• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Balanced Scorecard

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Balanced Scorecard"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Perkembangan Balanced Scorecard

Mulyadi (2007:5) menjelaskan kemunculan konsep Balanced Scorecard dimulai dari studi yang dilakukan oleh David P. Norton dan Robert S. Kaplan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard - Measures that Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992). Studi ini didorong atas kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang dimaanfaatkan oleh perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Melalui hasil studi tersebut disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan suatu alat pengukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, konsumen, bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pengukuran ini disebut Balanced Scorecard yang dipandang cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam mewujudkan kinerja melalui keempat perspektif sehingga keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan memiliki kesinambungan.

Pada tahun 1996, Kaplan dan Norton mengembangkan konsep Balanced Scorecard yang telah mereka bangun. Dalam studi ini dikemukakan bahwa Balanced Scorecard dapat dikembangkan sebagai sistem manajemen strategi dan tidak lagi hanya berfungsi sebagai sistem pengukuran kinerja. Pemanfaatan Balanced Scorecard pada sistem perencanaan strategi sebagai alat untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai, dan strategi perusahaan ke dalam sasaran-sasaran strategi dengan empat atribut komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Hasil penelitian itu mereka terbitkan dalam sebuah artikel di majalah Harvard Business Review edisi Januari-Februari 1996 dengan judul “Using Balanced Scorecard as A Strategic Management System” (Mulyadi 2007:8).

Kemudian di tahun 2001 dan 2004, Kaplan dan Norton menerbitkan buku mereka berikutnya yang berjudul Strategy Focus Organization dan Strategy Map: Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. Dalam kedua buku tersebut dijelaskan bagaimana Balanced Scorecard dapat berperan dalam menetapkan suatu proses selangkah demi selangkah untuk menciptakan suatu organisasi yang berfokus pada strategi dan sistem manajemen strategi yang mengubah aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan menjadi outcomer. Secara umum dapat disimpulkan bahwa

(2)

Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan dari sekedar pengukuran kinerja, namun mempunyai makna yang bersifat tersirat sebagai kerangka berpikir (framework of thinking) dalam pengembangan peta strategi (strategy map).

Selain dapat dimanfaatkan oleh eksekutif untuk mengelola perusahaan, Balanced Scorecard dapat juga dimanfaatkan oleh seluruh personel perusaahaan (manajemen dan karyawan). Balanced Scorecard mulai dikembangkan untuk mengintegrasikan dua sistem yaitu sistem manajemen strategi dan sistem pengelolaan kinerja personel. Dengan teknologi informasi, Balanced Scorecard dapat dikomunikasikan ke seluruh personel dan memudahkan koordinasi dalam mewujudkan berbagai sasaran strategi perusahaan yang telah ditetapkan (Mulyadi 2007:12).

2.1.1. Balanced Scorecard dan Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis

Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:23) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dapat digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

Dalam lingkungan persaingan bisnis yang kian turbulen, proses pengambilan keputusan manajemen perlu didukung dengan sistem tolak ukur kinerja terintegrasi, di mana secara internal konsisten dengan visi, misi, dan strategi perusahaan disertai kemampuan umpan balik yang semakin cepat, serempak, dan simultan. Untuk menanggapi peluang dan ancaman dalam persaingan yang sengit, tolak ukur yang hanya mampu melaporkan secara agregatif hasil antara (result terminal) dari output akuntansi manajemen tradisional atau dari sisi keuangan yang bersifat accountability-based jelas sudah tidak memadai karena memiliki banyak kelemahan antara lain (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:28):

• Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.

Diabaikannya aspek pengukuran non finansial dan intangible assets pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan memberikan

(3)

suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa sekarang terlebih lagi di masa datang.

• Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu sepenuhnya untuk menuntun perusahaan ke arah tujuan perusahaan.

Balanced Scorecard berusaha menutupi kelemahan aspek keuangan yang lazim digunakan sebagai indikator tunggal pengukuran kinerja perusahaan. Indikator keuangan menyediakan evaluasi atas kinerja lampau perusahaan namun kurang mampu menggambarkan mekanisme value creation yang bergantung pada intangible assets. Untuk itu indikator keuangan dikenal sebagai lag indicator dan Balanced Scorecard berusaha memasukan unsur lead indicator untuk menyempurnakan suatu sistem pengukuran kinerja yang ingin dicapai. Ditambahkan menurut Mulyadi (2007:224) dalam sistem pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard akan lebih diarahkan perhatian dan usaha pada tujuan-tujuan strategi di perspektif non finansial seperti pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Hal tersebut dikarenakan di perspektif non finansial tersebut pemacu sesungguhnya (the real driver) kinerja keuangan perusahaan itu berada.

Selain itu pemilihan ukuran-ukuran dalam pengukuran kinerja yang tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategi perusahaan adalah sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan yang hanya sekedar melaksanakan pengukuran kinerja dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategi yang dimiliki perusahaan (Gaspersz, 2005:68). Dengan adanya kaitanya dengan tujuan-tujuan strategi, seperti diungkapkan oleh Lynch dan Cross dalam Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:29) manfaat yang akan di dapat perusahaan dari sistem pengukuran kinerja tersebut adalah:

• Menulusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada pelangganya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan.

• Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

• Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

(4)

• Membuat suatu tujuan strategi yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

• Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.

2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategi

Manajemen strategi didefinisikan oleh David (2013:35) sebagai seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Sebagaimana yang tersirat dalam definisi tersebut, manajemen strategi berfokus pada upaya mengintegrasikan manajemen pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian, dan pengembangan, serta sistem informasi untuk mencapai keberhasilan suatu organisasi.

Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu formulasi atau perancangan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi (David, 2013:35) Tahapan manajamen strategi tersebut digambarkan melalui model komprehensif manajemen strategi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 A Comprehensive Strategic-Management Model Sumber: David, 2013:44

Ketiga tahapan manajemen strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut: • Formulasi atau perencanaan strategi mencakup mengembangkan visi dan

(5)

menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

• Implementasi strategi mewajibkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, serta menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

• Evaluasi strategi adalah alat utama yang digunakan manajer untuk mendapatkan informasi mengenai keberhasilan strategi yang dijalankan. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja, dan mengambil tindakan korektif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kaplan dan Norton, diketahui bahwa hanya 10% dari perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang berhasil dalam melakukan tahapan implementasi strategi. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa ada empat hal yang dapat menghambat eksekusi strategi antara lain (Luis dan Biromo, 2013:9):

• Hambatan pada visi.

Hanya 5% dari total pegawai yang mengetahui dan memahami visi organisasi tempat mereka bekerja. Hal ini dapat terjadi antara lain karena:

a) Kurangnya sosialisasi dari visi yang telah dibangun.

b) Visi dan misi organisasi dirasakan terlalu bersifat ambigu oleh para pegawai.

c) Strategi yang dibuat kerap kali terlalu panjang lebar atau sangat detail, dan dibuat dalam bentuk kalimat yang kurang membumi, tidak menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dicerna.

• Hambatan pada pelaku.

Hanya 25% dari para manajer yang insentifnya dikaitkan dengan strategi. Untuk memotivasi pegawai, seharusnya strategi perlu dikaitkan dengan insentif yang bisa diterima pegawai. Hal ini disebabkan seluruh pegawai

(6)

perusahaan di semua jenjang dalam struktur organisasi merupakan pelaku visi, misi, dan strategi yang telah dibangun.

• Hambatan pada manajemen.

Terdapat 85% dari tim manajemen eksekutif yang menghabiskan waktunya kurang dari satu jam per bulan untuk membahas strategi. Hal ini dapat terjadi antara lain karena:

a) Manajemen tidak mempunyai waktu untuk membahas strategi perusahaan.

b) Pembahasan pun hanya berfokus pada hal-hal seperti keuangan, penjualan, dan persediaan.

c) Seringkali hal-hal tak berwujud luput dari perhatian dan pembicaraan mereka.

• Hambatan pada sumber daya.

Sebanyak 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran dengan strategi mereka. Dengan demikian, strategi yang telah ditetapkan tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:16) masing-masing hambatan dalam implementasi strategi tersebut dapat ditanggulangi dengan mengintegrasikan Balanced Scorecard dalam sebuah sistem manajemen strategi yang baru. Sebagaimana telah diuraikan, tahapan manajemen strategi memiliki tiga tahapan dan sistem Balanced Scorecard memiliki peran yang signifikan baik pada tahapan formulasi strategi, implementasi strategi, maupun evaluasi strategi. Sistem Balanced Scorecard juga berperan memperluas ukuran kinerja baik dalam tahap implementasi maupun evaluasi pemantauan. Seperti diungkapkan oleh Umar (2005:172) peran-peran tersebut antara lain:

• Peran dalam perumusan strategi

Tahap perumusan strategi dilakukan dengan berbagai macam analisis. Sistem Balanced Scorecard hendaknya berperan untuk memperluas perspektif yang dicakup, misalnya pada analisis SWOT dalam menentukan grand strategy. Selanjutnya, dalam menentukan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan strateginya pun diterjemahkan ke dalam empat perspektif dan untuk mencapai hal tersebut ditetapkan suatu inisiatif strategi.

(7)

Dalam tahap penyusunan program, inisiatif strategi yang komprehensif kemudian dijabarkan ke dalam program-program jangka panjang dan sumber daya yang diperlukan dalam program tersebut. Selain itu penggunaan konsep Balanced Scorecard akan menjadikan sasaran strategi bersifat komprehensif sehingga dapat memotivasi personel untuk mencari berbagai inisiatif dalam mewujudkan sasaran strategi.

• Peran dalam evaluasi strategi

Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja personel tersebut dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam anggaran dan target dalam perencanaan strategi. Hasil perbandingan antara hasil pengukuran kinerja dan target anggaran digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka pendek sedangkan perbandingan antara hasil pengukuran kinerja dan target dalam perencanaan strategi digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka panjang.

2.1.3. Organisasi yang Berfokus pada Strategi dan Strategy Map

Menurut Makhijani dan Creelman (2012:20) terdapat lima prinsip khusus untuk menciptakan suatu organisasi yang berfokus pada strategi. Prinsip-prinsip tersebut muncul dari pengamatan mereka atas intervensi yang diluncurkan oleh para praktisi Balanced Scorecard yang paling berhasil.

.

Gambar 2.2 Prinsip Organisasi yang Berfokus kepada Strategi Sumber: Makhijani dan Creelman, 2012: 20

(8)

Pada Gambar 2.2 menunjukan prinsip-prinsip tersebut yang antara lain: • Memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan eksekutif.

Hampir di setiap implementasi Balanced Scorecard yang berhasil, pendukung dari eksekutif yang paling senior (secara khusus CEO) telah menjadi pusat dari keberhasilan tersebut.

• Menerjemahkan strategi pada istilah organisasi.

Dengan menerjemahkan strategi ke dalam arsitektur logis dari suatu strategy map dan Balanced Scorecard, organisasi menciptakan titik refrensi yang sama sehingga dapat dipahami untuk semua orang di suatu organisasi.

• Menyelaraskan organisasi dengan strategi.

Sinergi adalah tujuan paling akhir dari rancangan organisasi. Organisasi terdiri dari sejumlah sektor, unit bisnis, dan departemen terspesialisasi, masing-masing dengan strateginya sendiri. Agar kinerja organisasi menjadi lebih dari sekedar jumlah bagian-bagiannya, strategi individu harus dihubungkan dan diintegrasikan.

• Menjadikan strategi pekerjaan sehari-hari setiap orang.

Strategi harus dipindahkan dari ruang dewan direksi dan komisaris ke dalam kantor ataupun pabrik sehingga strategi menjadi suatu proses hidup yang dinamis, di mana semua orang di dalam organisasi memahami dan bergerak menuju implementasi.

• Menjadikan strategi suatu proses berkelanjutan.

Menempatkan Balanced Scorecard pada inti dari sistem manajemen organisasi melibatkan penciptaan hubungan dari strategi ke anggaran dan meminta proses pembelajaran yang tegas.

Sedangkan strategy map merupakan suatu gambaran yang memberikan representasi atas berbagai bentuk tindakan yang harus dilaksanakan dengan baik untuk mencapai keberhasilan dalam pengimplementasiaan strategi. Strategy map terdiri dari berbagai sasaran dari sebuah kinerja yang mencakup keempat perspektif dalam Balanced Scorecard dan saling berhubungan untuk menceritakan strategi yang dimiliki organisasi secara keseluruhan (Niven, 2014:27). Melalui strategy map, fungsi Balanced Scorecard tidak hanya digambarkan sebagai sistem manajemen strategi dan pengukuran kinerja melainkan sebagai sebuah alat komunikasi yang efektif bagi karyawan dan stakeholder untuk merekam perjalanan organisasi.

(9)

Menurut Kaplan dan Norton sebuah strategy map menyediakan sebuah framework untuk menggambarkan bagaimana strategi menghubungkan intangible assets menjadi sebuah proses penciptaan nilai. Kaplan dan Norton (2004:10) menjelaskan beberapa prinsip mendasar dalam sebuah strategy map antara lain :

• Strategi menyeimbangkan hal-hal yang bersifat kontradiktif.

Titik awal dalam menceritakan strategi adalah menyeimbangkan dan mengartikulasi tujuan keuangan jangka pendek seperti cost reduction dan peningkatan produktivitas dengan tujuan jangka panjang seperti pertumbuhan pendapatan.

Strategi didasarkan pada differensiasi dalam costumer value proposition. Memberikan kepuasan terhadap konsumen merupakan sumber penting dalam penciptaan nilai secara berkelanjutan. Untuk itu strategi memerlukan sebuah artikulasi dari target konsumen dalam sebuah segmen dan value proposition untuk mencapai tujuan tersebut.

• Nilai diciptakan melalui sebuah proses internal bisnis.

Perspektif keuangan dan konsumen merupakan hasil pencapaian dalam sebuah strategy map maupun Balanced Scorecard. Kedua hal tersebut dapat dicapai melalui sebuah proses bisnis internal yang memberikan gambaran dan merupakan sarana pendukung yang membantu organisasi dalam mengimplementasikan strategi.

• Strategi terdiri dari proses yang bersifat simultan dan saling terkait.

Berbagai tindakan dalam proses bisnis internal seperti proses operasi, inovasi atau manajemen konsumen memberikan manfaat tersendiri pada outcome sebuah organisasi. Oleh karena itu strategi diharapkan dapat memberikan keseimbangan dari tindakan-tindakan tersebut untuk menciptakan pertumbuhan pendapatan dan penciptaan nilai bagi konsumen.

Penyelarasan strategi menentukan nilai dari sebuah intangible assets.

Perspektif terakhir dalam Balanced Scorecard adalah pembelajaran dan pertumbuhan yang menggambarkan intangible assets seperti sumber daya, manusia maupun teknologi informasi memiliki peran tersendiri dalam penciptaan nilai, karena kedua faktor tersebut memiliki kemampuan dalam mengimplementasikan strategi yang dimiliki organisasi.

(10)

2.2. Konsep Balanced Scorecard

Pengertian Balanced Scorecard dapat diambil berdasarkan kata-kata yang terkandung yaitu “balanced” dan “scorecard”. Scorecard atau kartu skor dapat diartikan sebagai kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang atau kelompok juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkannya. Pada tahap berikutnya seorang atau kelompok ini akan dievaluasi kinerjanya dengan membandingkan antara apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah direncanakan. (Umar, 2005:168). Balanced atau seimbang berarti terdapat keseimbangan di antara sekian banyak elemen yang digunakan dalam pengukuran kinerja. Keseimbangan tersebut meliputi (Luis dan Biromo, 2013:19):

a. Keseimbangan antara ukuran keuangan dan ukuran non keuangan.

b. Keseimbangan antara ukuran internal dari proses bisnis yang penting, inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan dan ukuran eksternal untuk pemegang saham dan pelanggan.

c. Keseimbangan antara ukuran outcome yang merupakan hasil dari kinerja masa lampau dan ukuran yang mendorong kinerja masa depan.

d. Keseimbangan antara ukuran yang bersifat objektif atas outcome dan ukuran yang bersifat subjektif atas pendorong kinerja.

2.2.1 Pengertian Balanced Scorecard

Berikut disampaikan beberapa definisi tentang Balanced Scorecard menurut beberapa ahli:

Balanced scorecard adalah suatu set ukuran yang memungkinkan manajer senior mendapatkan pandangan bisnis yang cepat tetapi menyeluruh termasuk ukuran keuangan yang memuat hasil program yang telah dilaksanakan untuk melengkapi ukuran keuangan dan ukuran operasional tentang kepuasan pelanggan, proses internal dan inovasi serta ukuran operasi dari aktivitas perbaikan organisasi yang merupakan pemacau kinerja keuangan di masa depan (Kaplan dan Norton dalam Rangkuti 2014:203).

Balanced scorecard adalah sebuah sistem yang terintegrasi yang

menggambarkan dan menerjemahkan strategi melalui suatu hubungan antara sasaran, kinerja, ukuran, target, dan inisiatif strategi ke dalam empat perspektif yang berimbang yaitu pelanggan, proses internal, keuangan, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard bertindak sebagai

(11)

sistem pengukuran, manajemen strategi, dan sebuah alat komunikasi (Niven, 2014:14)

Balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta melibatkan faktor internal dan eksternal. Karena itu diperlukan pengukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, konsumen, proses bisnis dan internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. (Rangkuti, 2014: 4)

Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Melalui mekanisme sebab-akibat, perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver. (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:8)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa Balanced scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja, alat komunikasi dan sistem manajemen strategi dengan menggabungkan berbagai ukuran perspektif finansial dan perspektif non finansial (pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan) yang kemudian saling terhubung dalam hubungan sebab akibat di antara sasaran-sasaran strategi pada setiap perspektif.

2.2.2. Alasan Organisasi Menggunakan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2007:20) kebutuhan organisasi untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard disebabkan oleh beberapa faktor:

• Lingkungan bisnis yang sangat kompetitif dan turbulen.

Kondisi lingkungan bisnis tersebut menuntut kemampuan organisasi untuk: a) Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability.

b) Membangun dan secara berkelanjutan memperbaharui peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan.

c) Menempuh langkah-langkah strategis dalam membangun masa depan organisasi.

d) Mengerahkan dan memusatkan kemampuan dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan organisasi.

(12)

• Sistem manajemen yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis. Beberapa karakteristik ketidaksesuaian adalah sebagai berikut:

a) Sistem manajamen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran sebagai alat perencanaan masa depan organisasi sehingga tidak terdapat kekoherenan antara rencana jangka panjang dan rencana laba jangka pendek.

b) Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara optimal seluruh sumber daya personel dalam membangun masa depan organisasi.

• Sistem pengelolaan kinerja personel tidak selaras dengan sistem manajemen strategi.

Berkaitan dengan hal tersebut pada umumnya sistem pengukuran kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki keterbatasan antara lain: a) Basis yang digunakan untuk pemberian penghargaan adalah posisi yaitu

posisi seseorang dalam jenjang organisasi bukan berdasarkan kinerja. b) Job description digunakan sebagai basis untuk menentukan kinerja

personel, padahal job description merupakan pekerjaan personel, bukan kinerja personel.

2.2.3. Keunggulan Balanced Scorecard

Keunggulan konsep Balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategi adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2007:14):

• Komprehensif.

Balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategi dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif non finansial menghasilkan manfaat sebagai berikut:

a) Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berkesinambungan.

b) Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.

(13)

Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat di antara berbagai sasaran strategi yang dihasilkan dalam perencanaan strategi. Setiap sasaran strategi yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan sebab akibat dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekoherenan juga berarti dibangunnya suatu hubungan sebab-akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategi. Sasaran strategi yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategi merupakan terjemahan visi, tujuan, dan strategi yang dihasilkan melalui sistem perumusan strategi.

• Berimbang.

Keseimbangan sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan. Keseimbangan yang perlu diwujudkan perusahaan tersebut meliputi shareholde value, costumer capital, proses yang produktif dan cost effective serta modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi.

• Terukur.

Keterukuran sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Hal tersebut dilandasari oleh premis berikut “If we are measure it, we can manage it, If we are manage it, we can achieve it”.

2.3. Penyusunan Balanced Scorecard

Menurut Rangkuti (2014:93) terdapat beberapa tahapan dalam merancang Balanced Scorecard antara lain:

1. Merumuskan visi, misi, strategi, dan tujuan perusahaan.

Tahapan ini menjadi landasan utama dalam menentukan perspektif. 2. Menentukan perspektif.

Perspektif yang dipilih harus dapat mencerminkan strategi perusahaan. 3. Merumuskan sasaran strategis (objectives).

Menerjemahkan strategi ke dalam setiap perspektif yang berupa sasaran strategi pada setiap perspektif. Sasaran strategi tersebut harus dapat mendukung penciptaan visi, misi, nilai, tujuan, dan strategi perusahaan. Yang

(14)

kemudian dilanjutkan dengan pembuatan strategy map atau dapat dilakukan setelah tahap 4.

4. Menentukan ukuran strategi (measures).

Sasaran-sasaran strategi yang telah dirumuskan melalui strategi perlu diterapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua ukuran yang perlu ditentukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategi yaitu ukuran hasil (lag indicator) dan ukuran pemacu (lead indicator).

5. Menentukan target.

Target merupakan pernyataan kuantitatif kinerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu di masa mendatang untuk mewujudkan sasaran strategi dalam setiap perspektif.

6. Merumuskan inisiatif strategis.

Inisiatif strategi merupakan pelaksanaan program yang bersifat strategis untuk mewujudkan sasaran strategi pada setiap perspektif. Hal ini dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif berupa langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan dan yang akan membantu pencapaian target.

7. Implementasi Balanced Scorecard.

Balanced Scorecard diimplementasikan atau tepatnya diturunkan setiap level dalam perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar perusahaan mendapatkan hasil kinerja yang berlipat ganda.

2.3.1. Visi, Misi, dan Strategi

Menurut Niven (2014:95) visi, misi, dan strategi merupakan sebuah building blocks atau kerangka utama dalam pembuatan sebuah Balanced Scorecard.

2.3.1.1 Visi

Visi merupakan suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang (Gaspersz, 2005:4). Menurut David (2013:75) pernyataan visi dibuat untuk menjawab pertanyaan, sebenarnya kita mau menjadi apa atau hasil seperti apa yang ingin kita raih di masa depan. Pernyataan visi yang baik dapat memberikan landasan untuk mengembangkan pernyataan misi yang komprehensif.

Seperti yang diungkapkan oleh Niven (2014:106) untuk menciptakan sebuah pernyataan visi yang efektif terdapat beberapa persyaratan di dalamnya antara lain:

(15)

Quantitative and time bound.

Pernyataan visi diharapkan dapat mengikutsertakan beberapa ukuran yang bersifat numerik dan terikat dengan waktu.

Concise.

Pernyataan visi yang baik adalah yang mampu menarik perhatian orang, bukan suatu retorika, sederhana, dan mudah diingat.

Appeals to all stakeholders.

Pernyataan visi yang berfokus pada satu kelompok saja dengan mengorbankan pihak lain tidak akan mendapatkan dukungan dari konsituen yang terkait di dalamnya. Visi harus mengaitkan berbagai pihak yang memiliki peran dalam keberhasilan perusahaan.

Consistent with mission.

Pernyataan visi menggambarkan masa depan yang dinginkan, mengarah pada pencapaian misi, serta harus memastikan keduanya selaras.

Verifiable.

Pernyataan visi dibuat untuk mengukur pencapaian perusahaan terhadap visi tersebut.

Feasible.

Pernyataan visi terbentuk berdasarkan kenyataan yang berasal dari pemahaman yang jelas tentang bisnis, perubahan pasar, pesaing, serta tren yang sedang dihadapi.

Inspirational.

