• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Akuntabilitas didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instasi yangbersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut, telah ditetapkan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, Kolusi dan Nepotisme; dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selanjutnya, sebagai kelanjutan dari produk hukum tersebut diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; setiap Pemerintah Daerah (Pejabat Eselon II) diminta untuk menyampaikan Laporan Kinerja Instansi

Pemerintah (LKj IP) kepada Presiden, sebagai perwujudan kewajiban suatu

Instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan - tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik setiap akhir anggaran. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj IP) dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungi serta pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada setiap Instansi Pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. LAKIP juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai kinerja dan alat pendorong terwujudnya good governance.

(2)

2

Bab I Pendahuluan

Bertitik tolak dari RPJMD Kota Pekalongan Tahun 2010 – 2015, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pekalongan Tahun 2014 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; serta memperhatikan Peraturan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah; penyusunan LKj IP Tahun 2014 berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran tersebut disajikan berupa informasi mengenai pencapaian sasaran RPJMD, realisasi pencapaian indikator sasaran disertai dengan penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja dan pembandingan capaian indikator sasaran, dengan demikian LKj IP Kota Pekalongan menjadi laporan kemajuan penyelenggaraan pemerintahan oleh Walikota kepada Presiden ini telah disusun dan dikembangkan sesuai peraturan yang berlaku. Realisasi yang dilaporkan dalam LAKIP ini merupakan hasil kegiatan Tahun 2014 yaitu tahun keempat RPJMD Kota Pekalongan Tahun 2010 – 2015.

1.2 KONDISI KOTA PEKALONGAN 1. Letak Wilayah Geografis

Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah dari tiga puluh lima kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Kota Pekalongan terletak antara 60 50'42” - 60 55'44” Lintang Selatan dan 1090 37'55” - 109042'19” Bujur Timur. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batang, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang dengan jarak terjauh dari Utara ke Selatan 9 km dan dari Barat ke Timur 7 km.

Luas wilayah Kota Pekalongan adalah 45,25 km2 atau sekitar 0,14% luas dari

wilayah Jawa Tengah, dimana semuanya merupakan daerah datar, tidak ada daerah dengan kemiringan yang curam, terdiri dari tanah kering 72,64% Ha dan tanah sawah 27,36%. Berdasarkan jenis tanahnya, Kota Pekalongan memiliki jenis tanah yang berwarna agak kelabu dengan jenis aluvial kelabu kekuningan dan aluvial yohidromorf.

(3)

3

Bab I Pendahuluan

Secara administratif kota Pekalongan terdiri dari 4 kecamatan yang dibagi menjadi 47 kelurahan. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pekalongan Barat, Kecamatan Pekalongan Timur, Kecamatan Pekalongan Utara, dan Kecamatan Pekalongan Selatan. Kecamatan Pekalongan Barat dan Pekalongan Timur masing-masing terdiri dari 13 Kelurahan, Kecamatan Pekalongan Utara terdiri dari 10 Kelurahan, dan Kecamatan Pekalongan Selatan terdiri dari 11 Kelurahan.

Namun dengan adanya kebijakan penggabungan kelurahan dalam rangka efisiensi sumber daya aparatur dan anggaran yang efektif mulai berlaku per tanggal 1 Januari 2015 sehingga jumlah Kelurahan berubah dari 47 Kelurahan menjadi 27 Kelurahan. Dengan rincian pada Kecamatan Barat , Kecamatan Timur dan Kecamatan Utara masing-masing terdiri dari 7 Kelurahan dan Kecamatan Selatan terdiri dari 6 Kelurahan.

Penggunaan lahan/tanah adalah informasi yang menggambarkan sebaran pemanfaatan lahan yang ada. Penggunaan lahan di Kota Pekalongan dibedakan menjadi dua jenis yaitu lahan sawah dan bukan lahan sawah. Sebagian besar lahan di Kota Pekalongan merupakan lahan bukan sawah yaitu mencapai 3.287 ha atau 72,64% dari total wilayah. Luas lahan sawah 1.238 ha. sebagian besar lahan sawah seluas 1.164 ha adalah sawah teririgasi teknis atau sekitar 87,86% dari keseluruhan luas sawah yang ada.

