Analisis Penyebaran Litologi Batupasir Menggunakan Inversi Extended Elastic Impedance (EEI) di Lapangan Penobscot, Kanada
Analysis of Sandstone Lithology Distribution Using Extended Elastic Impedance (EEI) Inversion in Penobscot Field, Canada
Mahardika Aji Kurniawan1*, Ruhul Firdaus 2, Mokhammad Puput Erlangga 3
1Teknik Geofisika,Jurusan Teknik Manufaktur dan Kebumian, Institut Teknologi Sumatera, Jalan
Terusan Ryacudu, Way Huwi, Lampung Selatan, 35365 *Corresponding E-mail: dikaaji100@gmail.com
ABSTRAK
Metode inversi Extended Elastic Impedance (EEI) telah digunakan untuk mengetahui penyebaran litologi batupasir pada Formasi Missisauga di Lapangan Penobscot, Kanada. Properti fisik yang ingin disebarkan dengan metode tersebut adalah log gamma ray karena sensitif terhadap pemisahan litologi batupasir dan shale. Meskipun terdapat keterbatasan dari segi kualitas data seismik yang belum dilakukan preconditioning dan ketiadaan log Vs, hasil crossplot memberikan korelasi
tertinggi untuk gamma ray sebesar 0,50758 yang ekuivalen dengan EEI sudut 30o. Nilai cut off EEI
( 𝜒 =30o) yang digunakan adalah 9500 ((m/s)*(g/cc)). Hasil pemetaan atribut gamma ray ini
menunjukan bahwa interval reservoir dari Sand 2 hingga Sand 7 di dominasi oleh litologi batupasir. Litologi shale dijumpai hampir pada semua interval tetapi kemunculannya dominan pada interval Sand 4-Sand 5.
Kata kunci: Extended Elastic Impedance, atribut gamma ray, Penobscot
ABSTRACT
An Extended Elastic Impedance (EEI) inversion method has been used to identify lithology distribution of sandstone in the Mississauga Formation in Penobscot Field, Canada. The physical property that wants to be propagated using this method is the gamma-ray log because it is sensitive to distinguish between sandstone and shale lithology. Although there are limitations in terms of seismic data quality that have not been preconditioned and the absence of log Vs, the crossplot results give the highest correlation for gamma rays of 0.50758 which is equivalent to an EEI angle of 30o. The cut off value for EEI (χ = 30o) used is 9500 ((m / s) * (g / cc)). The results of this
gamma-ray attribute mapping show that the reservoir interval from Sand 2 to Sand 7 is dominated by sandstone lithology. Shale lithology was found in almost all intervals but its dominant appearance was in the Sand 4 - Sand 5 interval.
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan minyak dan gas bumi semakin meningkat, sehingga perlu dilakukan adanya peningkatan eksplorasi hidrokarbon untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Eksplorasi hidrokarbon adalah serangkaian kegiatan untuk menemukan cadangan hidrokarbon yang ekonomis untuk di eksploitasi serta untuk mengetahui penyebaran hidrokarbon pada reservoir. Karakterisasi reservoir adalah tahapan yang penting dalam ekplorasi hidrokarbon untuk mengetahui distribusi parameter fisis reservoir dan dapat membantu dalam menentukan lokasi pengeboran.
Salah satu tantangan di dunia eksplorasi hidrokarbon adalah ambiguitas bawah permukaan. Hal tersebut mondorong para geoscientist untuk melakukan studi lebih jauh untuk mengenal reservoir. Saat ini terus dilakukan pengembangan teknologi yang dapat memberikan citra bawah permukaan terbaik untuk mengurangi resiko pengeboran dan informasi yang lebih akurat mengenai prospek hidrokarbon (Shahri, 2013). Seismik refleksi adalah salah satu metode utama dalam eksplorasi hidrokarbon. Metode ini dapat menggambarkan keadaan geologi bawah permukaan bumi dengan baik, sehingga berguna untuk identifikasi struktur geologi yang dapat bertindak sebagai
perangkap-perangkap hidrokarbon dan reservoir
hidrokarbon (Russell dkk., 2005)..
