• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah

Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor :1251 tahun 1986 tanggal 03 Juni 1986 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor :1815 Tahun 1988.

Letak geografis wilayah ini diantara 160,48’66” Bujur Timur dan Lintang Selatan 6,22’14” serta berada pada ketinggian 300 M di atas permukaan laut, dilalui sungai besar yaitu Sungai Ciliwung.

Batas Wilayah Kelurahan Lenteng Agung:

Utara : Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu dan Kelurahan Tanjung Barat. Timur : Kali Ciliwung.

Selatan: Kelurahan Srengseng Sawah

Barat : Kelurahan Kebagusan, Kelurahan Jagakarsa, Srengseng Sawah.

Luas wilayah Kelurahan Lenteng Agung 227,74 ha dengan penggunaan sebagian besar untuk perumahan selebihnya terdiri dari fasilitas umum, perkantoran dan pemakaman. Tata guna tanah di Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas wilayah Kelurahan Lenteng Agung menurut penggunaan

No. Jenis tanah Luas (ha)

1. Perumahan 171,11

2. Perkantoran /industri 16,03

3. Fasilitas umum 39,50

4. Pemakaman 1,10

Jumlah 227,74 Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

Keadaan Penduduk menurut Kelompok Usia

Jumlah penduduk Kelurahan Lenteng Agung pada akhir tahun 2009 tercatat sebanyak 49.852 jiwa yang terdiri dari 26.046 jiwa penduduk laki-laki

(2)

dan 23.758 jiwa penduduk perempuan dengan distribusi menurut usia seperti ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Lenteng Agung berdasarkan kelompok usia

No. Gol Usia Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 0 – 4 tahun 1.536 1.401 2739 2. 5 – 9 tahun 1659 1421 3080 3. 10 – 14 tahun 1182 1758 2940 4. 15 – 19 tahun 1553 2779 5332 5. 20 – 24 tahun 2251 2141 4392 6. 25 – 29 tahun 2439 2275 4714 7. 30 – 34 tahun 3691 2373 6084 8. 35 – 39 tahun 2597 2439 5036 9. 40 – 44 tahun 2145 1899 4044 10. 45 – 49 tahun 1975 1681 3656 11. 50 – 54 tahun 1721 1401 3122 12. 55 – 59 tahun 909 875 1784 13. 60 – 64 tahun 683 675 1355 14. 65 – 69 tahun 515 423 938 15. 70 –74 tahun 171 155 326 16. 75 Ke atas 67 45 112 17. Jumlah 26.946 23.758 49.852

Sumber : Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

Berdasarkan Tabel 4, jumlah penduduk pada usia 0 – 14 tahun sekitar 8.759 jiwa (17,57 %), usia 15 – 54 tahun mencapai jumlah 36.380 jiwa (72,97 %), sedangkan usia di atas 55 tahun berjumlah 4.515 jiwa (9,05 %), sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok penduduk usia angkatan kerja atau produktif di Kelurahan Lenteng Agung adalah kelompok penduduk yang paling besar jumlahnya dibanding dengan kelompok penduduk usia anak-anak dan penduduk kelompok usia lanjut. Penduduk usia 15 – 54 tahun merupakan penduduk yang termasuk dalam usia angkatan kerja.

(3)

Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik merupakan sesuatu yang membuat berbeda dari yang lain. Responden dalam penelitian ini adalah warga RT 02, RT 09, RT 12 dan RT 13 RW 08 Kelurahan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Total responden dalam penelitian ini adalah 94 ibu rumah tangga. Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu dan suami, pengeluaran per bulan, jumlah anggota keluarga dan status kepemilikan rumah. Sebaran responden menurut karakteristik demografinya terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi responden menurut demografinya

Usia

Usia adalah lamanya responden hidup sejak lahir sampai penelitian dilakukan. Sebaran data responden berdasarkan usianya didapatkan dengan