Tabel 1.1 : Penggunaan Tanah di Kota Pekalongan per Kecamatan Tahun 2013

Kecamatan Tanah Sawah Tanah Kering Jumlah

Pekalongan Barat 152 853 1.005

Pekalongan Timur 346 606 952

Pekalongan Selatan 449 631 1.080

Pekalongan Utara 249 1.239 1.488

Jumlah 1.196 3.329 4.525

(4)

4

Bab I Pendahuluan

Gambar 1.1 Peta Wilayah Kota Pekalongan

2. Aparatur Pemerintah

Keadaan Aparat Pemerintah di lingkungan Kota Pekalongan untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat pada tahun 2014 sejumlah 4.079 orang yang terdiri dari :

Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut :

a. Golongan I : 205 orang, Golongan II : 848 orang, Golongan III : 1.830 orang, Golongan IV : 1.196 orang.

b. Jabatan Struktural yang terdiri dari, Esselon II : 23 orang, Esselon III : 106 orang, Esselon IV: 472 orang.

c. Laki-laki sejumlah: 2.045 orang dan Perempuan sejumlah: 2.034 orang

3. Perekonomian

Kondisi ekonomi suatu daerah dapat dilihat melalui indikator pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

a. Potensi Unggulan Daerah

Kondisi perekonomian daerah yang semakin membaik ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dan mengalami penguatan dari tahun sebelumnya. Adanya kebijakan-kebijakan pemerintah guna perbaikan perekonomian daerah selama beberapa tahun setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia nampaknya sudah menunjukkan hasil sejak tahun 2000 hingga sekarang. Hal ini terlihat dengan adanya pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 terus membaik dan berada diatas 3 persen.

BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

SISTEM INFORMASI PROFIL DAERAH % & & & & ( ( ( ( ( ( ( ( (( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( L a u t J a w a Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pekalongan Kab. Batang ke Jakarta ke Semarang ke Ka jen Degayu Tirto Duwet Krapyak Lor Gamer Baros Jenggot Bandengan Medono Dekoro Klego Soko Kertoharjo Poncol Pasir Sari Kuripan Lor Sokorejo Bendan Panjang Wetan Kandang Panjang Tegalrejo Panjang Baru Podosugih Kuripan Kidul Pringlangu Pabean Buaran Kebulen Noyontaan Kramatsari Keputran Dukuh Sapuro Banyuurip Alit Krayak Kidul Sampangan Kraton Kidul 348000 350000 352000 354000 356000 92 34 00 0 923 400 0 92 36 00 0 923 600 0 92 38 00 0 923 800 0 92 40 00 0 924 000 0 92 42 00 0 924 200 0 600 0 600 1200 Meters K O T A P E K A L O N G A N PETA ADMINISTRASI Kecamatan Pekalongan Utara Kecamatan Pekalongan Selatan Kecamatan Pekalongan Barat Kecamatan Pekalongan Timur Batas Kelurahan Batas Kota Sungai Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kota & Kecamatan ( Kelurahan %Walikota Legenda: Jalan Rel

(5)

5

Bab I Pendahuluan

Keadaan ekonomi Kota Pekalongan juga tidak berbeda jauh dari kondisi ekonomi secara nasional maupun regional (Propinsi Jawa Tengah). Sektor-sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap PDRB Kota Pekalongan mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan Tahun 2013 sebesar 5,89 persen. Pertumbuhan ini sedikit menguat dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,60 persen, sedang pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan sebesar 5,45 persen.

b. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Indeks Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto adalah suatu angka indeks yang menggambarkan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto suatu daerah dari tahun dasar (Tahun 2000) hingga sekarang, baik menurut harga berlaku maupun konstan.