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk pengembangan dan optimalisasi ekplorasi hidrokarbon. Pengembangan berbagai metode digunakan untuk secara langsung memprediksi penyebaran litologi dan kandungan fluida reservoir tanpa melakukan banyak pengeboran. Salah satu metode yang mengalami pengembangan pada interpretasi metode seismik adalah inversi seismik. Dalam interpretasi seismik kuantitatif, inversi seismik adalah metode yang cukup baik dalam memprediksi litologi dan kandungan fluida dengan menggunakan data seismik dan data sumur sebagai pengontrolnya (J.Hilterman, 2001). Selain metode inversi, dalam interpretasi seismik terdapat metode lain yang dapat digunakan yaitu seismik stratigrafi, seismik atribut, inversi Acoustic Impedance (AI), Amplitude Variation with Offset (AVO), inversi Lambda Mu Rho, inversi
Elastic Impedance (EI) dan inversi Extended Elastic Impedance (EEI).
Metode inversi Extended Elastic Impedance (EEI) dapat digunakan ketika metode inversi Acoustic Impedance (AI), dan inversi Elastic Impedance (EI) tidak dapat membedakan litologi maupun fluida dengan baik akibat adanya ambiguitas nilai impedansi (Harun dkk., 2013). Metode
Elastic Impedance (EI) hanya dapat bekerja dengan optimal
pada sudut (incident angle) yang terbatas yakni 0-30o (Hicks
danFrancis, 2006). Pada sudut lebih tinggi dari 30o, metode
Elastic Impedance (EI) tidak dapat diterapkan untuk data pre-stack (Whitcombe, 2002) .
Secara umum Extended Elastic Impedance (EEI) didefinisikan sebagai rentang antara Acoustic
Impedance (AI) dan Gradient Impedance (GI) yang
dikontrol oleh sudut χ, sebagai fungsi θ yang merupakan sudut datang dari target horizon. Sudut χ merupakan sudut rotasi dari crossplot tersebut (Woelandari, 2010). Hasil simulasi inversi Extended
Elastic Impedance (EEI) memiliki nilai sudut yang
mewakili parameter density, rigidity,
incompressibility, poisson’s ratio dan Vp/Vs pada
sumur dan dapat digunakan untuk melihat penyebaran parameter tersebut secara lateral (Connoly, 1999).
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis penyebaran litologi batupasir dengan zona target pada Formasi Missisauga di lapangan Penobscot, Kanada. Pada zona target terdapat beberapa perselingan litologi sandstone dan shale sehingga untuk memiliki kompleksitas yang tinggi. Dalam menganalisis lapisan zona target yang memiliki kompleksitas litologi yang tinggi diperlukan metode khusus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode inversi Extended Elastic Impedance (EEI) karena dapat menggambarkan penyebaran bawah permukaan lebih baik dibandingkan dengan metode lain. Metode inversi Extended Elastic
Impedance (EEI) merupakan metode yang efektif
untuk memisahkan litologi dan mengidentifikasi kandungan fluida.
II. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengidentifikasi parameter log yang sensitif
untuk diaplikasikan inversi Extended Elastic
Impedance (EEI) dalam mengidentifkasi penyebaran litologi batupasir di daerah penelitian;
2. Pemetaan dan analisis persebaran litologi batupasir menggunakan inversi Extended
Elastic Impedance (EEI) di daerah penelitian. III. BATASAN MASALAH
1. Daerah penelitian dibatasi pada litologi batupasir Formasi Missisauga di Lapangan Penobscot, Kanada;
2. Data seismik yang digunakan adalah Seismik 3D Pre-Stack Time Migration dalam bentuk data CDP Gather yang sudah di processing dan dianggap baik;
3. Penelitian ini difokuskan pada Sumur L-30 di Lapangan Penobscot, Kanada. Data log yang digunakan adalah log Gamma Ray, Density, NPHI, Vp, Resistivity dan parameter log lainnya. Serta log Vs yang sudah ada
didapatkan dengan cara predict log menggunakan metode fisika batuan; dan
4. Hasil penelitian ini difokuskan hanya di pembuatan model pernyebaran litologi batupasir menggunakan inversi Extended Elastic Impedance (EEI).
IV. TEORI DASAR
Konsep Gelombang Seismik
Metode seismik didasarkan pada respon bumi terhadap gelombang seismik yang berasal dari gangguan mekanis yang dialami oleh bumi. Sumber gelombang pada permukaan bumi dalam bentuk energi akustik yang kemudian diteruskan ke segala arah dari sumber gangguan tersebut. Ketika mencapai batas antar 2 medium yang memiliki perbedaan kontras impedansi akustik, maka sebagian energi akan dipantulkan kembali ke permukaan dan sebagian di transmisikan (Shearer, 2009).
Amplitude Versus Offset (AVO)
Amplitude Variation with Offset (AVO) digunakan untuk menganalisis variasi amplitudo sinyal yang disebabkan oleh adanya variasi offset antara source dan receiver. Metode AVO adalah salah satu teknik dalam menganalisis data seismik sebagai direct hydrocarbon indicator (DHI) (Russell, 2001).
Gambar 1 Partisi energi gelombang seismik pada bidang
reflektor (Bacon, 2014)
Amplitudo dari energi gelombang seismik akan terefleksikan dan tertransmisikan ketika gelombang seismik datang ke batas lapisan dengan sudut tidak sama dengan nol maka konversi gelombang P menjadi gelombang S. Konsekuensinya, koefisien refleksi menjadi fungsi dari kecepatan gelombang (Vp), kecepatan gelombang S (Vs), densitas (ρ) dari setiap lapisan, serta sudut datang (𝜃) sinar seismik.
Extended Elastic Impedance (EEI)
Secara umum Extended Elastic Impedance (EEI)
didefinisikan sebagai rentang antara Acoustic Impedance (AI) dan Gradient Impedance (GI) yang dikontrol oleh sudut
χ, sebagai fungsi θ yang merupakan sudut datang
dari target horizon. Sudut χ merupakan sudut rotasi dari crossplot tersebut (Woelandari, 2010). Hasil simulasi inversi Extended Elastic Impedance (EEI) memiliki nilai sudut yang mewakili parameter
density ( 𝜌 ), rigidity ( 𝜇 ), incompressibility ( 𝜆 ), poisson’s ratio (𝜎) dan Vp/Vs pada sumur dan dapat
digunakan untuk melihat penyebaran parameter tersebut secara lateral.
𝐸𝐸𝐼(𝜒) = 𝛼𝑜, 𝜌𝑜[( 𝛼 𝛼𝑜 ) 𝑝(𝛽 𝛽𝑜) 𝑞(𝜌 𝜌𝑜) 𝑟] (1) 𝑝 = 𝑐𝑜𝑠𝜒 + 𝑡𝑎𝑛𝜒 (2) 𝑞 = −8𝐾𝑠𝑖𝑛𝜒 (3) 𝑟 = 𝑐𝑜𝑠𝜒 − 4𝐾𝑠𝑖𝑛𝜒 (4)
𝛼𝑜, 𝜌𝑜, 𝛽𝑜 = nilai referensi dari Vp, Vs dan densitas
pada zona target.
Persamaan diatas disebut sebagai Extended Elastic
Impedance (EEI). Besaran reflektivitas memiliki
range nilai A ( 𝜒 = 0°) dan B( 𝜒 = 90°). Ekuivalen EEI dari 𝜒 = 0° adalah impedansi akustik (AI) dan pada
𝐸𝐸𝐼 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝜒 = 90° disebut dengan
Gradient Impedance (GI).
V. LOKASI DAN TINJAUAN GEOLOGI Geologi Regional
Lapangan Penobscot terletak pada sebelah Tenggara Provinsi Nova Scotia, sebelah Utara Pulau Sable, Kanada. Daerah prospek lapangan ini berada di subbasin Sable pada Missisauga Ridge. Cekungan Scotia terbentuk pada daerah passive continental
margin dan terdiri dari Pembentukan cekungan
Scotia terdiri dari periode syn-rift, awal post-rift, dan akhir post-rift. Periode syn-rift mengakibatkan terbentuknya cekungan dengan sedimen fluvial dan lakustrin serta batuan vulkanik. Pada akhir triassic terjadi pergerakan tektonik sehingga menyebabkan air laut masuk ke dalam cekungan dan pada awal
jurasic, bagian tengah rift basin mengalami patahan
kompleks sehingga menyebabkan terbentuknya patahan besar, graben kompleks, dan basement yang tinggi di sepanjang cekungan Scotia. Pada periode awal post-rift, terjadi transgesi air laut yang menutupi cekungan dan karbonat tumbuh dengan pesat hingga pada cretaceous awal karbonat tersebut mati karena tertutupi oleh shale. Pada periode akhir post-rift di awal cretaceous terjadi pengangkatan cekungan di
bagian barat sehingga sedimen klastik masuk ke dalam cekungan. Dominasi dari pengendapan akhir post-rift ditandai dengan adanya pasir tebal tipe delta, strandplain,
carbonate shoals, dan suksesi shallow marine shelf. Pada
akhir cretaceous terjadi kenaikan air laut dan penurunan cekungan yang mengakibatkan adanya endapan marls laut dan mudstones.
Stratigrafi
Gambar 2 Stratigrafi Regional
Cekungan Scotia.
Penelitian ini berfokus pada formasi Missisauga pada masa
cretacious awal dengan 3 anggota sand (berasal dari marker
geologi) yaitu sand 2, sand 4, dan sand 7. Formasi Missisauga menyebar luas pada basin Scotia dan memiliki
variasi facies dan ketebalan. Pada platform
LaHave,platform urin, dan Cando Ridge ketebalannya mencapai 1000 m dan tersusun atas sandstone sekitar 60 hingga 80 persen dengan beberapa facies limestone lokal di bagian Barat Daya. Pada subbasin Sable, ketebalan formasi ini sekitar 3 km dengan 30 hingga 50 persen tersusun atas sandstone dan siltstone.
Lingkungan pengendapan diperoleh dari karakter data sumur, deskripsi sampel, dan apparent degree of continuity termasuk ke dalam paparan dangkal, pantai, distributary
channel mouth bar dan barier island sehingga lingkungan
pengendapannya merupakan bagian tepi delta yang berasosiasi dengan sistem delta Sable.
Petroleum System
Source rock diperkirakan berada pada daerah Verril
Canyon dan Misaine Member yang diduga dekat dengan bagian atas oil window. Kemudian hidrokarbon bermigrasi ke arah utara dan selatan melalui struktur Penobscot karena adanya Missisauga Ridge. Reservoir diduga berada pada formasi Missisauga Tengah dan bagian Baccaro pada formasi Abenaki. Formasi Missisauga Tengah terdiri dari lapisan pasir yang tebal dibagian tengah dan menipis kepinggir dengan porositas rata-rata sekitar 20% dan permeabilitas rata- rata 120mD.
VI. METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian
Gambar 3 Diagram alir penelitian Data Seismik
Data seismik yang digunakan pada penelitian ini terletak pada Lapangan Penobscot yang merupakan data seismik 3D post stack time migration (PSTM). Data ini memili inline sebanyak 481 (1000-1481) dan
xline sebanyak 600 (1000-1600) dengan sampling rate sebesar 4 ms.
Data Sumur
Data sumur yang digunakan pada penelitian ini hanya satu sumur yaituPenobscot L-30. Data log yang tersedia pada sumur Penobscot L-30 antara lain log Gamma Ray, Spontaneous Potensial, Bulk
Density, Neutron Porosity, Sonic, Resistivity, dan
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Zona Target
Pada penelitian ini dilakukan analisa determinasi zona
permeable dan impermeable yaitu melihat persebaran
batupasir yang terdapat pada formasi Missisauga. Untuk membedakan litologi batupasir dan litologi lempung pada zona target dilakukan analisis terhadap data log berupa kurva log gamma ray log SP, log Porosity dan crossover antara log RHOB yang ditunjukan pada gambar 4.
Gambar 4 Analisis zona target
Data log yang digunakan untuk mengidentifikasi zona
permeable (batupasir) dan impermeable adalah data log gamma ray dan data log SP. Litologi batupasir memiliki
permeabiltas yang ditunjukkan dengan adanya defleksi pada kurva log SP dan pada kurva log gamma ray menunjukkan respon yang rendah. Log gamma ray dapat digunakan untuk mengidentifikasi zona permeable karena menunjukan besaran intensitas radiokatif dari batuan. Pada target zona penelitian (Sand 2 - Sand 7) didominasi pengendapan sedimen klastik. Pada batuan sedimen besar kecilnya intensitas radioaktif akan menunjukkan ada tidaknya mineral-mineral lempung dikarenakan unsur radioaktif banyak terkonsentrasi dalam serpih dan lempung. Pada kurva log gamma ray litologi yang memiliki kandungan lempung tinggi akan terdapat defleksi kurva ke kanan dikarenakan nilai gamma ray tinggi. Sedangkan untuk litologi batupasir akan menunjukan defleksi ke kiri dikarenakan intensitas kandungan mineral radioaktif yang rendah sehingga memiliki nilai gamma ray yang rendah. Log SP dapat digunakan untuk memisahkan zona
permeable dengan menentukan shale baseline. Shale baseline adalah lapisan serpih yang tidak dapat dialiri listrik
sehingga potensialnya konstan sehingga pada kurva log SP-nya rata tidak terdapat defleksi. Lapisan permeable (batupasir) dapat di identifikasi dengan adanya defleksi ke arah dari shale baseline. Besarnya defleksi kurva log SP dari shale baseline dipengaruhi oleh kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur.
Dengan melakukan analisis kualitatif terhadap log porosity, log density dan log neutron porosity dapat digunakan
untuk memisahkan zona permeable dan
impermeable serta adanya kandungan fluida. Dari
kurva log porosity zona permeable memiliki porositas sekitar 10% yang menunjukan zona tersebut dapat menjadi reservoir dan menyimpan fluida.
Setelah dapat memisahkan zona permeable dan
impermeable menggunakan log gamma ray, log SP
dan log porosity dilakukan identifikasi terhadap log
density dan log neutron porosity untuk melihat
adanya kandungan fluida pada zona target. Kandungan fluida pada batuan ditunjukan oleh kurva log density cenderung terdefleksi ke kiri (makin kecing nilai 𝜌𝑏) sedangkan pada log neutron
porosity ditunjukan dengan harga 𝜑𝑁 makin kecil
yang membuat defleksi kurva cenderung ke kanan). Pada lapisan impermeable (lempung) akan menunjukan kurva yang sebaliknya. Dengan demikian lapisan yang mengandung fluida dapat dilihat dengan adanya separasi positif antara kedua kurva sedangkan terjadi separasi negatif pada lapisan impermeable (lempung). Secara kualitatif untuk mengetahui jenis fluida yang terkandung pada zona target dapat dilihat dari besarnya separasi positif, secara umum separasi fluida gas lebih besar dibanding minyak dikarenakan
hydrogen index pada gas lebih kecil.
Dari gambar 4 daerah berwarna kuning di interpretasi secara kualitatif sebagai zona
permeable (batupasir), sedangkan daerah berwarna hijau sebagai zona impermeable (lempung). Berdasarkan log gamma ray litologi batupasir memiliki nilai lebih kecil dari cut off
gamma ray (55 GAPI). Sand 2 terdapat lapisan
batupasir tebal yang diselingi oleh lapisan lempung. Lapisan batupasir terindikasi terisi oleh fluida dikarenakan adanya separasi positif antara log
density dengan log neutron porosity. Untuk masing
masing marker dibawah sand 2 terlihat dominasi batupasir yang di selingi oleh lempung yang lebih tipis. Namun terdapat lapisan lempung yang terbal berada di bawah sand 4. Perselingan yang terdapat di zona target diduga pengaruh eustasy dikarenakan zona target berada pada lingkungan pengendapan fluvio-deltaic. Litologi batupasir terbentuk saat regresi karena sediment supply yang berasal dari landward lebih besar dibandingkan dengan tempat akomodasi. Sedangkan lapisan lempung terbentuk saat terjadinya transgresi.
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan
crossplot yang bertujuan untuk memisahkan litologi
batupasir. Secara kualitatif penentuan litologi berdasarkan posisi distribusi nilai parameter yang
digunakan dalam crossplot dan juga dengan menentukan nilai cut off parameter yang digunakan dalam crossplot. Analisis crossplot dijadikan acuan pada analisis dan interpretasi selanjutnya.
Gambar 6 Crossplot density dengan P-wave
Gambar 7 Crossplot density dengan Vp/Vs
Gambar 8 Crossplot Mu-rho dengan porosity
Gambar 9 Crossplot Lamda-rho dengan porosity
Berdasarkan analilis sumur gamma ray dapat digunakan untk memisahkan litologi, sehingga dapat digunakan untuk
color key crossplot pada penelitian ini. Crossplot dilakukan
pada daerah sekitar zona target sand 2-7. Hasil crossplot mengunjukan nilai gamma ray rendah diindikasikan sebagai zona dengan litologi batupasir, dan nilai gamma
ray rendah diindikasikan sebagai zona litologi
lempung. Litologi batupasir ditandai dengan zona berwarna kuning yang memiliki nilai gamma ray 20-55 GAPI sedangkan zona berwarna hijau merupakan litologi lempung dengan nilai gamma
ray diatas 55 GAPI.
Gambar 6 dan gambar 7 memperlihatkan density sensitif untuk memisahkan litologi batupasir dan
shale. Dominasi batupasir memiliki nilai density
dibawah 2.4 (g/cc) dan dominasi shale diatas 2.4 (g/cc). Dari gambar 6 menunjukan Pwave kurang sensitif dalam pemisahan litologi hal ini dapat dilihat pada nilai Pwave diatas 3600 (m/s). Gambar 7 menunjukan Vp/Vs lebih sensitif dibandingkan
Pwave.
Gambar 8 dan gambar 9 crossplot porosity terhadap
Mu-rho dan Lamda-rho. Porosity dapat
memisahkan litologi batupasir, nilai porosity litologi batupasir berkisar 10-15 %. Dari hasil crossplot parameter Mu-rho dan lamda-rho kurang sensitif dikarenakan litologi batupasir dan shale dalam rentang nilai yang sama.
Analisis Inversi EEI
Persebaran litologi batupasir dapat diketahui melalui hasil inversi EEI sudut 30o yang memiliki korelasi dengan log gamma ray. Hasil inversi
Extended Elastic Impedance (EEI) merupakan
persebaran secara lateral dari log EEI dengan penampang seismik berupa model awal inversi. Fungsi dari log EEI adalah sebagai pengontrol dari hasil inversi EEI yang dihasilkan. Hasil inversi EEI menggunakan parameter gamma ray dengan EEI 30o. Dari analisis gambar 10 dapat dilihat nilai cut
off log EEI (30o) berkisar pada 9500 (m/s*g/cc), dimana nilai yang berada dibawah cut off
diinterpretasikan sebagai litologi batupasir
sedangkan nilai log EEI diatas cut off EEI adalah litologi lempung.
Gambar 11 Hasil Invesi EEI sudut 30o menggunakan cut off
Gambar 10 menunjukan pernyebaran nilai EEI sudut 30o
secara vertikal ataupun lateral yang tidak menerus berbeda dengan model yang menerus. Ke tidak menerusan
persebaran nilai impedansi ini mengindikasikan
persebaran fasies berada pada kondisi lingkungan pengendapan dengan proses pengendapannya sangat dinamis. Missisauga bagian tengah mengandung batupasir yang lebih tebal dibandingkan dengan missisauga bagian bawah. Bagian tengah sampai kebawah dari missisauga tidak terdapat korelasi antara log B-41 dengan L-30, hal itu tampaknya distributary channel, mouth bar dan barrier
beach sand pada delta margin menuju delta plain setting.
Korelasi sumur B-41 dan L-30 menunjukan lingkungan pengendapan dari zona penelitian berupa shallow shelf,
beach, ditributary channel, mouth bar dan barrier island,
semuanya konsisten dengan delta margin setting (Clack W.J dkk.,1992)
Hal ini sesuai dengan informasi lingkungan pengendapan zona target yang berada pada lingkungan pengendapan
fluvio-deltaic. Pengendapan di daerah fluvio-deltaic di
kontrol oleh interaksi rumit antara berbagai faktor yang berasal dari fluvial dan proses laut seperti pasang surut, arus, angin, luas shelf. Dikarenakan pengendapan
dipengaruhi oleh banyak faktor menyebabkan
pendistribusikan sedimen tidak bisa terus menerus. Persebaran fasies pada gambar 10 dipengaruhi oleh pasokan sedimen, tingkat energi gelombang dan tingkat energi pasang surut.
Untuk memfokuskan pada persebaran litologi batupasir
color key pada hasil inversi EEI sudut 30o di bagi menjadi warna kuning dan hijau dengan menggunakan cut off 9500 ((m/s)*(g/cc)). Log EEI sudut 30o di sandingkan dengan hasil
inversi EEI sudut 30o yang berfunsi sebagai pengontrol hasil
inversi. Lebar jendela inversi dibatasi dengan 20 ms dari horizon Sand 2 sampai +20 ms horizon Sand 7, sehingga daerah yang berada diluar zona jendela bernilai 0.
Untuk memperlihatkan pola penyebaran litologi batupasir perlu dilakukan ekstraksi amplitudo dari hasil inversi EEI
sudut 30o pada peta struktur kedalaman yang telah dibuat.
Ekstraksi amplitudo dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, tetapi yang kemudian dipilih adalah yang paling sesuai terhadap strukturnya. Pada penelitian ini digunakan ekstraksi amplitudo menggunakan extract RMS.
Ekstraksi amplitudo menggunakan RMS dilakukan antara 2 horizon dengan tujuan melihat daerah dominan persebaran batupasir
Gambar 12 Extract value RMS Sand 2 – Sand 3
Gambar 12 menampilkan rata rata nilai EEI(30o)
diantara Sand 2-Sand 3, dapat dilihat bahwa pada interval ini didominasi batupasir. Terdapat pola stuktur tinggian dan rendahan yang dapat dilihat dari peta struktur kedalaman. Hal ini disebabkan aktivitas tektonik pada daerah tersebut dan juga aktivitas sedimentasi pada masa Cretaceous awal. Pola penyebaran litologi batupasir yang tidak terlalu merata memperlihatkan suatu kondisi lingkungan pengendapan dengan proses sedimentasi yang sangat dinamis sehingga batupasir tidak diendapkan secara menerus hal ini sesuai dengan referensi yang ada bahwa zona target berada pada lingkungan delta
margin setting.
Gambar 13 Extract value RMS Sand 3 – Sand 4
Gambar 12 menunjukan dominasi litologi batupasir pada interval Sand 3 - Sand 4. Zona yang terisi litologi lempung hanya berada di sekitar daerah utara. Dari gambar 5 interval lapisan Sand 3 – Sand 4 memiliki litologi batupasir yang tidak terlalu tebal dan diselingi litologi lempung dengan total ketebalan interval ini 40 ms.
Gambar 14 Extract value RMS Sand 4 – Sand 5
Gambar 14 menunjukan hasil ekstraksi amplitudo dengan metode RMS pada interval lapisan Sand 4 – Sand 5. Pada lapisan interval ini didominasi litologi lempung dan hanya terdapat sedikit litologi batupasir di daerah utara. Dari gambar 5 terlihat bahwa terdapat lapisan litologi lempung yang sangat tebal pada awal pengendapan interval Sand 4 – Sand 5 kemudian pada tahap akhir sedimentasi terjadi pengendapan litologi batupasir. Pada awal pengendapan terjadi proses transgresi sehingga menghasilkan sedimen litologi lempung yang tebal.
Gambar 15 Extract value RMS Sand 5 – Sand 6
Pada gambar 14 menunjukan amplitudo RMS dari lapisan sand 5 - sand 6 dimana pada interval ini didominasi litologi batupasir. Interval ini didominasi oleh litologi batupasir karena diawal pengendapan sedimen berbutir kasar terendapkan terlebih dahulu sebelum terselingi endapan yang lebih halus. Kemudian pada akhir pengendapan sedimen berbutir kasar kembali terendapakan (Gambar 5). Pada akhir proses sedimentasi terbebentuk lapisan litologi
batupasir secara progradasi kemudian terjadinya
penurunan eustacy sehingga terjadi proses retrogradasi. Penurunan muka air laut pada masa akhir pengendapan interval ini terus berlanjut hingga membentuk litologi lempung pada interval sand 4 – sand 5.
Gambar 16 Extract value RMS Sand 6 – Sand 7
Lapisan interval Sand 6 – Sand 7 merupakan lapisan tipis yang tersusun atas perselingan litologi batupasir dan lempung. Dikarenakan lapisan pada interval ini tipis, hanya dilakukan slice map pada lapisan Sand 6. Pada gambar 16 menunjukan litologi batupasir tersebar merata pada seluruh map yang di selingi oleh litologi lempung. Proses awal sedimentasi pada interval ini diduga terdapat lapisan litologi batupasir kemudian tertutupi oleh sedimen berbutir halus akibat naiknya muka air laut yang terjadi di tidal channel. Daerah berwarna merah memiliki kemungkinan untuk menjadi reservoir dikarenakan didominasi batupasir.
VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1. Inversi Extended Elastic Impedance sudut 30o
sebagai pendekatan dari log Gamma Ray merupakan parameter sensitif yang dapat digunakan dalam membedakan litologi dan
menggambarkan persebaran litologi
batupasir. Litologi batupasir memiliki nilai EEI (30) di bawah 9500 ms-1gcc-1; dan
2. Peta sebaran litologi batupasir di dapatkan dari ekstraksi amplitudo hasil inversi EEI (30o). Lapisan sand 2 di dominasi batupasir pada daerah barat daya sampai dengan utara. Lapisan sand 3 terdapat dominasi batupasir dan sedikit shale pada daerah utara. Lapisan sand 4 menunjukan dominasi litologi lempung. Lapisan sand 5 di dominasi litologi batupasir dengan sedikit litologi lempung. Lapisan sand 6 dan sand 7 merupakan lapisan tipis yang tersusun oleh perselingan antara batupasir dan lempung.
Saran
1. Pembuatan EEI spektrum membutuhkan parameter kecepatan gelombang S, sedangkan tidak semua data sumur memiliki data kecepatan gelombang S. Maka saran untuk penelitian ke depan untuk data sumur yang tidak memiliki parameter kecepatan gelombang S dapat lebih baik lagi menentukan metode yang tepat dalam prediksi nilai kecepatan gelombang S.
2. Pendekatan EEI dapat menjadi alat yang sangat berguna interpretasi dalam menentukan karakterisasi reservoir. Dalam penelitian ini
hanya terbatas dalam mengidentifikasi persebaran litologi batupasir. Saran untuk penelitan lebih lanjut agar dapat menggunakan parameter sensitif reservoir dalam mengkarakteristik penyebaran fluida yang ada di reservoir.
REFERENSI
[1] Bacon, M., dan Rob, S., Seismic Amplitude,
Cambridge University Press, 2014.
[2] Castagna, J., dan Swam, H., Principal of AVO
Crossploting, The Leading Edge, 16(4),
337-342, 1997.
[3] Chiburis, E.F., Analysis of Amplitude Versus
Offset to detect gas oil contact in Arabic Gulf,
54th, Ann, internat. Mtg., Soc. Expl., Geophys., Expanded Abstract, 669-670, 1984.
[4] Connoly, P., Elastic Impedance, The Leading
Edge, 18(4), 438-452, 1999.
[5] Hilterman, J., Seismic amplitude
interpretation: distinguished instructor short course, The Leading Edge, 18(4), 438-452,
1999.
[6] Hampson, D.P., Russell, B.H. dan Bankhead, B.,
Simultaneous inversion of pre-stack seismic data, Houston, Tex: Geophysical Development
Corporation, 2001.
[7] Ostrander, W.J., Plane-wave reflection
coefficients for gas sands at nonnormal angles of incidence, Cambridge University Press,
2009.
[8] P. Avseth, T. Mukerji dan G. Mavko.,
Quantitative Seismic Interpretation Applying Rock Physics ToolsTo Reduce Interpretational Risk. Cambridge, 2009.
[9] Rutherford, S.R. dan Williams, R.H.,
Amplitude-versus-Offset Variations in Gas Sands. Geophysics, 54, 680-688, 1989.
[10] Shearer, M.P., Intoduction to Seismology,
Geophysics, Vol. 49(10), 1984.
[11] Simm, R., dkk., The anatomy of AVO
crossplots: The Leading Edge, 19(2), 150-155,
2000.
[12] Whitcombe, D.N., Elastic Impedance
Normalization, Geophysics, 67,60-62, 2002.
[13] Whitcombe, D. N., dkk., Extended
Elastic Impedance for Fluid and Lithology Prediction: Geophysics Vol.
67(1), 63-6, 2002.
[14] Sukmono, S., Seismik Inversi untuk
Karakterisasi Reservoir, Jurusan Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Bandung, 2000.