Demografi Responden Total

Jumlah (orang) Persentase (%) Usia Muda (24-35 tahun) 36 38,30 Sedang (36-40 tahun) 30 31,91 Tua (41-65 tahun) 28 29,79 Tingkat Pendidikan Tamat SD 9 9,58 Tamat SMP 27 28,72 Tamat SMA 58 61,70

Pengeluaran per Bulan

Rendah(Rp.300.001-Rp.500.000) 12 12,77

Sedang(Rp.500.001-Rp.700.000) 19 20,21

Tinggi (lebih dari Rp.700.000) 63 67,02

Jumlah anggota keluarga

Sedikit (1-2 orang) 6 6,38

Sedang (3-4 orang) 51 54,26

(4)

membagi data yang diperoleh ke dalam tiga kelas yaitu muda, sedang dan tua (Tabel 5). Usia muda yaitu responden yang berusia 24-35 tahun, usia sedang yaitu 36-40 tahun dan usia tua adalah 41-65 tahun. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar respondennya adalah berusia muda yaitu sebanyak 38,30 persen. Ibu rumah tangga yang menjadi responden dan berusia tua yaitu usia 41-65 tahun hanya 29,79 persen.

Tingkat Pendidikan

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal responden saat penelitian dilaksanakan. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu taman SD, tamat SMP dan tamat SMA. Lebih dari separuh jumlah responden, yaitu 61,70 %, adalah ibu rumah tangga yang tamat SMA (Tabel 5). Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa hanya 9,58% responden yang tamat SD.

Pengeluaran per Bulan

Pengeluaran per bulan adalah rata-rata dari sejumlah uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga selama satu bulan. Pengeluaran per bulan dikategorikan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pengeluaran per bulan kelas rendah berkisar dari Rp. 300.001 sampai Rp.500.000. Pengeluaran per bulan kelas sedang berkisar dari Rp.500.001 sampai Rp.700.000. Pengeluaran per bulan kelas tinggi adalah pengeluaran yang lebih dari Rp.700.000. Hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (67,02%) mempunyai tingkat pengeluaran yang tergolong tinggi dan hanya 12,77% yang tergolong pengeluaran rendah.

Pengeluaran yang tergolong tinggi ini sesuai dengan penghasilan rumah tangganya. Menurut data yang didapatkan di lapangan, sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga yang bersuami seorang pegawai negeri atau wiraswasta (Lampiran 4). Semakin banyak penghasilan maka pengeluaran pun juga semakin banyak. Hal ini didukung oleh data yang diperoleh bahwa responden bersuami seorang pegawai atau wiraswasta mempunyai barang elektronik lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Barang elektronik tersebut antara lain handphone,

VCD/DVD player, mesin cuci, kulkas, pompa air, magic jar dan berlangganan

(5)

wiraswasta yang mempunyai mobil (Lampiran 5). Dilihat dari segi kepemilikan rumah, responden bersuami pegawai atau wiraswasta yang mempunyai rumah sendiri atau milik orang tua (Lampiran 5).

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah jiwa yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga, yaitu istri, anak, cucu atau kerabat yang tinggal bersama dalam satu rumah. Sebaran data responden berdasarkan jumlah anggota keluarganya didapatkan dengan membagi data yang diperoleh ke dalam tiga kelas yaitu sedikit yang jumlah anggota keluarganya 1-2 orang, sedang (3-4 orang) dan banyak (5-7 orang). Tabel 5 memperlihatkan bahwa hanya 6,38% responden yang tidak mempunyai tanggungan keluarga kategori sedikit. Sebagian besar responden yang menjadi subyek penelitian merupakan keluarga menengah, yaitu beranggota keluarga sekitar 3-4 orang.

Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang Penggunaan Kompor dan Tabung Gas Tiga Kilogram

Indikator persepsi yang diamati yaitu penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram sebagai bahan bakar yang dibutuhkan oleh ibu rumah tangga, pemeliharaan kompor gas dan pembelian gas tiga kilogram. Pengamatan ketiga indikator persepsi didasari pada ciri utama ibu rumah tangga yaitu ketergantungan pada gas tiga kilogram sebagai sumber energi yang dibutuhkan oleh ibu rumah tangga sehinggga perubahan yang terjadi di sekeliling kehidupannya akan berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap penilaiannya pada obyek di sekelilingnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asngari (1984) yang mengatakan bahwa persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa secara umum persepsi ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam kategori sedang dengan total rataan skor 2,31. Keadaan ini menunjukkan bahwa penilaian ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram dalam hal penggunaan, pemeliharaan dan pembelian masih dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi ibu rumah tannga hingga saat ini. Persepsi ibu rumah tangga pada tiga indikator tersebut didasari pada pengalamannya kebutuhan serta

(6)

nilai-nilai yang dianut dalam kehidupannya seperti tradisi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Berlo (1960) yang menyatakan bahwa seseorang membuat sendiri keputusan tentang apa yang akan diterima dan ditolaknya. Ia menyusun persepsi yang mendukung keputusannya itu, dalam hal ini pengalaman sebelumnya serta nilai yang dianut tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan dalam kebutuhan dan persepsinya. Hal tersebut diperkuat pula oleh pendapat Krech dan Crutchfield

dalam Rakhmat (2007) yang menyatakan bahwa selain ditentukan oleh faktor

struktural, persepsi ditentukan oleh faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Peubah persepsi ibu rumahtangga tentang penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram mempunyai tiga indikator, yaitu dilihat dari segi penggunaan, pemeliharaan dan pembeliannya. Peubah maupun indikatornya dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu setuju, tidak setuju, tidak tahu. Data selengkapnya tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan skor persepsi tentang program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram

Keterangan: *Kisaran skor 1,00-1,67 = tidak tahu; 1,68-2,34 = kurang setuju; 2,35-3,00 = setuju

Tabel 6 memperlihatkan bahwa rataan skor keseluruhan persepsi responden ibu rumah tangga tentang program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram masuk kategori kurang setuju (2,31). Hal serupa juga terjadi pada indikator penggunaan (1,84) dan pemeliharaan (2,34) yang tergolong kurang setuju. Responden ibu rumah tangga di RW 08 Lenteng Agung menganggap bahwa program pemerintah yang menyarankan menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram sangat penting bagi masyarakat. Alasan responden menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram adalah karena responden menganggap bahwa penggunaan minyak tanah untuk memasak adalah berbahaya

Persepsi tentang LPG 3 Kg Rataan Skor*

Penggunaan 1,84

Pemeliharaan 2,34

Pembelian 2,93

(7)

bagi kesehatan dan lingkungan. Indikator pembelian gas tiga kilogram tergolong setuju (2,93). Responden beranggapan bahwa gas tiga kilogram dapat menghemat pengeluaran dan lebih menguntungkan dibandingkan minyak tanah. Hal ini didukung oleh kemudahan mendapatkan gas tiga kilogram, bahkan di awal program mereka diberi gratis kompor dan tabung gas tiga kilogram.

Persepsi tentang Penggunaan Kompor dan Tabung Gas Tiga Kilogram

Ketergantungan masyarakat terhadap energi secara manusia memang cukup beralasan, karena kompor dan tabung gas tiga kilogram dirasakan sangat penting bagi ibu rumah tangga setelah minyak tanah ditarik peredarannya oleh pemerintah dan kalaupun ada harganya cukup mahal. Hubungan ekonomi yaitu berkaitan dengan sumber pendapatan bagi ibu rumah tangga yang berperan sebagai pedagang (17,02 persen) yang juga para suami mempunyai pekerjaan wiraswasta/berdagang (37,24 persen). Hubungan sosial budaya, misalnya ibu rumah tangga yang tadinya mereka menggunakan kompor minyak tanah atau kayu bakar kini mereka beralih mengunakan kompor gas. Penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram ini sudah merupakan kebijakan pemerintah, dan ibu rumah tangga mau tidak mau menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram, berdasarkan jawaban responden menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram karena tidak ada minyak tanah ( 11,70 persen).

Hasil analisis menunjukan bahwa persepsi responden tentang penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram termasuk kategori kurang setuju dengan rataan skor 1,84. Selanjutnya, berdasarkan sebaran responden menunjukkan bahwa sebagian besar ibu rumah tangga (64,89 persen) menyatakan bahwa menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram dirasakan hemat dan waktu memasak lebih cepat berada pada kategori setuju dengan rataan skor 3,00.

Persepsi tentang Pemeliharaan Kompor dan Tabung Gas Tiga Kilogram Keberadaan kompor dan tabung gas tiga kilogram di wilayah RW 08 di Kelurahan Lenteng Agung merupakan sesuatu yang baru bagi ibu rumah tangga di wilayah itu. Persepsi ibu rumah tangga di wilayah RW 08 dengan indikator pemeliharaan kategori kurang setuju dengan rataan skor 2,34. Ini artinya ibu rumah tangga harus mengawasi sendiri kompor dan tabung gas tiga kilogram ini

(8)

berkaitan dengan beredarnya tabung berikut asesorinya yang boleh dikatakan ilegal.

Kebocoran tabung gas tiga kilogram dideteksi dengan cara merendam tabung itu ke ember berisi air. Apabila kondisi tabung gasnya utuh dan baik, tidak muncul gelembung pada air. Sebaliknya, dari tabung gas yang rusak dan bocor akan muncul banyak gelembung pada saat tabung dimasukkan ke air. Umumnya ibu rumah tangga tersebut menyatakan bahwa informasi cara memelihara dan pemakaian tabung gas tiga kilogram itu mereka peroleh dari media massa. Sedikit sekali bahkan ada (40,32 persen) yang menyatakan tidak ada sama sekali penyuluhan dan sosialisasi tentang pemeliharaan atau cara pemakaian kompor dan tabung gas tiga kilogram tersebut.

Persepsi tentang Pembelian Gas Tiga Kilogram

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 6, memperlihatan persepsi ibu rumah tangga terhadap pembelian tergolong setuju dengan nilai rataan skor 2,93. Berdasarkan penilaian ibu rumah tangga tentang pembelian gas tiga kilogram menunjukkan bahwa alasan pembelian gas tiga kilogram karena kondisi lingkungan kategori setuju dengan nilai rataan skor 2,82. Persepsi tentang pembelian gas tiga kilogram kategori setuju karena program kompor dan tabung gas tiga kilogram ini merupakan keputusan otoritas atau keputusan yang dipaksakan ini sejalan dengan pendapat Rogers (2003) termasuk keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan terhadap individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi. Responden menjawab pembelian gas tiga kilogram kategori setuju karena kemudahan dalam pembelian ( 94,68 persen). Meskipun banyak terjadi kasus kebakaran akibat kebocoran gas, hampir semua pemakai kompor dan tabung gas tiga kilogram tersebut. menyatakan akan tetap membeli LPG (91,1 persen) untuk keperluan memasak (Kompas, 2010)

Perilaku Komunikasi Ibu Rumah Tangga Kaitannya dengan Kompor dan Tabung Gas Tiga Kilogram

Perilaku komunikasi adalah segala tindakan atau aktivitas seseorang, kelompok atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi. Peubah perilaku komunikasi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram mempunyai empat indikator, yaitu keterpaan media massa, keterpaan pada saluran komunikasi

(9)

interpersonal, intensitas interaksi kelompok dan keterlibatan pengambilan keputusan kelompok. Masing-masing data yang diperoleh diukur dengan skala ordinal dengan tiga kelas, yaitu jarang, sering dan selalu seperti yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan skor perilaku komunikasi

Keterangan: *Kisaran skor 1,00-1,67 = jarang; 1,68-2,34 = sering; 2,35-3,00 = selalu Tabel 7 memperlihatkan bahwa perilaku komunikasi responden terhadap penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong sering. Hal ini ditunjukkan dengan rataan skor keterpaan pada media komunikasi (1,71) dan komunikasi interpersonal (1,76) yang tergolong sering serta intensitas interaksi dalam kelompok (1,45) dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan (1,15) yang tergolong jarang.

Keterpaan pada Media Komunikasi

Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perilaku komunikasi responden tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram termasuk kategori sering dengan rataan skor 1,75. Dari hasil penelitian responden melihat/mendengar iklan kompor dan tabung gas tiga kilogram di televisi (100 persen). Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa secara umum keterpaan pada media komunikasi ibu rumah tangga mengenai penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam kategori sering dalam menonton televisi dengan rataan skor 1,71. Keadaan ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga sering menonton televisi. Televisi adalah salah satu media komunikasi yang paling mudah dan diminati banyak orang. Hal ini berlawanan dengan kepemilikan televisi oleh responden yang tergolong rendah (Lampiran 6). Umumnya ibu rumah tangga tidak pernah membaca surat kabar, majalah ataupun buku-buku. Ini dapat dilihat dari pengeluaran tiap bulan lebih dari Rp. 700.000 (63 persen) dengan jumlah anggota

Perilaku komunikasi Rataan Skor*

Keterpaan pada media komunikasi 1,71

Keterpaan pada komunikasi interpersonal 1,76 Intensitas interaksi dalam kelompok 1,45 Keterlibatan dalam pengambilan keputusan 1,15

(10)

keluarga 3 – 4 orang (51 persen). Dilihat dari kepemilikan barang (Lampiran 3), hampir tiga perempat (72, 34 persen) responden ibu rumah tangga di Kelurahan Lenteng Agung tidak memiliki pesawat televisi, tidak memiliki radio kaset (74,47 persen) dan tidak memiliki telepon tetap (72,34 persen). Tidak berlangganan surat kabar (52,13 persen) serta tidak berlangganan majalah (57,45 persen).

Keterpaan pada Komunikasi Interpersonal

Keterpaan pada komunikasi interpersonal secara umum keterpaan pada komunikasi interpersonal ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam kategori sering dengan rataan skor 1,76. ini tergambar dari kalau ibu rumah tangga mengalami kesulitan tentan kompor dan tabung gas tiga kilogram responden meminta tolong kepada tetangga (61,70 persen), mendengar informasi sosialisasi kompor dan tabung gas tiga kilogram dari tetangga (50 persen) dan apabila ada masalah maka responden menyampaikannya kepada tetangga (69,15 persen). Hal ini berarti sebagian besar ibu rumah tangga selalu berkomunikasi atau saling tukar informasi karena tempat tinggal tidak berjauhan, dan para ibu rumah tangga mengatakan bahwa pendapat tetangga lebih sesuai dengan ibu rumah tangga lainnya serta menambah keyakinannya mengenai kompor dan tabung gas tiga kilogram

Intensitas Interaksi dalam Kelompok Komunikasi

Intensitas interaksi dalam kelompok diukur dari tingkat keseringan menghadiri pertemuan. Kehadiran ibu rumah tangga dalam pertemuan kelompok tergolong jarang dengan rataan skor 1,45. ini dapat dilihat dari responden tidak pernah menghadiri sosialisasi (66 persen). Responden yang menjadi pengurus atau anggota suatu kelompok hanya 44,7% dan sebesar 76% (34 orang) atau 78% (35 orang) dari responden (pengurus) tersebut yang hadir satu kali setiap bulannya (Lampiran 6).

Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan

Keterlibatan dalam pengambilan keputusan secara umum keterlibatan dalam pengambilan keputusan oleh ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam tidak aktif/ jarang dengan rataan skor 1,15 ini dapat dilihat dari tidak aktif dalam pertemuan kelompok dan juga responden tidak pernah menghadiri pertemuan kelompok.

(11)

Tingkat Adopsi Inovasi

Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya suatu inovasi sebagai cara bertindak yang paling baik. Proses pengambilan keputusan inovasi dalam menggunakan sesuatu yang baru secara menyeluruh membutuhkan waktu. Waktu yang dibutuhkan bagi seseorang untuk pengambilan keputusan inovasi berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Waktu pengambilan keputusan inovasi adalah jangka waktu seseorang dari mulai mendengar adanya inovasi hingga mengadopsi inovasi tersebut secara menyeluruh.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1995) kecepatan adopsi biasanya diukur dengan berapa lama jangka waktu yang diperlukan oleh sekian persen anggota masyarakat untuk mengadopsi inovasi. Karakteristik masing-masing kelompok adopter ditentukan berdasarkan kriteria karakteristik personal (ibu rumah tangga) serta perilaku komunikasi dan hubungan sosial di lingkungannya sebagai suatu sistem sosial. Jangka waktu awal adopsi inovasi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram di RW 08 pertama kali sejak mulai ada bantuan dari pemerintah pada tahun 2007 melalui program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram di Lenteng Agung. Program tersebut merupakan awal pengenalan kompor dan tabung gas tiga kilogram bagi ibu rumah tangga di RW 08 Lenteng Agung yang berdampak terhadap tingkat kecepatan adopsi inovasi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram di kalangan ibu rumah tangga.

Peubah tingkat adopsi inovasi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram mempunyai dua indikator pengukur, yaitu pengetahuan dan adopsi. Masing-masing data yang diperoleh diukur dengan skala ordinal, dibagi menjadi dua kelas yaitu tinggi dan rendah. Rataan skor peubah serta kedua indikatornya terlihat pada Tabel 8.

(12)

Tabel 8. Rataan skor tingkat adopsi inovasi

Keterangan: *Kisaran skor 1,00-1,50 = rendah; 1,51-2,00 = tinggi

Tabel 8 memperlihatkan bahwa rataan skor tingkat adopsi inovasi tergolong tinggi dengan indikator adopsi yang lebih tinggi daripada pemahaman atau pengetahuannya. Sebagian besar responden (65,96%) mengetahui kompor dan tabung gas tiga kilogram pada tahun 2007 dan sebanyak 85,11% responden menggunakan dan tabung gas tiga kilogram pada tahun 2008 (Lampiran 7). Alasan responden menggunakan dan tabung gas tiga kilogram adalah karena lebih hemat.

Sebagian besar responden mempunyai dan tabung gas tiga kilogram yang tergolong rendah, yaitu hanya satu dan tabung gas tiga kilogram saja (Lampiran 7). Gas tiga kilogram tersebut habis dalam waktu yang tergolong sedang yaitu sekitar satu minggu. Hampir seluruh responden (94,68%) yang membeli gas tiga kilogram di warung dekat rumah (Lampiran 7).

Tabel 8 menyiratkan bahwa pada tahap pengetahuan atau pengenalan responden menjadi tahu tentang adanya dan tabung gas tiga kilogram. Apabila pada tahap ini responden tahu bahwa minyak tanah akan ditarik dari pasaran dan akan digantikan dengan tabung gas tiga kilogram. Ini menunjukkan tingkat pengetahuan kompor dan tabung gas tiga kilogram secara umum tingkat pengetahuan ibu rumah tangga mengenai kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam kategori tinggi dengan total rataan skor 1,70.

Tingkat adopsi penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram secara umum, menunjukkan bahwa tingkat adopsi ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram tergolong dalam kategori tinggi dengan total rataan skor 1,98. Ini dapat dilihat dari tahun 2007 ibu rumah tangga RW 08 baru mengetahui adanya kompor dan tabung gas tiga kilogram ( 65,96 persen) dan ibu rumah tangga RW 08 menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram dari tahun 2008 (85,11 persen). Ini berarti responden ibu rumah tangga menggunakan

Tingkat adopsi inovasi Rataan Skor*

Pengetahuan 1,70

Adopsi 1,98

(13)

kompor dan tabung gas tiga kilogram begitu pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Mereka yang mengadopsi umumnya (61,70 persen) mempunyai tingkat pendidikan SMA.

Situasi masyarakat tentang pemakaian kompor dan tabung gas tiga kilogram resah dengan semakin seringnya terjadi ledakan. Juga ditiadakannya minyak tanah bersubsidi atau kalaupun ada minyak tanah non subsidi yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan harga gas tiga kilogram.

