• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

osteoporosis pada masa premenopause, serta memberi informasi mengenai faktor-faktor yang harus dihindari dan yang harus diperhatikan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebuat akan bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:

2.1.2 Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2.1.3 Memahami (Compression)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(2)

2.1.4 Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).

2.1.5 Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

2.1.6 Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.

2.1.7 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu criteria yang telah ada.

2.2 Tulang

2.2.1 Kalsium untuk pembentukan tulang

Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah diresapi oleh garam-garam mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Tulang menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah yang adekuat dari protein dan mineral keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang normal. Kalsium dan fosfat, apabila dikombinasikan, ia membentuk kristal

(3)

hidroksiapatit. Garam ini membentuk kristal yang ukurannya 20 per 3 – 7 nm. Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang (Ganong W.F 1983).

Selain itu,pengerasan adalah pembentukan tulang oleh kegiatan osteoblast dan osteoklas dan penambahan garam mineral dan senyawa. Kalsium harus tersedia untuk osifikasi .Osteoblast tidak membuat mineral ini, tetapi harus mengambil kalsium dari darah dan mendepositkan di tulang. Secara khusus, serat kolagen dan garam kalsium yang membantu memperkuat tulang. Bahkan, serat kolagen dari tulang memiliki kekuatan tarik yang besar (kekuatan untuk menahan peregangan), sementara garam kalsium,memiliki kekuatan kompresi besar (kekuatan untuk menahan pemerasan). Tambahan pula,pembangunan tulang bukan sahaja dipengaruhi oleh kalsium dan serat kolagen malah asupan gizi, paparan sinar matahari, sekresi hormon, dan latihan fisik juga memainkan peranan penting dalam pembentukan tulang. Sebagai contoh, paparan kulit dengan sinar ultraviolet matahari membantu perkembangan tulang, karena kulit dapat memproduksi vitamin D apabila terkena radiasi tersebut. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsiu di usus kecil. Dengan tidak adanya vitamin ini, kalsium kurang diserap, matriks tulang kekurangan kalsium, dan tulang-tulang cenderung patah atau sangat lemah. Vitamin A dan C juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang normal.

Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang disekresikan oleh kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, indung telur dan testis. Kelenjar hipofisis, mensekresikan hormon pertumbuhan (GH) yang disebut juga somatotropin yang menstimulasi aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin memainkan peranan yang penting dalam tubuh dengan merangsang pertumbuhan otot, mempertahankan tingkat normal sintesis protein dalam semua sel tubuh, serta membantu dalam pelepasan lemak sebagai sumber untuk hormon lain yang berperanan dalam mempertahankan kekuatan matriks tulang. Ini adalah untuk mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain itu, kalsium juga diperlukan untuk sejumlah proses metabolisme lain selain daripada pembentukan tulang seperti pembentukan bekuan darah, konduksi impuls saraf, dan kontraksi sel otot. Bila

(4)

kuantiti kalsium dalam darah adalah rendah, kelenjar paratiroid berespon dengan mensekresikan hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang osteoklas untuk memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke dalam darah. Di sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar tiroid merespon dengan mensekresi hormon yang disebut calcitonin. Efeknya adalah antagonis dengan hormon paratiroid; yaitu menghambat aktivitas osteoclast dengan menstimulasi osteoblast untuk membentuk jaringan tulang (Human Phys Space).

2.2.2 Kepadatan Tulang ( Densitas Tulang )

Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang meningkat selama periode pertumbuhan wanita, dan tetap berlangsung walaupun pertumbuhan tulang telah berhenti. Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun. Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk tulang-tulang trabekular ( antara lain tulang-tulang belakang ) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85 – 90 tahun (Rahman IA dkk).

Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun pada tulang belakang yaitu 1–8% pertahun dan pada leher tulang paha terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5–5% pertahun. Kehilangan tulang pada 5– 10 tahun setelah mengalami menopause sebesar 0,5% pertahun (Riggs BL dkk). Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40–50 % jumlah tulang secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20–30 % (Rahman IA, dkk).

Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan kenaikan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam darah karena penurunan fungsi dan terhentinya fungsi ovarium dan diduga penurunan hormon progesteron ikut berperan (Rahman IA dkk). Buktinya terdapat pada ekstrak tulang dari wanita-wanita postmenopause dengan konsentrasi estrogen menurun. Estrogen dikenal untuk mengakselerasikan pengeroposan tulang dan

(5)

meningkatkan suseptibilitas untuk fraktur. Kedua osteoklas dan osteoblas mengekspresikan reseptor estrogen dan merupakan target langsung untuk estrogen, tetapi keseluruhan, estrogen diklasifikasikan sebagai agen-agen antiresoptif. Estrogen secara langsung menghambat fungsi osteoklas.

2.3 Osteoporosis 2.3.1 Definisi

Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan perubahan mikroarsitektural jaringan tulang yang mengakibatkan peningkatan fragilitas dan risiko terjadinya fraktur

(American Journal Medicine pada tahun, 1993)

Sedangkan menurut Konferensi Konsensus United States National

Institutes of Health(2000) osteoporosis sebagai penyakit metabolik tulang yang

ditandai dengan penurunan kekuatan tulang pada orang tertentu yang akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur.Kekuatan tulang ini mencakup kesatuan dari densitas dan kualitas tulang.

Osteoporosis merupakan keadaan terdapat pengurangan jaringan tulang perunit volume sehingga tidak mampu lagi melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal (Harrison’s Principle of Interna Medicine

Vol.2).Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan

perbandingan antara substansi mineral dan organik tulang.

2.3.2 Epidemiologi

Menurut satu laporan Badan Kesehatan Sedunia (WHO), dianggarkan bahwa setiap 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan terkena osteoporosis ataupun terdapat kemungkinan sebanyak 67 % untuk golongan wanita mengalaminya. Sedangkan pada pria, insidensinya lebih kecil yaitu 1 dari 7 pria namun kemungkinan bagi orang lelaki mengalaminya juga agak tinggi dikalangan mereka yang berumur, merokok, minum minuman keras dan kurang bersenam. Osteoporosis memang biasanya menyerang sebagian besar wanita pasca menopause. Namun penelitian terkini membuktikan wanita usia muda, yaitu mulai

(6)

25 tahun berisiko terkena osteoporosis. Pada usia diatas 45 tahun percepatan proses penyakit ini pada wanita meningkat menjadi 80 % dan sebaliknya pada pria hanya 20 % (Anonymous, 2004).

Dengan meningkatnya usia harapan hidup maka pelbagai penyakit degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus terutama di negara-negara ang berkembang, termasuk Indonesia. Pada survey kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, menigkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur juga diperkirakan juga akan meningkat.

Penelitian Roeshandi di Jawa Timur, mendapatkan bahawa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun rata-rata kehilangan massa tulang pasca menapouse adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik reumatologi RSCM mendapatkan faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi.riwayat berat badan yang lebih/obesitas, asupan kalsium dan latihan yang teratur ( Bambang Setiyohadi ).

2.3.3 Faktor resiko

Osteoporosis adalah penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang . Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan risiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor risiko osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang juga merupakan faktor risiko osteoporosis, seperti sindrom Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiroidisme atau defisiensi hormon pertumbuhan. Pubertas terlambat, aneroksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan amenore juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang tidak maksimal. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga merupakan faktor risiko osteoporosis ,oleh

(7)

sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal di daerah 4 musim. Selain kalsium dan vitamin D, defisiensi protein dan vitamin K juga berhubungan dengan osteoporosis. Faktor hormonal juga berperanan pada pertumbuhan tulang, termasuk hormon seks gonadal dan androgen adrenal(dihidroepiandrosteron dan androstenedion). Aspek hormonal yang lain berperan pada peningkatan massa tulang adalah IGF-1,25(OH)2D, reabsorbsi fosfat anorganik di tubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor hormonal yang berhubungan dengan kehilangan massa tulang adalah hiperkortisolisme, hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme. Faktor lain juga berhubungan dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis adalah densitas masa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur, derajat mineralisasi dan kualitas kolagen tulang. Selain faktor risiko osteoprosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan kerana terjatuh berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung, gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan sebagainya.

