• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penetapan kadar atenolol dalam plasma manusia dan cairan biologis

lainnya antara lain Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Yilmaz et al, 2012), Kromatografi Cair-Spektrofotometri Massa (LC

MS-MS) (Lwin et al, 2017), Elektroforesis kapiler (CE) (Arias et al, 2001), dan Kromatografi Gas-Spektrofotometri massa (GC-MS) (Yilmaz, 2009). Berdasarkan penelitian dengan menggunakan KCKT, hasil yang didapatkan yaitu nilai linearitas dari atenolol r = 0,99 yang menunjukan linearitas. Nilai presisi intra-day dan inter-day untuk atenolol dalam plasma kurang dari 6,1 dan akurasi lebih baik dari 5,5%. Nilai LOD 1,5 dan LOQ 5 ng/mL. Recovery rata-rata atenolol dalam plasma adalah 98,4% (Yilmaz et al, 2012). Pada LC

MS-MS, Atenolol menunjukkan rentang linier dari 1-800 ng/mL (r2 = 0,9995), presisi CV 15% dan recovery analit (kisaran 80-100%) tercapai

(Lwin et al, 2017). Pada CE, Atenolol dideteksi pada panjang gelombang 194 nm. Penentuan atenolol dicapai dalam waktu kurang dari 3 menit, dengan menggunakan elektrolit 50 mM H3BO3-50 mM Na2B4O7 (50:50, v/v) pH 9, dan menerapkan voltase +25 KV (Arias et al, 2001). Pada GC-MS, hasil yang didapakan yaitu kurva kalibrasi linier di atas kisaran konsentrasi 15-250 ng/mL. Nilai presisi intra-day dan inter-day untuk atenolol dalam plasma manusia kurang dari 7,4 dan akurasi lebih baik dari 6,4%. Recovery rata-rata atenolol dalam plasma manusia 90,46%. LOD dan LOQ atenolol adalah 5,0 dan 15 ng/mL (Yilmaz, 2009).

(2)

B. Landasan Teori 1. Atenolol

Gambar 2.1 Struktur Atenolol (Hussein, 2014)

Atenolol memiliki struktur C14H22N2O3 dengan berat molekul 266,3. Sinonim dari atenolol adalah atenololum, 4-(hidroksi-3-isopropilamino propoksi) fenilasetamida. Atenolol berbentuk serbuk putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutan atenolol adalah agak sukar larut dalam air; larut dalam etanol mutlak; praktis tidak larut dalam eter (Depkes RI, 1995).

Atenolol adalah obat golongan β-blocker yang sering diresepkan kedalam kelompok obat kardiovaskular, seperti hipertensi, angina pektoris akibat arteriosklerosis koroner (ISO, 2013). Efek dari atenolol dapat menyebabkan bradikardia, ekstremitas dingin, hipotensi postural, saikit kepala, vertigo, lelah, lemah, sedasi, depresi, gangguan gastrointestinal, dan bronkospasme (MIMS, 2016).

Mekanisme Atenolol yaitu atenolol berkompetisi dengan neurotransmiter simpatomimetik seperti katekolamin untuk mengikat reseptor beta (1)-adrenergik di jantung dan otot polos vaskular, menghambat stimulasi simpatis. Hal ini menyebabkan penurunan denyut jantung istirahat, curah jantung, tekanan darah sistolik dan diastolik, dan hipotensi ortostatik refleks. Dosis atenolol dosis tinggi juga secara kompetitif menghalangi tanggapan beta (2)–adrenergik pada otot polos bronkial dan vaskular (Rawashdeh, 2013).

Data farmakokinetika dari atenolol adalah absorpsi atenolol tidak sempurna sekitar 50%, sebagaian besar dosis yang diabsorpsi mencapai

(3)

sirkulasi sistemik. Tingkat puncak darah mencapai antara 2 dan 4 jam setelah dikonsumsi. Tidak seperti propanolol atau metoprolol, atenolol mengalami sedikit atau tidak ada metabolisme di dalam hati dan bagian yang diserap dieliminasi pada ginjal. Lebih dari 85% dosis intravena dieksreksi di urin dalam waktu 24 jam dibandingkan dengan 50% pada dosis oral. Hanya sejumlah sedikit (6-16%) yang terikat protein, sehingga menghasilkan tingkat obat pada plasma yang relatif konsisten. Waktu paruh eliminasi atenolol adalah 6-7 jam. Berdasarkan tingkat puncak pemberian intravena dicapai dalam waktu 5 menit. Clearance kreatinin kurang dari 35 mL/min/1,73 m2 (Wander et al, 2009).

2. Cairan Biologis

Cairan biologis adalah cairan yang terdapat di dalam tubuh, antara lain darah, urine, salifa dan lainnya. Penggunaan plasma dalam darah untuk analisis lebih sering digunakan karena jumlah obat lebih banyak terbebas atau terikat protein plasma. Darah merupakan sampel yang paling baik untuk identifikasi senyawa obat atau zat aktif lainnya baik untuk tujuan kualitatif ataupun kuantitatif. Plasma lebih sering digunakan daripada serum pada analisis obat, karena dapat disentrifugasi dengan segera, sedangkan pembentukan serum membutuhkan lebih banyak waktu (Smyth, 1992). Plasma biasanya digunakan untuk analisis klinis ataupun deteksi kandungan analit tertentu karena kandungan komponen darahnya lebih sedikit dibandingkan darah utuh yang memiliki matriks biologi yang sangat kompleks, sehingga lebih menguntungkan untuk analisis dan meminimalisir kegagalan ataupun kesalahan dalam analisis (Pearce, 2006).

3. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)-Densitometri

KLT (Kromatografi Lapis Tipis) adalah bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng

(4)

kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Kromatografi planar dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Sistem yang paling sederhana pada fase gerak KLT adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut tersebut dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:

a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif

b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti menentukan nilai Rf

d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran fase geraknya, seperti air dan metanol dengan perbandingan tertentu.

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efiseinsinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsropsi.

Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.

(5)

Jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yag menyebar dan puncak ganda.

Bejana KLT dijenuhkan dengan uap fase garak. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana KLT harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Ada beberapa teknik untuk melakukan pengembangan dalam KLT, yaitu pengembangan menaik (ascending), pengembangan dengan menurun (descending), melingkar, dan mendatar.

Bercak pemisahan pada KLT umumnya bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika dan biologi. Cara kimia yang biasanya digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberikan indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedangkan latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan menggunakan densitometri.

Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak atau noda pada lempeng KLT. Densitometri merupakan suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu ultraviolet atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder).

(6)

KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinik, forensik, baik untuk analisis kuantitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif.

a. Analisis Kualitatif

KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama.

b. Analisis Kuantitatif

Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, seperti metode spektrofotometri (Gandjar, 2007).

4. Validasi Metode Analisis a. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Nilai selektivitas dapat dilihat dari hasil kromatogram larutan standar dan sampel harus menunjukkan faktor rentensi yang sama (Harmita, 2004).

(7)

b. Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis, sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004).

Berdasarkan persamaan regresi linear yang didapatkan, ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua besaran yang diukur. Untuk itu perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (r) dan dibandingkan dengan r-tabel (r-kritik). Apabila r-hitung lebih kecil daripada r-tabel maka dikatakan korelasi tidak bermakna dan persamaan regresi tidak dapat digunakan untuk mengitung besaran yang dicari. Sebaliknya apabila r-hitung lebih besar dari r-tabel maka korelasi bermakna (signifikan) dan besaran yang dicari dapat dihitung dengan persamaan regresi yang ada (Gandjar, 2007).

c. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx (Harmita, 2004). Nilai LOD dan LOQ dihitung dengan persamaan:

(8)

LOD =

LOQ =

SD adalah standar deviasi dari respon dan b adalah slope dari kurva baku (Gandjar, 2007).

d. Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Rumus pehitungan koefisien variasi: SD =

RSD =

Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam julah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar 5-15% (Gandjar, 2007)

e. Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Recovery dihitung dengan membandingkan kadar yang terukur dengan penambahan baku terhadap kadar teoritis.

Untuk mencapai akurasi yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kriteria

(9)

akurasi sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada keseksamaan metode (RSD). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks (Harmita, 2004) dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Rentang Kesalahan Analit pada matriks sampel

(%)

Rata-rata yang diperoleh (%) 100 98-102 > 10 98-102 > 1 97-103 > 0,1 95-105 0,01 90-107 0,001 90-107 0,000.1 (1 ppm) 80-110 0,000.01 (100 ppb) 80-110 0,000.001 (10 ppb) 60-115 0,000.000.1 (1 ppb) 40-120 (Harmita, 2004)

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Atenolol (Hussein, 2014)
Tabel 2.1 Rentang Kesalahan  Analit pada matriks sampel

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengungkap penerapan pembelajaran kooperatif dengan model Think-Pair-Share untuk hasil belajar peserta didik pada mata

Perubahan kebijakan proteksi berupa peningkatan tarif impor dari 5 persen menjadi 25 persen untuk bawang merah dan jeruk pada skala makro- nasional berpotensi

Subjek kedua dengan permasalahan yang dialaminya, subjek menjadi mudah marah kepada rekan kerja dan orang lain (exppression supression) karena subjek merasa dirinya dan

Adapun masalah hukum yang timbul adalah bagaimana pengaturan mengenai alat bukti dan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia, bagaimana kekuatan

mengandung makna yang bias gender atau tidak. Hasil pendataan dan analisis ini dicatat dalam sebuah tabel yang mencantumkan nama tabloid, edisi terbit, kategori produk, nama

Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran mengenai Motivasi Pengurus Dema Jurusan Ushuluddin dan Ilmu sosial Periode 2015-2016 di kampus STAIN Kediri yaitu motivasi mahasiswa

T ujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh penerapan pendekatan saintifik melalui metode discovery terhadap hasil belajar

 Menggali informasi dari berbagai sumber tetang tentang perilaku keseimbangan hidup di dunia dan akhirat sesuai hadis riwayat Ibnu Asakir dari Anas, hadis riwayat Muslim dari