Hubungan Persepsi tentang Penggunaan Kompor dan Tabung Gas Tiga Kilogram dengan Tingkat Adopsi Inovasi

Persepsi ibu rumah tangga tentang penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi. Tabel 9 memperlihatkan hubungan persepsi ibu rumah tangga di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram dengan tingkat adopsi inovasi serta hubungan antar indikatornya.

Tabel 9. Hubungan persepsi tentang LPG 3 kg dengan tingkat adopsi inovasi Persepsi tentang Kompor dan

Tabung Gas Tiga Kilogram

Nilai Koefisien Korelasi rank Spearman (rs) Tingkat adopsi inovasi

Pengetahuan Adopsi

Penggunaan -0,178 -0,083

Pemeliharaan -0,253* 0,022

Pembelian 0,277** 0,143

Persepsi tentang Kompor dan

Tabung Gas Tiga Kilogram -0,234* -0,035 Keterangan: **berhubungan sangat nyata pada α 0,01

*berhubungan nyata pada α 0,05

Tabel 9 memperlihatkan bahwa persepsi tentang penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram berhubungan negatif dengan tingkat adopsi inovasi baik tahap pengetahuan maupun adopsi. Persepsi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan tingkat adopsi inovasi tahap pengetahuan/pengenalan namun tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan tahap adopsinya.

(14)

Secara keseluruhan, baik peubah maupun indikator persepsi tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram, tidak berhubungan nyata (p>0,05) pada tingkat adopsi inovasi tahap adopsi. Peubah maupun indikator ini mempunyai hubungan yang sangat nyata (p<0,01) dan nyata (p<0,05) dengan tingkat adopsi inovasi tahap pengetahuan atau pengenalan, kecuali untuk indikator penggunaannya.

Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi ibu rumah tangga dalam hal pemeliharaan kompor dan tabung gas tiga kilogram mempunyai hubungan sangat nyata (p< 0,01) negatif dengan tingkat adopsi inovasi indikator pengetahuan. Semakin tinggi atau lama responden ibu rumah tangga menggunakan kompor dan tabung gas tiga kilogram, semakin rendah pengetahuan mereka tentang inovasi penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram tersebut. Data lapangan (field note) menegaskan hal itu, bahwa salah satu penyebab adalah tidak adanya sosialisasi cara pemeliharaan yang diberikan oleh instansi terkait yang dalam hal ini merupakan tanggung jawab Dinas Perindustrian atau Pertamina. Malahan saat pembagian kompor dan tabung gas tiga kilogram di awal program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram tahun 2008, tidak ada penjelasan pemerintah ataupun pihak terkait yang menjelaskan cara penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram. Target pemerintah hanyalah inovasi tersebut (kompor dan tabung gas tiga kilogram) terdistribusi ke rumah tangga-rumah tangga melalui kelurahan/desa beserta aparat di bawahnya, tanpa diikuti penyuluhan cara menggunakannya.

Persepsi ibu rumah tangga tentang kompor dan tabung gas tiga kilogram untuk indikator pembelian juga menunjukkan hubungan sangat nyata (p< 0,01) dengan tingkat adopsi inovasi indikator pengetahuan. Semakin tinggi persepsi ibu rumah tangga tersebut membeli gas tiga kilogram, semakin tinggi pengetahuan mereka tentang inovasi program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram. Hal ini dikarenakan interaksi ibu rumahtangga yang turut meningkat dengan penjual gas tiga kilogram dan dengan sesama ibu rumahtangga yang sama-sama membeli gas tiga kilogram tersebut bertukar informasi seputar inovasi program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram.

Penjelasan hubungan di atas, menyuratkan bahwa hipotesis satu yang menyatakan ”Terdapat hubungan nyata antara persepsi dan adopsi kompor dan

(15)

tabung gas tiga kilogram,” diterima untuk persepsi tentang program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram indikator pemeliharaan dan pembelian dengan adopsi inovasi indikator pengetahuan.

Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Inovasi

Hasil analisis uji rank Spearman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa perilaku komunikasi ibu rumahtangga dalam hal keterpaan pada komunikasi interpersonal mempunyai hubungan nyata (p< 0,05) positif dengan tingkat adopsi. Artinya semakin sering ibu rumah tangga terlibat komunikasi interpersonal dengan sesama anggota arisan, majelis taklim dan PKK maka akan lebih cepat mengadopsi LPG atau hal-hal yang baru. Implikasi bagi pemerintah agar banyak memanfaatkan forum interpersonal atau kelompok.

Perilaku komunikasi berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi. Tabel 10 memperlihatkan hubungan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi inovasi serta hubungan antar indikatornya.

Tabel 10. Hubungan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi inovasi

Perilaku komunikasi

Nilai Koefisien Korelasi rank Spearman(rs)

Tingkat adopsi inovasi Pengetahuan Adopsi Keterpaan pada media

komunikasi -0,028 -0,038

Keterpaan pada komunikasi

interpersonal 0,035 0,207*

Intensitas interaksi dalam

kelompok -0,004 0,037

Keterlibatan dalam

pengambilan keputusan -0,082 0,059

Perilaku komunikasi -0,018 0,068

Keterangan: *berhubungan nyata pada α 0,05

Tabel 10 memperlihatkan bahwa perilaku komunikasi tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan tingkat adopsi inovasi tahap pengetahuan dan adopsi. Perilaku komunikasi berhubungan negatif dengan tingkat adopsi inovasi tahap pengetahuan dan berhubungan positif pada tahap adopsi.

Tabel 10 memperlihatkan bahwa hanya keterpaan pada komunikasi interpersonal yang berhubungan nyata (p<0,05) dengan tingkat adopsi inovasi

(16)

tahap adopsi. Semakin tinggi keterpaan pada komunikasi interpersonal maka tingkat adopsi inovasi tahap adopsi juga semakin tinggi.

Bila dikaitkan perilaku komunikasi ibu rumah tangga di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung ini dengan persepsi mereka tentang program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram, ternyata antara peubah persepsi tentang program penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram tidak menunjukkan hubungan nyata (p>0,05) dengan perilaku komunikasi ibu-ibu tersebut (Lampiran 10).

Berdasarkan hasil pengujian statistika rank Spearman dengan α = 0,05 menunjukkan hipotesis dua ditolak. Artinya, tidak cukup signifikan untuk menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi penggunaan kompor dan tabung gas tiga kilogram.

Gambar

Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Lenteng Agung berdasarkan  kelompok usia
Tabel 5. Distribusi responden menurut demografinya
Tabel 6.  Rataan skor persepsi tentang program penggunaan kompor dan  tabung gas tiga kilogram
Tabel 7. Rataan skor perilaku komunikasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

adalah kata ganti berupa huruf ha yang mentakdirkan dhomir huwa, maka jenis obyeknya masuk dalam kategori maf’ul bih yang tidak nyata, seperti yang telah dijelaskan

Aplikasi monitoring pelanggaran siswa ini diharapkan dapat membantu dalam monitoring pelanggaran siswa.Guru bimbingan konseling dapat mudah menganalisa dan mengetahui

kreativitas anak pada setiap siklus menunjukkan bahwa penerapan metode pemberian tugas berbantuan media balok dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS PEKALONGAN. Hari / Tanggal : Selasa / 14

Berdasarkan hasil wawancara pada tabel diatas dengan PT Bosowa Berlian Motor, dapat dilihat bahwa kelengkapan Sistem Penjualan Kredit Spare Part dengan bagian yang

Arianto (2010) telah berhasil membuat sistem pengantaran ketoprofen yang lebih terkendali dengan menggunakan kitosan termodifikasi alginat dan penaut-silang

Bila melihat gambar 5 dan 6 terlihat hasil ekstraksi atribut amplitudo rms dan spectral decomposition yang di overlay dengan kontur struktur waktu Dari gambar