Pernyataan visi harus menjadi inspirasi bagi setiap karyawan untuk menjalin komitmen emosional untuk mencapai tujuan. Sehingga pernyataan visi perusahaan dapat dimengerti, fokus kepada pemahaman yang mendalam tentang bisnis, dan bermakna bagi semua yang terlibat dalam perusahaan. 2.3.1.2 Misi

Menurut David, (2013:75) pernyataan misi dibuat untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah bisnis kita. Pernyataan misi merupakan unsur yang penting dalam perancangan tujuan dan formulasi strategi. Misi juga dapat disimpulkan sebagai penjabaran secara tertulis mengenai makna visi yang terkesan sulit dimengerti agar seluruh bagian-bagian dalam perusahaan memiliki pemahaman dan kejelasan (Umar, 2005:6). Pernyataan misi umumnya mengandung filosofi bisnis dari para pengambil keputusan strategi perusahaan, menyiratkan citra yang ingin

(16)

dipancarkan perusahaan, mencerminkan konsep diri perusahaan, dan mengindikasikan bidang produk atau jasa utama perusahaan, serta kebutuhan utama pelanggan yang akan dipenuhi oleh perusahaan.

Menurut Niven, (2014:97) untuk menciptakan sebuah pernyataan visi yang efektif terdapat beberapa persyaratan di dalamnya antara lain:

Simple and clear.

Misi harus mencerminkan area di mana suatu bisnis tersebut berjalan dan terdapat fokus pada tujuan yang akan dicapai.

Inspire change.

Misi harus menginspirasi terjadinya perubahan dalam suatu organisasi. Misi harus mendorong perusahaan untuk maju, merangsang perubahan, dan pertumbuhan yang positif.

Long term in nature.

Misi ditetapkan untuk jangka waktu yang lama. Berbeda dengan strategi yang dapat berubah-ubah, misi menjadi salah satu fondasi bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan di masa depan.

Easily understood and communicated.

Misi perusahaan harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti semua orang. Dengan hal tersebut misi akan lebih mudah dikomunikasikan kepada pihak internal perusahaan sehingga memberikan motivasi bagi mereka dalam mencapai tujuan organisasi.

2.3.1.3 Strategi

Menurut Luis dan Biromo, (2013:52) strategi merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan secara berbeda dibandingkan dengan pesaing untuk memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan strategi yang tepat, seluruh sumber daya perusahaan dikerahkan menjadi kekuatan yang luar biasa, sehingga akan menjanjikan pencapaian visi perusahaan (Mulyadi, 2007:148). Ditambahkan menurut Gaspersz (2005:8) strategi sendiri pada umumnya dikembangkan pada tingkat atas organisasi tetapi dilaksanakan oleh tingkat bawah organisasi.

Menurut Mulyadi (2007:148) perumusan strategi dan penerjemahan strategi ke dalam langkah-langkah operasional dipenuhi dengan rangkaian pengambilan keputusan strategis. Suatu keputusan dikatakan sebagai keputusan strategis jika memenuhi syarat sebagai berikut:

(17)

• Keputusan strategis berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mendasar seperti visi, misi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi pilihan untuk mewujudkan visi perusahaan.

• Keputusan tersebut melibatkan beberapa bagian perusahaan atau keseluruhan komponen perusahaan. Oleh karena itu biasanya hanya manajemen puncak yang memiliki perspektif luas dan wewenang yang diperluas untuk pengambilan keputusan strategi.

• Keputusaan tersebut menghasilkan perolehan dan pengalokasiaan sumber daya yang besar baik modal manusia, keuangan, informasi, dan fisik.

• Keputusan tersebut berdampak jangka panjang pada masa depan perusahaan. Oleh karena perumusan strategi terdiri dari serangkaian keputusan strategis yang memiliki karakteristik seperti diuraikan di atas maka perumusan strategi memerlukan keterlibatan banyak personel dari berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, pengumpulan informasi relevan untuk basis pengambilan keputusan dan pemikiran mendalam untuk mempertimbangkan berbagai informasi yang dipakai sebagai basis pemilihan.

Gambar 2.3 Balanced Scorecard sebagai Alat Manajemen Strategi untuk Menerjemahkan Visi dan Misi

Sumber: Rangkuti, 2014: 215

Berdasarkan penjelasan konsep visi, misi, dan strategi, pada Gambar 2.3 di atas tampak bahwa Balanced Scorecard dimulai dari visi, misi, dan strategi perusahaan, dimana dari sini berbagai faktor kesuksesan penting didefinisikan. Kemudian ukuran-ukuran kinerja dibangun sebagai alat untuk menetapkan target dan

(18)

mengukur kinerja dalam area kritis tujuan-tujuan strategi. Dengan demikian Balanced Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja manajemen atau sistem manajemen strategi yang diturunkan dari visi, misi, dan strategi serta merefleksikan aspek terpenting dalam suatu bisnis melalui keempat perspektif tersebut (Gaspersz, 2005:9).

2.3.2. Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen sebagai berikut:

• Perspektif keuangan – Bagaimana kita memuaskan pemegang saham? • Perspektif pelanggan – Bagaimana kita memuaskan pelanggan?

• Perspektif proses bisnis internal – Apa proses yang layak diunggulkan untuk mencapai kesuksesan perusahaan?

• Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan– Bagaimana kita mempertahankan keberlangsungan kemampuan terhadap perubahan dan peningkatan?

2.3.2.1 Perspektif Keuangan

Menurut Gaspersz (2005:39) pembentukan suatu Balanced Scorecard seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan tujuan keuangan dengan strategi korporasi. Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut perspektif keuangan menjadi fokus akhir tujuan dan ukuran di semua perspektif lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan.

Gambar 2.4 Keterkaitan Hubungan-Sebab Akibat dalam Perspektif Keuangan Sumber: Gaspersz, 2005: 39

(19)

Pada Gambar 2.4 dapat dijelaskan hubungan sebab-akibat dari setiap strategi berikut:

• Sasaran strategi peningkatan pangsa pasar (perluasan pasar) dan peningkatan nilai bagi pelanggan akan meningkatkan penerimaan melalui penjualan produk perusahaan.

• Sasaran strategi peningkatan efektivitas biaya (cost effectiveness improvement) dan peningkatan utilisasi aset, akan mengakibatkan peningkatan produktivitas perusahaan.

• Sasaran strategi peningkatan penerimaan (penjualan produk) dan peningkatan produktivitas perusahaan akan mengakibatkan peningkatan nilai bagi pemegang saham.

Pengukuran dalam perspektif keuangan juga mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun akan berbeda pula (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:31):

Growth.

Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan di mana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembaliaan modal yang rendah. Tolak ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini misalnya tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan pada segmen pasar yang telah ditargetkan.

Sustain.

Tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan menginvestasikan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya sedangkan investasi yang umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional. Tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap ini misalnya berupa ROI, ROCE, dan EVA.

Harvest.

Tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi

(20)

maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Tolak ukur yang umumnya adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

2.3.2.2 Perspektif Pelanggan

Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2005:33) filosofi manajemen terkini telah menunjukan peningkatkan pengakuan atas pentingnya costumer focus dan costumer satisfaction. Perspektif ini umumnya merupakan leading indicator. Jadi jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan sendiri memiliki dua kelompok pengukuran yaitu costumer core measurement dan costumer value proposition

Gambar 2.5 Costumer Core Measurement Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007:35

Berdasarkan Gambar 2.5 kelompok pengukuran ini terdiri dari beberapa ukuran:

• Pangsa pasar.

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada yang meliputi antara lain jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

• Retensi pelanggan.

Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

(21)

Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

• Tingkat kepuasan pelanggan.

Menaksir tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

• Tingkat profitabilitas pelanggan.

Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

Costumer value proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada beberapa atribut sebagai berikut:

• Atribut-atribut produk atau jasa.

Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan memiliki prefrensi yang ditawarkan. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.

• Hubungan dengan pelanggan.

Meliputi hubungan dengan pelanggan terhadap proses pembeliaan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Hal tersebut umumnya dipengaruhi oleh tingkat responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan. • Citra dan reputasi.

Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Memabangun citra dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

2.3.2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal pada Balanced Scorecard, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham (perspektif keuangan). Perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk maupun jasa yang mereka tawarkan telah sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Yang umumnya digunakan pada perspektif ini adalah model rantai nilai proses yang terdiri dari tiga komponen utama seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6 (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:36).

(22)

Gambar 2.6 Perspektif Proses Bisnis Internal Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:41

Dalam model rantai nilai tersebut terdapat tiga proses antara lain: • Proses inovasi.

Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar dan prefrensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik sehingga perusahaan mampu menciptakan dan menawawarkan produk / jasa yang sesuai kebutuhan pelanggan dan pasar.

• Proses operasional.

Proses ini merupakan proses identifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional itu sendiri demi meningkatkan efisiensi produk, meningkatkan kualitas produk, dan proses, serta memperpendek waktu siklus. • Proses pelayanan.

Proses ini berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat, dan melakukan tindak lanjut secara proaktif, dan tepat waktu.

2.3.2.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif keempat dan terakhir dalam Balanced Scorecard adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Menurut Gaspersz (2005:61) tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal memberikan informasi mengenai di mana organisasi harus unggul dalam mencapai terobosan kinerja. Sedangkan tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga perspektif tersebut tercapai. Tujuan-tujuan dalam perspektif pembelajaran dan

(23)

pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal.

Gambar 2.7 Kerangka Kerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004: 40

Pada Gambar 2.7, terdapat beberapa kategori yang sangat penting dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang meliputi:

• Kompetensi karyawan.

Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajemen selama beberapa tahun terakhir adalah menyangkut filosofi bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuan untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi skill dan kompetensi pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

• Infrastruktur teknologi.

Walaupun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkat manajemen, dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi.

• Iklim untuk bertindak.

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pembarian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai.

(24)

2.3.3. Merumuskan Sasaran Strategi (Objective)

Menurut Rangkuti (2014:57) dalam konsep Balanced Scorecard dikenal dua konsep yang berhubungan dengan strategi yaitu tujuan strategi / theme dan sasaran strategi (objective). Tujuan strategi adalah pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan sebagai penjabaran visi dan misi organisasi. Tujuan strategi tersebut akan dijabarkan ke dalam empat perspektif sesuai dengan konsep Balanced Scorecard yang berkaitan dengan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Dapat disimpulkan tujuan strategi menunjukan bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi. Tujuan strategi merupakan gambaran kegiatan yang harus dilakukan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan strategi harus dinyatakan dalam bentuk SMART yaitu spesifik, dapat diukur (measureable), dapat dicapai (attainable), berorientasi pada hasil (realistic), serta memiliki batas waktu pencapaian (timely) (Rangkuti, 2014:57).

Penetapan tujuan strategi harus dibedakan dari penetapan sasaran (objective). Tujuan strategi adalah pernyataan tentang apa yang ingin dituju suatu organisasi, seperti meningkatkan pendapatan, seperti meningkatkan pendapatan, meningkatkan laba bersih, melindungi dari pesaing, meningkatkan kualitas, dan diversifikasi produk. Semua pernyataan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi organisasi. Sedangkan sasaran bersifat lebih rinci dan mengandung langkah-langkah yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan strategi. Jadi sasaran dibuat lebih rinci dan terukur untuk mencapai tujuan strategi.

Dengan demikian sasaran harus lebih spesifik dan kuantitatif, bisa diukur dan dievaluasi. Sasaran harus mendukung tujuan strategi yang ingin dicapai, realistis, dan tetap menggambarkan tantangan yang berat untuk merebut peluang. Visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran harus saling terkait dan memiliki alur yang jelas dan terstruktur.

2.3.4. Menentukan Ukuran Kinerja

Alat untuk mengukur sasaran strategi terdiri atas dua ukuran, yaitu tolak ukur hasil (lag indicator) dan tolak ukur pemacu kinerja (lead indicator). Kedua tolak ukur ini merupakan bagian dari key performance indicator atau sering disebut KPI. Sasaran merupakan tonggak pencapaian (milestones) yang harus dilalui dalam

(25)

mencapai visi organisasi. Oleh karena itu, setiap tujuan strategi perlu ditentukan paling tidak satu sasaran yang dikuantifkasikan serta jangka waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkannya (Rangkuti, 2014:58).

Menurut Gaspersz (2005:73) dalam Balanced Scorecard umumnya menggunakan ukuran-ukuran generik tertentu, misalnya ROI dan EVA pada perspektif keuangan, kemudian kepuasan dan retensi pada perspektif pelanggan, kualitas dan waktu tanggap yang digunakan pada perspektif proses bisnis internal serta kepuasan karyawan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran generik tersebut cenderung merupakan ukuran outcome yang merefleksikan sasaran umum dari strategi dan struktur sepanjang proses industri atau lingkup perusahaan. Beberapa ukuran outcome generik ini menjadi lag indicators.

Pada sisi lain, pengendali kinerja (performance drivers atau lead indicators) cenderung menjadi unik untuk suatu bisnis tertentu. Pengendali kinerja merefleksikan keunikan strategi unit bisnis, misalnya pengendali keuangan dari profitabilitas, segmen pasar untuk berkompetisi, dan tujuan-tujuan proses tertentu beserta pembelajaran dan pertumbuhan yang akan menyerahkan nilai tambah kepada pelanggan dan segmen pasar.

Suatu Balanced Scorecard yang baik harus memiliki kombinasi ukuran-ukuran outcome dan pengendali kinerja. Ukuran lag saja tanpa pengendali kinerja tidak akan mengkomunikasikan bagaimana outcome itu dicapai atau diperoleh. Juga tidak memberikan indikasi awal apakah strategi yang sedang diterapkan itu akan berhasil. Sebaliknya kinerja saja tanpa ukuran outcome hanya memungkinkan unit-unit bisnis mencapai tingkat operasional jangka pendek. Dengan demikian, Balanced Scorecard yang disusun selayaknya memiliki kombinasi pengukuran outcome (lagging indicator) dan pengendali kinerja (leading indicator) yang telah disesuaikan dengan tujuan strategi unit bisnis.

2.3.5. Strategy Map

Menurut Luis dan Biromo (2013:52) strategy map merupakan suatu paparan keterkaitan antara sejumlah sasaran strategi dalam bentuk hubungan sebab akibat yang menjelaskan perjalanan strategi organisasi. Prinsip ini sangat penting bagi Balanced Scorecard karena prinsip inilah yang membedakan Balanced Scorecard dengan konsep-konsep pengukuran kerja lain (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:19).

(26)

Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:19) dengan prinsip ini Balanced Scorecard mampu menjabarkan sasaran dan ukuran pada masing-masing perspektif dengan baik dalam satu kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton, sebuah strategi adalah seperangkat hipotesis dalam model hubungan sebab akibat, yaitu suatu hubungan yang diekspresikan melalui kaitan antara pernyataan if-then seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.8. Melalui model hubungan sebab akibat ini pula, suatu strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sebelum, selama, dan sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap sekumpulan scorecard dapat dilakukan dengan mudah karena tiap relasi dan hubungan kausalitas dapat diuji secara rinci.

Gambar 2.8 Cause and Effect Sumber: Niven, 2014:15

Berdasarkan prinsip strategy map oleh Kaplan dan Norton pada pembahasan sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 2.8 dijelaskan sebuah hubungan sebab akibat dimulai dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dan berujung pada perspektif keuangan. Pada gambar tersebut digambarkan bahwa peningkatan pelatihan bagi karyawan dapat memberikan dampak tersendiri pada proses bisnis internal yaitu dengan menurunya waktu produksi. Waktu produksi yang singkat pada proses bisnis akan memberikan loyalitas kepada pelanggan pada perspektif konsumen. Hal tersebut terjadi karena pelanggan merasa puas karena tidak memerlukan waktu tunggu yang lama. Dengan meningkatnya loyalitas pelanggan akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan pada perspektif keuangan.

2.3.6. Menentukan Target

Pengukuran saja tidaklah cukup. Karena itu dibutuhkan target untuk setiap ukuran dalam Balanced Scorecard. Target-target kinerja didesain dan ditetapkan

(27)

untuk menjangkau dan mendorong organisasi agar dapat mencapai sasaran-sasaran strateginya. Penetapan target dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal seperti realistis, memperhatikan aspek kemampuan sumber daya manusia, dapat dipahami oleh semua orang, dapat diukur, dapat dicapai melalui program-program tindakan, serta dapat diterima sebagai tugas dan tanggung jawab bersama untuk mencapai target tersebut. Dengan demikian, target harus disepakati bersama antara manajemen dan orang-orang atau tim yang bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi (Gaspersz, 2005:89).

Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:79), penetapan strategi dibedakan menjadi tiga kelompok:

Model-based, historical, dan negotiated.

Target ditetapkan berdasarkan suatu model tertentu dan diterapkan pada suatu aktivitas yang bersifat terprogram, di mana ada hubungan sebab akibat langsung antara input dan output. Model time dan motion studies diterapkan terhadap pekerja, historical target diturunkan langsung dari kinerja yang dicapai dalam periode sebelumnya, sedangkan negotiated target diperoleh dari hasil negosiasi antara atasan dan bawahan.

• Internal dan eksternal.

Target juga didasarkan pada kondisi internal maupun eksternal perusahaan. Penetapan target berdasarkan model time dan motion studies sebagaimana telah disebutkan merupakan kelompok target yang didasarkan pada kondisi internal perusahaan. Benchmarking adalah contoh yang popular untuk penetapan target yang didasarkan pada kondisi eksternal perusahaan.

Fixed dan flexible.

Target juga bisa dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu fixed dan flexible. Target yang bersifat tetap adalah target yang tidak berubah untuk suatu jangka waktu tertentu sedangkan target yang bersifat fleksibel adalah target yang disesuaikan dengan suatu perubahan kondisi lingkungan perusahaan.

2.3.7. Inisiatif Strategi

Di samping mengidentifikasian sasaran strategi, pemilihan inisiatif strategi juga merupakan komponen penting dari sebuah konsep Balanced Scorecard. Inisiatif dianggap jauh lebih penting daripada ukuran yang sebenarnya hanya merupakan mekanisme untuk memonitor kemajuan terhadap tujuan maupun sasaran strategi.

(28)

Menurut Kaplan dan Norton strategy map, Balanced Scorecard, dan program aksi (inisiatif dan anggaran) sebagai tiga komponen yang tak terpisahkan. Salah seorang praktisi Balanced Scorecard menggambarkan inisiatif strategi merupakan suatu program aksi di mana sumber daya dialokasikan untuk mendorong perbaikan kinerja (Makhijani dan Creelman, 2012:138)

Ditambahkan menurut Gaspersz (2005:92) apabila target-target kinerja pada setiap perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan telah ditetapkan, manajer dapat menilai apakah inisiatif (program) yang ada sekarang akan mampu membantu mencapai target-target ambisius ini atau diperlukan inisiatif-inisiatif baru untuk peningkatan kinerja perlu ditetapkan. Pada saat ini, banyak organisasi mempunyai beberapa pendekatan terhadap pelaksanaan inisiatif namun inisiatif tersebut seringkali tidak dikaitkan secara langsung untuk mencapai target-target peningkatan sesuai dengan tujuan maupun sasaran strategi. Dengan demikian upaya yang dikelola secara bebas dan disponsori oleh berbagai pihak dalam organisasi itu tidak memberikan hasil-hasil peningkatan kinerja yang memuaskan. Berkaitan dengan kenyataan ini, program Balanced Scorecard dapat menjadi pedoman yang mengaitkan beberapa program peningkatan kinerja yang ada sehingga menjadi terfokus pada pencapaian tujuan maupun sasaran strategi organisasi, ukuran, dan target yang berkaitan langsung dengan visi, misi, dan strategi perusahaan.

2.3.8. Cascading Process

Cascading merupakan suatu proses penyusunan di setiap jenjang organisasi oleh manajer jenjang organisasi yang bersangkutan, dengan menggunakan Balanced Scorecard jenjang organisasi yang lebih tinggi sebagai basis. Pada hakikatnya proses tersebut merupakan proses pengubahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan menjadi shared mission, shared vision, shared belief, shared values, dan shared strategy dalam setiap personel perusahaan melalui operational behavior (Mulyadi, 2004:256).

Dengan proses cascading dimaksudkan bahwa sasaran strategi di tingkat perusahaan dipecah lebih detail dan dijabarkan di tingkat divisi, bahkan sampai tingkat individu, dengan keterkaitan yang jelas. Dengan demikian akan terjadi keselarasan antara strategi di tingkat perusahaan dan strategi di tingkat divisi, bahkan di tingkat individu. Keselarasan ini penting sekali karena yang melaksanakan

(29)

strategi-strategi itu adalah divisi-divisi yang terkait, dan akhirnya individu-individu di dalam divisi tersebut. Penurunan dan penyelarasan di sini dimaksudkan untuk membagi tanggung jawab atas sejumlah strategi yang ada di tingkat perusahaan. Tentunya pembagian tanggung jawab itu disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari divisi yang bersangkutan (Luis dan Biromo, 2013:54)

Selain itu dalam proses cascading juga ditentukan oleh tipe struktur organisasi yaitu struktur organisasi dengan satu entitas dan struktur organisasi korporat dengan berbagai entitas. Dalam tipe struktur organisasi dengan satu entitas, perusahaan mengelola satu macam bisnis dan hanya memiliki satu entitas yang bertanggung jawab untuk melakukan pelaporan keuangan. Sedangkan pada struktur organisasi dengan berbagai entitas, perusahaan mengelola berbagai macam bisnis yang tidak berhubungan satu dengan lainnya dan memiliki berbagai entitas yang bertanggung jawab untuk melakukan pelaporan keuangan kepada korporat (Mulyadi, 2007:257).

Cascading dilaksanakan berdasarkan lima prinsip berikut ini:

Cascading dilakukan oleh manajer yang lebih rendah atas tujuan strategi jenjang organisasi yang lebih tinggi.

Cascading bertujuan ganda yaitu untuk membangun organisasi yang kohesif dan untuk membangun komitmen karyawan dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategi perusahaan.

Kata kunci yang digunakan dalam proses cascading adalah pengaruh yaitu kemampuan seseorang untuk menghasilkan dampak. Melalui proses cascading manajer jenjang organisasi lebih rendah dan karyawan diberi kesempatan untuk memilih sasaran dan inisiatif strategi yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian tujuan strategi perusahaan secara keseluruhan.

• Menuntut setiap personel untuk memberikan kontribusi signifikan dalam meuwujudkan sasaran-sasaran strategi perusahaan secara keseluruhan.

• Organisasi dapat menciptakan nilai dengan cara mengkombinasikan berbagai keahlian seluruh karyawan dari berbagai fungsi dalam organisasi, oleh karena itu, setiap kelompok karyawan akan memfokuskan keahliannya ke sasaran strategi yang menjadikan mereka dapat menghasilkan dampak signifikan.

(30)

2.4. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pemahaman konsep dalam landasan teori, kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis

Gambar

Gambar 2.1 A Comprehensive Strategic-Management Model  Sumber: David, 2013:44
Gambar 2.2 Prinsip Organisasi yang Berfokus kepada Strategi  Sumber: Makhijani dan Creelman, 2012: 20
Gambar 2.3 Balanced Scorecard sebagai Alat Manajemen Strategi untuk  Menerjemahkan Visi dan Misi
Gambar 2.4 Keterkaitan Hubungan-Sebab Akibat dalam Perspektif Keuangan  Sumber: Gaspersz, 2005: 39
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dan dalam faktor risiko manajemen, variabel risiko ketepatan pekerjaan konstruksi (Jadwal dan Kualitas) ada pada peringkat pertama. b) Faktor risiko desain dan teknologi

Dokumen Realisasi Fisik dan Keuangan Pengadaan (Belanja Modal dan Belanja Barang/Jasa termasuk Belanja Jasa Perencanaan dan Pengawasan/Konsultansi) Tahun 2020 seluruh satker

Dengan menerapkan algoritma genetika dalam peringkasan teks otomatis dokumen Bahasa Indonesia diharapkan dapat menghasilkan ringkasan yang berisi intisari dari keseluruhan

Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui bagaimana tanggapan konsumen terhadap brand image Universitas Widyatama dan bagaimana proses

Kejahatan Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm 31... beratkan pada keterangan saksi. Tetapi pada kasus yang menimpa penyandang disabilitas di

JADWAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GANJIL TAHUN AKADEMIK : 2018/2019. POLITEKNIK MUHAMMADIYAH PEKALONGAN KELAS : A (PAGI) DAN

Rehabilitasi sedang/berat gedung kantor Program perencanaan pembangunan daerah Penyelenggaraan Musrenbang Kelurahan. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan