• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

Belajar merupakan serangkaian aktivitas siswa yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan kemampuan. Tercapainya kualitas pendidikan yang baik dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran di kelas. Perwujudan pembelajaran yang baik dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kebanyakan dalam proses pembelajaran guru memegang peran yang dominan, sehingga guru berfungsi sebagai sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu diubah dan guru hendaknya menerapkan variasi model pembelajaran serta menekankan agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran (student centered).

Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan bagian yang sangat penting dari pendidikan. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menggunakan model, metode, dan media pembelajaran. Model pembelajaran yang tidak sesuai dengan topik materi pembelajaran dapat menyebabkan proses pembelajaran tidak maksimal. Model pembelajaran hendaknya berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Peran siswa yang pasif selama proses pembelajaran dapat menyebabkan hasil belajar menjadi menurun. Penggunaan model pembelajaran konvensional seperti ceramah secara terus menerus dapat menyebabkan siswa merasa jenuh dan tidak

(2)

mempunyai motivasi dalam proses pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyatakan ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam penyelenggaraan pendidikan dituntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah.

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah revolusi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered), beralih berpusat pada peserta didik (student centered), metode pembelajaran yang semula lebih didominasi ekspositori beralih ke parsipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi menjadi konstektual. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, baik dari proses maupun hasil pembelajaran.

(3)

Sejak tahun 2001, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, bernomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan seterusnya pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2006 memuat sejumlah permasalahan diantaranya: (1) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (2) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; (3) Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, (kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (4) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (5) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (6) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (7) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir (Depdiknas 2013).

Oleh karena itu, kurikulum harus dirancang mampu membangun peserta didik untuk: (1) mengembangkan minat dan bakat peserta didik dalam menghadapi kehidupan, meningkatkan kesiapan peserta didik untuk bekerja;

(4)

(2) mengembangkan kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; serta (3) mengembangkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap lingkungan. Dilandasi oleh cita-cita luhur untuk menyiapkan dan membangun generasi muda Indonesia yang demikian itulah, pemerintah melalui Kemdikbud, mengembangkan Kurikulum 2013 secara nasional. Pengembangan Kurikulum 2013 didesain untuk menyiapkan dan membangun generasi muda Indonesia masa depan yang tangguh dan madani. Generasi muda Indonesia yang beradab, bermartabat, berbudaya, berkarakter, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab dalam mengawal kehidupan bangsa dan Negara (Depdiknas 2013).

Menurut Collete-Chiapetta, (1994) dalam Zuhdan Kun Prasetyo, (2008:13):

Sebagian besar dari berbagai pembelajaran termasuk sains didasarkan pada tiga ranah taksonomi Bloom, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam pembelajaran pasif di ranah Bloom tidak seimbang dan tidak holistik, masih menitikberatkan pada ranah kognitif dan belum mencakup afektif dan psikomotor. Sebagai akibatnya, pembelajaran berlangsung tidak menyenangkan, menimbulkan ketertarikan terhadap mata pelajaran sains rendah akibat pembelajaran yang masih rendah, pasif didominasi ceramah, tidak memberikan peluang pengembangan kreativitas, dan tidak efektif, jumlah waktu yang disediakan belum maksimal termanfaatkan bagi pencapaian kompetensi peserta didik.

Fakta empirik yang terkait problematika pembelajaran sains adalah perlu di kembangkan model dan metode pembelajaran sains yang dapat mencapai ketiga ranah dari Bloom yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah atau bekerja ilmiah melalui

(5)

metode ilmiah, sekaligus melatih sikap ilmiah, adalah metode saintifik. Dengan metode ini peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi dan eksperimen. Dalam metode eksperimen tidak hanya aspek kognitif, melainkan aspek psikomotorik dan afektif bisa diamati oleh guru.

