• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung maupun kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN terdiri atas Persero dan Perum. Bentuk Perjan tidak dikenal lagi karena sifat permodalan dan status karyawannya sulit diperlakukan sebagai korporasi yang mandiri, selain karena kekayaannya merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan atau menyatu dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

BUMN merupakan organisasi pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan Negara/Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1973. Pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah Republik Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat kementrian. Kementrian BUMN sebagai unsur pelaksana pemerintah bertugas dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yang merupakan dasar hukum Badan Usaha Milik Negara. Institusi Kementrian BUMN harus didukung oleh perangkat dan sumber daya yang memadai, berupa sumber daya manusia yang kompeten, berintegritas, serta berdedikasi tinggi dalam mewujudkan rencana dan program kerja serta mampu mengemban amanat Undang-Undang tersebut.

Adapun tujuan dan fungsi dari BUMN yaitu:

1. Tujuannya yaitu Kementrian BUMN mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2. Fungsinya antara lain:

a. Perumusan dan penetapan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara;

(2)

2 b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan

Badan Usaha Milik Negara;

c. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementrian BUMN; dan

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementrian BUMN. Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki potensi kaya akan sumber daya alam dan struktur lingkungan yang baik. Beberapa BUMN yang ada di indonesia berkantor pusat di Bandung mengingat potensi pemamfaatan energi dan luasnya lahan terbentang. BUMN memiliki aset, sarana dan prasarana dengan jumlah yang besar, dimana minimal 51% sahamnya adalah milik negara sehingga dibutuhkan pengendalian yang efektif dan memadai untuk mengontrol seluruh sumber daya dan aset yang dimiliki. Total BUMN yang ada di Indonesia per 31 desember 2014 sebanyak 119 (www.bumn.go.id) dimana kota Bandung merupakan kota kedua terbanyak yang memiliki BUMN pusat . Untuk itu, peneliti memilih lokasi objek penelitian pada 10 BUMN yang berkantor pusat di Bandung (www.sebandung.com) dimana dengan fokus pada bidang Satuan Pengawas Intern (SPI).

1.2 Latar Belakang Penelitian

Organisasi saat ini semakin membutuhkan peran auditor internal dalam menjaga efektivitas sistem pengendalian intern, pengelolaan risiko, dan governance. Auditor internal dianggap sebagai pihak yang independen dalam melakukan analisis risiko bisnis terutama untuk menghindari krisis serta kegagalan organisasi. Auditor internal dapat memberikan sumbangan yang besar dalam mentaati kewajiban tersebut dan memberikan nilai tambah bagi organisasi (SPAI, 2004:3)

Di Indonesia, pembentukan fungsi audit internal merupakan keharusan bagi Badan Usaha Milik Negara (SPAI, 2004:3). Dibawah pengawasan komite audit, fungsi audit internal dijalankan oleh auditor internal. Auditor internal harus memiliki independensi sebagai pendukung bahwa seorang auditor adalah pihak yang mandiri, tidak ada gangguan dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor

(3)

3 internal juga harus memiliki keahlian profesional sebagai dasar penentuan kondisi yang diharapkan dapat menguntungkan serta meminimalkan risiko yang mungkin terjadi yang dapat menghambat proses bisnis manajemen. Pengalaman kerja yang dimiliki seorang auditor merupakan pengalaman dari pelajaran akan situasi dan kondisi sulit yang mungkin pernah dihadapi.

Penerapan pengendalian intern yang efektif dan pengelolaan risiko perusahaan secara terpadu menjadi sangat penting mengingat jumlah aset negara yang dikelola oleh BUMN sangat signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada Semester I Tahun 2013, BPK telah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pada 21 objek pemeriksaan di lingkungan BUMN dan menemukan 510 kasus yang terdiri atas 234 kasus kelemahan sistem pengendalian intern dan 276 kasus ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Dari jumlah kasus ketidakpatuhan, dapat dirinci bahwa :

1. Sebanyak 3 kasus merupakan temuan kerugian negara sebesar Rp 1,32 miliar; 38 kasus merupakan temuan kerugian perusahaan/korporasi sebesar Rp 1,77 triliun, dan 52 kasus merupakan temuan kekurangan penerimaan sebesar Rp 832,93 miliar; dan

2. Sebanyak 6 kasus merupakan temuan ketidakhematan sebesar Rp 4,19 miliar; sebanyak 2 kasus merupakan temuan ketidakefisienan sebesar Rp 2,28 miliar; dan sebanyak 28 kasus merupakan temuan ketidakefektifan sebesar Rp 44,75 triliun (www.bpk.go.id).

Audit Internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, salah satunya dengan mengevaluasi pengendalian internal. Pengendalian internal akan membantu organisasi dalam mencapai efektivitas dan efisiensi operasi. Kasus yang dialami PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait ditemukannya pemborosan yang menyebabkan inefisensi. Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik Komisi VII memanggil mantan Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan, berdasarkan temuan pemborosan sebesar Rp 37 triliun pada tahun 2009-2010. „Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT. Perusahaan Listrik Negara‟ di dalamnya mengaudit delapan pembangkit listrik

(4)

4 berbasis dual firing. Hasil Pemeriksaan BPK-RI Nomor: 30/AuditamaVII/PDTT/09/2011 Tertanggal 16 September 2011, diantaranya menemukan kebutuhan gas PLN pada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing tidak terpenuhi. Hasil audit BPK menemukan beberapa unsur yang terindikasi merugikan negara antara lain pengadaan barang dan jasa seperti batu bara dan rental genset yang tidak sesuai prosedur, serta penetapan anggaran yang tidak mematuhi Undang-Undang APBN. Sumber VIVAnews menjelaskan bahwa sumber ketidakefisienan PLN dalam penggunaan sumber energi pada delapan pembangkit itu antara lain adalah pada kontraknya yang tidak menyebutkan adanya sanksi jika pemasok batu bara atau gas tidak memenuhi kewajibannya (www.viva.co.id). Penyebab awal inefisiensi karena pemasok tidak dapat memasok kebutuhan persediaan akan gas dan batu bara untuk membangkitkan tenaga listrik pada tahun 2009. Pada tahun 2010 kasus yang sama terjadi, dimana pemasok tidak dapat memenuhi kebutuhan akan persediaan gas dan batubara. Mengingat hal itu, seharusnya internal audit lebih kritis dalam mencari penyebab risiko kebutuhan persediaan tidak terpenuhi dan memberikan rekomendasi untuk menanggulangi penyebab agar kegiatan operasional dapat berjalan secara lancar. Pada elemen kedua kerangka pengendalian internal Committe of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), yaitu pengukuran risiko, risiko biasanya dipetakan dan diukur berdasarkan tingkat kemungkinan terjadi (likelihood) dan dampaknya (magnitude). Risiko tidak terpenuhinya kebutuhan persediaan berupa gas dan batu bara untuk membangkitkan tenaga listrik sepatutnya menjadi risiko utama yang kemungkinan terjadinya paling tinggi yang harus dipertimbangkan auditor mengingat kegiatan utama PLN adalah memasok tenaga listrik. Untuk meyakinkan bahwa kebutuhan persediaan dapat terus dipenuhi dapat tertuang dalam kontrak perjanjian antara pembeli dan pemasok berupa sanksi apabila kebutuhan persediaan tidak terpenuhi.

Kasus lainnya terjadi pada PT Askrindo. PT Askrindo adalah salah satu BUMN yang bergerak dibidang kredit asuransi. Awal penempatan investasi berawal dari upaya Askrindo sejak 2002 untuk mencegah pembayaran klaim penjaminan.

(5)

5 Beberapa nasabah produk penjaminan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajibannya yang kemudian mengakibatkan Askrindo harus membayar klaim. Untuk itu, Askrindo mengupayakan skema dukungan pendanaan agar nasabah tersebut mampu memenuhi kewajibannya. Pada laporan keuangan Askrindo 2009 yang telah diaudit, Bapepam-LK mengidentifikasi adanya investasi berupa obligasi dan reksa dana. Padahal dalam pemeriksaan Bapepam-LK mereka tidak dapat membuktikan adanya kepemilikan tersebut. Penempatan investasi tersebut telah dilakukan dalam bentuk investasi lain yaitu Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) sejak 2005 dan Repurchase Agreement (Repo) sejak 2008. Padahal berdasarkan aturan pasar modal V.G.6, perusahaan asuransi dilarang menempatkan investasi dalam bentuk kontrak bilateral atau KPD. Total dana yang diinvestasikan mencapai Rp 439 miliar, dan dana investasi yang kembali hanya sebesar Rp 35 miliar. Prof. Dr. Sofyan S. Harahap menjelaskan kasus Askrindo mengarah pada dua kemungkinan. Pertama, terungkapnya pelanggaran kontrak bilateral menjadi cermin kelalaian pemerintah dalam melakukan pengawasan. Kemungkinan kedua, fungsi dari badan pengawasan internal tersebut yang tidak berfungsi atau memang sengaja „dialih fungsikan‟ dalam hal ini ada internal control, namun internal audit perusahaan yang tidak jalan (www.neraca.co.id). Ketidakpatuhan terhadap peraturan yang berlaku menjadi penyebab awal diselewengkannya dana investasi yang dilakukan PT Askrindo sebesar Rp439 miliar. Apalagi Investasi dalam bentuk KPD tersebut telah dilakukan sejak tahun 2005 dan baru ditemukan pada 2011 oleh Bapepam, sehingga peran dari internal audit dipertanyakan. Ketidakmampuan mendeteksi kekeliruan akan menimbulkan pertanyaan tentang keahlian dan kompetensi yang dimiliki seorang auditor. Namun jika auditor internal ikut mengamankan informasi internal yang mengandung unsur kecurangan maka kemungkinan yang dipertanyakan adalah independensi seorang auditornya. Pada kasus ini juga ikut melibatkan lingkungan internal Askrindo sendiri yaitu mantan Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis dan mantan Direktur Investasi Askrindo Rene Setiawan. Lemahnya pengawasan pada lingkungan internal dan diotorisasinya dana investasi yang tidak diperbolehkan menandakan bahwa pengawasan pada lingkungan internal dan prosedur untuk

