• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Piutang

Penjualan barang atau jasa secara kredit saat ini semakin banyak dilakukan, sehingga menyebabkan timbulnya tenggang waktu antara penyerahan barang atau jasa sampai saat diterimanya uang. Pada saat tenggang waktu tersebut penjual memiliki tagihan atau piutang kepada pembeli. Piutang merupakan komponen aktiva lancar yang penting dalam aktivitas ekonomi suatu perusahaan karena merupakan aktiva yang paling lancar setelah kas. Berikut pengertian piutang menurut beberapa pakar:

Warren (2005: 318) mendeskripsikan piutang sebagai berikut:

“Account Receivable are normally expected to be collected within a

relatively short period, such as 30 or 60 days. They are classified on the balance sheet as a current asset”.

Selain itu, pengertian piutang yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Kieso (2008: 346) yang diterjemahkan oleh Emil Salim, S.E. menyebutkan bahwa piutang (receivables) adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Sedangkan menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini (2009: 177) piutang adalah suatu tagihan terhadap perusahaan atau orang-orang tertentu yang timbul akibat penjualan kredit atau disebabkan perusahaan telah memberikan jasa tertentu. Pendapat tersebut didukung oleh Hery, S.E., M.Si. (2009: 265) yang menjelaskan bahwa istilah piutang mengacu pada sejumlah

               

(2)

tagihan yang akan diterima oleh perusahaan (umumnya dalam bentuk kas) dari pihak lain, baik sebagai akibat penyerahan barang dan jasa secara kredit (untuk piutang karyawan, piutang debitur yang biasanya langsung dalam bentuk piutang wesel, dan piutang bunga), maupun sebagai akibat kelebihan pembayaran kas kepada pihak lain (untuk piutang pajak).

Tidak jauh berbeda, Lyn M. Fraser dan Aileen Ormiston (2008: 71) berpendapat mengenai piutang sebagai saldo penjualan secara kredit yang belum dibayar pelanggan dan dilaporkan di neraca pada nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu jumlah aktual akun dikurangi penyisihan piutang tak tertagih.

Sedangkan menurut Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 348.K/DIR/2007 piutang PT. PLN (Persero) dapat didefinisikan sebagai hak tagih PT. PLN (Persero) yang mewajibkan penanggung hutang untuk melunasi kewajiban atas tagihan PT. PLN (Persero).

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat dikatakan bahwa piutang adalah klaim perusahaan berupa uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak lainnya sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit.

2.2

Tujuan dan Klasifikasi Piutang

Persaingan yang ketat membuat sebagian perusahaan menawarkan produknya secara kredit sehingga menimbulkan piutang. Adapun tujuan dari setiap kebijakan piutang haruslah dapat mengoptimalkan keuntungan.

               

(3)

Berdasarkan hal diatas, tujuan dari investasi piutang perusahaan menurut Gunawan Adisaputro (1995: 62) adalah sebagai berikut:

1. Merupakan upaya untuk meningkatkan omzet penjualan. Pembeli yang biasanya membeli dalam jumlah kecil akan terdorong untuk membeli lebih banyak dengan ditawarkannya kredit. Dengan demikian, kebijakan kredit dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Apalagi bila pesaing telah melakukan hal tersebut terlebih dahulu, maka tidak ada jalan lain bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan hal serupa bila tidak ingin kehilangan pembeli.

2. Dengan meningkatnya volume penjualan maka keuntungan yang diharapkan akan meningkat. Dengan demikian, penjualan kredit mempunyai dampak yang positif dari segi penilaian investasi secara keseluruhan.

3. Dengan adanya hubungan hutang piutang maka hubungan dagang antara perusahaan dengan para pembelinya menjadi lebih erat, sehingga kredit menjamin kontinuitas hubungan. Dalam hal ini kesadaran penjual dan pembeli akan hak dan kewajiban masing-masing harus diperhatikan.

Piutang timbul dari berbagai macam sumber, tetapi jumlah yang terbesar biasanya timbul dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi Account receivable dan Notes receivable, sebagaimana yang dikemukakan oleh Horngren dan Harrison (2007: 454) sebagai berikut:                

(4)

“…The two major types of receivables are:

1. Account receivable 2. Notes receivable”

Selanjutnya Horngren dan Harrison (2007: 454) menjelaskan account

receivable sebagai suatu jumlah yang diperoleh dari pelanggan. Sedangkan notes receivable diartikan sebagai perjanjian tertulis debitor untuk membayar kepada

kreditor dengan batasan waktu yang telah ditentukan.

Warren (2005: 318) juga menjelaskan bahwa piutang usaha (account

receivable) diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek,

yaitu 30 atau 60 hari. Sedangkan wesel tagih (notes receivable) merupakan jumlah yang terutang bagi pelanggan, disaat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal. Berkaitan dengan klasifikasi piutang, Warren (2005: 318) mengklasifikasikan piutang menjadi:

1. Piutang Usaha (Account Receivable)

Transaksi yang paling banyak memungkinkan menciptakan piutang adalah penjualan barang secara kredit. Piutang usaha ini normalnya akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30-60 hari yang dikelompokkan sebagai aset lancar.

2. Wesel Tagih (Notes Receivable)

Wesel tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk membayar pada tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam jangka waktu satu tahun. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.

               

(5)

3. Piutang Lain-lain (Other Receivable)

Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila tertagih dalam waktu satu tahun maka dikasifikasikan sebagai aset lancar, jika penagihannya lebih dari satu tahun maka diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar di bawah akun investasi. Piutang ini meliputi piutang bunga, piutang pajak, piutang pejabat atau piutang karyawan.

Atas dasar beberapa pendapat tersebut, piutang usaha dapat didefinisikan sebagai janji lisan pembeli untuk membayar dan biasanya piutang ini dapat ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari. Sedangkan wesel tagih adalah janji tertulis pembeli untuk membayar pada tanggal tertentu di masa yang akan datang, wesel tagih ini dapat bersifat jangka panjang dan jangka pendek.

Klasifikasi piutang yang lain dikemukakan oleh Kieso (2008: 346) yang membagi piutang dalam 2 bagian, yaitu:

1. Untuk tujuan Laporan Keuangan

a. Piutang Lancar / Jangka Pendek (Current Receivable)

Piutang ini diharapkan akan tertagih dalam waktu satu tahun atau selama satu siklus operasi berjalan.

b. Piutang Tidak Lancar / Jangka Panjang (Non Current Receivable) Piutang ini akan tertagih dalam waktu lebih dari satu tahun atau lebih dari satu siklus operasi berjalan.

               

(6)

2. Diklasifikasikan dalam Neraca

a. Piutang Dagang (Trade Receivable)

Piutang dagang merupakan jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang biasanya paling signifikan dimiliki perusahaan.

Piutang dagang disubklasifikasikan menjadi Piutang Usaha dan Wesel Tagih.

1. Piutang Usaha (Account Receivable)

Piutang usaha merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual dan dapat ditagih dalam kurun waktu 30-60 hari dan merupakan akun terbuka (open account) yang berasal dari perluasan kredit jangka pendek. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan seperti faktur pesanan penjualan dan kontrak penyerahan.

2. Wesel Tagih (Notes Receivable)

Wesel tagih merupakan janji tertulis untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu dimasa depan. Wesel tagih dapat berasal dari penjualan, pembiayaan serta transaksi lainnya dan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, sepanjang wesel diperkirakan akan tertagih dalam setahun biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai Aktiva Lancar.

               

(7)

Wesel digunakan untuk periode kredit lebih dari enam puluh hari, sebagai contoh sebuah dealer mobil atau perabotan rumah tangga biasanya meminta uang muka pada saat penjualan dan menerima wesel tagih untuk sisanya. Wesel semacam itu umumnya mengharuskan pelanggan untuk melakukan pembayaran secara bulanan, adapun wesel juga dapat digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan bila berasal dari transaksi penjualan.

b. Piutang Non Dagang (Non Trade Receivable)

Piutang non dagang berasal dari berbagai transaksi dan dapat berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirimkan sesuatu. Karena sifatnya yang unik, piutang non dagang umumnya diklasifikasikan dan dilaporkan sebagai pos terpisah dalam neraca. Piutang ini timbul dari berbagai transaksi, antara lain:

1) Uang muka kepada karyawan dan staf 2) Uang muka kepada anak perusahaan

3) Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian dan kerusakan 4) Deposito sebagai jaminan jasa atau pembayaran

5) Piutang deviden dan bunga 6) Klaim terhadap:

a) Perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungkan b) Terdakwa dalam suatu perkara hukum

c) Badan-badan Pemerintah untuk pengembalian pajak d) Perusahaan pengangkutan untuk barang rusak atau hilang

               

(8)

e) Kreditur untuk barang dikembalikan, rusak atau hilang

f) Pelanggan untuk barang-barang yang dapat dikembalikan (botol minuman, container, dan sebagainya).

Secara keseluruhan, piutang dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Misalnya sebagai Piutang Usaha dan Wesel Tagih, sebagai Piutang Dagang dan Piutang Non Dagang, serta sebagai Piutang Lancar dan Piutang Tidak Lancar. Kategori-kategori tersebut tidak berdiri sendiri. Sebagai contoh, Piutang Usaha merupakan Piutang Dagang dan Piutang Lancar, Wesel Tagih bisa merupakan Piutang Dagang karena tergolong lancar tetapi dalam situasi lain dapat berupa Piutang Non Dagang baik Lancar maupun Tidak Lancar.

Melalui Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor: 348.K/DIR/2007 piutang pada PT. PLN (Persero) diklasifikasikan menjadi piutang pelanggan dan piutang lain-lain. Berikut penjelasan masing-masing klasifikasinya:

1. Piutang pelanggan yaitu kewajiban pelanggan yang harus dibayar kepada PT. PLN (Persero) yang berkaitan dengan penjualan tenaga listrik dan tagihan lainnya yang berhubungan dengan pelanggan PT. PLN (Persero) yang terdiri dari:

 Piutang Biaya Pemakaian Tenaga Listrik

 Biaya Beban

 Biaya Kelebihan Pemakaian KVArh

 Piutang Bea Materai

 Pajak Pertambahan Nilai (Tarif R3)

 Piutang Biaya Pemakaian Transformator

               

(9)

 Piutang Pajak Penerangan jalan

 Piutang Biaya Sewa Transformator

 Piutang Sewa Kapasitor

 Piutang Biaya Penyambungan

 Piutang Cicilan Kredit Listrik Pedesaan

 Piutang Tagihan Susulan (Misalnya P2TL, dll)

Piutang Biaya Pelayanan Informasi tagihan Listrik (Piutang Invoice)

 Piutang Biaya Keterlambatan

2. Piutang Lainnya, yaitu piutang yang bukan piutang pelanggan yang antara lain terdiri dari:

 Piutang pekerjaan untuk pihak ketiga

 Piutang pegawai jangka panjang

 Piutang jangka panjang

 Bunga yang akan diterima

 Piutang macam-macam

 Biaya dibayar dimuka dan uang muka (missal pembayaran di muka

kontraktor)

 Persekot pegawai

 Pendapatan yang akan diterima lainnya

 Piutang biaya sewa tiang JTR dan JTM

 Piutang biaya pelaksanaan pekerjaan Jaringan TR/ TM dan Gardu

Distribusi

 Piutang biaya sewa tanah eks gardu milik PT. PLN (Persero).

               

(10)

2.3

Pengakuan, Penilaian, dan Pelaporan Piutang

2.3.1 Pengakuan Piutang

Pengakuan piutang usaha terjadi jika perusahaan menjual produk secara kredit atau memberi jasa namun belum terjadi pembayaran kepada perusahaan. Ketika penjualan dilakukan secara kredit maka nilai piutang usaha dalam suatu perusahaan akan bertambah. Sedangkan saat adanya penagihan kepada pelanggan dan pelanggan membayar tagihan tersebut, maka piutang tersebut akan berkurang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah piutang menurut Bambang Riyanto (2001: 85) adalah sebagai berikut:

1. Volume Penjualan Kredit

Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar investasi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti makin besar risiko, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar

profitability-nya.

2. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit

Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat maupun lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitas.

3. Ketentuan tentang Pembatasan Kredit

Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atas kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin tinggi batas

               

(11)

maksimal yang ditetapkan oleh perusahaan maka semakin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang.

4. Kebijakan dalam Pengumpulan Piutang

Perusahaan yang menjalankan kebijakan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang tersebut dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan kebijakan pengumpulan secara pasif. Perusahaan yang melakukan pengumpulan piutang secara aktif akan memiliki investasi dalam piutang yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan pengumpulan piutang secara pasif.

5. Kebiasaan Membayar dari Para Pelanggan

Ada sebagian pelanggan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan kesempatan mendapat cash discount, dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan kesempatan tersebut. Kebiasaan para pelanggan untuk membayar dalam cash discount period atau sesudah mempunyai efek terhadap besarnya investasi dalam piutang.

Dalam sebagian besar transaksi piutang, jumlah yang harus diakui adalah harga pertukaran di antara kedua belah pihak. Harga pertukaran (the exchange

price) adalah jumlah yang terutang dari debitor (seorang pelanggan atau

peminjam) dan umumnya dibuktikan dengan beberapa jenis dokumen bisnis, biasanya berupa faktur (invoice) (Kieso, 2008: 348).

Pendapat lain mengenai pengakuan piutang dikemukakan pula oleh Hery, S.E., M.Si. (2009: 270) yang berpendapat bahwa akun piutang usaha pertama kali

               

(12)

akan timbul oleh karena penjualan barang dagangan secara kredit, yang kemudian dapat diikuti dengan transaksi return penjualan, penyesuaian atau pengurangan harga jual, dan pada akhirnya penagihan (baik tanpa ataupun disertai dengan pemberian potongan penjualan).

Piutang tidak boleh diakui untuk barang dagang yang telah dikirimkan apabila ada perjanjian bahwa pihak pengirim tetap memegang hak atas barang tersebut sampai ada tanda terima resmi, atau untuk barang yang dikirimkan atas dasar konsinyasi dimana pengirim barang tetap memegang hak atas barang itu sampai barangnya terjual oleh konsinye (Consignee). Piutang untuk jasa kepada pelanggan semestinya diakui ketika jasa tersebut dilaksanakan. Berikut catatan-catatan akuntansi dan dokumen yang digunakan untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan pengakuan piutang:

1. Jurnal Penjualan, yaitu ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit. Berkaitan dengan transaksi ini, dokumen yang digunakan adalah Faktur Penjualan. Faktur penjualan digunakan sebagai dasar pencatatan timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit. Dokumen ini dilampiri dengan dokumen pendukung seperti surat muat (bill of lading) dan surat order pengiriman. Dengan demikian transaksi penjualan kredit dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Piutang Usaha Penjualan XXX XXX                

(13)

2. Jurnal Return Penjualan, yaitu ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi return penjualan. Berkaitan dengan transaksi ini, dokumen yang digunakan adalah Memo Kredit. Memo kredit digunakan sebagai dasar pencatatan return penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh bagian order penjualan dan dilampiri dengan laporan penerimaan barang yang dibuat oleh bagian penerimaan. Dengan demikian transaksi return penjualan dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Return Penjualan

Piutang Usaha XXX XXX

3. Jurnal Umum, yaitu ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penghapusan piutang yang tidak lagi dapat ditagih. Berkaitan dengan transaksi ini, dokumen yang digunakan adalah Bukti Memorial. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi kredit yang memberikan otorisasi penghapusan piutang yang sudah tidak dapat lagi ditagih. Dengan demikian transaksi penghapusan piutang tak tertagih dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

a. Dengan Metode Penyisihan

Uraian Debet Kredit

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Piutang Usaha XXX XXX

b. Dengan Metode Langsung

Uraian Debet Kredit

Beban Piutang Tak Tertagih

Piutang Usaha XXX XXX                

(14)

4. Jurnal Penerimaan Kas, yaitu ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penerimaan kas dari debitur. Berkaitan dengan transaksi ini, dokumen yang digunakan adalah Bukti Kas Masuk. Bukti kas masuk digunakan sebagai dasar pencatatan berkurangnya piutang dari transaksi pelunasan piutang oleh debitur. Sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang digunakan surat pemberitahuan (remittance advice) sebagai dokumen sumber. Dengan demikian transaksi penerimaan kas dari debitur dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Kas

Piutang Usaha XXX XXX

5. Kartu Piutang. Kartu piutang digunakan untuk mencatat mutasi dan saldo piutang kepada setiap debitur. Bukti kas masuk yang dibuat pada saat penerimaan kas dari pelanggan, selanjutnya digunakan sebagai dasar pencatatan mutasi dan saldo piutang ke dalam kartu piutang.

Catatan dan dokumen sangat penting dalam suatu siklus akuntansi, begitu pula metode pencatatan yang digunakan. Menurut Mulyadi (2001: 261) terdapat 4 (empat) metode yang dapat digunakan untuk pencatatan piutang, yaitu:

1. Metode Konvensional

Dalam metode ini, posting ke dalam kartu piutang dilakukan atas dasar data yang dicatat dalam jurnal.

2. Metode Posting Langsung

Metode ini dibagi dalam dua golongan, yaitu:

               

(15)

a. Metode Posting Harian

1) Posting langsung ke dalam kartu piutang dengan tulisan tangan, jurnal hanya menunjuk jumlah total harian saja (tidak dirinci). Dalam metode ini faktur penjualan yang merupakan dasar untuk pencatatan timbulnya piutang di posting langsung setiap hari secara rinci kedalam kartu piutang.

2) Posting langsung ke dalam kartu piutang dan pernyataan piutang. Dalam metode ini, media di posting kedalam pernyataan piutang dengan kartu piutang sebagai tembusannya atau tembusan lembar kedua berfungsi sebagai kartu piutang.

b. Metode Posting Periodik

1) Posting Ditunda (Delayed Posting)

Dalam metode ini, posting kedalam kartu piutang akan lebih praktis bila digunakan sekaligus setelah faktur terkumpul dalam jumlah yang banyak.

2) Penagihan Bersiklus (Cicle Billing)

Dalam metode ini, selama satu bulan media disortasi dan diarsipkan menurut nama pelanggan.

3. Metode Pencatatan Tanpa Buku Pembantu

Dalam metode ini tidak digunakan buku pembantu piutang. Faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya diarsipkan menurut nama pelanggan dalam arsip faktur yang belum dibayar (Unpaid Invoice File).

               

(16)

Jumlah dalam rekening piutang usaha merupakan gabungan dari piutang beberapa debitur, perincian ini dicatat di buku pembantu piutang.

4. Metode Pencatatan Dengan Menggunakan Komputer

Metode pencatatan piutang dengan komputer menggunakan batch system. Dalam batch system ini dokumen sumber yang mengubah piutang dikumpulkan dan sekaligus di-posting setiap hari untuk memutakhirkan catatan piutang. Dalam sistem komputer dibentuk dua macam arsip yaitu arsip transaksi (transaction file) dan arsip induk (master file).

Pada prinsipnya piutang dagang harus diakui pada saat yang sama dengan pengakuan hasil penjualan secara kredit sebagai pendapatan, yaitu pada saat berpindahnya hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli, atau pada saat aktivasi pangadaan jasa diselesaikan, dalam hal menyangkut transaksi penyerahan jasa secara kredit. Adapun metode pengakuan pendapatan yang biasa dipakai adalah sebagai berikut:

1. Dasar Akrual (Accrual Basic)

Pendapatan diakui pada saat diperoleh barang maupun jasa, tanpa memperhatikan kapan pendapatan itu diterima. Beban diakui dan dicatat pada saat terjadinya tanpa memperhatikan kapan beban tersebut dibayarkan.

2. Dasar Kas (Cash Basic)

Pendapatan dan biaya dicatat pada saat penerimaan dan pengeluaran kas, pengakuan dengan dasar ini mempunyai kelemahan antara pendapatan dan

               

(17)

biaya karena ada biaya-biaya yang harus diakui pada periode yang akan datang.

2.3.2 Penilaian Piutang

Penilaian piutang berhubungan dengan bagaimana piutang tersebut dilaporkan dalam laporan keuangan. Piutang dilaporkan sebagai nilai realisasi bersih (net realizable value) yaitu nilai kas yang diharapkan akan diterima seperti yang diungkapkan oleh Zaki Baridwan (2004: 125), penilaian piutang sebagai berikut:

“Piutang termasuk dalam komponen aktiva lancar. Dalam hubungannya dengan penyajian piutang dalam neraca digunakan dasar pengakuan nilai realisasi atau penyelesaian. Dasar pengukuran ini mengatur bahwa piutang dinyatakan sesuai bruto tagihan dikurangi taksiran jumlah yang tidak dapat diterima”.

Sedangkan menurut James D. Stice (2009: 247) yang diterjemahkan oleh Syam Setya, semua piutang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas dimasa yang akan datang. Pendapat-pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Keiso (2008: 350) yang menyatakan penilaian piutang sedikit lebih kompleks. Piutang jangka pendek dinilai dan dilaporkan pada nilai realisasi bersih-jumlah bersih yang diperkirakan akan diterima dalam bentuk kas. Penentuan nilai realisasi bersih (net realizable value) memerlukan estimasi baik atas piutang yang tidak tertagih maupun return penjualan dan pengurangan harga yang diberikan.

Pada intinya, beberapa pendapat diatas merujuk pada pernyataan bahwa piutang dinilai dan dilaporkan pada nilai realisasi bersih, yaitu jumlah bersih yang diperkirakan akan diterima dalam bentuk kas.

               

(18)

Sebagai akibat dari penjualan kredit, piutang tentu mempunyai resiko akan tidak tertagihnya seluruh atau sebagiannya. Resiko tersebut dialami pula oleh PT. PLN (Persero) yang dapat mengalami piutang ragu-ragu. Menurut Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 348.K/DIR/2007 Piutang ragu-ragu adalah piutang pelanggan yang tidak dilunasi oleh penanggung hutang karena sukar ditagih atau diragukan pembayarannya serta telah dilaksanakan pemutusan rampung aliran tenaga listrik.

2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Piutang

Resiko akan piutang macet dan piutang ragu-ragu dapat mempengaruhi jumlah piutang dalam pelaporannya di laporan keuangan. Untuk itu, perusahaan harus mempertimbangkan teknik pengumpulan piutang agar dapat meminimalisir resiko tersebut sehingga piutang dapat dilaporkan dengan nilai yang maksimal pada laporan keuangan. Sejumlah tenik pengumpulan piutang yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Melalui surat, bila waktu pembayaran utang dari pembeli telah lewat beberapa hari tapi pembayarannya belum juga dilakukan, maka perusahaan dapat mengirim surat teguran kepada pembeli yang belum membayar tersebut bahwa utangnya sudah jatuh tempo. Apabila utang tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirim maka dapat dikirim surat peringatan kedua yang nadanya lebih keras.

b. Melalui Telepon, apabila sudah dikirim surat peringatan ternyata utang tersebut belum juga dibayar maka bagian kredit akan menelpon pembeli dan secara pribadi meminta pembeli untuk segera melakukan pembayaran.