Perkembangan ekonomi Kota Pekalongan dari tahun ke tahun dapat dilihat dari besarnya Indeks Perkembangan PDRB. Menurut Data dari BPS Kota Pekalongan, PDRB Kota Pekalongan tahun 2013 menurut harga berlaku sebesar Rp 5,201 triliun dan menurut harga konstan sebesar Rp 2,460 triliun.

Indeks Perkembangan tahun 2013 menurut harga berlaku sebesar 368,70% artinya dari tahun 2000 sampai 2013 nilai PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan 3,68 kali. Sedangkan nilai PDRB atas dasar konstan naik 1,74 kali.

c. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Laju pertumbuhan PDRB dapat dikatakan sebagai rata-rata pertumbuhan tiap tahun yang ditunjukkan oleh Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto dikurangi 100. Apabila laju pertumbuhan yang diamati adalah harga konstan maka dapat disebut sebagai pertumbuhan ekonomi secara riil.

(6)

6

Bab I Pendahuluan

GRAFIK I.1 PDBR KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 - 2013

4. Laju Inflasi

Laju inflasi Kota Pekalongan yaitu sebesar 7,40 % pada tahun 2013, lebih rendah dibandingkan Provinsi Jawa Tengah (7,99 %) dan Nasional (8,38 %). Besaran angka inflasi selama Tahun 2013 di Kota Pekalongan, di tingkat Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional, telah mencapai angka 7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2013, kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat cukup tinggi. Berikut grafik perbandingan tingkat inflasi Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2009-2013:

Sumber: Bappeda dan BPS Kota Pekalongan

Grafik I.2 Tingkat Inflasi Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2009-2013

(7)

7

Bab I Pendahuluan

5. Bidang Keuangan Daerah

Salah satu azas yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah aspek keterbukaan. Hal ini menuntut Pemda untuk dapat memberikan akses informasi mengenai pengelolaan keuangan daerah seluas-luasnya kepada publik seperti menerbitkan laporan keuangan di website resmi Pemda dan media massa. Laporan keuangan yang memadai juga sangat dibutuhkan oleh para investor, baik investor asing maupun domestik. Laporan keuangan tersebut dapat menjadi sarana komunikasi yang lebih handal bagi Pemda dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, menunjukkan bahwa realisasi anggaran pendapatan daerah tahun 2014 mengalami peningkatan dari tahun anggaran 2013 sebesar Rp 675.375.467.702,00 menjadi Rp 762.118.664.335,00 realisasi belanja tahun 2014 sebesar Rp 736.794.861.264,00 sehingga terjadi surplus sebesar Rp 25.323.803.091,00 Sementara itu realisasi pembiayaan dari sisi penerimaan daerah sebesar Rp 90.827.247.222,00 dan pengeluaran daerah sebesar Rp 14.771.277.678,00

Dari realisasi pendapatan sebesar Rp 762.118.664.335,00 didukung oleh PAD sebesar Rp 144.073.724.0117,00 realisasi PAD ini melampaui target dari yang direncanakan sebesar Rp 115.235.462.000,00 atau tercapai 125,03%.

6. Sosial Budaya. a. Penduduk

Jumlah penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2014, menurut hasil data agregat kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pekalongan per 31 Desember 2014, sebanyak 298.595 jiwa, terdiri dari 150.899 laki-laki(50,54%) dan 147.696 perempuan (49,46 %).

(8)

8

Bab I Pendahuluan

Tabel 1.2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kota Pekalongan per Kecamatan Tahun 2014

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

Pekalongan Barat 46.721 45.773 92.494 102.07%

Pekalongan Timur 33.847 33.443 67.290 101.21%

Pekalongan Utara 39.943 39.190 79.133 101.92%

Pekalongan Selatan 30.388 29.290 59.678 103.75%

Jumlah 150.899 147.696 298.595 102.17%

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pekalongan 2014

Komposisi penduduk menurut umur dapat digunakan untuk melihat struktur penduduk suatu daerah apakah termasuk kategori tua, muda atau sedang. Dilihat dari komposisi penduduk kelompok umur, Kota Pekalongan tergolong sebagai daerah dengan struktur penduduk usia produktif cukup tinggi.

Tabel 1.3 : Struktur Umur Penduduk Kota Pekalongan Tahun 2014

STRUKTUR USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

0-4 11,393 10,634 22,027 5-9 12,691 11,617 24,308 10-14 12,862 12,174 25,036 15-19 13,050 12,460 25,510 20-24 13,790 12,668 26,458 25-29 13,482 12,251 25,733 30-34 13,931 13,308 27,239 35-39 12,337 12,106 24,443 40-44 10,167 10,718 20,885 45-49 9,686 10,587 20,273 50-54 8,438 9,102 17,540 55-59 7,327 7,184 14,511 60-64 5,271 4,962 10,233 65-69 2,641 3,044 5,685 70-74 1,916 2,279 4,195 >75 1,917 2,602 4,519 TOTAL 150,899 147,696 298,595

(9)

9

Bab I Pendahuluan

b. Tenaga Kerja

Penduduk Usia Kerja dapat didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Mereka terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Proporsi penduduk yang tergolong Angkatan Kerja dikenal “Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja” (TPAK). TPAK menurut umur mengikuti pola huruf “U” terbalik. Angka ini rendah pada umur-umur muda (karena sekolah), kemudian naik sejalan dengan kenaikan umur sampai mencapai puncaknya pada umur 40-44 tahun dan selanjutnya turun lagi secara perlahan pada umur-umur berikutnya (antara lain karena pension dan mencapai usia tua). Di Kota Pekalongan pada tahun 2013 sebagian besar pekerja bekerja di sektor industri, khususnya adalah industri batik.

Persentase penduduk Kota Pekalongan Tahun 2013 yang bekerja mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari 64,32 persen menjadi 63,12 persen. Jumlah pencari kerja sedikit mengalami penurunan, tahun 2012 sebesar 5,17 persen yang pada tahun 2013 menjadi 3,52 persen.

Perubahan komposisi ketenagakerjaan yaitu bekerja menurut Lapangan Usaha, penduduk Kota Pekalongan yang bekerja di sektor industri merupakan jumlah yang terbanyak. Hal ini tercermin pada paling tingginya persentase penduduk yang bekerja di sektor industri, yaitu mencapai 38,88 persen. Selanjutnya, sektor perdagangan merupakan pilihan kedua penduduk Kota Pekalongan dalam mencari mata pencaharian, yaitu sebesar 27,87 persen, kemudian sektor jasa merupakan sektor ketiga terbesar sebagai sumber mata pencaharian, yaitu sebesar 20,32 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.4 dibawah ini:

(10)

10

Bab I Pendahuluan

c. Kesehatan

Pembangunan bidang kesehatan sebagai salah satu prioritas bidang pembangunan di Kota Pekalongan terus diupayakan dalam rangka mewujudkan misi yaitu meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Hasil dari pembangunan kesehatan itu sendiri adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang merupakan salah satu indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Pembangunan kesehatan sangat erat kaitannya dengan pembangunan di bidang yang lain demikian juga sebaliknya. Masyarakat yang sehat akan lebih produktif dan pembangunan bidang lain yang tidak berwawasan kesehatan akan membawa dampak terhadap kesehatan. Angka Harapan Hidup merupakan salah satu indikator pembangunan di bidang kesehatan. Angka Harapan Hidup di Kota Pekalongan lebih tinggi dibandingkan daerah kabupaten/kota di wilayah eks Karesidenan Pekalongan, tetapi masih dibawah Angka Harapan Hidup rata-rata Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 1.4 Presentase Penduduk 15 Tahun Keatas yang bekerja menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2011-2013

(11)

11

Bab I Pendahuluan

Tabel 1.5 Usia harapan Hidup Kota Pekalongan dan Kabupaten Kota Lain

Uraian 2010 2011 2012 Kab. Pekalongan 69,01 69,28 69,56 Kab. Pemalang 67,68 67,9 68,12 Kab. Tegal 68,79 69,08 69,38 Kota Pekalongan 70,32 70,48 70,63 Uraian 2010 2011 2012 Kota Tegal 68,74 68,93 69,12 Jawa Tengah 71,4 71,55 71,71

Sumber : Jawa Tengah dalam Angka 2013

Fasilitas kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran (wealthy) satu wilayah. Di Kota Pekalongan terdapat beberapa jenis fasilitas kesehatan, baik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah maupun oleh pihak swasta. Pelayanan publik merupakan tujuan pelayanan fasilitas kesehatan tersebut, mulai dari rumah sakit, puskesmas, posyandu dan sebagainya, merupakan pelayanan kesehatan publik utama yang didukung oleh keberadaan fasilitas kesehatan semi publik seperti dokter, bidan dan perawat.

Tabel 1.6 : Banyaknya tenaga dan tempat pelayanan kesehatan di Kota Pekalongan Tahun 2013

Uraian Tahun 2012 2013 Dokter Umum 108 88 Dokter Gigi 20 19 Dokter Spesialis 45 78 Bidan 157 180 Perawat 511 529

Puskesmas Rawat Inap 2 3

Puskesmas Tanpa Rawat Inap 10 9

Puskesmas Pembantu 27 28

Puskesmas Keliling (roda 4) 13 13

Poliklinik 22 22

(12)

12

Bab I Pendahuluan

Uraian Tahun

2012 2013

Rumah Sakit Umum Daerah 1 1

Rumah Sakit Umum Swasta 5 5

Rumah Sakit Bedah 1 1

Rumah Sakit Ibu dan Anak 1 1

Rumah Bersalin 8 7

Gudang Farmasi 1 1

Apotik 51 54

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Pekalongan 2013

d. Pendidikan

Keberadaan serta kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan berperan penting dalam peningkatan hasil pembangunan di bidang pendidikan. Salah satu sarana yang penting adalah sekolah yang merupakan wahana penyelenggaraan kegiatan pendidikan formal. Fasilitas pendidikan yang memadai sangat diperlukan dengan mandukung visi dan misi pembangunan pendidikan, yaitu memperluas kesempatan belajar bagi semua penduduk, mempunyai hak yang sama untuk memperoleh keterampilan untuk kehidupan, serta sekaligus terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Pada Tabel 1.7 menunjukkan perkembangan jumlah fasilitas pendidikan di Kota Pekalongan periode 2012-2013. Jumlah fasilitas pendidikan di Kota Pekalongan pada tahun 2013 untuk sekolah SD/MI sebanyak 172, sekolah SLTP dan sederajat 36 sekolah dan sekolah SLTA sederajat 30 sekolah dibanding tahun 2012, maka jumlah sekolah SD/MI berkurang 24 sekolah dikarenakan adanya beberapa SD yang merger dengan SD yang lain, sedangkan SLTP bertambah sebanyak 1 sekolah dan SLTA tetap.

Jumlah murid SLTP/sederajat tahun 2013 bertambah 3,02 % dibanding tahun 2012 sedangkan jumlah guru mengalami pengurangan jumlah sebanyak 4,16 % untuk periode yang sama. Sedangkan jumlah murid SMU/sederajat tahun 2013 berkurang 3,66 % dibanding tahun 2012 demikian juga dengan jumlah guru yang mengalami pengurangan jumlah sebanyak 6,98 % untuk periode yang sama.

(13)

13

Bab I Pendahuluan

Tabel 1.7: Banyaknya Fasilitas Pendidikan dan Rasio Antara Murid Terhadap Guru dan Sekolah di Kota Pekalongan

Sumber : BPS Kota Pekalongan 2013

e. Indek Pembangunan Manusia (IPM)

Peningkatan pembangunan manusia dapat dilakukan melalui pendekatan kondisi kesehatan masyarakat, kondisi sosial-ekonomi masyarakat, termasuk penghasilan dan pendapatan keluarga. Pendidikan dan kualitas individu yang berkaitan dengan tradisi, norma, produktifitas dan perilaku kehidupan, serta peningkatan usaha kesejahteraan lainnya, baik manusia sebagai diri pribadi, keluarga, masyarakat, warga negara, dan himpunan kualitas secara menyeluruh, yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun keluarga.

Indek Pembangunan Masyarakat (IPM) yang merupakan salah satu alat ukur tersebut, diharapkan dapat menjadi alat untuk merangkum beberapa dimensi utama pembangunan manusia, yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk Pemerintah Daerah Kota Pekalongan telah berusaha dengan berbagai

(14)

14

Bab I Pendahuluan

upaya yang dituangkan dalam program kerjanya dalam meningkatkan kondisi masyarakatnya, agar lebih baik dan lebih sejahtera.

Pembangunan sarana dan prasarana sektor pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum, termasuk untuk pemulihan kondisi perekonomian telah dilakukan dan hasilnya pun mulai nampak. Kemajuan yang telah dicapai sebagai hasil pembangunan khususnya pembangunan manusia, dapat dilihat melalui besarnya IPM.

Tabel 1.8 Komponen IPM Kota Pekalongan Tahun 2010-2013

Tahun Angka Harapan Hidup (tahun) Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah

(tahun) IPM Peringkat Provinsi

2010 70,32 95,68 8,66 74,47 5

2011 70,48 95,93 8,69 74,90 5

2012 70,63 95,94 8,72 75,25 5

2013 70,83 96,24 8,72 75,75 5

Sumber : Website BPS Kota Pekalongan 2014

Tabel 1.9 : Perbandingan Angka IPM Kota Pekalongan dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013

Wilayah 2010 2011 2012 2013

Kota Pekalongan 74,47 74,90 75,25 75,75

Jawa Tengah 72,49 72,94 73,29 74,05

Sumber : Website BPS Kota Pekalongan 2014

f. Indek Pembangunan Gender (IPG) dan Indek Pemberdayaan Gender (IDG)

Indek Pembangunan Gender dipakai untuk mengukur angka rata-rata pencapaian kemampuan dasar dengan penyesuaian untuk memperhitungkan ketimpangan gender. Titik berat pembangunan gender adalah pemberdayaan manusia tanpa membedakan gender sehingga mereka memiliki pilihan yang lebih luas dalam menjalani kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat kesehatan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk menaikkan taraf ekonomi rumah tangga

(15)

15

Bab I Pendahuluan

yang pada akhirnya akan mendorong partisipasi mereka dalam pembangunan.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Pekalongan pada tahun 2013 adalah 65.35 Angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu 66.80

Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kota Pekalongan tahun 2013 sebesar 68.67. Capaian di tahun 2013 sudah naik cukup signifikan akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu 70.66.

Selisih antara nilai IPM dengan IPG menunjukan jarak ketimpangan gender, pada tahun 2012 ketimpangan gender sebesar 10.78 menurun pada tahun 2013 menjadi 10.4.

Tabel 1.10 Ketimpangan Gender di Kota Pekalongan Tahun 2012 dan 2013

NO Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender

1. 2012 75.25 64.47 10.78

2. 2013 75.75 65.35 10.4

g. Rasio ketergantungan

Rasio ketergantungan penduduk total di Kota Pekalongan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari sekitar 42,59% tahun 2005 menjadi 45,33% tahun 2010. Dua tahun kemudian, rasio tersebut menurun hingga 43,55% tahun 2012. Angka rasio ketergantungan penduduk Kota Pekalongan pada tahun-tahun di atas senantiasa lebih rendah dibandingkan wilayah eks Karesidenan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah maupun Indonesia. Artinya, persentase penduduk usia produktif yang dimiliki Kota Pekalongan lebih tinggi dibandingkan ketiga wilayah pembanding tadi. Hal ini berpotensi memperkuat daya saing dan kohesi sosial Kota Pekalongan.

(16)

16

Bab I Pendahuluan

1.3 KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG SERTA STRUKTUR ORGANISASI 1. Kedudukan

Berdasarkan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah lebih menekankan aspek desentralisasi yang diberikan dalam wujud otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Berkaitan dengan otonomi daerah dalam pelaksanaannya di Kota Pekalongan dapat dijelaskan melalui 2 (dua) aspek, yaitu:

a. Aspek Politik

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 di Kota Pekalongan dari aspek politik ditandai dengan keberadaan dan kegiatan partai politik tingkat daerah dan DPRD sebagai mitra pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

b. Aspek Administrasi/Manajemen Pemerintah

Pemerintah Kota Pekalongan dalam melaksanakan otonomi daerah secara administratif diawali dengan melakukan identifikasi kewenangan pemerintah daerah, penataan kelembagaan, penempatan personil, pengelolaan sumber keuangan daerah, pengelolaan sarana dan prasarana (aset daerah), dan manajemen pelayanan publik.

2. Tugas dan Wewenang

Sesuai Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa daerah berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan daerah merupakan kewenangan otonomi luas mencakup semua kewenangan pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan

(17)

17

Bab I Pendahuluan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun Tugas dan wewenang serta kewajiban Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang nomor 23 Tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tugas Kepala Daerah adalah :

a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b. Memlihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DRPD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun RKPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepada daerah; dan

g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang Kepala Daerah adalah : a. Mengajukan rancangan Perda;

b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c. Menetapkan Perkada dan Keputusan Kepala Daerah;

d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(18)

18

Bab I Pendahuluan

3. Struktur Organisasi

Pembentukan Organisasi pada Pemerintah Kota Pekalongan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Peraturan Daerah Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Pekalongan.

Dengan peraturan daerah ini dibentuk organisasi perangkat daerah yang terdiri dari :

a. Sekretariat Daerah; b. Staf Ahli;

c. Sekretariat DPRD;

d. Lembaga Teknis Daerah, yang terdiri dari; 1. Inspektorat;

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;

3. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana;

4. Badan Kepegawaian Daerah; 5. Badan Lingkungan Hidup;

6. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik; 7. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah; 8. Kantor Ketahanan Pangan;

9. Kantor Ristek dan Inovasi. 10. Rumah Sakit Umum Daerah; e. Dinas Daerah, yang terdiri dari;

1. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga; 2. Dinas Kesehatan;

3. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil; 4. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 5. Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan; 6. Dinas Komunikasi dan Informatika;

(19)

19

Bab I Pendahuluan

8. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

9. Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan;

10. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. f. Kecamatan dan Kelurahan, terdiri dari:

1. Kecamatan Pekalongan Barat, terdiri dari: 1.1. Kelurahan Kebulen; 1.2. Kelurahan Medono; 1.3. Kelurahan Podosugih; 1.4. Kelurahan Sapuro; 1.5. Kelurahan Kergon; 1.6. Kelurahan Bendan; 1.7. Kelurahan Kramatsari; 1.8. Kelurahan Kraton Kidul; 1.9. Kelurahan Tirto;

1.10. Kelurahan Tegalrejo; 1.11. Kelurahan Bumirejo; 1.12. Kelurahan Pringlangu; 1.13. Kelurahan Pasirsari.

2. Kecamatan Pekalongan Timur, terdiri dari: 2.1. Kelurahan Landungsari; 2.2. Kelurahan Noyontaan; 2.3. Kelurahan Keputran; 2.4. Kelurahan Kauman; 2.5. Kelurahan Sampangan; 2.6. Kelurahan Sugihwaras; 2.7. Kelurahan Poncol; 2.8. Kelurahan Klego; 2.9. Kelurahan Gamer; 2.10. Kelurahan Dekoro; 2.11. Kelurahan Karangmalang; 2.12. Kelurahan Baros; 2.13. Kelurahan Sokorejo.

(20)

20

Bab I Pendahuluan

3. Kecamatan Pekalongan Utara, terdiri dari: 3.1. Kelurahan Krapyak Kidul;

3.2. Kelurahan Krapyak Lor; 3.3. Kelurahan Kandang Panjang; 3.4. Kelurahan Panjang Wetan; 3.5. Kelurahan Kraton Lor; 3.6. Kelurahan Dukuh; 3.7. Kelurahan Degayu; 3.8. Kelurahan Pabean; 3.9. Kelurahan Bandengan; 3.10. Kelurahan Panjang Baru.

4. Kecamatan Pekalongan Selatan, terdiri dari: 4.1. Kelurahan Kradenan;

4.2. Kelurahan Banyurip Alit; 4.3. Kelurahan Buaran; 4.4. Kelurahan Jenggot; 4.5. Kelurahan Kertoharjo; 4.6. Kelurahan Kuripan Kidul; 4.7. Kelurahan Kuripan Lor; 4.8. Kelurahan Yosorejo; 4.9. Kelurahan Duwet; 4.10. Kelurahan Soko;

4.11. Kelurahan Banyurip Ageng. g. Lembaga Lain, yang terdiri dari :

1. Satpol PP;

2. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu; 3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

1.4 ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN DAERAH

1. Masih tingginya pengangguran di Kota Pekalongan (7,29%) dibandingkan dengan capaian Jawa Tengah (5%).

2. Masih rendahnya kontribusi perikanan dalam menyumbang PDRB (berlaku 4,479%, Konstan 5,07%).

(21)

21

Bab I Pendahuluan

4. Kurangnya inovasi diberbagai bidang pembangunan.

5. Masih kurangnya infrastruktur dalam mendukung peningkatan daya saing. 6. Kurang optimalnya pengembangan pariwisata dan seni budaya.

7. Belum optimalnya sarana dan prasarana perhubungan. 8. Masih tingginya persentase penduduk miskin.

9. Masih belum optimalnya perluasan dan pemerataan akses pendidikan terutama pada jenjang pendidikan menengah.

10. Masih tingginya AKB dibandingkan dengan target MDGs Jawa Tengah, balita stunting dan masih kurangnya kesadaran dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.

11. Belum optimalnya pengendalian laju pertumbuhan penduduk hal ini ditandai dengan tingginya unmetneed.

12. Belum optimalnya peningkatan peran masjid dan mushola sebagai pilar gerakan pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

13. Kurang optimalnya penanganan PMKS.

14. Belum optimalnya pengelolaan sampah dan penanganan kerusakan lingkungan (rob dan pencemaran air).

15. Masih rendahnya IDG dan IPG.

16. Masih belum optimalnya pelayanan publik sebagaimana prinsip-prinsip good

governance.

17. Masih belum optimalnya pelaksanaan pelayanan dasar pada masyarakat yang ditandai dengan pencapaian target SPM.

Gambar

Tabel 1.1 : Penggunaan Tanah di Kota Pekalongan per Kecamatan Tahun 2013
Gambar 1.1 Peta Wilayah Kota Pekalongan  2.  Aparatur Pemerintah
Grafik I.2 Tingkat Inflasi Kota Pekalongan,   Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2009-2013
Tabel 1.2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kota  Pekalongan per Kecamatan Tahun 2014
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengambilan data pertama, skor self report, peer review, dan hasil observasi siswa masing-masing sebesar 561, 490,5, dan 498 termasuk ke dalam kategori baik.. Maka dapat

“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh

Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana belum bisa dijalankan dengan optimal karena ada sistem yang kurang, jadi pustakawan Perpustakaan Fakultas Sastra dan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

Maka untuk keperluan analisa, manajemen harus tahu benar mengenai data: harga jual per unit, biaya variabel per unit, jumlahnya biaya tetap yang terdiri dari biaya tetap tunai

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Manfaat, peran dan fungsi Teknologi Pendidikan adalah sebagai peralatan untuk mendukung konstruksi pengetahuan, informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung

(2006), The role of intrinsic (sensory) cues and the extrinsic cues of country of origin and price on food product evaluation, 3rd International Wine Business &