• Tidak ada hasil yang ditemukan

WUJUD SINDIRAN DALAM KUMPULAN TEKS TEATER MONOLOG MATINYA TOEKANG KRITIK KARYA AGUS NOOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WUJUD SINDIRAN DALAM KUMPULAN TEKS TEATER MONOLOG MATINYA TOEKANG KRITIK KARYA AGUS NOOR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

15

Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNIKA Santu Paulus Ruteng, e-mail:jurnalproliterapbsi@gmail.com

Available online: http://jurnal.unikastpaulus.ac.id/index.php/jpro/

WUJUD SINDIRAN DALAM KUMPULAN TEKS

TEATER MONOLOG MATINYA TOEKANG KRITIK

KARYA AGUS NOOR

Bernardus Tube

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Jl. Jend. Ahmad Yani, No. 10, Ruteng, Flores, 86508

email: bernardustube.pbsi@gmail.com Abstrak

Tujuan penelitian ini, yakni menemukan dan mendeskripsikan wujud sindiran dan maknanya dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik Karya Agus Noor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berupa ujuran atau kata-kata verbal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan karena yang diteliti berupa naskah tertulis.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik baca dan teknik catat. Dasar kajian wujud sindiran dalam kumpulan teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor, yakni teori gaya bahasa. Berdasarkan hasil analisis ditemukan tiga jenis wujud sindiran yakni ironi, sinisme, dan sarkasme. Wujud sindiran yang paling dominan adalah sinisme. Makna yang terkandung dalam sindiran ironi adalah harapan kesejahteraan, harapan kemakmuran, harapan kedamaian, harapan untuk bebas dari korupsi. Makna yang terkandung dalam sindiran sinisme adalah meremehkan para pejabat di negeri ini, serta penuh dengan sikap curiga terhadap pemimpin di negeri ini, karena mereka sering terlibat kasus korupsi yang merugikan banyak pihak khususnya Negara. Makna yang terkandung dalam sindiran sarkasme adalah berisi ejekan, hinaan, dan cemoohan bagi para koruptor di negeri ini.

Kata kunci: sindiran, teater monolog, matinya toekang kritik Abstract

The purpose of this research is to find and describe the form of satire and its meaning in the monologue theater text of Matinya Toekang Kritik by Agus Noor. This research uses a qualitative approach, which is in the form of utterances or spoken words. The method used in this study is the method of literature because the survey is in the way of written texts. The techniques used in this study are reading and note-taking techniques. The basis of the study is that there is a syllabus in the book of Agus Noor's monologue theatrical Matinya Tukang Kritik is the theory of language style. The results of the analysis found three types of innuendo, namely irony, cynicism, and sarcasm. The most dominant form of innuendo is cynicism. The meaning contained in the irony satire is the hope of prosperity, the promise of success, the hope of peace, the desire to be free from corruption. The meaning contained in the cynicism of sarcasm is to underestimate the officials in this country, as well as being full of suspicion towards leaders in this country because they are often involved in cases of corruption, which are detrimental to many parties, especially the State. The meaning contained in sarcasm satire is containing ridicule, insults, and ridicule for corruptors in this country.

(2)

16 PENDAHULUAN

Karya sastra dibagi dalam tiga genre me-liputi prosa, puisi, dan drama. Dalam prosa, puisi maupun drama memiliki unsur-unsur pembangunnya, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur-unsur tersebut terbentuk agar menjadikan karya sastra itu indah atau es-tetis. Salah satu hal yang pertama kali diketahui orang tentang sastra adalah bahwa sastra terdiri dari bahasa yang dibangun dan dibentuk dengan cara tertentu, sehingga tidak lagi terlihat seperti bahasa pada umumnya (Rian, 2011: 1).

Teater adalah bagian dari drama yang me-rupakan salah satu jenis karya satra yang memi-liki perbedaan dengan puisi dan prosa karena teater dibuat dalam teks teater yang berupa dia-log antar tokoh yang dimaksudkan untuk dipentaskan. Bahasa yang ada dalam teks teater sebenarnya merupakan hasil imajinasi dari pe-ngarang tentang realitas yang ada di dunia ini. Realitas tentang kehidupan manusia, yang beru-pa suka dan duka, untung dan malang yang dilukiskan melalui bahasa yang estetis dan me-ngandung manfaat (dulce et utile) bagi pembaca atau penikmatnya. Agus Noor memilih judul Matinya Toekang Kritik karena baginya kritikan dari sang pengkritik akan mati apabila tidak ada lagi masalah sosial di negeri ini.