               

(19)

Kalau dari hasil pembicaraan tersebut ternyata pembeli mempunyai alasan yang dapat diterima maka mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai jangka waktu tertentu.

c. Kunjungan personal, teknik pengumpulan piutang dengan cara melakukan kunjungan secara personal atau pribadi ke tempat pembeli seringkali digunakan karena dirasakan sangat efektif dalam usaha-usaha pengumpulan piutang.

d. Tindakan Yuridis, apabila ternyata pelanggan tidak mau membayar utangnya maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan mengajukan gugatan perdata melalui peradilan.

2.3.2.2 Pengendalian Intern Piutang

Selain teknik pengumpulan piutang, pengendalian intern terhadap piutang tidak kalah pentingnya sebagai upaya untuk memaksimalkan penagihan terhadap piutang demi kelancaran operasional perusahaan. Seperti yang dikatakan oleh Mulyadi (2001: 163) bahwa pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, dan didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (1) keandalan pelaporan keuangan, (2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3) efektifitas dan efisiensi operasi.

Terdapat beberapa konsep dasar dalam pengendalian intern yaitu, bahwa pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasive dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari

               

(20)

infrastruktur entitas. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan personel lain. Pengendalian intern diharapkan dapat mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan komisaris, entitas keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak. Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan yaitu pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

Berbicara mengenai tujuan pengendalian intern, berikut dijabarkan beberapa tujuan pengendalian intern menurut Warren (2005:236) yaitu memberikan jaminan yang wajar bahwa: (1) Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, (2) Informasi bisnis akurat, (3) Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan. Pengandalian intern dapat melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, penyalahgunaan, atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Salah satu pelanggaran paling serius terhadap pengendalian intern adalah penggelapan oleh karyawan.

Untuk dapat mencapai tujuan yang telah dijabarkan diatas, pengendalian intern didukung oleh unsur-unsur pengendalian intern sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian 2. Penilaian Risiko 3. Prosedur Pengendalian                

(21)

4. Pemantauan

5. Informasi dan Komunikasi

Pengendalian intern atas piutang usaha dapat dilakukan dengan adanya prinsip-prinsip pengendalian intern. Menurut Warren (2005:405) salah satu prinsip pengendalian piutang usaha ini adalah dengan membuat adanya suatu pemisahan fungsi. Pemisahan fungsi ini misalnya:

a. Fungsi penjualan

b. Fungsi persetujuan kredit c. Fungsi penagihan

d. Fungsi akuntansi

Pemisahan fungsi seperti yang dikemukakan oleh Warren merupakan pengendalian yang paling umum, mudah, dan sering dilakukan. Mengingat dalam struktur organisasi dimana adanya job description yang secara tidak langsung memisahkan fungsi-fungsi diatas.

Sedangkan Brink dan Witt (1996: 326) mengelompokkan pengendalian intern atas piutang kedalam tiga jenis pengendalian, yaitu pengendalian pada saat piutang terjadi, pengendalian pada saat piutang dicatat, dan pengendalian pada saat terjadinya pengurangan piutang.

1. Pengendalian Pada Saat Piutang Terjadi

Pengendalian pada saat piutang terjadi dimulai ketika pesanan diterima lalu persetujuan atas kredit tersebut harus dilakukan oleh pihak yang berwenang. Bila barang yang dipesan telah tersedia, maka barang dikirimkan ke pelanggan dan disiapkan prosedur penagihan. Harga dan

               

(22)

syarat kredit harus distandarisasi untuk semua pelanggan. Faktur yang perlu disiapkan harus memiliki cukup salinan dengan isi yang sama dan digunakan untuk semua tujuan.

2. Pengendalian Pada Saat Piutang Dicatat

Pencatatan piutang dilakukan oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan kas atau pelanggan. Perubahan yang terjadi setiap hari perlu di posting agar mendapatkan informasi yang selalu up to date. Laporan yang teratur harus dibuat secara periodik tentang posisi akhir piutang dan analisis piutang. Laporan posisi piutang dari masing-masing pelanggan dikirim secara langsung kepada pelanggan.

3. Pengendalian Pada Saat Terjadinya Pengurangan Piutang

Perubahan jumlah piutang dapat terjadi bila ada penerimaan pembayaran, pengembalian barang atau adanya potongan penjualan. Pengendalian yang harus ada bila piutang berkurang meliputi:

a. Cash collection

b. Pada saat barang dikembalikan, yaitu barang yang benar-benar dikembalikan harus diotorisasi, lalu barang yang dikembalikan pun harus dalam kondisi semula, lalu penentuan pengurang dari jumlah piutang pun harus tepat

c. Diadakannya penyesuaian untuk pengurangan piutang atas barang yang dikembalikan

d. Jika terdapat konsumen yang tidak membayar kewajibannya, perusahaan harus membuat suatu penyisihan piutang untuk

               

(23)

mengantisipasi konsumen yang tidak dapat membayar kewajibannya. apabila dalam jangka waktu tertentu konsumen tidak dapat membayar utangnya, perusahaan akan menghapus piutang tersebut. Penghapusan piutang harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Dalam pengendalian yang dikemukakan oleh Brink dan Witt ini jelas terlihat bahwa mulai dari awal proses penjualan kredit hingga penghapusan piutang semua telah dikendalikan.

2.3.3 Pelaporan Piutang

Tujuan akhir dari sebuah siklus akuntansi adalah pelaporan. Begitu pula mengenai piutang. La Midjan dan Susanto (2001: 191) menyebutkan bahwa dalam pengelolaan piutang akan dihasilkan laporan-laporan seperti berikut ini:

1. Laporan Posisi Saldo Piutang

Laporan Posisi Saldo Piutang merupakan laporan yang dibuat secara periodik, tiap bulan, triwulan, semester, dan tahunan yang menggambarkan posisi masing-masing saldo piutang pada saat tersebut berikut mutasi pembayarannya.

2. Laporan Analisis Umur Piutang

Laporan Analisis Umur Piutang merupakan laporan yang memberikan informasi kondisi pembayaran masing-masing piutang berikut gambaran macet tidaknya piutang tersebut.

3. Laporan Konfirmasi Piutang yang Dikirim

               

(24)

Laporan Konfirmasi Piutang yang Dikirim berisi konfirmasi atas piutang yang telah dikirim dan uraian jawaban atas konfirmasi tersebut.

Neraca merupakan salah satu jenis laporan dari laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas. Neraca melaporkan jumlah aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu. Piutang termasuk ke dalam kelompok Aktiva, lebih tepatnya Aktiva Lancar. Aktiva diurutkan berdasarkan atas cepat lambatnya aktiva tersebut dikonversikan menjadi kas atau digunakan dalam operasi. Urutan pertama adalah kas, kemudian piutang, perlengkapan, biaya dibayar dimuka, aktiva lainnya, dan aktiva tetap, seperti tanah, bangunan, dan peralatan. Uraian tersebut didukung oleh Zaki Baridwan (1992: 21) yang menyatakan bahwa penyajian piutang usaha dalam laporan keuangan termasuk dalam golongan aktiva lancar, sebagaimana contoh neraca sebagian di bawah ini:

PT. X NERACA Per 31 Desember 200X Aktiva Aktiva Lancar Kas Piutang Usaha

Dikurangi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Piutang Bersih ……. Rp 50.000 Rp 5.000 Rp 45.000 Rp 100.000

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa piutang dilaporkan sebesar nilai realisasi bersih (net realizable value) dimana piutang dinyatakan sesuai bruto tagihan dikurangi taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. Dari neraca di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan net realizable value adalah piutang

               

(25)

bersih dengan jumlah Rp 45.000,-. Jumlah tersebut didapat dari nilai piutang usaha dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Namun pada metode penghapusan langsung (direct write off) tidak ada akun penyisihan piutang, jadi nilai piutang yang disajikan pada Neraca hanya sebesar nilai piutang pada saat penjualan kredit terjadi. Berikut contoh Neraca yang menggunakan metode penghapusan langsung (direct write off):

PT. X NERACA Per 31 Desember 200X Aktiva Aktiva Lancar Kas Piutang Usaha ……. Rp 100.000 Rp 50.000 2.4 Penghapusan Piutang

Suatu perusahaan secara umum akan lebih menyukai menjual produknya secara tunai daripada kredit, tetapi tekanan persaingan telah memaksa kebanyakan perusahaan untuk memberikan kredit sehingga piutang akan muncul. Piutang yang timbul dapat menguntungkan perusahaan, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat merugikan pula. Piutang dapat merugikan perusahaan apabila dari total piutang yang ada terdapat piutang yang tidak dapat tertagih. Piutang yang tidak tertagih tersebut berasal dari piutang ragu-ragu, yaitu piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih.

Piutang tak tertagih (uncollectible receivable) terjadi karena kurangnya pengendalian atas piutang yang menyebabkan kerugian cukup besar. Kapan piutang usaha menjadi tak tertagih? Tak ada satupun ketentuan umum yang dapat

               

(26)

digunakan untuk kapan suatu piutang menjadi tak tertagih. Jika seorang debitur gagal untuk membayar piutang sesuai kontrak penjualan tidak berarti bahwa utang tersebut tidak akan dapat ditagih. Bangkrutnya debitur adalah salah satu petunjuk yang paling signifikan mengenai tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang. Petunjuk lainnya meliputi penutupan bisnis pelanggan atau gagalnya upaya penagihan setelah dilakukan beberapa kali usaha.

Dalam hal pelanggan tidak mampu untuk melunasi utangnya, maka yang harus diperhatikan adalah metode untuk menghapus dan menentukan estimasi untuk piutang tak tertagih. Penyisihan piutang menurut Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 348.K/DIR/2007 adalah penyisihan atas jumlah piutang yang kemungkin tidak dapat tertagih dan disajikan dalam neraca sebagai pengurang akun Piutang Pelanggan sehingga angka yang tersaji di Neraca adalah netto (piutang yang dapat direalisasi).

Tujuan penentuan taksiran piutang dagang adalah diantaranya : (a) dapat memperhitungkan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan, sehingga diperoleh laba periodik yang teliti atau hampir teliti. (b) menunjukkan nilai piutang dagang yang dapat direalisasikan. Terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam akuntansi untuk piutang tak tertagih, yaitu:

1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write Off Method)

Dalam metode ini jumlah piutang yang dipastikan tidak akan tertagih langsung dihapus. Jika ternyata Piutang yang telah dihapus diterima pembayarannya, maka piutang harus ditimbulkan kembali dengan membalik ayat jurnal penghapusan sebelumnya.

               

(27)

Pendukung metode penghapusan langsung berpendapat bahwa yang dicatat haruslah fakta bukan estimasi. Metode ini mengasumsikan bahwa dari setiap penjualan akan dihasilkan piutang usaha yang baik, dan kejadian selanjutnya membuktikan bahwa piutang tertentu ternyata tidak tertagih serta menjadi tidak bernilai. Dalam hal ini, Hery, S.E., M.Si. (2009:270) berpendapat mengenai faktor-faktor atau perihal yang membuat metode penghapusan langsung dipakai, yaitu: (1) terdapatnya sebuah situasi dimana memang sangat tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk mengestimasi besarnya piutang usaha yang tidak dapat ditagih sampai dengan akhir periode, atau (2) khusus bagi perusahaan yang menjual sebagian besar barang atau jasanya secara tunai, sehingga jumlah beban atas piutang usaha yang tidak dapat ditagih boleh dibilang sangat material.

Ayat jurnal untuk mencatat piutang yang tak tertagih adalah sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Beban piutang tak tertagih

Piutang Usaha XXX XXX

Apabila piutang yang telah dihapuskan ternyata diterima pembayarannya maka ayat jurnal yang perlu dicatat adalah sebagai berikut:

Uraian Debet Kredit

Kas

Beban piutang tak tertagih XXX XXX

               

(28)

Dari sudut pandang praktis metode ini sederhana dan mudah diaplikasikan. Tapi secara teoritis metode ini memiliki kelemahan karena biasanya tidak menandingkan biaya dengan pendapatan pada periode bersangkutan. Pernyataan tersebut didukung oleh Henry Simamora (2000: 241) yang berpendapat bahwa metode penghapusan langsung bukan merupakan prinsip akuntansi yang umum karena beberapa sebab sebagai berikut ini: 1) Metode ini melanggar prinsip pengaitan dan menyebabkan pendapatan

dinilai terlalu tinggi (overstated) dalam periode penjualan dan dinilai terlalu rendah (understated) dalam periode penghapusan piutang. Hal ini dikarenakan pada saat penjualan, perusahaan tidak memperhitungkan berapa jumlah piutang yang ditaksir tidak tertagih. Karena perhitungan penyisihan piutang tak tertagih dihitung pada akhir periode. Sehingga pendapatan dinilai sebesar penjualan yang terjadi. 2) Piutang dilaporkan di neraca pada jumlah yang lebih tinggi daripada

jumlah yang diharapkan dapat ditagih. Hal ini terjadi karena nilai yang tertera pada neraca adalah nilai pada saat penjualan terjadi. Nilai tersebut bisa saja di dalamnya terdapat nilai piutang yang sudah jatuh tempo atau nilai piutang dari beberapa periode. Dalam hal ini perusahaan masih menganggap semua piutang akan dapat tertagih, tapi pada kenyataannya tidak jarang pelanggan yang bandel dan tidak membayar utangnya.

3) Metode ini memberikan peluang bagi manajemen untuk memanipulasi pendapatan pada saat mereka memilih periode penghapusan. Dalam

               

(29)

metode penghapusan langsung (direct write off), kapan piutang tersebut menjadi tidak tertagih adalah suatu hal yang menjadi kewenangan manajemen dalam penentuannya. Kewenangan tersebut bisa saja dimanfaatkan manajemen untuk kepentingan pribadinya.

2. Metode Penyisihan (Allowance Method)

Metode Penyisihan (Allowance Method) merupakan suatu estimasi yang dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak langsung terhadap piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode dimana penjualan tersebut dicatat.

Dalam metode ini, ayat jurnal yang perlu dibuat oleh perusahaan untuk mencatat besarnya piutang yang tak tertagih adalah sebagai berikut:

Pada saat Penyisihan Piutang Tak Tertagih:

Uraian Debet Kredit

Beban piutang tak tertagih

Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX XXX

Saat penghapusan Piutang Tak Tertagih jurnal yang perlu dibuat adalah:

Uraian Debet Kredit

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Piutang Usaha XXX XXX

Apabila dari piutang yang telah dihapuskan tersebut ternyata diterima pembayarannya, maka jurnal untuk menimbulkan kembali penghapusan piutang yaitu:                

(30)

Uraian Debet Kredit Piutang Usaha

Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX XXX

Sementara untuk mencatat hasil penagihan piutang adalah dengan jurnal:

Uraian Debet Kredit

Kas

Piutang Usaha XXX XXX

Metode penyisihan ini mempunyai pengaruh:

a. Mengurangi pendapatan dangan mendebit perkiraan beban b. Mengurangi piutang dengan mengkredit penyisihan piutang Untuk menentukan besarnya penyisihan dapat dibuat atas dasar: 1. Penyisihan atas dasar Presentase Penjualan

Penyisihan atas dasar Presentase Penjualan dihitung berdasarkan piutang tak tertagih pada masa lalu yang dikaitkan dengan jumlah penjualan bersangkutan disebabkan piutang tak tertagih hanya bisa timbul dari penjualan secara kredit. Tetapi bila terdapat pemisahan antara penjualan kredit dan tunai, maka untuk ringkasnya digunakan jumlah penjualan. Metode estimasi berdasarkan penjualan menekankan pengaitan antara beban piutang tak tertagih dengan penjualan sepanjang periode tersebut. Jadi, metode ini memberi tekanan yang lebih besar pada Laporan Laba Rugi daripada Neraca.

Berikut disajikan kelebihan dari metode penyisihan piutang tak tertagih dengan menggunakan metode estimasi berdasarkan penjualan:

               

(31)

1. Metode ini relatif sederhana dan memberikan dasar yang terbaik untuk membebankan biaya piutang tak tertagih ke suatu periode dimana telah terjadi penjualan.

2. Untuk mengetahui besarnya piutang tak tertagih, metode ini dipakai secara luas dalam praktek karena mudah digunakan.

Sedangkan kekurangan dari metode ini dapat dijabarkan seperti berikut ini: 1. Jika terjadi hubungan yang cukup stabil antara penjualan tahun/ bulan sebelumya dengan piutang tak tertagih maka hubungan tersebut tidak dapat dijabarkan menjadi prosentase dan digunakan untuk menentukan beban piutang tak tertagih tahun ini.

2. Diperlukan suatu evaluasi terhadap jumlah dan komposisi piutang dagang untuk menentukan cukup tidaknya penyisihan piutang ragu – ragu, minimal sekali dalam setahun, apabila hasil evaluasi terhadap piutang dagang ternyata bahwa penyisihan piutang ragu – ragu tidak cukup jumlahnya atau sebaliknya, maka diperlukan adanya penyesuaian terhadap prosentase piutang tak tertagih.

3. Besarnya piutang tak tertagih yang dihitung dengan metode ini tidak dimaksudkan untuk menunjukan bahwa piutang kepada debitur tertentu akan terbukti tak tertagih, tetapi lebih bersifat preventif karena berdasarkan pengalaman rata – rata sejumlah tertentu dari hasil penjualan kredit ternyata tidak dapat tertagih atau direalisasikan.

               

(32)

2. Penyisihan atas dasar Presentase Piutang

Penyisihan atas dasar Presentase Piutang menekankan hubungan antara saldo piutang usaha dan penyisihan untuk piutang tak tertagih serta bertujuan untuk melaporkan nilai realisasi bersih piutang dalam Neraca. Dalam metode ini, saldo akun Penyisihan tidak dapat diabaikan, karena sangat berhubungan dengan akun riil (Piutang Usaha). Singkatnya, metode Penyisihan Presentase Piutang menghasilkan penilaian piutang yang lebih akurat di dalam neraca. Namun dari sudut pandang penandingan, metode presentase penjualan memberikan hasil yang lebih baik.

3. Daftar Umur Piutang (Aging Schedule)

Salah satu cara untuk menghitung penyisihan piutang tak tertagih adalah dengan menerapkan presentase berbeda terhadap kelompok umur piutang tertentu. Setiap akhir periode akuntansi, misalnya akhir bulan atau akhir tahun, dibuat daftar piutang. Ini adalah rincian saldo piutang menurut nama pelanggan pada suatu saat tertentu. Agar dapat diketahui berapa lama piutang suatu pelanggan telah berlalu, daftar piutang biasanya dikelompokkan menurut umur. Umur piutang adalah jangka waktu sejak dicatatnya transaksi penjualan sampai dengan saat dibuatnya daftar piutang. Biasanya umur piutang dikelompokkan menurut jumlah hari tertentu. Jumlah kerugian piutang yang dihitung dengan cara ini sudah mempertimbangkan saldo rekening. Cadangan Kerugian Piutang merupakan jumlah kerugian piutang.

               

(33)

Menurut Indriyo dan Basri (2002:209) dengan diketahui umur piutang maka akan dapat diketahui:

1. Piutang-piutang mana yang sudah dekat dengan jatuh tempo dan harus ditagih

2. Piutang-piutang yang sudah lewat jatuh tempo dan perlu dihapuskan karena tidak sudah tidak dapat ditagih kembali

Umur piutang sering digunakan dalam praktik. Umur piutang ini mengindikasi akun mana yang memerlukan perhatian khusus dengan memperlihatkan umur piutang usaha. Umur piutang biasanya tidak disusun untuk menentukan beban piutang tak tertagih, tetapi sebagai alat pengendalian untuk menentukan komposisi piutang dan mengidentifikasi piutang yang diragukan. Dengan menggunakan umur piutang, perusahaan dapat mengetahui posisi piutang pada periode tertentu sehingga dapat mengambil kebijakan keuangan yang tepat serta untuk menggambarkan seberapa besar pengaruhnya terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam menetapkan penentuan presentase kerugian piutang berdasarkan umur piutang adalah:

1. Besarnya presentase kerugian piutang didasarkan atas pengalaman penerimaan kas dari piutang pada periode sebelumnya, selain itu dikarenakan adanya kesulitan untuk menentukan piutang kepada debitur mana yang tidak dapat tertagih, maka jumlah prosentase piutang tak tertagih di tentukan berdasarkan taksiran.

               

(34)

2. Adanya evaluasi terhadap masing – masing pelanggan, maka perusahaan menetapkan besarnya piutang yang kemungkinan tidak dapat tertagih. Logikanya semakin lama piutang itu beredar akan semakin besar kemungkinan tidak dapat tertagih.

3. Berdasarkan pengalaman masa lalu pada berbagai kategori umur, maka prosentase yang ditetapkan menurut umur menunjukan perkiraan mana yang memerlukan perhatian khusus.

Sedangkan menurut PT. PLN (Persero) penghapusan piutang adalah penghapusan piutang macet baik terhadap Piutang Ragu-ragu maupun terhadap Piutang lainnya macet yang telah mendapat persetujuan penghapusan dari dewan Komisaris PT. PLN (Persero). Penghapusan piutang tak tertagih pada PT. PLN (Persero) Rayon Bandung Barat mengacu pada Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 348.K/DIR/2007 tentang petunjuk pelaksanaan penghapusan piutang. Berikut disajikan jurnal perbandingan metode penghapusan piutang tak tertagih:

Tabel 2.1

Jurnal Perbandingan Metode Penghapusan Piutang Tak Tertagih

TRANSAKSI

METODE

Penyisihan Penghapusan Langsung Estimasi Beban Piutang Tak Tertagih XXX No Entry Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

Penghapusan Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX Beban Piutang Tak Tertagih XXX Piutang Usaha XXX Piutang Usaha XXX Menimbulkan

Kembali Piutang Usaha XXX Piutang Usaha XXX piutang yang telah Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX Beban Piutang Tak Tertagih XXX

Dihapuskan

Penagihan Kas XXX Kas XXX Piutang Usaha XXX Piutang Usaha XXX                

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, peneliti membuat judul “ Pembangunan Aplikasi Penjualan Online pada Toko Jam Tangan AMPM Watch” penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan website yang

Oksida Aurivillius hasil sentesis pada semua parameter sifat feroelektrik menunjukkan bahwa semakin bertambah jumlah lapis oktahedral senyawa oksida Aurivillius dalam

Method Statement merupakan pernyataan tatacara/ kaedah kerja pembinaan yang dicadangkan untuk dilaksanakan oleh pihak kontraktor bagi sesuatu

per meter panjang kapal per 1/4 etmal Rp. Jasa Tambat dan Labuh b Untuk Kapal Perikanan Berukuran sampai dengan 30 GT.. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

Kriteria komplikasi kehamilannya adalah ≥3 kali kejadian keguguran secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu, ≥1 kali kematian janin yang tidak

1) Kejadian osteoporosis meningkat postmenopause. 2) Wanita yang mengalami ooforektomi bilateral memperlihatkan gejala osteoporosis lebih dini dan hebat. 3) Penderita yang

Indikator yang harus dikuasai siswa untuk mencapai kompetensi tersebut antara lain (1) siswa dapat menuliskan latar belakang buku dengan tepat, (2) siswa dapat mengklasifikasikan

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat