38
Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Daerah Pangkalan Pendaratan Ikan (UPTD
PPI) Kota Gorontalo terletak di kelurahan Tenda Kecamatan Hulonthalangi
dengan luas areal 0,8 Ha. Lokasi ini berada tidak jauh dari pemukiman penduduk
yakni ± 700 m. UPTD PPI ini terbentuk semenjak gorontalo belum jadi daerah
otonom dimana masih termasuk wilayah provinsi Sulawesi Utara. Dalam lahan
yang luasnya 0,8 Ha terdapat sarana dan prasarana atau infrastruktur yang
menunjang kegiatan operasional UPTD.PPI yang dapat dilihat dalam tabel 4.1 di
bawah ini.
Tabel 4.1 Data Aset dan Inventaris UPTD.PPI Kota Gorontalo
NO NAMA BARANG SATUAN JUMLAH KET
1 Gedung kantor TPI Unit 1
2 Gedung Unit 1 dipakai oleh koperasi
Tinelo
3 Gedung Unit 1 dipakai oleh koperasi
Dulohupa
4 Gedung Unit 1 dipakai oleh Satker
pengawsan & TMB
5 Gedung Unit 1 dipakai oleh HNSI
dan POKWASMAS
6 Gedung Unit 1 Procesing Ikan
7 Dermaga Tambat
Labuh Unit 1
8 Mesjid Unit 1
9 Bangsal Lelang Unit 2
10 Bangsal Pembuatan
jarring Unit 1
11 Gedung Pertemuan
Nelayan Unit 1
13 Pabrik Es Unit 1 Belum beroperasi 14 Dispensing Bahan bakar Unit 1 Dikelola oleh Koperasi Dulohupa 15 Toilet Unit 2
16 Instalasi air PDAM Unit 2
17 Bak Penampungan air Unit 1
18 Tempat / pos penyimpanan Pompa air Unit 1 19 PLN Unit 2
20 Lemari Kaca Buah 2
21 Lemari biasa Buah 1
22 Meja Buah 10
23 Kursi Buah 6
24 Kursi plastik Buah 100
25 Komputer Unit 1
26 Kipas Angin Buah 1
27 Radio Olban (pantai ) Unit 1
28 Radio HT Unit 7
29 Audio / Pengeras
suara Unit 1
30 Kendaraan Roda dua Buah 1
31 Kendaraan Roda empat/Box
Buah 1
Sumber : Data Profil UPTD PPI Kota Gorontalo
Secara layout gambaran lokasi UPTD.PPI dapat dilihat pada gambar 4.1 di
bawah ini.
Gambar 4.1 Layout UPTD.PPI Kota Gorontalo (Sumber : data profil UPTD PPI Kota Gorontalo)
4.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berupa tingkat kapadatan lalat yang diperoleh melalui
pengukuran langsung di Tempat Pelelangan Ikan. Hasil penelitian didapatkan
dengan membandingkan tingkat kepadatan lalat di masing-masing fly grill yang
hari berturut-turut diperoleh data rerata kepadatan lalat ke tujuh jenis warna fly
grill pada waktu pagi, siang, dan sore, serta rerata kepadatan lalat perwarna. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil pengukuran kepadatan lalat yang menggunakan beberapa jenis warna fly grill di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014
No Waktu
Jenis Warna Putih Asli
kayu Coklat Hitam Merah Biru Kuning Rerata 1 Hari pertama Pagi Siang Sore 5 6 5 4 5 6 10 5,86 8 7 8 5 7 6 10 7,29 17 15 12 9 9 6 26 13,43 2 Hari kedua Pagi Siang Sore 8 8 4 3 4 5 11 6,14 8 17 9 6 5 5 17 9,57 16 19 6 5 9 4 26 12,14 3 Hari ketiga Pagi Siang Sore 10 17 5 10 5 5 23 10,71 10 10 7 5 6 6 17 8,71 16 13 7 4 8 5 18 10,14 Rerata 10,89 12,44 7 5,67 6,44 5,33 17,56 Sumber: Data Primer
Untuk rincian hasil pengukuran dapat dilihat pada lampiran 2.
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di
TPI Kota Gorontalo. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini
Tabel 4.3 Pengukuran rerata suhu, kelembaban udara dan kepadatan lalat semua jenis warna fly grill di lokasi penelitian di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014
No Waktu Suhu Kelembaban Kepadatan
1 Pagi 28oC 96.5% 7,57
2 Siang 33 oC 89.8% 8,52
3 Sore 29 oC 94.8% 11,90
Sumber: Data Primer
Data di atas ini merupakan pengukuran suhu dan kelembaban selama tiga
Begitu juga dengan kepadatan lalat, adalah hasil rata-rata kepadatan lalat semua
warna selama tiga hari dan telah dirata-ratakan berdasarkan waktu.
Data kepadatan lalat di atas dideskripsikan dalam grafik batang
berdasarkan nilai rerata masing-masing warna fly grill. Hal ini dilakukan untuk
melihat warna apa yang paling tinggi tingkat kepadatan lalat melalui
perbandingan tinggi batang grafik. Untuk hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.2
di bawah ini.
Gambar 4.2 Grafik Rerata kepadatan lalat yang hinggap pada setiap warna fly
grill
Dari gambar di atas dapat diinterpretasikan bahwa warna kuning adalah
coklat, merah, hitam dan biru. Sesuai dengan jumlah kepadatan lalat pada tiap-tiap
warna fly grill dapat terlihat jelas bahwa warna fly grill yang paling disenangi dari
yang paling tertinggi sampai pada yang terendah yaitu warna kuning dengan
jumlah rerata kepadatan lalat 17,56, warna asli kayu dengan jumlah rerata
kepadatan lalat 12,44, warna putih dengan jumlah rerata kepadatan lalat 10,89,
warna coklat dengan jumlah rerata kepadatan lalat 7, warna merah dengan jumlah
rerata kepadatan lalat 6,44, warna hitam dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,67
dan warna biru dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,33.
Selain itu, hasil yang diperoleh di atas juga dapat dibuat persentase
hasilnya berdasarkan masing-masing warna. Dari hasil perhitungan pada lampiran
6 diperoleh bahwa rata-rata kepadatan lalat untuk masing-masing warna fly grill
dapat dipersentasekan sebagai berikut : Putih 16,92 %, Asli Kayu 18,46, Coklat
10,77 %, Hitam 9,23 %, Merah 9,23 %, Biru 7,69 %, Kuning 27,69. Sehingga jika
dilihat dari rata-rata persentase kepadatan lalat per masing-masing warna fly grill
warna yang paling disukai jika diurutkan adalah sebagai berikut : warna kuning,
asli kayu, putih, coklat, merah, hitam dan biru. Untuk perbedaan kepadatan lalat
berdasarkan rata-rata persentase per warna fly grill dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Grafik Persentase Rata-rata kepadatan Lalat Tiap Warna fly grill
Dari grafik di atas dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kepadatan lalat
pada fly grill warna kuning paling besar dan yang tingkat kepadatan lalat paling
sedikit adalah fly grill warna biru.
4.3 Analisis Data
4.3.1 Pengujian normalitas data
Pengujian normalitas data merupakan salah satu syarat yang harus
terpenuhi dalam menentukan statistik uji yang akan digunakan dalam pengujian
data selanjutnya. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh dari hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak terdistribusi normal.
Pengujian statistik data ini dilakukan dengan menggunakan teknik uji kecocokan
dengan statistik uji chi-kuadrat pada taraf nyata α = 0,05. Berdasarkan hasil
perhitungan statistik uji chi-kuadrat seperti terdapat pada lampiran 3 dengan hasil
Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Kepadatan Lalat Warna Fly Grill Jenis Pengukuran 2
hitung 2 tabel Keterangan
Biru Jumlah Kepadatan Lalat 9,126 11,070 Normal Hitam Jumlah Kepadatan Lalat 5,258 11,070 Normal Putih Jumlah Kepadatan Lalat 8,595 11,070 Normal Kuning Jumlah Kepadatan Lalat 4,901 11,070 Normal Merah Jumlah Kepadatan Lalat 5,230 11,070 Normal Coklat Jumlah Kepadatan Lalat 5,457 11,070 Normal Asli Kayu Jumlah Kepadatan Lalat 8,586 11,070 Normal
Dari tabel di atas terlihat bahwa 2hitung<2tabel(1-α) (k-1), dengan
demikian, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis H0 diterima yang berarti data
yang diperoleh terdistribusi normal.
4.3.2 Pengujian hipotesis
Berdasarkan hasil pengujian normalitas didapatkan data terdistribusi
normal maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis
dalam penelitian ini menggunakan uji statistik One Way-Anova(anova satu jalur).
Dengan menggunakan statistik uji One Way-Anova dilihat perbedaan yang
signifikan antara penggunaan berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat
signifikan antara penggunaan berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat
kepadatan lalat maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan
berbagai macam warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat.
Dengan menggunakan uji statistik One Way-Anova untuk uji hipotesis,
diperoleh serangkaian unsur data pokok dalam perhitungan One Way-Anova
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.5 Pengujian One Way-Anova Sumber
Variasi Jumlah Kuadrat (JK) d.b MK F
Kelompok (K) Dalam (d)
18 , 1086 28 , 5522 ) 25 , 1406 00 , 361 42 , 2757 86 , 1059 91 , 298 96 , 268 ( ) ( ) ( 2 2 N X n X JK T k k k 63 , 770 18 , 1086 81 , 1856 T k d JK JK JK dbk = K – 1 = 9-1 = 8 dbd = N – K = 63- 9 = 54 77 , 135 8 18 , 1086 M Kk k k db JK 27 , 14 54 63 , 770 M KD d D db JK Nilai Fhitung 51 , 9 27 , 14 77 , 135 d k o MK MK F Nilai Ftabel (8.54) = 2,114 Total (T) 81 , 1856 28 , 5522 09 , 7379 ) ( 2 2
N X X JKT T T dbT = N – 1 = 63– 1 = 62Berdasarkan hasil uji hipotesis sesuai yang terdapat pada tabel di atas
diperoleh perbandingan antara harga Fhitung dengan Ftabel seperti pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Uji Hipotesis Statistika
Fhitung Ftabel (α= 5% ,dk= (8, 54) Keterangan
9,51 2,114 H
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung sebesar 9,51 Sedangkan
Ftabel diperoleh pada taraf kepercayaan 0,05 diperoleh (α=0,05; (dkk, dkd) sebesar
2,114. Dengan demikian secara statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan
terima H1. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kepadatan
lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat,
dan warna asli kayu, sehingga dapat diketahui terdapat pengaruh penggunaan
variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat.
4.4 Pembahasan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variasi warna fly grill untuk
mengukur tingkat kepadatan lalat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Fungsi
penggunaan variasi warna pada fly grill adalah untuk melihat warna yang paling
disukai oleh lalat. Karena dilihat dari sifatnya, menurut Rozendaal (dalam Sayono
dkk, 2005) menyatakan bahwa: “Kepadatan dan penyebaran lalat sangat
dipengaruhi oleh reaksi terhadap cahaya, suhu dan kelembaban udara, serta warna
dan tekstur permukaan tempat”.
Warna fly grill yang digunakan antara lain Biru, Hitam, Putih, Kuning,
Merah, Coklat dan warna Asli Kayu. Warna fly grill ini diperoleh dari pewarnaan
cat yang bermerek Avian dengan no cat Biru 733, Hitam 0, Putih 0, Kuning 466,
Merah 192, Coklat 301. Penggunaan merek cat yang digunakan adalah cat yang
sama untuk semua jenis warna yang digunakan. Sedangkan untuk jenis kayu yang
digunakan adalah kayu Buarao. Fly grill yang digunakan adalah fly grill dengan
ukuran total 80 cm x 80 cm, dengan per bilah kayu 80 cm x 2 cm dan tebal 1 cm.
Pengukuran kepadatan lalat yang dilakukan di TPI ini dilakukan
pengukuran di tiga titik lokasi yaitu di bagian tengah TPI dan bagian ujung-ujung
TPI. Pengukuran dilakukan dengan serangkaian pengukuran pada 7 buah fly grill
dengan 10 kali pengulangan pengukuran untuk ke 7 warna fly grill. Hal ini
dilakukan untuk melihat jumlah kepadatan lalat pada fly grill yang berbeda warna
melalui pengontrolan durasi waktu 30 detik untuk tiap kali pengukuran yang sama
untuk masing-masing fly grill yang berbeda warna. Hasil pengukuran akhir
merupakan hasil perhitungan rata-rata kepadatan lalat di tiga titik lokasi untuk
masing-masing warna fly grill.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa rata-rata kepadatan lalat
untuk masing-masing warna fly grill disimpulkan bahwa warna fly grill yang
paling disukai jika diurutkan adalah warna kuning, asli kayu, putih, coklat, merah,
hitam dan biru. Hal ini menunjukkan bahwa warna fly grill yang paling disukai
lalat adalah warna kuning kemudian warna asli kayu dan selanjutnya warna putih,
sedangkan untuk fly grill yang memiliki kepadatan lalat yang rendah
menunjukkan bahwa lalat kurang tertarik pada warna tersebut seperti warna
coklat, merah, hitam dan terutama warna biru.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Kusnaedi (dalam Sayono
dkk, 2005), yang menyatakan bahwa “lalat lebih tertarik pada warna kuning.
Menurut Bennet (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat lebih tertarik pada warna
putih” serta menurut Azwar (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat kurang
tertarik (takut) pada warna biru”. Selain itu juga, jika dibandingkan dengan
dari yang tertinggi sampai dengan terendah yaitu dimulai dengan warna asli kayu,
warna putih, warna kuning, warna merah, warna biru, warna hitam, dan warna
coklat. Hal ini hampir sama dimana rata-rata kepadatan lalat yang tertinggi pada
warna kuning, putih dan warna asli kayu serta kapadatan lalat terendah pada
warna coklat, merah, biru, dan hitam. Jika dilihat dari perolehan data secara
langsung dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan
lalat.
Tidak hanya diinterpretasi seperti di atas berdasarkan rerata hasil
pengukuran yang diperoleh langsung, data yang telah diperoleh ini juga akan
dilakukan uji statistik untuk membuktikan hipotesis statistik yang telah dibuat.
Data yang telah dideskripsikan diuji kembali dengan menggunakan One
Way-Anova. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan yang signifikan
pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Hasil
uji one way Anova yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa uji F signifikan
pada kelompok uji yang ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 9,51 yang lebih
besar dari pada Ftabel(8.54) sebesar 2,114 (Fhitung ≥ Ftabel), diperkuat dengan nilai kritik α = 5% atau 0,05. Hasil ini menjelaskan bahwa H0 ditolak dengan hipotesis statistik H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan
lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat,
dan warna asli kayu. Dengan kriteria pengujian untuk hipotesis adalah Kriteria
pengujian untuk hipotesis adalah tolak H0 jika harga Fhitung ≥ Ftabel maka artinya
dengan taraf signifikan 5% atau 0,05. Artinya hasil uji hipotesis statistik
penelitian ini menolak H0 yang menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna
biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu” yang berarti bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang
menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna
asli kayu. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang
dibuat terterima yaitu terdapat pengaruh tingkat kepadatan lalat yang
menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna
asli kayu. Jadi terlihat bahwa terdapat pengaruh penggunaan variasi warna fly
grill.
Hal ini jika dihubungkan dengan apa yang telah dijelaskan dalam Depkes
RI, 1991, Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai
sinar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sinar adalah cahaya. Menurut Sadili
dkk dalam Gamma (2008) warna dalam ilmu fisika adalah gejala yang timbul
karena suatu benda memantulkan cahaya dan mempunyai sifat cahaya bergantung
pada panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Lalat
yang merupakan salah satu serangga yang memiliki mata majemuk yang dapat
berkontraksi terhadap warna sehingga preferensinya berbeda pula terhadap warna.
Metclaf (dalam Bagun, 2009), menyatakan bahwa Serangga lebih tertarik
pada spektrum warna kuning-hijau dengan panjang gelombang 500-600 nm.
Adapun warna yang berada pada rentang panjang gelombang tersebut dapat
Gambar 4.4 Spektrum warna
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa lalat sangat menyukai warna
kuning. Sehingga warna kuning yang menarik perhatian lalat sering dijadikan alat
perangkap lalat atau alat untuk mengukur kepadatan lalat. Untuk warna asli kayu,
Umaniyah (2010) menyatakan bahwa panjang gelombangnya berkisar antara
401-500 nm dan Sasas (2000) mengatakan milton roy colour memiliki panjang
gelombang 400-700 nm, selain itu warna asli kayu ini dapat memantulkan cahaya.
Sedangkan warna putih, merupakan cahaya monokromatik yang dapat
menghamburkan spektrum warna tampak. Dalam Depkes (1991) dikatakan bahwa
lalat suka pada cahaya. Warna kuning, putih dan warna asli kayu dapat membuat
lalat tertarik berdasarkan data yang diperoleh.
Data yang telah diuji hipotesis statistiknya ini sudah terlebih dahulu diuji
kenormalan datanya dengan uji Chi-Kuadrat. Data yang menunjukkan normal
memenuhi kriteria 2hitung<2tabel(1-α) (k-1). Dengan value yang diperoleh 2hitung
untuk warna biru 9,126, 2hitung untuk warna hitam 5,258, 2hitung untuk warna
putih 8,595, 2hitung untuk warna kuning 4,901, 2hitung untuk warna merah 5,230,
Dengan 2tabel(1-α) (k-1) adalah 11,070, sehingga semua data baik itu data
kepadatan lalat pada fly grill warna Biru, Putih, Coklat, Merah, Kuning, Hitam
dan warna Asli Kayu data yang diperoleh signifikan artinya berdistribusi normal
sehingga data yang diperoleh dapat dilanjutkan untuk diuji hipotesis statistiknya.
Selama pengukuran kapadatan lalat peneliti juga mengukur suhu dan
kelembaban. Depkes (1991) menjelaskan bahwa lalat mulai terbang pada
temperatur 150C dan aktifitas optimumnya pada temperatur 210C. Pada temperatur
di bawah 7,50C tidak aktif dan di atas 450C terjadi kematian pada lalat. Sedangkan
Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang dilakukan dapat
dikatakan bahwa kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kepadatan lalat, hal
ini dijelaskan bahwa jika suhu udara dibawah atau dingin maka kelembaban udara
tinggi yang juga diikuti oleh perubahan tingkat kepadatan lalat yang menunjukkan
tingkat kepadatan lalat meningkat. Dengan bertambahnya kelembaban suatu
lokasi maka kepadatan lalat meningkat. Namun pada penelitian ini dapat dilihat
pada lampiran 5 bahwa pada pagi hari ketika keadaannya lembab tingkat
kepadatan lalat rendah yang seharusnya kepadatan lalatnya tinggi. Hal ini
disebabkan oleh aktifitas di TPI pada pagi hari. Karena pada pagi hari TPI banyak
dipadati pembeli yang lalu lalang sehingga mempengaruhi hasil pengukuran.
Selain itu, jika dibandingkan kondisi pagi, siang dan sore keadaannya sangat
berbeda. Dimana pada pagi hari TPI belum menghasilkan bau yang terlalu busuk
karena ikan yang diperdagangkan masih segar serta tingkat kebersihannya masih
dan sore hari bau busuk yang dihasilkan semakin menusuk serta ketika semakin
siang dan sore hari mulai ada sisa-sisa potongan ikan-ikan kecil yang tergelatak di
saluran air, tempat pembuangan sampah serta papan tempat penjualan bekas pagi
hari. Aktifitas di TPI semakin siang sampai sore mulai sunyi.
Kelemahan dalam penelitian ini selain yang telah dijelaskan di atas,
kecepatan angin yang sering berubah-ubah juga dapat mempengaruhi populasi
lalat pada saat pengukuran, dalam penelitian ini juga tidak dilakukan pengukuran
sinar pantul dari setiap warna yang ada, supaya untuk mengetahui warna apa yang