(6)

6 kepatuhan pada peraturan masih kurang yang mengarah pada lemahnya pengendalian internal.

Contoh kasus diatas menjelaskan betapa penting efektivitas pengendalian internal dalam suatu perusahaan guna meminimalkan pengaruh dari risiko sehingga aktivitas operasi akan lebih terjamin untuk mencapai tujuan operasi sekaligus tujuan organisasi secara keseluruhan. Efektivitas dalam sistem pengendalian internal diartikan sebagai kemampuan sistem pengendalian intern yang direncanakan dan ditetapkan agar mampu mewujudkan tujuannya yaitu keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi (Dianawati dan Ramantha, 2013). Pengendalian internal harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Oleh sebab itu, penerapan sistem pengendalian internal sangat penting karena dalam menjalankan aktivitasnya perusahaan akan selalu dihadapkan pada berbagai macam risiko dan masalah (Firdaus, 2013). Adanya pengendalian internal ini dapat menjadi salah satu alat bantu manajemen dalam meningkatkan efektivitas perusahaan yang memberikan analisis, rekomendasi, bimbingan serta review informasi (Kwang Bu, 2006).

Terkait dengan efektivitas pengendalian internal, peran dari auditor juga tidak kalah penting dalam memberikan kontribusi. Karena auditor sebagai pihak ahli dalam perusahaan juga harus dinilai kualitas dan atribut yang melekat guna memberikan keyakinan yang memadai atas pengendalian internal yang dievaluasi. Faktor yang mempengaruhi yaitu independensi yang dimiliki. Internal auditor dikatakan independen apabila dapat secara bebas melakukan pekerjaan pemeriksaannya. Dengan independensi, internal auditor mendapat pertimbangan-pertimbangan yang dan tidak memihak sehingga pelaksanaan pekerjaannya menjadi layak. Internal auditor harus independen terhadap aktivitas bagian-bagian yang diperiksanya pada perusahaan (Hapsari, 2012). Kemungkinan adanya faktor tekanan dan pembatasan terkadang membuat sikap independensi seorang auditor tidak berjalan sebagaimana mestinya. Auditor internal dikatakan independen apabila dapat melaksanakan tugas secara bebas dan objektif. Independensi memungkinkan auditor melaksanakan

(7)

7 tugasnya dengan tidak berpihak (YPIA, 2008:27). Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda (inkonsistensi hasil) diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2013) menemukan bahwa secara simultan dan parsial variabel independensi tidak memiliki pengaruh terhadap efektivitas struktur pengendalian internal. Hasil penelitian ini berbeda dengan Dianawati dan Ramantha (2013) yang menunjukkan bahwa independensi auditor internal berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal dimana semakin tinggi independensi auditor akan meningkatkan efektivitas pengendalian internal.

Keahlian profesional adalah tingkat kemahiran profesional auditor internal dalam melakukan pemeriksaan yang dilaksanakan dengan keterampilan dan kecermatan profesionalnya terhadap penerapan struktur pengendalian (Dianawati dan Ramantha, 2013). Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. (Herawaty, 2013). Simanjuntak (1983:67) dalam Herawaty (2013) menyatakan dalam menilai kemampuan seseorang perlu juga melihat latar belakang pendidikan; “Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih baik dan tepat. Latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan serta latihan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan kerjanya”. Ruang lingkup audit internal menjadi lebih luas sesuai dengan aktivitas masing-masing kegiatan bisnis perusahaan. Audit internal tentunya harus lebih jeli dan teliti dalam mengawasi jalannya pengendalian internal. Pasalnya auditor internal sebagai pihak ahli dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya sesuai dengan Standar Atribut 1210 pada Standar Profesi Audit Internal (SPAI). Auditor yang memiliki tingkat keahlian profesional yang tinggi akan menghindarkan perusahaan dari kerugian yang bernilai materiil. Keahlian di dalam prinsip dan teknik akuntansi diperlukan bagi para auditor yang bekerja secara ekstensif dengan catatan-catatan dan laporan keuangan (SPAI, 2004:59). Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2013) menemukan bahwa secara simultan dan parsial variabel keahlian profesional tidak memiliki pengaruh terhadap efektivitas

