• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Palang Merah Indonesia menghadapi masalah defisit persediaan darah,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Palang Merah Indonesia menghadapi masalah defisit persediaan darah,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Palang Merah Indonesia menghadapi masalah defisit persediaan darah, karena pada tahun 2013 terjadi kekurangan darah sebanyak 2.476.389 kantong darah. Idealnya persediaan darah adalah 2,5% dari jumlah penduduk, sehingga jika penduduk Indonesia tahun 2013 berjumlah 247.837.073 jiwa, maka persediaan darah yang dibutuhkan sebanyak 4.956.741 kantong darah, tetapi hanya terkumpul sebanyak 2.480.352 kantong darah. Akibatnya rumah sakit sering mengalami masalah kekurangan persediaan darah pada saat transfusi darah (Infodatin, 2014).

Kondisi defisit persediaan darah disebabkan oleh meningkatnya permintaan darah sebagai akibat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan penduduk kelompok umur tua, tindakan layanan kesehatan yang memerlukan darah (Greinacher et al., 2007; Volken et al., 2013), dan pemeriksaan donor yang lebih ketat (Hinrichs et al., 2008).

Khawatir tertular penyakit pada saat proses donor darah (Gordon, 1993; Marantidou, 2007; Shashahani et al., 2006; Abderrahaman dan Saleh, 2014), staff donor darah tidak ramah, takut donor darah (Marantidou, 2007; Aluja dan Sahuja, 2009), proses donor darah yang menyakitkan, perasaan pusing, mual dan mau pingsan (Shaz et al., 2009), fisik menjadi lemah (Shashahani et al., 2006; Kasraian, 2010; Desai dan Satapara, 2014; Abderrahaman dan Saleh, 2014),

(2)

lingkungan tempat donor darah yang tidak nyaman (Marantidou, 2007; Groosman et al., 2005; Shaz et al., 2009; Yuan et al., 2011; Gillespie dan Hillyer, 2013), takut jarum suntik (Groosman et. al., 2005), kendala waktu (Nguyen et al., 2008; Yuan et al., 2009), rendahnya pendidikan dan insentif moneter (Shaz et al., 2009), menjadi hambatan dalam meningkatkan jumlah pasokan darah dan merekrut donor baru (Lipsitz et a., 1989). Keadaan tersebut merupakan tantangan dalam mencukupi kebutuhan darah (Greinacher, 2007), dan di negara maju pasokan darah lebih mengandalkan pada pendonor yang tidak dibayar (Volken, 2012). Oleh karena itu pemahaman faktor-faktor yang mempengaruhi niat donor darah relatif penting dalam mengembangkan strategi meningkatkan niat donor darah.

Sejumlah model penelitian telah dikembangkan untuk mengidentifikasi niat donor darah. Masing-masing model berdasar pada latar belakang peristiwa yang berbeda, sehingga masing-masing model penelitian dikembangkan dengan metodologi yang berbeda. Berbagai faktor demografis, fisiologis dan psikologis dapat mempengaruhi niat donor darah (Masser et al., 2008; Gadeer et al., 2011).

Persepsi donor pada resiko terinfeksi penyakit meningkatkan sikap negatif donor darah (Mwaba et al., 1995; Abderrahaman dan Saleh, 2014; Tscheulin and Lindenmeier, 2005; Shashahani et al., 2006; Bloch et al., 2012) dan beperngaruh negatif pada perilaku donor darah (Lyle et al., 2009; Echevarria dan Garcia, 2014).

Insentif dinilai sama pentingnya dengan altruisme (Yuan et al., 2011), sehingga donor darah dilakukan berdasarkan motif moneter (Buciuniene et al., 2006; Marantidou et al., 2007), jika insentif moneter dihapuskan maka donor akan

(3)

mengurangi frekuensi donor darah (Buciuniene et al., 2006). Insentif moneter dapat meningkatkan resiko menurunnya kualitas darah (Kasraian, 2010), karena donor tidak memberikan informasi adanya penyakit (Echevarria dan Garcia, 2014) dan meningkatkan resiko penularan penyakit (Desai dan Satapara, 2014). Insentif moneter diberikan bukan dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk pemeriksaan kesehatan (Niza et al., 2013, James et al., 2013), kartu lotre (Niza et al., 2013), tiket gratis nonton film (Yuan et al., 2011).

Donor bersikap negatif terhadap resiko efek samping dan kehilangan waktu pada saat donor darah (Kasraian, 2010; Sakheri et al., 2012; Gillespie dan Hillyer, 2013; Desai dan Satapara, 2014), rasa sakit (Uma et al., 2013), tertular penyakit dan untuk menghindari resiko penyakit melakukan donor hanya untuk keluarga atau teman (Drees, 2008; Alfaozan, 2014), anemia dan pingsan (Mirutse et al., 2011). Dalam penelitian lain diidentifikasi bahwa donor darah tidak membahayakan (Uma et al., 2013; Drees, 2008), merupakan kebiasaan baik (Alfaozan, 2014), dan kegiatan kemanusiaan (Nguyen et al., 2008; Alfaozan, 2014), dapat mengurangi resiko penyakit jantung (Desai dan Satapara, 2014) dan diabetes militus tipe II (Kumari dan Raina, 2015b), muncul perasaan bahagia dan lebih baik setelah donor darah (Uma et al., 2013) karena telah membantu kesehatan dan keselamatan orang lain (Siromani et al., 2014; Nguyen et al., 2008).

Sikap donor darah dipengaruhi oleh komunitas (Smith et al., 2011), orang tua (Mirutse, 2001), agama (Abderrahaman dan Saleh, 2014; Alfaozan, 2014; Martinez et al., 2014) teman dan media (Abderrahaman dan Saleh, 2014). Sikap

(4)

negatif orang tua terhadap donor darah mengakibatkan sikap negatif anak terhadap donor darah (Kumari dan Raina, 2015).

Dalam penelitian ini dikembangkan model untuk menjelaskan fenomena niat donor darah di Indonesia khususnya di Klaten, dengan menggunakan variabel persepsi resiko insentif, altruisme, sikap donor darah, dan niat donor darah. Variabel penelitian tersebut diperoleh berdasarkan justifikasi penelitian pendahuluan tentang perilaku donor darah di Klaten. Model penelitian ini merupakan modifikasi dari model penelitian perilaku donor darah yang dilakukan oleh Adam dan Soutar (1999) yang menggunakan sikap sebagai variabel mediasi sedangkan variabel independennya adalah knowledge, value dan perceived risk. Diharapkan model tersebut efektif untuk meningkatkan niat donor darah.

Klaten di dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasar data Palang Merah Indonesia (PMI) Wilayah Jawa Tengah, menunjukkan bahwa Klaten merupakan salah satu daerah yang memiliki stok darah terendah di Jawa Tengah (www.udd.pmi-jateng.or.id) sehingga perlu dilakukan penelitian fenomena perilaku donor darah di Klaten.

Persepsi resiko berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan donor darah (Boonyanusith dan Jittamai, 2012) terkait dengan persepsi donor terhadap kemungkinan konsekuensi buruk akibat donor darah dan pengaruh konsekuensi tersebut terhadap donor (Adam dan Soutar, 1999).

Berdasarkan penelitian sebelummnya diketahui terdapat ketidakkonsistenan pengaruh insentif terhadap sikap donor darah. Insentif berpengaruh negatif terhadap motif altruisme, karena insentif menurunkan motivasi donor altruistik

(5)

(Goette dan Stutzer, 2008), sehingga mengurangi niat donor altruistik melakukan donor darah (Mellström dan Johannesson, 2008), meskipun insentif sering digunakan untuk meningkatkan efektifitas perekrutan donor (Kasraian dan Maghsudlu, 2012). Insentif dipengaruhi nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai sosial untuk disukai dan dianggap baik berpengaruh pada perilaku, sehingga insentif moneter dapat mengakibatkan hilangnya nama baik donor (Benabou dan Tirole, 2006). Lacetera dan Macis (2008) mengidentifikasi bahwa insentif moneter dalam bentuk tunai mengakibatkan menurunnya niat donor darah dikalangan wanita dan orang tua, tetapi insentif dalam bentuk voucher tidak berpengaruh pada niat donor darah. Pengaruh insentif pada niat donor darah tergantung kepada jenis insentif, moneter atau non moneter; tujuan donor darah,untuk kepentingan individu atau masyarakat; karakteristik penduduk, altruistik atau egois (Errea dan Cabases, 2013), dan norma sosial (Font et.al., 2012).

Altruisme adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membantu orang lain dan bukan untuk kepentingan pribadinya (Hoffman, 1978). Beberapa studi menunjukkan bahwa altruisme merupakan salah satu alasan donor darah (Wells dan Christenberry, 2002; Scholz, 2010; Yuan et al., 2011; Boonyanusith dan Jittamai, 2012; Evans dan Ferguson, 2014, Uma et al., 2013; Gillespie dan Hillyer, 2013; Kumari dan Raina, 2015b). Perilaku altruisme dipengaruhi oleh karakter kepribadian donor (Rushton et al., 1981; Carlo et al., 1991; Záškodná, 2010; Bierhoff dan Rohmann, 2004; Oda et al., 2014) dan berpengaruh positif terhadap sikap donor (Nguyen et al., 2008; Uma et al., 2013; Kumari dan Raina, 2015).

(6)

Sikap merupakan penilaian positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Sikap donor darah ditentukan oleh kombinasi antara behavioral belief dan outcome evaluation. Behavioral belief adalah keyakinan individu mengenai konsekuensi positif atau negatif dari donor darah dan outcome evaluation merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi yang akan didapatkan dari donor darah (Ajzen, 2005). Penelitian terdahulu mengidentifikasi terdapat pengaruh positif sikap terhadap niat donor darah (Alfaozan, 2014; Abderrahman dan Saleh, 2014; Martinez et al., 2014; Bantayehu, 2014).

Niat donor darah merupakan disposisi perilaku sampai perilaku tersebut direalisasikan (Chang et.al., 1988; Giles 2004; Masser et al., 2009). Kemampuan niat dalam memprediksi perilaku merupakan faktor terpenting dalam hubungan antara niat dan perilaku (Ajzen, 2005).

B. Permasalahan Penelitian

Hubungan antar variabel pada model yang dikembangkan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

Persepsi resiko merupakan persepsi terhadap peluang terjadinya kerugian yang berdasarkan pengetahuan dan fakta-fakta yang belum tentu benar (Slovic et al., 2005) dan perhatian individu terhadap konsekuensi kerugian tersebut (Sjöberg et al., 2004). Tetapi pengertian resiko lebih banyak mengacu pada kemungkinan dampak negatif yang dihasilkan dari suatu peristiwa atau kegiatan (Wachinger dan Renn, 2010), meskipun persepsi resiko bukan merupakan resiko aktual yang menyertai perilaku tertentu (Ngo et al., 2013). Persepsi resiko berkorelasi negatif

(7)

dengan sikap donor darah, sehingga semakin besar resiko maka semakin kecil niat donor darah (Lyle et al., 2009; Echevarria dan Garcia, 2014). Maka berdasarkan penelitian sebelumnya, pernyataan permasalahan penelitian pertama adalah. 1. Bagaimana pengaruh persepsi resiko terhadap sikap donor darah?

Berdasarkan penelitian sebelummnya diketahui ketidakkonsistenan pengaruh insentif pada sikap donor darah. Mellström dan Johannesson (2008) menyatakan bahwa insentif mengakibatkan menurunnya donor altruistik, tetapi Goette dan Stutzer (2008) menyebutkan bahwa insentif yang selektif berpengaruh positif terhadap motif prososial, sehingga insentif dapat meningkatkan donor altruistik. Oleh karena itu pernyataan permasalahan penelitian kedua adalah.

2. Bagaimana pengaruh insentif terhadap sikap donor darah?

Sikap merupakan penilaian positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Sikap donor darah berpengaruh positif terhadap niat donor darah (Brkljacic, 2002; Nguyen et al., 2008; Ahmed et al., 2014; Alfaozan, 2014; Abderrahman dan Saleh, 2014; Martinez et al., 2014; Bantayehu, 2014), penurunan sikap donor darah mengakibatkan menurunnya niat donor darah. Sehingga pernyataan permasalahan penelitian yang ketiga adalah.

3. Bagaimana pengaruh sikap donor darah terhadap niat donor darah?

Rushton (2004) menyatakan bahwa faktor genetika dan lingkungan berpengaruh terhadap perilaku prososial. Penelitian dalam bidang farmakologi

(8)

mengenai hubungan perilaku prososial pada genetika diketahui bahwa sistem dopaminerjik berpengaruh terhadap perilaku pengasuhan, stimulus emosional dan kepribadian emosional positif (Reuter et al.,2010).

Perilaku prososial berdasarkan faktor genetika menurut Rushton (2004) memiliki karakteristik tergantung keeratan hubungan antara donor dengan resipien, manfaat bagi resipien, resiko yang dihadapi donor serta kondisi lingkungan yang menyertainya.

Perilaku prososial dipengaruhi oleh karakter kepribadian donor yang berbeda dengan donor lainnya tergantung pada keeratan hubungan antara donor dengan resipien (Rushton et al., 1981; Carlo et al., 1991; Záškodná, 2010; Bierhoff dan Rohmann, 2004; Guzman et al., 2013; Oda et al., 2014). Menurut Bierhoff dan Rohmann (2004) dan Otto dan Bolle (2011), perilaku prososial dipengaruhi perbedaan waktu dan situasi, sehingga ketika anak berada dalam situasi persepsi resiko tinggi maka motif altruisme orang tua akan meningkat untuk melindungi anaknya (Dickie dan Gerking, 2007; Cai et al., 2008). Maka pernyataan permasalahan penelitian yang keempat adalah.

4. Bagaimana altruisme memoderasi pengaruh persepsi resiko terhadap sikap donor darah?

Kepribadian merupakan pondasi dari pikiran dan perasaan yang mempengaruhi preferensi (Hill et al., 2014) dan keyakinan seseorang (Guzman et al., 2013). Preferensi dan keyakinan menggambarkan kepribadian seseorang dalam menanggapi insentif (Guzman et al., 2013). Perilaku prososial menurut

(9)

Záškodná (2010) secara konsep ekonomi berdasarkan pada kalkulasi untung rugi, sehingga perilaku prososial akan meningkat jika keuntungan lebih besar dari biaya. Maka pernyataan permasalahan penelitian yang kelima adalah.

5. Bagaimana altruisme memoderasi pengaruh insentif terhadap sikap donor darah?

Ajzen dan Fishbein (1970) mengidentifikasi bahwa altruisme dapat berperan sebagai variabel moderasi dengan melakukan manipulasi terhadap niat berperilaku pada suatu permainan dengan tujuan berbeda. Ketika tujuan permainan adalah untuk memperoleh nilai individu tertinggi maka akan meningkatkan niat memperoleh nilai individu tertinggi. Tetapi jika penilaian berdasarkan kelompok, maka sikap memperoleh nilai tertinggi tidak berpengaruh signifikan niat memperoleh nilai tertinggi, meningkatkan pengaruh norma subyektif terhadap sikap memperoleh nilai tertinggi yaitu meningkatnya harapan pasangan bermainnya untuk mendapatkan nilai tertinggi.

Berdasarkan penelitian sebelumnya diindikasikan bahwa altruisme dapat berperan sebagai variabel moderator karena dapat meningkatkan atau menurunkan pengaruh sikap seseorang terhadap niat berperilaku. Sehingga, pernyataan permasalahan penelitian keenam adalah.

6. Bagaimana altruisme memoderasi pengaruh sikap donor darah pada niat donor darah?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model yang efektif untuk meningkatkan niat donor darah di Klaten, hal ini dilakukan karena model penelitian sebelumnya memiliki keterbatasan dan memiliki latar belakang penelitian yang berbeda.

Diharapkan model yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat bermanfaat sebagai strategi meningkatkan niat donor darah yang sesuai dengan permasalahan di Indonesia khususnya di Klaten. Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan hubungan variabel penelitian:

1. Pengaruh persepsi resiko pada sikap donor darah 2. Pengaruh insentif pada sikap donor darah

3. Pengaruh sikap donor darah pada niat donor darah

4. Altruisme memoderasi pengaruh persepsi resiko pada sikap donor darah 5. Altruisme memoderasi pengaruh insentif terhadap sikap donor darah 6. Altruisme memoderasi sikap donor darah pada niat donor darah

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang fenomena niat donor darah di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai materi teori pembahasan pemasaran sosial.

(11)

2. Manfaat Penelitian Selanjutnya

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu dilakukan pengembangan model penelitian dalam konteks berbeda. 3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini memberikan wawasan bagi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Klaten mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi niat donor darah, sehingga dapat mengembangkan strategi dengan memberikan stimulus untuk meningkatkan niat donor darah.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Analisis Implementasi Metode Child Centered Design Dalam Perancangan Aplikasi Pembelajaran Gender Difference Untuk Anak Usia Dini dapat ditarik

Tulisan ini memaparkan status kontaminasi aflatoxin dan infeksi jamur Aspergillus flavus pada beragam mata rantai perdagangan, faktor-faktor yang mempengaruhi atau memicu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, sosialisasi program bimbingan konseling oleh guru pembimbing pada orang tua siswa dalam rangka membina kerja sama untuk mengatasi

Xiaomi merupakan smartphone yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk bisa dikenal oleh masyarakat secara luas terlebih dinegara asalnya yaitu tiongkok yang kemudian

Dalam undang-undang sudah tercantum bagaimana persyaratan lembaga pemantau menjalankan fungsinya, salah satunya adalah aktifitas pemantauan menggunakan atau mencari

Dalam melaksanakan peningkatan profesional guru pada SMP Negeri 2 Sigli dilakukan sesuai dengan proses menyusun program yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah yaitu

Beberapa masalah yang terdapat dalam proses perancangan ini meliputi : massa bangunan dan peletakannya yang harus terintegrasi dengan lingkungan sekitar lahan agar tidak