Pembelajaran sains pada hakekatnya terdiri atas proses, produk dan sikap yang menuntut siswa melakukan penemuan dan pemecahan masalah. Sains menurut Mundilarto (2005:2) memiliki fungsi yang sangat strategis karena dapat digunakan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan-kemampuan siswa baik aspek kognitif, aspek psikomotorik, maupun aspek afektif. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran, guru tidak hanya mentrasfer pengetahuan, tetapi dapat juga menanamkan sikap ilmiah kepada siswa.

Keberhasilan sains lebih banyak ditentukan oleh sikap saintis yang mau mengubah prinsip dan menerima perbedaan jika ada temuan baru yang berbeda. Berdasasarkan penjelasan tersebut, karakteristik sains adalah produk pengetahuan ilmiah, temuan saintis berupa fakta, teori, hukum dan proses dalam memperoleh dan mengembangkan pengetahuan sains berupa keterampilan sains dalam melakukan kerja ilmiah. Keterampilan ini meliputi: mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, mengendalikan variabel dalam

(6)

eksperimen, mengolah data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil observasi pembelajaran salah satu guru Fisika SMA di Kabupaten Ciamis menggambarkan pembelajaran masih didominasi oleh guru. Siswa dalam pembelajaran bersikap pasif yang tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terlihat antara pendahuluan, isi dan penutup, dan belum terlihat pencapaian materi yang sudah dikuasai siswa. Berdasarkan analisis observasi tersebut maka diperlukan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dan keterlaksanaan aktivitas pembelajaran dilihat sejauhmana konsep dikuasai siswa.

Sejak Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, pembelajaran Fisika di SMA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah, yakni guru sebagai pusat dan sumber belajar yang sering mendominasi kegiatan pembelajaran. Aktivitas peserta didik dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan materi Fisika hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal dalam pembelajaran Fisika, tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum.

(7)

Menurut Kurikulum 2013 dan sesuai dengan karakteristik Fisika sebagai bagian dari natural science, pembelajaran Fisika harus merefleksikan kompetensi sikap ilmiah, berpikir ilmiah, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengkomuni-kasikan (Depdiknas 2013).

(1) Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.

(2) Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prisnsip, prosedur, hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Tujuannnya agar siswa memiliki kemapuan berpikir tingkat tinggi (critical thinking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah.

(3) Kegiatan mencoba/mengumpulkan data bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan siswa untuk memperkuat pemahaman konsep dan prinsip/prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh,

(8)

menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk teknologi informasi sangat disarankan dalam kegiatan ini.

(4) Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif.

(5) Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk karya (Depdiknas 2013).

Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga, melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak terduga. Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran diharapkan mendorong kemampuan berpikir siswa hingga situasi baru yang tak terduga. Agar pembelajaran terus menerus

(9)

membangkitkan kreativitas dan keingintahuan siswa, kegiatan pembelajaran kompetensi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Menyajikan atau mengajak siswa mengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi sehingga siswa mencari informasi, membaca, melihat, mendengar, atau menyimak fakta/ fenomena tersebut 2. Memfasilitasi diskusi dan tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip,

hokum dan teori

3. Mendorong siswa aktif mencoba melaui kegiatan eksperimen

4. Memaksimalkan pemanfaatan tekonologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena

5. Memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam mengkomunikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki melalui presentasi dan/atau unjuk karya dengan aplikasi pada situasi baru yang terduga sampai tak terduga (Depdiknas, 2013).

Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik yang berorientasi ke hakikat sains yaitu adanya tiga dimensi dalam belajar sains (sebagai produk, proses dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah). Selain memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk melakukan eksplorasi sederhana, alternatif model yang ditawarkan juga mempertimbangkan pemahaman konsep-konsep yang harus dikuasai siswa. Jean Piaget (2004) seorang filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam proses belajar anak akan membangun sendiri

(10)

skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalamannya (Suparno, 2007).

Mata pelajaran Fisika di SMA adalah mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yang sangat menentukan kelulusan siswa. Standar Kelulusan siswa dipublikasikan dalam Tabel 1 ( lampiran1).

Hasil penelitian pendahuluan dideskripsikkan bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru SMA selama ini adalah model ceramah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil angket terhadap guru-guru Fisika SMA di Kabupaten Ciamis, sebanyak 80% melaksanakan model ceramah dan sisanya model eksperimen. Berdasarkan angket terhadap 5 orang guru diperoleh jawaban 80% metode ceramah dan 20% metode eksperimen.

Berdasarkan angket terhadap guru-guru di kabupaten Ciamis sebanyak 80% guru menggunakan bahan ajar yang dibuat oleh penerbit. Berdasarkan analis bahan ajar Fisika SMA yang digunakan pada pembelajaran SMAN 1 Ciamis yaitu penerbit Erlangga yang ditulis oleh Martin Kanginan, masih banyak kelemahan terutama dari tata tulis simbol, latihan soal tidak menuntut untuk membuktikan suatu konsep dengan eksperimen. Dasedangkan hasil angket terhadap 5 orang guru diperoleh 80 % guru menggunakan bahan ajar yang dibuat penerbit.

Hasil penelitian pendahuluan melalui wawancara kepada Guru SMA di Kabupaten Ciamis dalam hal pengukuran hasil belajarsiswa, diperoleh informasi bahwa guru hanya menggunakan tes tertulis yang hanya menilai pada aspek kognitif. Aspek afektif dan psikomotor kurang mendapat

(11)

perhatian dari guru. Sebanyak 80% guru mengaku bahwa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai peserta didik adalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Guru yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai peserta didik dalam pembelajaran adalah untuk membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap hanya 20%. Berdasarkan angket terhadap 5 orang guru, diperoleh data bahwa 80% yang dinilai aspek kognitif saja dan hanya 20% yang menyertakan penilaian pada aspek afektif dan psikomotor. Apabila dikaitkan dengan implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran, hasil angket menunjukan 40% guru menggunakan pendekatan saintifik dan 60% tidak menggunakan pendekatan saintifik.

Berdasarkan hasil observasi di kelas dan diskusi dengan guru Fisika di Kabupaten Ciamis tentang pembelajaran Fisika diperoleh informasi bahwa: (1) tidak lengkapnya alat lab untuk praktikum sehingga tidak semua konsep bisa dibuktikan; (2) tugas-tugas yang diberikan oleh guru sebagian besar hanya menyelesaikan soal-soal dalam bahan ajar atau LKS sehingga pembelajaran monoton; (3) pemberian umpan balik terhadap tugas yang diberikan kepada siswa jarang dilakukan sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar dan tidak mengetahui kebenaran dari jawaban tugas yang telah dikerjakan; (4) pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered learning) dibuktikan dengan analisis pembelajaran Fisika SMAdi kelas; (5) siswa bersikap pasif dalam kegiatan pembelajaran dan mengkonstruksi sendiri karena semua perangkat sudah disediakan oleh guru, hal ini

(12)

mengakibatkan siswa menjadi tidak kreatif; (6) siswa lebih berperan sebagai objek daripada subjek pembelajaran dibuktikan dari video pembelajaran Fisika SMA sehingga pembelajaran di kelas menjadi monoton; (7) penilaian masih berorientasi pada hasil belajar peserta didik belum pada penilaian proses belajar sebagaimana yang diamanahkan oleh kurikulum 2013; (8) bahan ajar dan LKS yang dibuat penerbit tidak menuntut siswa untuk membuktikan eksperimen, hanya berupa teori dan soal-soal.

Hasil pemetaan Ujian Nasional tahun 2012 banyak siswa tidak tuntas dan mengalami miskonsepsi pada konsep gerak lurus. Penelitian pendahuluan juga dilakukan terhadap siswa kelas X, data diambil secara random di SMA Negeri 1 Ciamis dirangkum dalam lampiran 2 Tabel 2. Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa diperoleh persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada pembelajaran gerak lurus rata-rata kelas sebesar 70,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian pendahuluan tersebut dijadikan dasar untuk melakukan penelitian untuk mengurangi miskonsepsi Fisika, khususnya pada konsep gerak lurus.

Faktor psikologis siswa yang selama ini enggan mengemukakan pendapat dan pertanyaan langsung kepada guru walaupun mereka tidak memahami konsep materi, juga merupakan penghambat keberhasilan belajar di kelas. Tidak jarang siswa mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pengetahuan yang dipelajari.

Hasil analisis ketuntasan UN Badan Litbang Kemdikbud tentang KD dan Indikator Ujian Nasional yang belum tuntas di tunjukan dalam Tabel

(13)

3 (lampiran 3). Persentase ketuntasan pada materi gerak lurus di SMA Kabupaten Ciamis dengan sampel empat sekolah yakni SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN3 Ciamis dan SMAN Baregbeg menunjukkan angka 6,9 % sampai 37,50%, hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan siswa masih di bawah rata-rata. Dari Tabel 3 dapat disimpulkan KD gerak lurus pada Kelas X Semester satu perlu dikembangkan dan diperbaiki.

Penelitian pendahuluan yang juga dilakukan melalui penyebaran angket instrumen pemetaan berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) ditunjukkan pada Tabel 4 (Lampiran 4). Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa keempat sekolah yang dijadikan sebagai penelitian pendahuluan, tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan karena yang memperoleh skor 3 kurang dari 60%, untuk itu perlu diadakan perbaikan. Hasil penelitian pendahuluan tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut:

Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 1 Ciamis Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0

Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN2 Ciamis Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0

(14)

Gambar 1. Diagram instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 1, 2, 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg

(Keterangan : skor 3 diperoleh apabila terpenuhi semua instrumen 8 SNP, skor 2 apabila terpenuhi sebagian instrumen 8 SNP, skor 1 apabila terpenuhi hanya 1 instrumen 8 SNP dan skor 0 apabila semuanya tidak ada).

Grafik 1. Grafik Standar Proses di SMAN 1, 2, 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg (Keterangan : skor 3 apabila terpenuhi semua instrumen, skor 2 apabila terpenuhi sebagian instrumen, skor 1 kalau terpenuhi hanya 1 dan skor 0 apabila semuanya tidak ada)

Diagram Instrumen pemetaan dengan 8 SNP di SMAN 3 Ciamis Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0

Persentase Pemetaan dengan 8 SNP di SMAN Baregbeg Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0 1.65 1.7 1.75 1.8 1.85 1.9 1.95 2 2.05 2.1 2.15

SMAN 1 Ciamis SMAN 2 Ciamis SMAN 3 Ciamis SMAN Baregbeg

Column2 Column1 Series 1

(15)

Penelitian pendahuluan Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada Standar Proses yang dilakukan pada SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN3 Ciamis dan SMAN Baregbeg dapat digambarkan pada grafik dibawah. Analisis grafik SMAN 1 Ciamis rata-rata 1,8 (skor1 ada 4, skor 2 ada 4 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian instrumen. SMAN 2 Ciamis rata-rata 2,1 (skor 1 ada 1, skor 2 ada 7 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian. SMAN 3 Ciamis dengan rata-rata 2 (skor 2 ada 10) kesimpulan terpenuhi sebagian. SMAN Baregbeg rata-rata 2,1 (skor 1 ada 1, skor 2 ada 7 dan skor 3 ada 2) kesimpulan terpenuhi sebagian. Dari empat sekolah yang diteliti rata-rata Standar Proses berada pada skor 2 atau baru sekitar 67% terpenuhi.

Pengembangan model pembelajaran Fisika memiliki nilai kepentingan yang tinggi. Model pembelajaran disusun dengan asumsi dan kondisi yang dikaitkan dengan hasil yang harus dicapai oleh peserta didik. Pengembangan model pembelajaran tidak akan pernah berhenti dari waktu ke waktu. Selain itu, pengembangan model pembelajaran yang telah ada harus diperkaya dengan pilihan-pilihan. Semakin banyak pilihan yang tersedia akan mempermudah guru dan peserta didik di dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran secara optimal.

Hasil penelitian pendahuluan, menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru Fisika di Kabupaten Ciamis adalah model pembelajaran ekspositori yaitu guru masih terlalu mendominasi proses dalam pembelajaran, sehingga aktivitas peserta didik dalam

(16)

pembelajaran masih rendah. Buku masih menjadi sumber utama dalam pembelajaran Fisika, padahal masih banyak sumber belajar lain yang potensial untuk digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya internet, modul, CD pembelajaran.

Model pembelajaran POEW dikembangkan dari model pembelajaran Predict, Observe, Explain (POE) dan Think, Talk, Write (TTW). Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran dengan urutan proses membangun pengetahuan dengan terlebih dahulu meramalkan solusi dari permasalahan, lalu melakukan eksperimen untuk membuktikan ramalan, dan terakhir menjelaskan hasil eksperimen (White and Gustone, 1992). Menurut Huinker dan Laughlin (1996) TTW terdiri atas tiga fase yaitu Think, Talk dan Write. Pertama-tama, peserta didik diberi permasalahan kemudian diminta untuk memikirkan kemungkinan jawaban dari permasalahan tersebut. Selanjutnya, siswa bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan permasalahan yang ada. Fase yang terakhir adalah siswa bekerja secara individu untuk menuliskan hasil diskusi dengan bahasanya sendiri sehingga siswa lebih menguasai konsep yang dipelajari. Penggabungan model pembelajaran POE dan TTW memungkinkan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya sehingga siswa lebih menguasai dan memahami konsep yang akan berdampak pada peningkatan hasil belajar.

(17)

Penerapan model pembelajaran POEW dan belum mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memberikan prediksi dan pemecahan diatas, suatu permasalahan yang diberikan. Kurangnya pengetahuan awal siswa menjadi kendala dalam pembentukan prediksi dari siswa. Prediksi yang dibuat siswa membutuhkan pengetahuan awal dan pengetahuan yang luas tentang suatu permasalahan. Selain itu siswa belum bisa menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai ciri sains dan guru belum bisa mengukur seberapa jauh materi yang sudah dipahami siswa. Hal ini menjadikan siswa tidak berlatih berpikir kritis untuk mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan yang bisa dimanfaatkan orang lain.

B. Identifikasi masalah

Berpijak dari latar belakang masalah sebagaimana telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Beragamnya program pembaharuan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini belum menjadikan pemicu untuk lebih berkembangnya model pembelajaran yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Terkait dengan hal ini dapat diteliti apakah pengembangan model pembelajaran dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang baik.

2. Kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Metode yang selama ini digunakan oleh guru menjadikan siswa hanya melakukan sedikit latihan dalam mengerjakan soal, sehingga siswa kurang siap saat ujian dan akibatnya mengalami kegagalan. Terkait

(18)

dengan hal ini dapat diteliti apakah jika metode pembelajaran guru dikembangkan maka prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.

3. Pendekatan teacher centered learning yang diterapkan dalam pembelajaran Fisika yakni penggunaan metode pembelajaran klasikal dan ceramah, menunjukan peran guru sebagai pusat dan sumber belajar yang sering mendominasi kegiatan pembelajaran.

4. Dalam proses pembelajaran, siswa masih bersikap pasif sebagai penerima informasi dan belum mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari.

5. Belum adanya model dan perangkat pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran Fisika berbasis konstruktivistik. Dalam pelaksanaan karena proses pembelajaran saat ini, guru hanya memperhatikan tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif. 6. Belum adanya upaya-upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta

didik melalui proses pembelajaran, sehingga evaluasi hasil belajar lebih banyak dilakukan melalui tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif, tanpa memperhatikan proses pembelajaran

C. Pembatasan identifikasi masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang terlalu luas, penelitian ini difokuskan pada:

1. Dalam proses pembelajaran masih, siswa bersifat pasif sebagai penerima informasi dari guru dan belum menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari untuk menghindari salah konsep.

(19)

2. Belum adanya model dan perangkat pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran Fisika berdasarkan penemuan siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran saat ini guru hanya memperhatikan tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif itu sendiri

3. Belum adanya implementasi model pembelajaran Fisika SMA yang dapat mengkondisikan menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. 4. Belum adanya perangkat pembelajaran yang divalidasi menggunakan

model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif siswa.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana langkah-langkah pengembangan model pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE2WE ?

2. Bagaimana tingkat validitas perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE2WE?

3. Bagaimana keefektifan model POE2WE yang dikembangkan?

4. Bagaimana sikap dan aktivitas guru dan siswa pada saat implementasi model POE2WE dalam pembelajaran Fisika SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini, maka tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah :

1. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan model dan perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE2WE.

(20)

2. Menguji tingkat validitas perangkat pembelajaran Fisika di SMA dengan model POE2WE.

3. Menguji tingkat keefektifan model POE2WE dalam pembelajaran

Fisika SMA.

4. Mendeskripsikan sikap dan aktivitas guru dan siswa pada implementasi model POE2WE dalam pembelajaran Fisika SMA.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dari penelitian ini berupa model pembelajaran POE2WE pada mata pelajaran Fisika di SMA, yang terdiri

atas sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional, dan dampak pengiring (prototipe terlampir).

Produk yang dihasilkan dalam pengembangan model POE2WE ini

tidak hanya berupa model dan perangkat pembelajaran saja, tetapi juga dilengkapi dengan prototipe model, buku guru dan buku siswa yang merupakan pengembangan dari implementasi kurikulum 2013.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikur: 1. Manfaat teoretis

a. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan penerapan kurikulum 2013. b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya

bagi peneliti lain, terkait dengan model pembelajaran POE2WE

(21)

a. Bagi Pendidik

1) Pendidik dapat mengimplementasikan model POE2WE melalui

Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mereka, khususnya materi gerak lurus

2) Pendidik dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan model yang selama ini digunakan, dapat mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran Fisika, khususnya materi gerak lurus

b. Bagi peserta didik

1). Dengan pengembangan model POE2WE diharapkan dapat

membantu peserta didik memahami konsep gerak lurus dengan mudah, sehingga dapat menghilangkan kesan sulit dan menakutkan.

2). Peserta didik dapat bekerjasama dalam menyelesaikan masalah dengan situasi yang menyenangkan.

c. Bagi lembaga pendidikan

Bagi lembaga pendidikan (SMA) dapat meningkatkan kualitas produk pendidikan yang pada saatnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga.

d. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis pada khususnya dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di Kabupaen Ciamis.

(22)

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

1. Asumsi

Asumsi akan mendasari setiap pernyataan tentang kondisi tertentu, karena itu asumsi menjadi titik pangkal, dimana peneliti tidak lagi menjadi ragu.

Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah:

a. Ada keterkaitan antara proses pembelajaran dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik. Pengembangan model pembelajaran yang baik dapat menumbuhkan dan memperbaiki proses pembelajaran.

b. Berbagai model pembelajaran selama ini belum diterapkan secara sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan untuk mengungkapkan kemajuan belajar peserta didik. Sehingga hasil yang diperoleh peserta didik tidak hanya aspek kognitif, tetapi aspek afektif dan psikomotorik.

c. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti pembelajaran Fisika, sehingga tidak akan menimbulkan hambatan dan permasalahan dalam menerapkan berbagai macam model pembelajaran.

(23)

2. Keterbatasan Pengembangan

a. Hasil pengembangan ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya difokuskan pada pembelajaran Fisika pada konsep Gerak Lurus. b. Uji coba produk model pembelajaran dibatasi pada mata pelajaran

Fisika kelas X semester 1 materi gerak lurus pada SMAN 1 Ciamis, SMAN2 Ciamis, SMAN 3 Ciamis dan SMAN Baregbeg Ciamis.

I. Definisi Istilah

1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur pengembangan pembelajaran (Aqib, Zaenal 2013).

2. Pengembangan model pembelajaran adalah proses penerjemahan model pembelajaran bentuk fisik yaitu model dan perangkat pembelajaran (Aqib, Zaenal 2013).

3. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu Ilmu Pengetahuan Alam, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hopitesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep (Thomson & Mclaughin , 1997).

4. POE merupakan model pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diajak untuk memberikan dugaan sementara terhadap kemungkinan yang terjadi, dilanjutkan dengan observasi atau pengamatan langsung terhadap masalah Fisika dan kemudian dibuktikan dengan melakukan percobaan untuk dapat menemukan kebenaran dari prediksi awal dalam bentuk penjelasan (Yamin M & Ansari 2012).

(24)

5. Strategi TTW terdiri atas tiga fase, yaitu think, talk, dan write. Siswa diberikan permasalahan kemudian diminta untuk memikirkan kemungkinan jawabannya. Selanjutnya siswa secara berkelompok mendiskusikan permasalahan yang ada. Terakhir adalah siswa bekerja secara individu untuk menuliskan hasil diskusi dengan bahasanya sendiri sehingga siswa lebih menguasai konsep yang dipelajari (Huinker & Laughlin, 1996).

6. Model pembelajaran POEW merupakan model yang dikembangkan dari model POE dan TTW. Model pembelajarn POEW dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, latihan berpikir dalam memprediksi, melakukan percobaan, dan bekerja kelompok. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat prediksi, mengemukakan gagasan, melakukan percobaan, mendiskusikan hasil pengamatan dan percobaan, menuliskan hasil diskusi dengan bahasa sendiri sehingga siswa lebih dapat memahami konsep dan menguasi materi gerak lurus (Samosir H, 2010).

7. Pendekatan Konstruktivisme, sebagai prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivisme adalah semua pengetahuan dikonstruksikan (dibangun dan bukan dipersepsikan secara langsung oleh indra). Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif yang direalisasikan melalui kegiatan seseorang. Pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya (Duffy and Jonassen, 1996).

(25)

8. Model pembelaran POE2WE dikembangkan dari model POEW dan

model pembelajaran konstruktivisme. Tahapan model POE2WE meliputi

siswa membuat prediksi, melakukan percobaan, menjelaskan melalui presentasi, menerapkan dalam kehidupan, menuliskan kesimpulan hasil diskusi, dan membuat laporan.

Gambar

Diagram Instrumen pemetaan  dengan 8 SNP di   SMAN 1 Ciamis   Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0
Gambar 1. Diagram instrumen pemetaan dengan 8 SNP  di SMAN 1, 2, 3 Ciamis   dan SMAN Baregbeg

Referensi

Dokumen terkait

The objectiveof the research was to determine the growth and rerproduction aspects based relationship of length weight with Gonad Maturity Index (IKG) of Fringescale

a. Dari dentifikasi pola sebaran yang didasarkan pada analisis tetangga terdekat terhadap sebaran retail modern dan sebaran pasar tradisional, ditemukan pola sebaran retail modern

Petani dengan luas lahan yang besar sangat dibantu oleh pendapatan dari usahatani kakao maupun non kakao, sedangkan petani dengan lahan sempit sangat dibantu oleh pendapatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) pelaksanaan fungsi produksi telah sesuai dengan standar fungsi produksi yang telah ditetapkan pada perusahaan PT. Jaya

Pemenang wajib melunasi seluruh harga lelang dalam jangka waktu 1 (Hari) hari KERJA setelah lelang dilaksanakan, apabila dalam jangka waktu tersebut pemenang tidak melunasi

Perangkat Access Point dapat dipasng pada sebuah HUB, cable modem, atau alat lainnya yang dapat menghubungkan komputer dengan WiFi ke sebuah network laine. Access

Pengembalian hasil (return) adalah suatu laba bersih (netprofit) dalam ukuran presentase yang diperoleh dari suatu produktifitas dan pemanfaatan usaha Bank Syariah Mandiri yang

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) Telaah kompetensi mata pelajaran fisika SMK. 2) Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. 3) Membuat surat