(8)

8 struktur pengendalian intern. Hasil penelitian ini berbeda dengan Dianawati dan Ramantha (2013) yang menunjukkan bahwa keahlian profesional berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal dimana semakin tinggi tingkat keahlian maka akan meningkatkan efektivitas pengendalian internal.

Semakin besar suatu perusahaan akan semakin bertambah pula kegiatan-kegiatannya baik kegiatan perusahaan sendiri maupun kegiatan yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan (Herawaty, 2013). BUMN merupakan perusahaan milik negara yang memiliki cakupan yang luas dalam pengendalian internalnya. Pengalaman kerja yang dimiliki akan membuat adaptasi lingkungan kerja yang lebih baik, tingkat kedisiplinan, serta perspektif yang lebih luas. Pengalaman kerja merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah yang lebih tinggi (Dianawati dan Ramantha, 2013). Pengalaman kerja seorang auditor akan mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2013) menemukan bahwa secara simultan dan parsial variabel pengalaman auditor tidak memiliki pengaruh terhadap efektivitas struktur pengendalian intern. Hasil penelitian ini berbeda dengan Dianawati dan Ramantha (2013) yang menunjukkan bahwa pengalaman kerja auditor internal berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal dimana semakin banyak pengalaman auditor akan meningkatkan efektivitas pengendalian internal.

Berdasarkan fenomena diatas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena cukup penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas pengendalian internal. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Independensi, Keahlian Profesional, dan Pengalaman Kerja Auditor Internal terhadap Efektivitas Pengendalian Internal (Survey pada BUMN yang Berkantor Pusat di Wilayah Bandung).”

(9)

9 1.3 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal terhadap efektivitas pengendalian internal yang dihasilkan pada BUMN yang ada di Bandung?

2. Bagaimana pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal secara simultan terhadap efektivitas pengendalian internal BUMN yang ada di Bandung?

3. Bagaimana pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal secara parsial terhadap efektivitas pengendalian internal, yaitu:

a. Apakah indepedensi berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian internal?

b. Apakah keahlian profesional berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian internal?

c. Apakah pengalaman kerja berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian internal?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal yang dilakukan terhadap efektivitas pengendalian internal yang dihasilkan pada BUMN yang ada di Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh independensi, keahlian profesional, dan

pengalaman kerja auditor internal secara simultan terhadap efektivitas pengendalian internal pada BUMN yang ada di Bandung.

(10)

10 3. Untuk mengetahui pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal secara parsial terhadap efektivitas pengendalian internal, yaitu:

a. Untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap efektivitas pengendalian internal.

b. Untuk mengetahui pengaruh keahlian profesional terhadap efektivitas pengendalian internal.

c. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman kerja terhadap efektivitas pengendalian internal.

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman audit menyangkut sikap independensi yang dimiliki auditor internal, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal dalam mewujudkan efektivitas pengendalian internal dengan memberi kontribusi tambahan terhadap pengembangan teori di dalamnya.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi oleh peneliti sejenis untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja auditor internal terhadap efektivitas pengendalian internal.

1.5.2 Aspek Praktis

a. Bagi profesi Auditor

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta pembelajaran bagi para auditor mengenai efektivitas pengendalian internal yang akan dihasilkan oleh mereka akibat sikap independensi, kemampuan keahlian profesional, dan pengalaman kerja yang dimiliki.

(11)

11 b. Bagi organisasi yang di audit (manajemen)

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk dapat meningkatkan efektivitas pengendalian internal sehingga dapat meningkatkan pelaksanaan tugas auditor internal.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam 5 (lima) bab yang terdiri dari beberapa sub-bab antara lain :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang mendasari penellitian, penelitian-penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, pengembangan hipotesis serta ruang lingkup penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, tahapan penelitian, populasi dan sample teknik analisis data yang dipakai penelitian ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang disertai dengan saran bagi auditor dan BUMN.

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari Bank Sentral Nigeria, Kantor Federal Statistik dan Organisasi Perdagangan Pangan dan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua memiliki peran yang besar dalam membentuk perilaku prososial remaja sehingga apabila orang tua

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar