• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang melibatkan transmisi informasi dari satu orang ke orang lain (Groves, 2014), dan merupakan aspek paling penting serta harus dikuasai dalam praktek perawatan kesehatan professional (Roberts et al., 2007).

Komunikasi terapeutik merupakan interaksi interpersonal antara perawat dan klien yang berfokus pada kebutuhan khusus klien melalui pertukaran informasi yang efektif (Videbeck, 2011) untuk memfasilitasi pembentukan hubungan perawat-klien dalam memenuhi tujuan keperawatan (DeLaunne dan Ladner, 2011). Terampil dalam menggunakan teknik komunikasi terapeutik akan membantu perawat memahami dan berempati pada pengalaman klien serta akan memenuhi standar perawatan klien (Videbeck, 2011). Tanpa komunikasi yang baik, tenaga kesehatan tidak mampu mengetahui kebutuhan dan keinginan klien, sehingga ketidaksesuaian pemenuhan hak pasien bisa saja terjadi serta klien tidak mendapatkan pilihan atas tindakan yang dilakukan terhadapnya, sehingga akan mengarah pada hasil kesehatan klien yang buruk (Skander et al., 2007). Komunikasi yang kurang baik menciptakan situasi di mana kesalahan medis dapat terjadi (O’Daniel dan Rosenstein, 2008). Penelitian telah menunjukkan bahwa 71% dari malpraktek medis atau kesalahan medis adalah hasil dari masalah komunikasi (Shafer dan Emily, 2007). Menurut Joint Commission’s (2012) komunikasi yang kurang baik merupakan salah satu akar penyebab dari 61%

(2)

kejadian sentinel pada tahun 2011 (Smith, 2012).

Interaksi merupakan elemen dasar dalam pengetahuan keperawatan dan salah satu yang paling penting dalam konsep keperawatan, karena hanya dengan interaksi klien dapat secara jelas menyatakan kebutuhannya akan perawatan (Sieger et al., 2012). Namun ada laporan dari penelitian terdahulu yang menyatakan mengenai rendahnya tingkat interaksi perawat-pasien (Bowers et al, 2009), di antaranya adalah penelitian Whittington dan McLaughlin (2000) yang menyebutkan hanya 7% dari waktu yang dihabiskan perawat dalam interaksinya dengan pasien dan penelitian oleh Hurst et al. (2004) yang melaporkan hanya 4% dari waktu yang tersedia digunakan oleh perawat untuk berinteraksi dengan pasien. Rendahnya tingkat interaksi perawat-pasien ini berkebalikan dengan kebijakan pusat audit Healthcare Commission yang memberikan waktu minimal 15 menit bagi perawat untuk berinteraksi dengan pasien per shift kerja perawat (Healthcare Commission, 2008).

Penelitian oleh Öztürk et al. (2013) menyebutkan bahwa 76% dari mahasiswa perawat mengalami masalah komunikasi ketika praktek di klinik. Mahasiswa perawat ini mengalami masalah komunikasi dengan perawat klinis (68%), pasien (66%), instruktur (59%), dan dokter (44%). Masalah komunikasi mereka disebabkan oleh pasien yang mengabaikan mereka sehingga tidak terjalin komunikasi yang efektif (59%), oleh perawat klinis yang cenderung meremehkan mahasiswa (49%), oleh dokter yang tidak ingin berkomunikasi dengan mereka (26%), oleh instruktur (33%) dan dengan sifat-sifat pribadi mereka sendiri (20%). Praktek dan pelatihan dapat meningkatkan komunikasi dengan pasien dan membantu membangun hubungan yang

(3)

lebih efektif dengan klien (Lilis dan Lynn, 2011).

Pendidikan keperawatan memainkan peran yang signifikan dalam mempersiapkan perawat untuk memberikan perawatan yang berfokus pada pasien dan untuk berkomunikasi secara efektif (Boykins, 2014). Adanya kompetensi komunikasi dari perawat dan tenaga kesehatan merupakan hal yang penting bagi pendidikan di bidang keperawatan dan memiliki keterkaitan dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Penting bagi mahasiswa keperawatan untuk memahami konsep komunikasi ketika memberikan perawatan yang berfokus pada pasien (Boykins, 2014). Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu institusi pendidikan yang memberikan pelatihan dan praktek terkait kompetensi yang harus dikuasai kepada mahasiswanya melalui pembelajaran di Skills Lab.

Pembelajaran di Skills lab merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempelajari berbagai macam keterampilan klinik, diantaranya berupa komunikasi, diagnosis dan prosedur terapi (Demak, 2011). Keterampilan-keterampilan dalam Skills Lab diajarkan secara aman, sederhana dan dengan situasi yang lebih terkontrol. Skills lab memegang peranan penting dalam pencapaian kompetensi keterampilan, salah satunya dalam pencapaian keterampilan komunikasi (Widyandana et al., 2009).

Pencapaian kompetensi mahasiswa yang didapatkan melalui pembelajaran di

Skills Lab dapat diukur melalui beberapa metode penilaian di antaranya metode Davis Observation Code (DOC) yang dikembangkan di Universitas California untuk

menganalisa interaksi dokter-klien, Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang sering digunakan untuk membangun penilaian formatif komunikasi

(4)

residen dan keterampilan inter-personal, instrumen evaluasi 360 derajat, grafik pengingat ujian lisan, pemeriksaan pasien standar dan In-Training Examination (ITE) yang secara umum digunakan untuk menilai pengetahuan medis dan keterampilan perawatan pasien (Nuovo et al., 2006). Salah satu dari semua alat penilaian itu, yang paling umum digunakan adalah OSCE. Pasien simulasi dilatih untuk memerankan peran sebagai pasien sesuai dengan kasus yang disediakan ketika OSCE (Nuovo et

al., 2006). Mahasiswa keperawatan harus mampu mendemonstrasikan pengetahuan

komunikasi terapeutik dan keterampilan berkomunikasi sebelum dinyatakan lulus (Boykins, 2014).

Penilaian kinerja mahasiswa dilakukan dengan checklist yang telah ditentukan oleh dosen penguji dan oleh ‘pasien’. OSCE sering digunakan untuk mengembangkan penilaian formatif komunikasi mahasiswa dan keterampilan interpersonal (Nuovo et al., 2006). Standar checklist dalam simulasi pertemuan dengan klien telah banyak digunakan untuk meningkatkan pelatihan keterampilan (King et al., 2012). Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran merupakan salah satu instansi pendidikan yang menggunakan checklist dalam pembelajaran di Skills Lab dan metode penilaian OSCE untuk mengukur kompetensi mahasiswanya.

Saat ini ketertarikan pada penilaian alat komunikasi dan perbaikan keterampilan berkomunikasi dalam pelatihan praktek umum mengalami peningkatan. Kualitas penilaian dari instrumen yang digunakan merupakan hal yang sangat penting (Nuland et al., 2007). Kegiatan uji pengukuran terhadap checklist akan menjadi

(5)

langkah penting menuju peningkatan kualitas alat ukur terhadap latihan (Makoul, 2001). Meskipun pentingnya komunikasi telah diakui, namun belum ada instrumen dengan standar emas untuk mengukur komunikasi (Roberts et al., 2007). Selama bertahun-tahun, berbagai pendekatan untuk mengukur soft skill seperti komunikasi telah diusulkan dan diteliti. Namun, seringkali sulit untuk mendapatkan nilai yang reliable dan menerapkannya secara resmi dalam skala besar (Lievens, 2013). Sebuah tinjauan sistematis mengenai literature OSCE menemukan bahwa hanya 37% dari penulis yang melaporkan mengenai evidence dari checklist sebagai suatu instrumen yang reliable (Cazzel dan Howe, 2012).

Penilaian akurat tentang keterampilan berkomunikasi diperlukan pendidik untuk mengidentifikasi mahasiswa dengan keterampilan komunikasi yang masih kurang dan untuk mendorong mahasiswa agar fokus pada usaha mereka menguasai keterampilan komunikasi tersebut. Penilaian komunikasi masih menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik dan dirasa masih menjadi hal yang sulit karena penilaian yang valid memerlukan observasi terstruktur ketika berinteraksi dengan pasien (Bergus et al., 2009).

Pengukuran komunikasi umumnya difokuskan pada interaksi dokter-klien, sedangkan untuk profesi kesehatan lain belum banyak dilakukan (Roberts et al., 2007), maka dari itu penting untuk melakukan penilaian pada instrumen yang digunakan dalam interaksi antara perawat-klien. Tanpa pengukuran, akan sulit bagi tenaga kesehatan untuk memastikan kekuatan dan kelemahan keterampilan berkomunikasi (King et al., 2012).

(6)

Instrumen standar untuk menilai komunikasi banyak tersedia (Huntley et al., 2012), salah satunya dengan instrumen checklist dalam ujian OSCE. Sebuah instrumen harus dapat memenuhi sejumlah persyaratan dalam konteks komunikasi perawatan primer (Pérula et al., 2012). Instrumen harus efisien dan kuat jika digunakan dalam skala besar, bahkan ketika digunakan pada program sarjana dengan sumber daya yang terbatas dan untuk menilai mahasiswa dengan standar penilaian yang adil dalam ujian. Artinya, bahwa sebuah instrumen penilaian itu harus singkat, mudah dikelola sebagai cerminan dari pemahaman teori komunikasi (Huntley et al., 2012), dan harus didasarkan pada definisi yang baik mengenai model hubungan profesional perawat-klien, serta mencakup beberapa kategori yang dapat diamati (multidimensi), dan memiliki kepraktisan, ketepatan atau keakuratan serta memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi (Pérula et al., 2012).

Salah satu instrumen penilaian komunikasi yang digunakan dalam interaksi perawat-klien adalah instrumen checklist. Peneliti akan melakukan penelitian mengenai uji interrater reliability dariinstrumen checklist interaksi perawat-klien yang digunakan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada untuk dapat memenuhi persyaratan sebuah instrumen dalam konteks keperawatan primer.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka dapat ditetapkan rumusan masalah penelitian, yaitu “Bagaimanakah interrater reliability dari checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan

(7)

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ?” C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien sebagai framework interaksi perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep atau teori dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai interrater reliability dari checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien sebagai framework interaksi perawat-perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang interrater reliability dari

checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien sebagai framework

interaksi perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

b. Bagi Institusi Kesehatan

Memberikan pengetahuan pada tenaga kesehatan mengeni pentingnya komunikasi dan interaksi dengan klien. Khususnya interaksi perawat-klien sebagai framework interaksi perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

(8)

c.

Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan

Sebagai bagian dari peningkatan mutu pendidikan di program studi ilmu keperawatan dalam melakukan evaluasi keterampilan komunikasi menggunakan instrumen yang reliable dan objektif, serta meningkatkan pengetahuan tentang interaksi komunikasi perawat-klien.

E. Keaslian Penelitian

Peneliti belum pernah menemukan penelitian tentang validitas dan reliabilitas

checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien sebagai framework interaksi

perawat-klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Adapun penelitian yang sudah membahas tentang hala-hal terkait validitas dan reliabilitas, checklist ketrampilan, interaksi perawat-klien, yaitu :

1. Heribertus Himawan Saptomo (2006), yaitu : Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik dengan Pelaksanaan Interaksi perawat-Klien di IRNA III Wijaya Kusuma RS dr. Sardjito Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional menggunakan instrumen penelitian untuk mengukur pengetahuan

dengan skala Guttman dan chek list observasi untuk mengukur interaksi perawat-klien. Analisis data menggunakan tehnik uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna dengan tingkat korelasi sedang antara tingkat pengetahuan perawat tentang

(9)

komunikasi terapeutik dengan pelaksanaan interaksi-klien di IRNA III Wijaya Kusuma RS dr. Sardjito Yogyakarta. Persamaan dari penelitian ini adalah mengenai komunikasi terapeutik interaksi perawat-klien. Perbedaan dari penelitian ini adalah uji penelitian, subyek penelitian dan tempat penelitian. 2. Trijani Moedjiherwati (2007), yaitu : Dampak Pelatihan Komunikasi

Terapeutik Perawat Terhadap Ketrampilan Komunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Krakatau Medika Cilegon. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan kuasi eksperimen dengan pengukuran before after dengan kontrol ini diterapkan untuk mengetahui apakah pelatihan komunikasi terapeutik dapat meningkatkan keterampilan komunikasi terapeutik perawat pada instalasi rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan dapat meningkatkan secara signifikan pengetahuan komunikasi terapeutik, sikap komunikasi terapeutik dan keterampilan komunikasi terapeutik. keterampilan komunikasi terapeutik perawat menunjukkan kecenderungan peningkatan sehingga secara umum pelatihan berhasil baik. Persamaan dari penelitian ini adalah mengenai keterampilan komunikasi terapeutik. Perbedaan dari penelitian ini adalah uji penelitian, subyek penelitian dan tempat penelitian.

3. Heri Sudiyati (2004), yaitu : Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Rasa Percaya Klien Terhadap Perawat Di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. rancangan yang digunakan

(10)

adalah survei analitik dengan cara observasi dan kuisioner. pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling pada perawat dan klien dengan jumlah sampel 30 orang perawat dan 30 orang klien. pengolahan data dilakukan dengan analisis korelasi pearson. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat di ruang rawat inap penyakit dalam rs panti rapih. Persamaan dari penelitian ini adalah mengenai komunikasi terapeutik. Perbedaan dari penelitian ini adalah uji penelitian, subyek penelitian dan tempat penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “Pengaruh Kompetensi, Independensi, Integritas, Objektivitas, Motivasi dan Etika

Dengan kata lain, kontribusi dakwah komunitas muslim Indonesia masih lebih banyak berkontribusi ke dalam untuk memperkuat kohesi sosial di antara sesama mereka sebagai sesama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Pengaruh model pembelajaran discovery dengan pendekatan saintifik (PDPS) terhadap hasil belajar fisika peserta didik;

Pada penelitian ini akan difokuskan pada aplikasi pembelajaran dibidang kedokteran, Dengan menggunakan Mobile Learning Engine (MLE) yang merupakan aplikasi multimediabased untuk

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat Desa Klampok beragama Islam, terbukti dari sarana peribadatan yang sangat memadai. Salah satunya yaitu masjid

Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak, yang berarti ada hubungan antara kehilangan hubungan dengan teman-teman atau keluarga dengan kualitas hidup

Sebagai contoh, bila simpul pada graf merepresentasikan kota dan bobot sisi merepresentasikan jarak antara 2 kota yang mengapitnya, maka algoritma Dijkstra dapat

mewakili setiap faktor yang menentukan minat mahasiswa manajemen untuk berwirausaha ada 18 variabel dari 25 indikator yang diidentifikasi. Indikator-indikator