Faktor resiko osteoporosis (table 2.1)

Umur • Tiap peningkatan 1 dekad,risiko meningkat 1,4-1,8

Genetik

• Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

• Seks (perempuan > laki-laki) • Riwayat keluarga

Lingkungan

• Defisiensi kalsium • Aktivitas fisik kurang

• Obat-obatan(kortikosteroid,anti konvulsan,heparin,siklosporin) • Merokok,alkohol

• Risiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan) Hormonal dan penyakit

kronik

• Defisiensi estrogen dan androgen

• Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme)

(8)

ginjal,gastrektomi) Sifat fisik tulang

• Densitas (massa) • Ukuran dan geometri • Mikroarsitektur • Komposisi

Sumber daripada:Faktor resiko Osteoporosis Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – edisi 4,Editor-Aru W.Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus A,Marcellus S K,Siti Setiati 1259

2.3.4 Klassifikasi

Osteoporosis dibagi menjadi :

Osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder.Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Pada tahun 1940-an Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer atas osteoposis tipe 1 dan tipe 2.

Osteoporosis primer tipe I atau osteoporosis post menopause dihubungkan dengan kenaikan usia dan terjadi pada wanita setelah mengalami menopause selama 15 – 20 tahun serta dihubungkan dengan defisiensi estrogen setelah menopause.

Osteoporosis primer tipe II dihubungkan dengan osteoporosis senilis yang terjadi kehilangan tulang secara lambat,disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus kecil sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.

Belakangan ini konsep itu berubah,kerana ternyata peran estrogen juga menonjol pada osteoporosis tipe 2. Selain pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe 2 juga tidak memberi hasil yang tidak adekuat. Akhirnya pada tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahawa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada imbulnya osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.

(9)

2.3.5 Gejala klinis

Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala.

Gambar 1

Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:

• patah tulang

• punggung yang semakin membungkuk

• hilangnya tinggi badan

• nyeri punggung

Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau kerana cedera ringan(Anonymous).

Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan

(10)

oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.

Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan(Klik dokter menuju Indonesia sehat).

2.3.6 Patogenesis

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang (Manolagas SC. 2000). Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:

1. Defisiensi estrogen 2. Faktor sitokin 3. Pembebanan

1. Defisiensi estrogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti:Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas (Waters KM dkk).

(11)

a) Efek Estrogen terhadap sel Osteoblast.

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERα dan ERβ) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ERβ) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha (Erα) (Monroe DG dkk). Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas (Bell, Norman H. 2003). Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi suatu sel bergantung pada berbagai hal, diantaranya adalah tingkat aktivasi sel tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel makrofag (Stout RD dkk). Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas. Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6 (Hofbauer LC dkk).Besar kecilnya protein yang diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik diantaranya ialah

(12)

estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen α, β (ERα, ERβ). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis(Quaedackers ME dkk ).Dalam sebuah studi didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia (human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 danTNFa, tidak secara langsung oleh steroid ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.

b) Efek estrogen pada sel osteoklas

Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a yang lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan TGF-boleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat penyerapan tulang dan mempercepat/ merangsang apoptosis sel osteoklas. Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosis dari osteoklas ( Bell, Norman H. 2003 ).Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi

(13)

osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis. Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa(Oursler MJ. 2003).

2. Faktor Sitokin

Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-stimulator (Manolagas SC. 2000). Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6,Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM),Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Factor (TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10,IL-18, dan interferon-g, merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis. Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian,oleh karena meningkatnya IL-6 terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada remodeling tulang dan terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik (Manolagas SC. 2000). Sebetulnya tahun 1998 telah dikemukakan adanya hubungan antara sitokin, estrogen, dan osteoporosis pascamenopause. Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa menopause.Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini diduga erat hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen Receptor) dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO), efek antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun. Maka pada studi klinis dan eksperimental ditemukan ada hubungannya antara penurunan

(14)

massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini. Kemudian ditemukan lagi bahwa, terjadinya diferensiasi turunan sel monosit menjadi sel osteoklas dewasa/matang dirangsang oleh: tumor necrosis factor related factor yang disebut, RANK-L atau dengan nama lain,OPGL atau ODF (Osteoclast Diferentiation Factors) (Jones DH dkk). Bahkan dikatakan bahwa RANK-L memegang peran yang sangat esensial dalam pembentukan sel osteoklas dan lebih lanjut akan menyebabkan penyerapan tulang. Melalui studi genetik dan biokemis RANK-L mengatur diferensiasi osteoklas, dengan mengaktifkan reseptor RANK, melalui peran dari faktor transkripsi:c-Jun.Sebuah studi dengan menggunakan tikus mendapatkan bahwa estrogen (E2) menyebabkan menurunnya osteoklastogenesis, akibat menurunnya respons prekursor osteoklas terhadap RANK-L; yang lebih lanjut akan menurunkan aktivasi dari ensim Jun N-terminal kinase 1 (JNK1), yang selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya produksi faktor transkripsi osteoklastogenik c-Fos dan c-Jun. Dan molekul yang dapat diblokade aktivitasnya oleh OPG disebut: OPG ligand atau ODF atau yang kemudian lebih dikenal dengan RANK-Ligand, berperan sangat penting sebagai kunci mediator dalam osteklastogenesis. RANK-L dan osteoprotegerin merupakan suatu parakrin yang mengatur metabolisme tulang dan fungsi vaskuler. RANK-L merupakan suatu mediator yang meningkatkan penyerapan tulang pada wanita pascamenopause. Malahan terakhir dibuktikan bahwa RANK-L merupakan salah satu faktor risiko secara biomolekuler akan terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. RANK-L yang merupakan salah satu famili dari TNF disebut juga: OPG-L, TNF-Related Activation Induced Cytokine (TRANCE), ODF dan memiliki reseptor RANK yang merupakan kunci pengaturan remodeling tulang dan sangat esensial dalam perkembangan dan aktivasi dari osteoklas.Terjadinya diferensiasi sel osteoklas dari hemopoitik progenitor bergantung pada reseptor yang terdapat pada membran sel osteoklas yang disebut RANK yang terbukti bahwa pengaturan transkripsinya oleh NF kappaB.Sedangkan sel stroma osteoblastik mengekspresikan pada permukaannya L. Selanjutnya RANK-L berikatan dengan RANK pada permukaan sel osteoklas progenitor untuk merangsang diferensiasi sel tersebut. Selain itu sel stroma osteoblas juga

(15)

mensekresi suatu substansi yang larut dan mengambang, yang berfungsi sebagai reseptor dan dapat juga mengikat RANK-L yang disebut OPG. OPG dapat beraksi sangat poten sebagai penghambat pembentukan osteoklas dengan cara berikatan dengan RANK-L,sehingga mencegah interaksi antara RANK-L dengan RANK pada progenitor osteoklas.Ketiganya yaitu RANK-L, RANK, dan OPG merupakan molekul esensial yang merupakan protein superfamili dari TNF-TNFR. RANK dan RANK-L merupakan protein yang menyerupai molekul sitokin yang berikatan pada membran (membrane-boundcytokine-like molecules). Sedangkan OPG yang sangat poten sebagai penghambat proses osteoklastogenesis dan penyerapan tulang baik in vitro maupun in vivo, melalui kemampuannya sebagai reseptor umpan (decoyreceptor) yang dapat berikatan dengan RANK-L,sehingga dihambat terjadinya interaksi antara RANK-L dan RANK. Dalam implikasinya RANK-L merangsang terjadinya fusi dari sel prekursor yang mononukler menjadi sel multinuklear, kemudian memacu untuk berdiferensiasi menjadi sel osteoklas dewasa, perlengketannya pada permukaan tulang, dan aktivitasnya menyerap tulang, dan bahkan lebih lanjut mempertahankan kehidupan osteoklas dengan cara memperlambat terjadinya apoptosis. RANK-L diekspresi paling banyak oleh osteoblas dan sel lapisan mesenchim. Selain itu diekspresi juga oleh sel periosteal, kondrosit, sel endotelial, dan juga oleh sel T aktif.

3. Pembebanan

Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan remodeling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami resorpsi. Disini sebetulnya sel osteosit memegang peranan penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal kepada sel osteoblas maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem

(16)

kanalikuler.Osteosit adalah sel osteoblas yang terkubur dalam lakuna dan termineralisasi dalam matriks tulang dengan morfologi stellate, dengan tonjolan dendritic yang merupakan penonjolan plasma membran dan berfungsi sebagai sistem syaraf. Sel osteosit jumlahnya 10 kali dari jumlah sel osteoblas. Osteosit melalui penonjolan plasma membran (panjang 5 Ð 30 mm) dalam kanalikuli dapat berkomunikasi dengan osteoblas. Selanjutnya osteoblasberkomunikasi dengan sel dalam sumsum tulang dengan memproyeksikan selnya ke sel endotil di sinusoid, dengan demikian lokasi strategis osteosit menjadikan sel ini sebagai kandidat sel mekanosensori untuk deteksi kebutuhan tulang,menambah atau mengurangi massa tulang selama adaptasi fungsi skeletal. Osteosit juga mempunyai kemampuan deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam kanalikuli yang dihasilkan akibat pembebanan mekanik dan deteksi perubahan kadar hormon, oleh karena itu gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang (Manolagas SC dkk).Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua (Liswati H 2007).

2.3.8 Terapi untuk Osteoporosis 1. Pengobatan Hormonal Estrogen

Pengobatan wanita postmenopause dengan estrogen akan menghentikan kehilangan tulang (perlindungan terhadap terjadinya osteoporosis) pada wanita usia 50, 60 atau 70 tahun. Terapi estrogen dihentikan bila tidak ada peningkatan massa tulang. Pengobatan dengan estrogen memberikan gambaran efek terapi

(17)

pada kasus osteoporosis.Estrogen dianggap dapat menghambat resorpsi tulang, terapi pemberian estrogen sebagai pencegahan terhadap osteoporosis berdasarkan observasi sebagai berikut :

1) Kejadian osteoporosis meningkat postmenopause.

2) Wanita yang mengalami ooforektomi bilateral memperlihatkan gejala osteoporosis lebih dini dan hebat.

3) Penderita yang mengalami osteoporosis umumnya berkurang dengan pemberian estrogen.

Pemberian estrogen merupakan dasar pencegahan dan pengobatan kehilangan tulang postmenopause. Studd dkk. telah membuktikan bahwa terdapat korelasi bermakna antara kadar estradiol dengan persentasi kenaikan densitas tulang belakang 1 tahun setelah pemberian implan 75 mg estradiol dan 100 mg testosteron. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan kesemuanya dapat meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena osteoporosis pada panggul dan tulang punggung.

Belum ada kesepakatan, bagaimana estrogen dapat mencegah kehilangan tulang dan masih merupakan teori. Kemungkinan estrogen mencegah osteoporosis dengan cara sebagai berikut:

1) Estrogen menempati reseptor osteoklas yang akan mempengaruhi fungsi osteoklas dalam menurunkan kehilangan tulang.

2) Estrogen menurunkan kecepatan perubahan tulang normal yang menyebabkan efek positif terhadap keseimbangan kalsium.

3) Estrogen akan memperbaiki absorpsi kalsium.

4) Estrogen mengatur produksi interleukin 1 dan 6 yang merupakan “bone resorbing”. Estrogen juga mengatur bahan-bahan yang merangsang pembentukan tulang seperti Insulin like growth factor I dan II, serta

Growth factor beta.

5) Estrogen merangsang sintesa kalsitonin yang dapat menghambat resorpsi tulang.

(18)

Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan sebelum memulai pemberian estrogen pada wanita untuk mencegah proses osteoporosis yang progresif antara lain adalah keadaan tekanan darah, hasil pemeriksaan sitologi (pap’s smear), pembesaran uterus, adanya varises yang berat di ekstremitas bagian bawah, adanya obesitas, fungsi kelenjar tiroid ( BMR ), kadar Hb, kolesterol total, HDL, trigliserida, kalsium, fungsi hati.Beberapa prinsip pemberian estrogen yang dapat dijadikan patokan adalah :

1) Mulailah selalu dengan estrogen lemah ( estriol ) dan dengan dosis rendah yang efektif.

2) Pemberian estrogen dilakukan secara siklik.

3) Usahakan selalu pemberian estrogen dikombinasi dengan progesteron. 4) Perlunya diberikan pengawasan ketat selama pemberian (6 – 12 bulan) 5) Apabila selama pemberian estrogen tersebut terjadi perdarahan atopik,

maka perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.

6) Dilakukannya kerjasama dengan bagian Penyakit Dalam apabila dalam masa pengobatan atau sebelum masa pengobatan ditemukan adanya keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, dan Diabetes Mellitus atau peningkatan kadar gula darah.

Secara epidemiologik manfaat estrogen dalam pengobatan hormon pengganti pada wanita dapat menurunkan risiko terjadi patah tulang belakang sampai 90% dan fraktur Colley’s dan paha sampai 50%. Dosis minimum estrogen yang disarankan untuk mempertahankan tulang adalah 0,625 mg dan 1 – 2 mg estradiol per hari dan hanya diperlukan setengah dosis bila digabung dengan kalsium. Dari kepustakaan dikatakan bahwa pemberian estrogen jangka pendek sekitar 6 – 10 tahun tidak efektif, sedangkan pemberian 7 tahun saja hanya memberikan efek pencegahan patah tulang panggul selama 10 – 20 tahun.Adapun standar dosis estrogen yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan massa tulang adalah sebagai berikut :

(19)

Tabel (2.2 )

Standar dosis estrogen yang dianjurkan

Dikutip dari: J. of Pediatrics, obstet.gyn May / June 1993

Ada beberapa rute pemberian estrogen sebagai terapi sulih hormon, yaitu :

1) Oral : tablet kombinasi yang terpisah atau tergabung antara estrogen dan progestogen.

2) Parenteral : transdermal (patch atau jel), implan subkutan, injeksi intramuskular, krim/tablet topikal.

Estrogen oral mengalami metabolisme lintas pertama di hati, diubah menjadi estron. Campuran estron dan estradiol (30 %) banyak dibuang lewat empedu. Untuk mengatasi bioavailabilitas yang rendah ini, preparat terapi sulih hormon oral mengandung estrogen dengan dosis lebih tinggi dibandingkan dosis dalam sediaan transdermal.

2. Pengobatan non hormonal 1. Inhibitor penyerapan tulang a. Kalsitonin

Kalsitonin menurunkan kehilangan lebih lanjut tulang pada vertebrae dan femur yang ditemukan pada keadaan osteoporosis, tetapi efeknya pada frekuensi fraktur belum dipublikasikan. Kalsitonin dapat menimbulkan efek analgesik pada penderita dengan kesakitan akut yang terjadi pada fraktur vertebrae. Jenis terapi dalam bentuk suntikan atau semprotan pada hidung (nasal spray). Kalsitonin tampak jelas dalam dalam menghambat kerusakan tulang lebih lanjut pada osteoporosis yang dicetuskan oleh glukokortikoid. Kalsitonin diberikan sebagai

Estrogen Standar dosis

1. Conjugated equine oestrogens 2. Piperazine oestrone sulphate 3. Oestradiol valerate 4. Oestradiol transdermal 5. Oestradiol implant 0,625 mg 1,25 mg 1 – 2 mg / hari 50 μg 2 kali seminggu 50 – 100 mg selama 6 – 8 bulan

(20)

terapi alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon terhadap estrogen.

b. Bifosfonat

Data-data menunjukkan bahwa bifosfonat mengurangi kehilangan tulang selama tahun pertama menopause dan penderita yang menngalami osteoporosis karena terapi glukokortikoid.

c. Kalsium

Pentingnya masukan kalsium pada seluruh fase kehidupan memang sudah dibuktikan. Kalsium merupakan bahan dasar bagi pertumbuhan tulang secara alamiah. Bagaimanapun masukan kalsium yang tinggi tidak akan menggantikan terapi estrogen dalam mengurangi kecepatan kehilangan tulang selama masa klimakterium.

Tabel (2.3)

Asupan kalsium yang dianjurkan mengikut umur, kelamin dan hormone.

Usia Jumlah Kalsium Harian

Bayi

Lahir sampai 6 bulan 400mg Enam bulan sampai 1 tahun 600mg Anak-anak / Dewasa Muda

Satu sampai 10 tahun 800 - 1.200 mg

11-24 tahun 1.200 - 1.500 mg

Wanita Dewasa

Hamil atau Menyusui 1.200 - 1.500 mg 25-49 tahun (premenopause) 1.000 mg

50-64 tahun (menopause menggunakan estrogen atau hormon yang serupa)

1.000 mg 50-64 tahun (pascamenopause tidak

mengambil hormon estrogen atau serupa)

1.500 mg

Lebih dari 65 tahun 1.500 mg Pria Dewasa

25-64 tahun 1.000 mg

Lebih dari 65 tahun 1.500 mg

Sumber : National Institutes of Konsensus Panel Kesehatan, Angkatan Optimal Kalsium, 1994.

(21)

2. Stimulasi pembentukan tulang

a. Fluorida

Fluorida menstimulasi osteoblast dan meningkatkan kekompakan massa tulang. Bagaimanapun efeknya pada insiden fraktur masih kontroversi dan mungkin tidak saling berhubungan. Pada penelitian klinik terbaru didapatkan bahwa masukan 75 mg sodium fluorida perhari, akan ditemukan peningkatan massa tulang trabekula pada vertebrae.

b. Anabolik steroid

Diduga pembentukan anabolik steroid dapat meningkatkan massa tulang pada osteoporosis. Penggunaan jangka panjang dapat mempunyai efek samping termasuk sterilisasi seperti efek sampingnya pada metabolisme karbohidrat dan lemak serta pada fungsi hati.

c. Hormon parathiroid

Data menunjukkan bahwa adanya peningkatan massa tulang selama penyelidikan klinik berkelanjutan pada penggunaan hormon ini seperti terapi anabolik.

d. Bahan lain.

Efek positif dari 1,25 dihidroxyvitamin D

3 dan 1 α hidroxyvitamin D pada insiden fraktur nyata pada beberapa studi dalam hal subyek osteoporosis yang menunjukkan penyerapan kalsium, terutama pada usia muda dan mereka dengan masukan kalsium rendah.

e.Olah raga

Modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah raga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga yang di rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda, jogging(Anonymous).

Referensi

Dokumen terkait

mendeskripsikan pembelajaran sejarah di SMAN 1 Ponggok, (2) Mengembangkan model pembelajaran sejarah berbasis Pemikiran Soekarno untuk meningkatkan sikap kepemimpinan

Setelah dibiarkan selama 1-2 minggu bedengan kasar dirapihkan kemudian dilakukan pemberian pupuk dasar dan kapur, selanjutnya dilakukan penutupan oleh plastik mulsa hitam

Analisis dilakukan dengan bantuan model regresi lain yang memiliki variabel predictor dengan model yang telah dibentuk (dalam modul ini adalah model reg1 ) yang

Keempat bakteri hasil isolasi dari susu sapi yang terkena mastitis subklinis termasuk ke dalam bakteri Gram positif, akan tetapi keempatnya memiliki kepekaan yang

pemikiran atau ide berkaitan dengan kegiatan pencegahan penyalahgunaan Narkotika Peserta Mampu Menyampaikan Ide Kegiatan Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika

Kinerja kesehatan, keselamatan, kemanan dan lindungan adalah nilai-nilai inti dari rumah sakit dan akan di kelolah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bisnis

Terima kasih kepada Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian dan Masyarakat (LP3M), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan dana penelitian pada

tempe merupakan bahan makanan yang mengandung zat gizi yang tinggi, seperti protein, kalsium, vitamin B, dan zat besi.protein berfungsi untuk ….. sumber panas