,33 juta hektar, ubi kayu 1,16 juta hektar, dan ubi jalar 0,17 juta hektar. Limbah tanaman pangan tersebut dapat menye-diakan sekitar 86 juta ton bahan kering (Bamualim et al. 2008), atau setara dengan 60 juta ton bahan pakan berserat yang berpotensi untuk dijadikan pakan ternak. Kebutuhan pakan berserat seekor sapi dewasa sekitar 20 kg/hari, atau setara

(7)

dengan 7 ton/tahun. Oleh karena itu, potensi limbah tanaman padi saja mampu menyediakan pakan berserat bagi sekitar 7 juta ekor sapi dewasa sepanjang tahun. Jumlah tersebut setara dengan aset senilai Rp35 triliun, dengan asumsi harga sapi dewasa Rp5 juta/ekor.

Bioproses fermentatif jerami padi membuat bahan pakan tersebut menjadi lebih tinggi nilai nutrisinya sehingga dapat meningkatkan hasil ternak dengan kualitas produk yang lebih baik. Di samping itu, timbul multiplier effect seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru pada pabrik pakan dan pabrik probiotik dengan bahan utama yang bersumber dari RPH. Jumlah petani-peternak sebagai pengusaha de-ngan skala usaha yang lebih besar juga bertambah, selain manfaat lainnya.

Integrasi usaha tani tanaman pangan, peternakan, perikanan, yang dilengkapi dengan pemanfaatan potensi limbah agro-industri sebagai sumber pakan ternak, akan menjadi alternatif pola usaha tani yang dapat dikembangkan di masa datang (Diwyanto dan Haryanto 1999). Berdasar-kan hal tersebut, pendekatan food-feed

system pada setiap kawasan usaha tani

perlu mendapatkan perhatian agar potensi sumber daya alam yang ada dapat diman-faatkan secara optimal.

Program peningkatan produktivitas padi terpadu yang dilaksanakan pemerintah sejak tahun 2002, memasukkan pen-dekatan integrasi antara tanaman padi dan ternak sapi. Melalui sistem tersebut dapat dikembangkan suatu keterkaitan di mana tanaman padi menghasilkan jerami padi yang dapat digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan sapi dapat memproduksi pupuk organik yang bermanfaat untuk memper-tahankan kesuburan lahan (Haryanto et al. 2003).

MEMBEDAH PERMASALAHAN PAKAN TERNAK MELALUI SITT-BL

Posisi Ternak dalam Usaha Pertanian

Peran ternak ruminansia dalam masya-rakat tani bukan sebagai komoditas utama. Ternak diletakkan pada tingkat bawah, sebagai usaha sambilan, tabungan atau untuk menunjukkan status sosial pemi-liknya. Oleh karena itu, perhatian peternak untuk memberikan pakan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi kebu-tuhan ternak belum menjadi prioritas.

Pada kawasan usaha tani tanaman pa-ngan, terutama padi, tersimpan potensi yang besar sebagai sumber pakan berserat bagi ternak ruminansia dalam bentuk jerami padi. Sehubungan dengan itu, masalah kekurangan ketersediaan pakan sepanjang tahun, apabila hanya bergantung pada musim, dapat diatasi melalui intensifikasi pemanfaatan limbah pertanian.

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL)

Sistem integrasi tanaman-ternak meng-integrasikan seluruh komponen usaha pertanian baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Diwyanto dan Haryanto 1999). Sistem ini sangat ramah lingkungan dan mampu memperluas sumber pendapatan dan menekan risiko kegagalan (Nitis 1995; Adnyana 2005).

Potensi pakan dari sisa tanaman pa-ngan adalah jerami padi. Hasil penelitian Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) yang dilakukan pada tahun 2002-2004 menunjukkan potensi yang sangat

(8)

besar dalam pemecahan masalah pakan di tingkat peternak.

Pupuk kandang yang merupakan lim-bah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Bahkan, semua limbah ternak dan pakan dapat diproses secara in situ untuk mengha-silkan biogas sebagai energi alternatif. Residu pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman, sekaligus sebagai pem-benah tanah (soil amendment).

Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang terbuang akan bermakna melestarikan perputaran unsur hara dari tanah-tanaman-ternak-kembali ke tanah secara sempurna. Kearifan ling-kungan ini perlu ditumbuhkembangkan secara luas sehingga mampu menjaga kelestarian sumber daya alam.

Dukungan Inovasi Teknologi

Jerami padi segar mempunyai nilai nutrisi yang rendah, karena tingginya kandungan lignoselulosa yang sulit dicerna. Namun, probiotik dapat membantu memecah lignoselulosa pada bahan pakan sebelum diberikan kepada ternak. Upaya ini mem-punyai arti yang sama dengan penggu-naan probiotik dalam pakan ternak. Per-bedaannya adalah proses pencernaan lignoselulosa tersebut dilakukan di luar rumen, sehingga pada saat bahan pakan ini dikonsumsi ternak akan mempunyai nilai hayati yang lebih tinggi.

Hasil penelitian pemanfaatan jerami padi (Haryanto et al. 2004) menunjukkan proses fermentasi berpengaruh positif ter-hadap nilai kecernaan komponen serat. Fermentasi selama 3 minggu memberikan nilai kecernaan in vivo 53,6% dibandingkan

fermentasi 2 minggu (sekitar 45,0%). Penambahan seng organik dapat mening-katkan nilai kecernaan serat detergen asam (lignoselulosa) dari 51,4% menjadi 56,3% (Haryanto et al. 2005a).

Degradasi serat detergen netral jerami padi yang difermentasi meningkat di-banding jerami padi segar. Pemberian jerami padi fermentasi cenderung menye-babkan proporsi molar asam asetat lebih tinggi (Haryanto et al. 2004) dibandingkan beberapa laporan terdahulu, yaitu dapat mencapai lebih dari 72%, sedangkan pada umumnya sekitar 60%. Hal ini gambarkan adanya potensi untuk meng-hasilkan energi yang lebih tinggi pula bagi ternak sebagai akibat produksi adenosine

triphosphate (ATP) yang lebih tinggi

melalui jalur fosforilasi pada substrat (Durand 1989).

Pemanfaatan jerami padi fermentasi pada sapi Peranakan Ongole dengan tam-bahan pakan konsentrat campuran dedak padi dan bungkil inti sawit, mendapatkan pertambahan bobot hidup 0,72 kg/hari (Haryanto et al. 2005b). Sementara itu, pada sistem intensif, ternak sapi mampu menghasilkan pertambahan bobot hidup 1,0 kg/hari (Mahendri et al. 2006), sedang-kan pada kerbau 0,85 kg/hari (Mahendri dan Haryanto 2006).

STRATEGI DAN PETA JALAN PENGEMBANGAN SITT-BL Strategi Pemberian Pakan untuk

Ternak Ruminansia

Strategi pemberian pakan ternak rumi-nansia, agar diperoleh produksi dengan efisiensi yang tinggi, dapat dilakukan me-lalui berbagai cara sebagai berikut:

(9)

a. Meningkatkan nilai degradasi bahan pakan sumber serat sebelum diberikan kepada ternak.

b. Meningkatkan aktivitas enzimatis mikroba rumen.

c. Meningkatkan sintesis protein mikroba rumen.

d. Melindungi protein pakan agar tidak terdegradasi sempurna di dalam rumen. e. Menentukan imbangan energi dan pro-tein yang dapat dimetabolis di dalam jaringan tubuh ternak.

Strategi dan Peta Jalan Pengembangan SITT-BL

Sistem integrasi tanaman ternak bebas limbah (SITT-BL) merupakan strategi usaha tani yang harus mampu: (1) me-menuhi permintaan dan kebutuhan pasar; (2) memperkuat dan memperluas sumber pendapatan rumah tangga tani; (3) me-nekan risiko kegagalan dalam mengem-bangkan usaha; (4) memanfaatkan hu-bungan sinergis antara tanaman dan ternak; (5) menyediakan bioenergi pada tingkat rumah tangga dalam bentuk bio-gas; dan (6) tidak mencemari lingkungan. Peta jalan pengembangan SITT-BL ke depan meliputi empat pilar keterkaitan, yaitu: (1) keterkaitan kelembagaan yang merupakan pilar utama; (2) keterkaitan horizontal dalam bentuk diversifikasi usaha pada tingkat usaha tani dengan mengintegrasikan tanaman ternak yang dikelola tanpa limbah; (3) keterkaitan vertikal yang mampu menciptakan nilai tambah dalam pola pengembangan agro-proses dan agroindustri; dan (4) keterkaitan regional dengan memanfaatkan keung-gulan komparatif dan kompetitif melalui pewilayahan komoditas dan cabang usaha

yang berdaya saing tinggi dalam era pasar bebas.

Konsolidasi Kelembagaan

Penataan kelembagaan petani diperlukan agar dapat melakukan kemitraan dengan perusahaan yang telah berpengalaman, dan mampu menjamin ketersediaan input dan pemasaran produk untuk komoditas yang diusahakan. Untuk mengalirkan inovasi teknologi ke tingkat petani, perlu dilakukan penyuluhan melalui lembaga tani yang ada. Namun, aktivitas sebagian besar lembaga tani dewasa ini perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan, antara lain pemantapan kelembagaan ke arah korporasi atau pembentukan lembaga usaha agribisnis terpadu, atau koperasi tani. Penyampaian teknologi melalui lembaga tani yang sudah mantap akan mendorong adopsi dan penerapan tekno-logi oleh petani.

Peningkatan Pengetahuan Manajemen Usaha

Kelancaran kegiatan agribisnis mulai dari tahap budi daya, panen, pascapanen hingga pengolahan hasil dan pemasaran ditentukan oleh kemampuan individu dalam satuan manajemen usaha yang dilakukan. Pengetahuan manajemen usaha untuk semua komoditas perlu mendapat-kan perhatian khusus untuk membuka peluang diversifikasi usaha, agar pengem-bangan SITT-BL dapat mencakup kawasan yang lebih luas.

Diversifikasi vertikal untuk masing-masing komoditas juga akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani. Pewilayahan usaha dan kelancaran

(10)

distri-busi dan pemasaran akan membawa petani pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Percepatan Adopsi dan Penerapan Teknologi

Teknologi produksi tanaman, seperti peng-gunaan benih unggul, bagan warna daun (BWD), dan uji tanah menggunakan soil

test kit berdasarkan konsep pemupukan

berimbang berpotensi meningkatkan hasil. Penerapan sistem perkandangan intensif, pemberian imbuhan pakan seperti kon-sentrat, mineral serta perkawinan dengan menggunakan bibit unggul, dapat memacu produksi komponen peternakan.

Pengadaan komponen input produksi, baik untuk tanaman maupun ternak, dapat menjadi bagian usaha dalam suatu sistem agribisnis korporasi terpadu pada suatu kawasan yang dikelola oleh petani. Peng-gunaan internal input sebagai komponen utama dan menekan input luar dapat meningkatkan efisiensi teknis maupun ekonomi, sekaligus memperbaiki kesu-buran tanah (Adnyana et al. 2007).

Strategi untuk menunjang ketersediaan pakan sumber serat sepanjang tahun adalah melalui pembangunan pabrik pa-kan dengan sumber bahan utama dari limbah pertanian yang ada pada kawasan tertentu. Pada kawasan persawahan irigasi 1.000 ha yang ditanami padi tiga kali setahun dapat didirikan pabrik pengolahan jerami padi, mulai dari proses fermentasi, pengeringan, formulasi pakan, penge-pakan hingga penyimpanan. Berdasarkan perhitungan, pada kawasan 1.000 ha cukup didirikan satu pabrik pengolahan jerami padi dan pakan berkapasitas 10-15 ribu ton/ tahun, yang cukup untuk menyediakan

pakan bagi 3-5 ribu ekor sapi dewasa se-panjang tahun di kawasan tersebut.

Dari sisi peluang kerja, kawasan per-sawahan irigasi 1.000 ha dapat menyerap tambahan lapangan pekerjaan bagi 100 orang untuk pabrik pengolahan jerami padi, dan 250 orang untuk berusaha pada pemeliharaan sapi dengan skala usaha 20 ekor/orang. Di samping itu, akan diperoleh pupuk organik 4,5-7,5 ribu ton/tahun yang cukup untuk memupuk lebih dari 1.000 ha lahan sawah. Apabila hal ini dilakukan, tingkat pendapatan per keluarga tani pengelola ternak sapi setara dengan US$3,500/tahun; suatu peningkatan pen-dapatan yang menggiurkan, yaitu empat kali lipat dari kondisi sekarang.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Upaya peningkatan produktivitas ternak ruminansia untuk memenuhi standar ke-cukupan gizi masyarakat Indonesia perlu dilakukan dengan: (1) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pakan lokal dari limbah pertanian, perkebunan, dan agroin-dustri melalui sistem integrasi tanaman-ternak; (2) menerapkan strategi manajemen pakan untuk menjamin nilai nutrisi dan efi-siensi pemanfaatan pakan yang lebih ting-gi serta kontinuitas ketersediaan pakan se-panjang tahun; (3) meningkatkan populasi dan produktivitas ternak; (4) menjamin kelan-caran agribisnis melalui kelembagaan tani yang berfungsi baik; dan (5) mengembang-kan sistem usaha tani berkelanjutan, ter-integrasi, dan ramah lingkungan yang mam-pu meningkatkan kesejahteraan petani.

(11)

Implikasi Kebijakan

Sebagai implikasi atas hal tersebut, upaya ke depan yang perlu dilakukan mencakup: (1) intensifikasi pemanfaatan sumber daya pakan yang belum optimal; (2) mening-katkan penelitian dan penerapan inovasi teknologi untuk memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan; (3) mengembangkan indus-tri pakan skala kecil-menengah untuk men-jamin ketersediaan pakan sepanjang ta-hun; (4) mengintegrasikan dua atau lebih komoditas pertanian yang saling men-dukung; (5) mengembangkan, menguat-kan dan memberdayamenguat-kan kelembagaan agribisnis; dan (6) mempromosikan pe-manfaatan produk ternak.

PENUTUP

Permasalahan pakan sumber serat yang dihadapi selama ini adalah ketersediaan pakan yang berfluktuasi, baik kuantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan mu-sim. Manajemen produksi hijauan pakan ternak perlu dikembangkan dengan me-nerapkan inovasi teknologi, member-dayakan kelembagaan tani, menguatkan permodalan, dan mengoptimalkan pe-manfaatan potensi pakan seperti limbah pertanian tanaman pangan.

Penerapan teknologi diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata bagi upaya peningkatan produktivitas dan populasi ternak ruminansia, terutama sapi dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah. Upaya tersebut selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan produksi daging, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, mengurangi impor ternak dan daging, serta menjaga kelestarian sumber

daya alam sehingga mampu menjadi solusi menuju ketahanan pangan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. 2005. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah di KP Muara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Adnyana, M.O., A.K. Makarim, U.D. Djaenudin, I G.M. Subiksa, B. Har-yanto, Marwan, dan R. Tjahjohutomo. 2007. Master Plan dan Business Plan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE), Kabupaten Merauke, Papua. Akin, D.E. and F.E. Barton. 1983. Rumen

microbial attachment and degradation of plant cell walls. Feed Proc. 42: 114-121.

BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Ballet, N., J.C. Robert, and P.E.V. Williams.

2000. Vitamins in forages. p. 399-431.

In D.I. Givens, E. Owen, R.F.E. Axford,

and H.M. Omed (Eds.). Forage Eva-luation in Ruminant Nutrition. CAB International Publishing, Wallingford, Oxon, UK.

Bamualim, A., Kuswandi, A. Azahari, dan B. Haryanto. 2008. Sistem Usahatani Tanaman-Ternak. hlm 19-33. Dalam Sistem Integrasi Tanaman Pangan-Ternak Bebas Limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Cheng, K.J., T.A. McAllister, H. Kudo, and J.W. Costerton. 1990. The importance of adhesion in microbial digestion of plant materials. p. 129-135. In S. Hoshino, R. Onodera, H. Minato, and

(12)

H. Itabashi (Eds.). The Rumen Eco-system. JSSP, Tokyo.

Demeyer, D. 1991. Quantitative aspects of microbial metabolism in the rumen and hindgut. p. 217-237. In J.P. Jouany (Ed.). The rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA, Paris. Departemen Pertanian. 2007. Statistik

Pertanian 2007. Departemen Pertanian, Jakarta.

Diwyanto, K. dan B. Haryanto. 1999. Pembangunan pertanian ramah ling-kungan: Prospek pengembangan ter-nak pola integrasi (Suatu konsep pemi-kiran dan bahan diskusi). Pusat Pene-litian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Durand, M. 1989. Condition for optimizing cellulolytic activity in the rumen. p. 3-19. In M. Chenost and P. Reiniger (Eds.). Evaluation of Straws in Rumi-nant Feeding. Elsevier Applied Science, NY.

Ellis, W.C., M.J. Wylie, and J.H. Matis. 1988. Dietary-Digestive interactions deter-mining the feeding value of forages and roughages. p. 177-229. In E.R. Orskov (Ed.). Feed Science. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.

Fuller, R. 1989. A review: Probiotics in man and animals. J. Appl. Bacteriol. 66: 365-378.

Gong, C.S. and G.T. Tsao. 1979. Cellulase and biosynthesis regulation. Ann. Re-ports on Fermentation Processes 3: 111-140.

Haryanto, B., M.E. Siregar, B.R. Pra-wiradiputra, dan T. Herawati. 1981. Pengaruh kadar pemupukan fosfat terhadap produksi berat kering tiga jenis leguminosa pada tanah latosol. Buletin Lembaga Penelitian Peternak-an. hlm. 14-21.

Haryanto, B., M.E. Siregar, dan T. Herawati. 1982. Variasi komposisi Brachiaria

decumbens vs. Imperata cylindrica

dengan pemotongan dan pemupukan nitrogen berat. Ilmu dan Peternakan 1(1): 29-31.

Haryanto, B. 1989. Forage fiber for ru-minants: A bioconversion to humanly high nutritional food. Indon. Agric. Res. Dev. J. 11(4): 57-61.

Haryanto, B. dan Muryanto. 1990. Tek-nologi peningkatan efisiensi peman-faatan limbah pertanian untuk ternak ruminansia di beberapa negara. Prosi-ding Seminar Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Pendayagunaan Lahan Kritis dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang. hlm. 113-119. Haryanto, B. 1993. Perubahan parameter

rumen pada domba dengan pemberian pakan mengandung bungkil kedelai berformaldehid. Ilmu dan Peternakan 6(2): 10-12.

Haryanto, B. 1994. Respons produksi karkas domba terhadap strategi pem-berian protein by-pass rumen. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. hm. 49-56.

Haryanto, B., I W. Mathius, D. Lubis, dan M. Martawidjaja. 1997. Manfaat pro-biotik dalam peningkatan efisiensi fermentasi pakan di dalam rumen. hlm. 635-642. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Pene-litian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Haryanto, B. 2000. Penggunaan probiotik dalam pakan untuk meningkatkan kualitas karkas dan daging domba. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4): 224-228.

(13)

Haryanto, B., I. Inounu, I.G.M. Budiarsana, dan K. Diwyanto. 2003. Pedoman Tek-nis. Sistem Integrasi Padi dan Ternak Sapi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Haryanto, B., Supriyati, dan S.N. Jarmani. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bio-proses peningkatan nilai nutrisi jera-mi padi untuk pakan domba. hlm. 298-304. Prosiding Seminar Nasional Tek-nologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peter-nakan, Bogor.

Haryanto, B., Supriyati, A. Thalib, dan S.N. Jarmani. 2005a. Peningkatan nilai ha-yati jerami padi melalui bioproses fer-mentatif dan penambahan zinc organik. hlm. 473-478. Prosiding Seminar Nasi-onal Teknologi Peternakan dan Vete-riner. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Peternakan, Bogor.

Haryanto, B., B. Hasan, D. Sisriyenni, A. Batubara, dan Bestina. 2005b. Pene-rapan teknologi pemanfaatan jerami padi dan pembuatan pupuk organik dari usaha pengembangan sapi potong di Kabupaten Kampar. hlm. 45-53. Pro-siding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, BPTP Riau.

Hobson, P.N. and J.P. Jouany. 1988. Models, mathematical and biological, of the rumen function. p. 461-511. In P.N. Hobson (Ed.). The Rumen Micro-bial Ecosystem. Elsevier Science Pub-lishers, London.

Hungate, R.E. 1988. Introduction: The ruminant and the rumen. p. 1-19. In P.N. Hobson (Ed.). The Rumen Microbial Ecosystem. Elsevier Applied Science, NY.

Kudo, H., Y.W. Ho, N. Abdullah, S. Jala-ludin, and K.J. Cheng. 1992. Rumen microflora and its significance to ruminant feeding in the tropics. p.

144-154. Proc. 25th International Symposium

on Tropical Agricultural Research: Utilization of Feed Resources in Rela-tion to NutriRela-tion and Physiology of Ruminants in the Tropics. TARC Series, Japan.

Mahendri, I G.A.P. dan B. Haryanto. 2006. Respons ternak kerbau terhadap peng-gunaan pakan jerami padi fermentasi pada usaha penggemukan. hlm. 323-328. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Mahendri, I G.A.P., B. Haryanto, dan A. Priyanti. 2006. Respons jerami padi fermentasi sebagai pakan pada usaha penggemukan ternak sapi. hlm. 51-56. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Pene-litian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Martin, C., N.B. Kristensen, and P. Huhtanen. 2001. Determination of VFA production rate in the rumen of sheep fed different levels of intake. EAAP Publication No. 103: 63-66.

McDowell, L.R., J.H. Conrad, and F.G. Hembry. 1993. Minerals for Grazing Ruminants in Tropical Regions. 2nd ed.

Animal Science Department, University of Florida, Gainesville, FL.

Mehrez, A.Z., E.R. Orskov, and I.Mc Donald. 1977. Rates of rumen fermen-tation in relation to ammonia concen-tration. Br. J. Nutr. 38: 437-448. Mertens, D.R. 1977. Dietary fiber

com-ponents: Relationship to the rate and extent of ruminal digestion. Fed. Proc. 36: 187-192.

Nitis, I.M. 1995. Research methodology for semiarid crop-animal systems in Indonesia. Crop-Animal Interaction. In C. Devendra and C. Sevilla (Eds.). IRRI

(14)

Discussion Paper Series No. 6. IRRI, Manila, Philippines.

Satter, L.D. and L.L. Slyter. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. Br. J. Nutr. 32: 199-208.

Soejono, M., R. Utomo, dan N. Widyan-toro. 1987. Peningkatan nilai nutrisi jerami padi dengan berbagai perlakuan. hlm 21-35. Prosiding Limbah Pertanian sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya. Grati, 16-17 November 1987.

Thalib, A., B. Haryanto, S. Kompiang, I W. Mathius, dan A. Aini. 2000. Pengaruh mikromineral dan fenilpropionat ter-hadap performans bakteri selulolitik cocci dan batang dalam mencerna serat hijauan pakan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(2): 92-99.

Underwood, E.J. 1981. The Mineral Nu-trition of Livestock. 2nd Edition. CAB,

England.

Van Soest, P.J., R.H. Wine, and L.A. Moore. 1966. Estimation of the tru digestibility of forages by the in vitro digestion of cell walls. p. 438-441. Proc 10th International Grassland Congress.

Helsinki, Finland.

Williams, P.E.V. and C.J. Newbold. 1990. Rumen probiosis: The effects of novel microorganisms on rumen fermentation and ruminant productivity. p. 211. In W. Haresign and D.J.A. Cole (Eds.). Recent Advances in Animal Nutrition. Butterworths, London.

Yu, P., J.J. McKinnon, and D.A. Chris-tensen. 2005. Improving the nutritional value of oat hulls for ruminant animals with pretreatment of a multienzyme cocktail: In vitro studies. J. Anim. Sci. 83: 1133-1141.

Referensi

Dokumen terkait

3 Operator mengecek oli mesin 31,25 Kategori pekerjaan ringan, dengan karakteristik pekerjaan wajar/tingkat kesulitan ringan 4 Operator menghidupkan mesin 10,00 Kategori

Para pekerja yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memilki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan para pekerja yang memiliki tingkat kepuasan kerja

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial

Berdasarkan simulasi enkripsi modifikasi vigenere cipher dapat disimpulkan bahwa: Penelitian ini menghasilkan sebuah aplikasi yang dapat digunakan serta berjalan dengan

Tokoh pembaharu Islam, Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa yang dikatakan miskin adalah orang yang bekerja namun penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan cemaran bakteri dalam kuah sate ayam semur pada berbagai perlakuan penyajian diukur berdasar tingkat kepadatan bakteri (TPC) dan