Memahami bahasa yang ada dalam teater bukanlah suatu hal yang mudah karena bahasa sastra jauh berbeda dengan bahasa pada umum-nya. Berikut ini disajikan contoh kutipan teks teater.

(Pelan-pelan terbangun, berteriak memanggil) Bambaaang.

Bammbanggg!!! (jeda) Dimana anak itu … (Kembali berteriak jengkel)

Bambaaaangnggg!!... Ya, ampun, Mbang…Baru jadi pembantu saja sudah susah kalau dibutuhkan. Gimana nanti kalau jadi presiden! (kembali berteriak memanggil) Mbaaanggg….. Bambanggg (Noor, 2006:85).

Kutipan Teks teater monolog di atas tidak begitu mudah dipahami, jadi butuh interpretasi pembaca. Sebab, jika membaca sekilas saja ma-ka pembaca tidak dapat menemuma-kan apa makna dari teks teater tersebut. Namun, sebenarnya teks teater monolog di atas mengandung manfaat, dan banyak berkaitan dengan realitas saat ini. Setelah dianalisis ternyata nama Bam-bang adalah nama presiden sekarang. Nama

ter-sebut dimaksudkan sebagai cara untuk menun-jukkan bahwa jabatan presiden itu sesungguh-nya “pembantu rakyat”, yakni pembantu yang “diperintah konstitusi” untuk bekerja mensejah-terakan rakyat yang menggaji dan membayar-nya melalui bermacam pajak. Teater monolog Matinya Toekang Kritik mengandung unsur positif juga, karena selain terdapat humor di dalamnya, yang cukup menggelitik di satu sisi dan di sisi lain mengandung sindiran. Namun, dengan sindirin ini memacu kemampuan ber-pikir dari pembaca untuk menafsirkannya, apa makna di balik humor dalam teks tersebut. Ku-tipan teks teater di atas adalah ungkapan pikiran dan perasaan jujur dari Agus Noor terhadap ketimpangan atau masalah sosial yang terjadi di republik ini.

Wujud sindiran merupakan salah satu bentuk gaya bahasa dalam bahasa Indonesia. Keraf (1991:113) menyatakan bahwa gaya ba-hasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memper-lihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Mengkaji gaya bahasa memungkinkan dapat menilai pribadi, karakter, dan kemampuan pe-ngarang yang menggunakan bahasa itu. Sebagai salah satu unsur instrinsik dalam teater, gaya bahasa adalah unsur penting pembangun teks teater yang dapat menimbulkan unsur estetis. Dengan gaya Bahasa, penyair atau pengarang membayangkan apa yang tidak bisa dicapai dalam realitas namun bisa dicapai atau terwujud dalam dunia dituangkan dalam bentuk karya sastra baik itu puisi, cerpen, novel, maupun drama atau teater. Teater yang sering disaksikan di atas panggung, sebelum dipentaskan, teater-teater tersebut masih dalam bentuk teks atau naskah yang digunakan sebagai acuan bagi aktor saat berlatih peran atau adegan.

Tentu, sebuah teks atau naskah teater mengandung unsur gaya bahasa sindiran yang diwujudkan dalam kata dan atau kalimat pertentangan sebagai tanda. Tanda-tanda ter-sebut memiliki karakter yang khas. Hal ini seperti dipaparkan oleh A.J. Greimas (Aston & Savona, 1994: 37) bahwa berlakunya logika pertentangan antaraktan (pelaku) sebagai dasar dari struktur penandaan. Karakter-karakter di dalam teks lakon, umumnya ditandai sebagai ‘orang baik’ di satu sisi, dan ‘orang jahat’ di sisi lain. Pertentangan karakter ini pada dasar-nya ditentukan oleh pertentangan diametral antara maksud karakter ‘baik’ dengan maksud ‘karakter‘ jahat’. Karakter ‘baik’ digerakkan

(3)

17 oleh sebuah cita-cita, yang akan dihalangi pencapaiannya oleh karakter ‘jahat’. Proses perjalanan kedua maksud ini, kemudian meng-hasilkan pertentangan lainnya, yakni perten-tangan antara para pembantu kedua karakter, yaitu karakter-karakter penolong karakter baik dan yang sebaliknya membantu karakter jahat.

Prinsipnya, tiga pasangan pertentangan antagonistik inilah (kondisi awal dan kondisi akhir; subjek dan objek; kawan dan lawan) yang menghidupkan konflik dalam teks lakon, dan selanjutnya menggulirkan plot sulit diketahui oleh pembaca, bahkan sulit didalami oleh para aktan sendiri. Padahal, kehadiran karakter pertentangan tesebut dapat mengidup-kan sebuah teks teater.

Pendaat A.J. Greimas tersebut menunjuk-kan bahwa wujud sindiran sebagai gaya bahasa pertentangan hadir dalam setiap karakter para tokoh teater. Demikian halnya kumpulan teks teater monolog karya Agus Noor memiliki tanda-tanda karakter pertentangan. Dengan perkataan lain, keberadaan kata-kata atau ka-limat sindiran memiliki maksud untuk meng-hidupkan konflik sehingga sebuat teater men-jadi lebih “hidup”. Hal ini yang menmen-jadi fokus penelitian. Peneliti ingin mengkaji lebih men-dalam wujud sindiran men-dalam kumpulan teks tea-ter monolog karya Agus Noor. Artinya, peneliti mengkaji dan menganalisis wujud sindiran yang digunakan oleh Noor sebagai bagian dari gaya bahasa pertentangan yang diwujudkan dalam dialog dan cerita yang diceritakan sebagai lambang-lambang secara bertentangan serta memiliki maksud menyindir. Tarigan (1986:5).

Fokus tersebut penelitian tersebut diru-muskan oleh peneliti, yakni bagaimana wujud sindiran dalam kumpulan teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor? Hal ini berarti tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, yakni mengetahui dan mendes-kripsikan wujud sindiran dalam kumpulan teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor.

METODE

Penelitian ini tentang wujud sindiran yang merupakan bentuk gaya bahasa dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor. Karena itu, pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, karena pendekatan ini bertujuan melukiskan, meng-gambarkan, dan mendiskripsikan secara nyata

fakta-fakta yang diteliti. Menurut Sugiyono (2012), pendekatan ini merupakan suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument kunci. Metode pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), anali-sis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah wujud sindiran dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor. Metode pengumpulan data penelitian ini, yakni simak dan catat. Metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Sumber data pada penelitian ini adalah teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor, sedangkan data penelitian ini adalah kata dan atau kalimat yang terdapat dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor.

Analisis data peneliti berusaha mengkaji secara langsung tentang pokok permasalahan yaitu mengenai wujud sindiran dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik karya Agus Noor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dan meng-gunakan teknik bagi unsur langsung atau teknik BUL. Metode agih merupakan analisis yang alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik BUL merupakan cara yang di-gunakan pada awal kerja analisis ialah mem-bagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur yang ber-sangkutan dipandang sebagai bagian langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Analisis data dalam penelitian ini menghasilkan data berupa kata. Dengan demikian, penyajian analisis data menggunakan metode informal, yakni perumusan dengan kata-kata biasa walau-pun dengan terminology yang sifatnya teknis (Sudaryanto, 1993:145).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang ditemukan dalam teks teater monolog Matinya Toekang Krikik Karya Agus Noor yang mengandung gaya bahasa sindiran berjumlah 71 data. Berikut ini akan disajikan judul data yang dianalisis, data yang sudah

(4)

18 ditemukan, dan pendeskripsian data dalam teks teater monolog Matinya Toekang Kritik Karya Agus Noor.

Wujud Sindiran Ironi

Soalnya para dokter sekarang ini tidak hanya ngurusi orang sakit. Tapi juga orang sehat yang sebenarnya sehat, tapi ingin mendapat ‘status sakit (MTK, P.3, hal. 3).

Kalimat ini digolongkan ke dalam kalimat yang mengandung gaya bahasa Ironi, karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan Kenyataan. Terbukti dengan kalimat,” Orang sehat yang sebenarnya sehat. Tapi ingin mendapat ‘status sakit’.Dokter yang tugasnya menyembuhkan orang sakit, tetapi disibukkan oleh orang sehat agar mendapat Surat Keterangan yang menyatakan bahwa mereka sakit.Hal ini lebih ditujukan bagi mereka yang mendapat masalah yang berkaitan dengan kasus korupsi. Dengan alasan sakit sidang bisa ditunda, keputusan hakim ditunda, penyelesaian masalah pun ditunda, agar para terdakwa atau mereka yang bermasalah ini mendapat ke-ringanan hukuman. Jadi, kalimat ironi ini sebenarnya mengandung arti juga bahwa bantulah yang semestinya dibantu, khususnya bagi mereka yang membutuhkan. Jangan mengabaikan yang membutuhkan khususnya bagi orang sakit yang membutuhkan Dokter.

Setiap orang kan boleh bermimpi… Makanya, sebagai warga Negara yang baik pun sampai sekarang saya masih terus bermimpi. Bermimpi bisa merasakan hidup makmur dan nyaman. Bermimpi melihat keadilan ditegakkan. Bermimpi melihat rakyat sehat dan tidak terus-terusan melarat… (MTK, P. 20, hal. 8)

Kalimat ini mengandung gaya bahasa Ironi. Sebab, kenyataan tidak sesuai dengan harapan.Hal ini ditunjukan dengan kalimat “saya masih terus bermimpi “.Bermimpi untuk hidup makmur dan nyaman, keadilan ditegak-kan, rakyat sehat dan tidak melarat, tetapi itu semua jauh dari kenyataan.Hidup makmur dan nyaman tidak pernah dirasakan oleh masya-rakat.Masih banyak kemiskinan di negeri ini.Misalnya, banyak masyarakat atau warga Negara ini hidup dibawah kolong jembatan.

Rumah tidak layak untuk ditempati, bahkan tidur beralaskan Koran.Banyak yang menderita busung lapar karena kekurangan gizi.Begitu juga dengan kenyamanan.Negeri ini tidak pernah aman, sebab demonstrasi hampir terjadi setiap saat, teror bom sudah menjadi berita yang tidak asing lagi.Bagaimana negeri ini aman jika masalah terus menghadang? Teror terus terjadi, yang berakibat pada resahnya masyarakat. Keadilan pun tidak pernah sempur-na ditegakkan.Bagi yang bersalah dijadikan tidak bersalah, bagi yang tidak bersalah dijadi-kan bersalah. Penyogodijadi-kan atau peyuapan sudah bukan hal baru. Penyogokan terhadap jaksa atau hakim, dan menjadikan hukum seperti barang jual beli. Bagi yang memiliki banyak uang dapat menjadikan dirinya tidak bersalah, se-mentara yang tidak mempunyai uang dan seharusnya tidak bersalah dijadikan bersalah dan dijebloskan ke penjara. Contohnya, seorang pencuri ayam, jika tertangkap maka dia akan dijebloskan ke penjara dengan hukuman sesuai peraturan. Sementara koruptor misalnya, ketika terbukti melakukan korupsi, ketika disogok, hukumannya menjadi ringan.Dipenjara seharus-nya 10 tahun menjadi 2 tahun saja.Inilah bentuk ketidakadilan di negeri ini.Begitu juga dengan impian bahwa masyarakat yang tidak melarat, itu hanya impian tanpa realita, sebab kenyataan yang ada banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya melarat.Banyak berita yang menyiar-kan bahwa sebagian masyarakat mengkonsumsi ubi atau nasi aking.Jadi, dimanakah bantuan untuk rakyat? Di kantong siapakah?Pajak yang dikatakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat semuanya tidak nyata.Sekarang malah menjadi pajak itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk koruptor. Hal inilah yang menjadikan masyarakat Indonesia tetap melarat dan terus melarat.

Wujud Sindiran Sinisme

Iya tidak? susah kan jadi kere di negeri ini! Lebih gampang jadi Anggota Dewan atau Bupati cukup bikin ijasah palsu. (MTK, P.8, hal. 5)

Kalimat ini tergolong gaya bahasa sinis-me. Kalimat ini mengandung cemoohan. Kali-mat “cukup bikin ijazah palsu.” Hal ini me-mang cukup tepat ditujukan kepada wakil Rakyat yang dalam realita pendidikan akhirnya SMP, tetapi mendapat ijazah SMA.Ijazah ini

(5)

19 dipalsukan, agar mendapat pengakuan bahwa pendidikannya tinggi. Hal ini pun menegaskan bahwa banyak orang lebih mementingkan hasil bukan proses. Sindiran kepada Wakil Rakyat yang memalsukan identitas mereka. Uang mampu membeli segalanya termasuk ijazah. Hal inilah yang membuat banyak orang berpikir bahwa cara termudah mendapatkan ijazah ada-lah dengan memalsukan atau membeli ijazah palsu.

Itulah sebabnya, berdasarkan data kese-hatan, kita memeroleh bukti adanya mas-yarakat yang sehat-tapi alhamdulilah…, para pemimpin dan pejabatnya malah bertambah tidak sehat. (MTK, P. 35, hal. 12-13).

Kalimat ini mengandung gaya bahasa sinisme. Kalimat yang sifatnya meremehkan orang lain. Kalimat “pejabatnya malah bertam-bah tidak sehat.” Tidak sehat dalam hal ini berarti tidak sehat dalam hal kepribadian. Moral yang terabaikan dalam sikap yang semakin buruk.Sebagai pemimpin seharusnya menun-jukkan sikap yang positif kepada siapa saja.Jangan menunjukan sikap yang berakibat pada sikap amoral.Misalnya, kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bagaimana korupsi bisa diberantas, jika orang yang dipercayakan memberantas korupsi melakukan tindakan yang seharusnya diberantas?Cukup ironis memang. Tindakan amoral ini menun-jukkan bahwa para pemimpin dan pejabat di negeri ini tidak sehat dalam hal kepribadian dan moral. Jadi, kalimat ini mengandung penegasan bahwa tunjukkanlah sikap yang patut untuk diteladani.

Wujud Sindiran Sarkasme

Tapi, percayalah! Sebagai “calon Menteri Kesehatan Republik Indonesia”, Saya cukup sehat. Detak jantung saya 150 knot/ jam. Ini jelas lebih baik, dibanding rata-rata kualitas kesehatan para anggota legis-latif kita yang menderita anemia, hingga mereka jadi gampang lelah, ngantuk dan tertidur ketika sidang (MTK, P. 33, hal. 11).

Kalimat ini mengandung gaya bahasa sarkasme. Kalimat,” anggota legislatif kita

yang menderita anemia, hingga mereka jadi gampang lelah, ngantuk dan tertidur ketika sedang sidang.” Hal ini sebenarnya mengan-dung ejekan bagi anggota legislatif yang menghabiskan waktu sidang dengan tidur, me-reka tidak mengikuti jalannya sidang, sehingga segala keputusan yang dicapai tidak dipahami secara baik. Dalam melaksanakan tugasnya, mereka tidak bisa menjalankan dengan baik sebab jalannya sidang tidak diikuti secara baik dan tepat, sehingga apa yang diharapkan tidak bisa terwujud. Secara kasarnya, mereka hanya datang, duduk, dengar, diam, dan pulang. Hal ini sering disiarkan di Televisi yang menyoroti peserta sidang yang sering tidur saat sidang. Iwan Fals juga dalam lagunya menyanyikan “Wakil Rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur kalau sidang soal rakyat.” Hal ini berakibat pada sikap mengacuhkan penderitaan rakyat. Jadi dalam paragraf ini sebenarnya mau menegaskan bahwa sebagai Wakil Rakyat, jalankan tugas dengan penuh tanggungjawab.

Pemimpin atau pejabat kita, pada prinsip-nya selalu memakai hukum DM ini. Diterangkan-Menerangkan. Ini namanya prinsip di dan me dalam kekuasaan. Pengertiannya luas. Bisa:

Ditindas-Menindas. Digusur-Menggusur.

Dipaksa- Memaksa… (MTK, P. 21, hal. 27).

Kalimat ini mengandung gaya bahasa sar-kasme yang sifatnya mengejek. Hal ini ditandai oleh kata Ditindas-Menindas. Digusur-Meng-gusur, Dipaksa-Memaksa. Ditindas dalam hal ini sebagai penderita, Menindas sebagai pelaku. Penderita disini adalah rakyat, yang hidupnya semakin menderita, sementara pelakunya ada-lah pemimpin bangsa ini yang hidup dalam kenikmatan.Misalnya, Kepala Desa yang me-lakukan tindakan korupsi. Dana untuk rakyat-nya digunakan seenakrakyat-nya saja untuk kepen-tingannya sendiri misalnya membeli motor baru atau keperluan lainnya. Sementara rakyat yang seharusnya disejahterakan di desa yang dipim-pinnya malah diabaikan. Contoh lainnya, ketua KUB di suatu lingkungan mewajibkan anggota-nya mengumpulkan uang Rp. 5000.00 jika ingin mendapatkan surat keterangan dari KUB-nya. Hal ini terpaksa dipenuhi bagi mereka yang membutuhkan. Sebenarnya hal ini tidak di pungut biaya. Jadi, tindakan ini sebenarnya menggunakan kekuasaan untuk memperoleh

(6)

20 keuntungan. Tindakan lainnya misalnya yang berkaitan dengan Digusur-Menggusur. Pemim-pin semena-mena terhadap rakyat yang di-pimpinnya. Tindakan menggusur daerah pemu-kiman rakyatnya atau tempat pemupemu-kiman atau usaha rakyatnya tanpa musyawarah dan mufakat. Menggunakan kekuasaan untuk me-nindas yang lemah.Hal ini masih begitu nampak terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, Agus Noor mengkritik tindakan ini lewat bahasanya yang sangat kasar, dan bagi yang mendengarnya ten-tu merasa sangat tersinggung. Hal ini sebenarnya memperingatkan para pemimpin bangsa ini dan siapa saja, janganlah mengguna-kan kekuasaan untuk menindas orang lain.

Para pemimpin kita sulit banget setia pada sumpah dan janjinya (MTK, P. 27, hal. 46).

Kalimat ini dikategorikan sebagai gaya bahasa sarkasme, sebab orang yang men-dengarnya akan merasa sakit hati. Kalimat, sulit banget setia pada sumpah dan janjinya. Pendengar disini adalah wakil Rakyat di negeri ini. Agus Noor punya alasan tersendiri mengapa dia menuliskan kalimat ini dalam naskah teater monolognya. Dari realitas yang ada pemimpin bangsa ini sering melupakan apa yang dijanji-kannya. Misalnya, seorang calon Bupati saat kampanye menyuarakan visi dan misinya, agar rakyat memilihnya. Maka dengan semangat berapi-api dia akan mempropagandakan dirinya bahwa dia akan menyejahterakan rakyatnya. Setelah berhasil membuat rakyat memilihnya, terbukti dengan keberhasilan dirinya men-dapatkan suara terbanyak, sang bupati tersebut mulai melupakan apa yang dijanjikannya. Di atas mobil mewah, memakai pakayan yang rapih, dan hidup yang nyaman. Sementara rakyatnya dibiarkan hidup sengsara tanpa ada perbaikan nasib.

Berbagai wujud sindiran tersebut nunjukkan bahwa setiap aktan memiliki me-miliki kepekaan terhadap suatu hal yang terjadi di sekitarnya. Tentu, proses mengasah kepekaan ini bukan suatu hal yang bersifat instan, melainkan suatu proses yang memerlukan waktu dan bantuan seperti yang terlihat dalam proses penggalian ide cerita; membangkitkan tanggung jawab seperti yang terlihat dalam pengelolaan naskah cerita, bahwa diperlukan kerja sama untuk kesuksesan sebuah pemen-tasan. Selain itu, keberadaan wujud sindiran

dalam kumpulan teks teater monolog karya Agus Noor dapat dijadikan sebagai sarana pembentukan agensi budaya cerita yang menghidupkan.

Lebih dari itu, wujud sindiran sebagai bagian dari gaya Bahasa pertentangan yang dihadirkan dalam kumpulan teks teater mono-log karya Agus Noor merupakan mono-logika per-tentangan actor. Oleh sebab itu, peneliti memandangnya sebagai ‘roh’ dari perkem-bangan penceritaan di dalam teks teater. Hal ini sejalan dengan konsep A.J. Greimas dan dikembangkan lebih lanjut oleh Ubersfeld (via Aston & Savona, 1994: 43) bahwa karakter pertentangan dapat berfungsi sebagai leksim atau kosakata, yang membentuk semacam kalimat teks lakon, melalui lima cara, yaitu sebagai: (1) aktan; (2) metonimi; (3) metafora; (4) referensi; dan (5) konotasi.

Berdasarkan hasil kajian, wujud sindiran digambarkan karakter metafora pertentangan yang perwujudannya sebagai sebuah perum-pamaan atau representasi, suatu ideologi, tema, kelas sosial, dan lain-lain; sekaligus mengede-pankan peranan sindiran dalam mewujudkan makna kehidupan sosial-ekonomi. Hal ini dapat dimaknai juga bahwa penggunaan wujud sindiran dalam teks teater membawa perubahan dan perkembangan sosial di masyarakat.

PENUTUP

Wujud sindiran merupakan salah satu gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan teks teater monolog Matinya Toekang Kritik Karya Agus Noor. Wujud sindiran yang ditemukan dalam teks monolog tersebut, yakni sindiran ironi, sindiran sinisme, dan sindiran sarkasme.

Makna yang terkandung pada wujud sin-diran ironi adalah makna harapan kesejah-teraan, harapan kemakmuran, harapan kedamai-an, harapan untuk bebas dari korupsi. Makna yang terkandung pada sindiran sinisme adalah makna meremehkan para pejabat di negeri ini, serta penuh dengan sikap curiga terhadap pemimpin di negeri ini, karena mereka sering terlibat kasus korupsi yang meruginkan banyak pihak khususnya Negara. Makna yang terkan-dung pada wujud sindiran sarkasme adalah makna ejekan, hinaan, dan cemoohan bagi para koruptor di negeri ini. Oleh karena itu, konsep sindiran dapat dipandang positif sebagai “pe-rangsang kesadaran” seseorang dalam mem-bangun komunikasi dengan orang lain.

(7)

21 Bagi seorang yang hadir sebagai makhluk sosial perlu memandang sindiran sebagai suatu bentuk “perangsang kesadaran” agar setiap tuturan yang dibangun bersama orang lain dapat menjadi bermakna bagi pendengar. Agus Noor memberikan kesadaran kepada setap pembaca akan pentingnya membangun kesadaran dalam berdialog yang disuarakan dalam lakon-lakon teater monolog.

DAFTAR PUSTAKA

Aston, E. & George, S. 1994. Theatre As Sign System: A Semiotics of Text and Performance. NewYork: Routledge. Dewojati, C. 2010. Drama. Yogyakarta: Gajah

Mada Universyti Press.

Keraf, G. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Noor, A. 2006. Matinya Toekang Kritik.

Yogyakarta: Lamalera.

Ratna, N. K. 2006. Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rian, M. 2011. Teori Sastra. Yogyakarta: Jalasutra.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Tarigan, H. G. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penampang 2D pada daerah penelitian ini memiliki persebaran nilai resistivitas yang relatif tinggi antara 1000-5000 Ohm.m dan didominasi oleh nilai resistivitas

 Kerangka pemikiran adalah suatu bagan alur yang menghubungkan masalah dan pendekatan penelitian yang dihasilkan dari teori/konsep/model yang ada di landasan teori. 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Dengan Pendekatan Saintifik Untuk

Setelah melakukan dua siklus penelitian pada pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V dengan menggunakan media gambar seri yang dilakukan peneliti dan teman sejawat

the regulation does not valid because some OF the students usuallY come tOO late, In speaKing English, all the time.. the regUlation also does nOt valid because I OFten

Sebagai fungsi penelitian perpustakaan menyediakan berbagai jenis informasi sebagai penunjang kegiatan penelitian. Informasi yang disediakan sesuai dengan

Lampiran 63.Tabel Hasil Signifikansi Analisa Sensoris dengan Sistem Rating Hedonik pada Parameter Warna Ubi Jalar Kuning Instan Siap Konsumsi. Test

Kecerdasan interpersonal peserta didik SMAMDA Sidoarjo mampu memenuhi indikator dari kecerdasan interpersonal tinggi menurut Safaria, Dryden dan Vos yang ditunjukkan