• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN PEMERIKSAAN DAN STATUS KESEHATAN GIGI ANAK TERHADAP PERILAKU IBU MEMERIKSAKAN KESEHATAN GIGI ANAK DI KOTA BUKITTINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN PEMERIKSAAN DAN STATUS KESEHATAN GIGI ANAK TERHADAP PERILAKU IBU MEMERIKSAKAN KESEHATAN GIGI ANAK DI KOTA BUKITTINGGI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN PEMERIKSAAN DAN STATUS KESEHATAN GIGI ANAK TERHADAP PERILAKU IBU

MEMERIKSAKAN KESEHATAN GIGI ANAK DI KOTA BUKITTINGGI

Yessi Yuzar, Eldarita

(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

ABSTRACT

The World Health Organization (WHO) stated that the 12 year-old children have the severity rate of dental caries (T index) as many as 1 (one) tooth; in fact, in 2007, the DMF-T index reached the number of 4.85 (high category). Mother is the first person met by a child in his/her life, therefore, it is expected that mother’s behavior and habits may be the example, especially in dental and oral health care. The objective of this research is to find out the factors influencing on mother’s behavior in examining dental and oral health of children at the age of 6-12 years old. This research is explanatory research with Cross Sectional design. Research sample is mothers having children at the age range of 6-12 years old with sample retrieval technique with proportional simple random sampling of 250 people. Retrieval of data has conducting interview. The result of bivariate analysis using chi square test showed there are two variables which significantly associated, they are education and experience or examination dental and oral health of the children. Logistic regression test result, than the retrivied variables that affect the mother’s behavior in examining dental and oral health of the children at the age of 6-12 years old in Bukittinggi City is education variable (OR = 1.50), where mother’s have high education category have probability 1.5 times more than the mother’s education are low.

Keywords: mother’s behavior, examine, dental health of the children

PENDAHULUAN

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, karies gigi diderita oleh kurang lebih 72,1% penduduk Indonesia, sebanyak 23,4% penduduk Indonesia mengeluhkan adanya masalah pada gigi dan mulutnya dan hanya 29,6% yang mencari pertolongan dan mendapatkan perawatan dari tenaga kesehatan (Depkes RI, 2008). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa anak usia 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) sebesar 1 (satu) gigi (Depkes RI, 2000) Kenyataanya pada tahun 2007 Indeks DMF-T untuk anak usia 12 tahun adalah 4.85

(kategori Tinggi), artinya rata-rata kerusakan gigi penduduk adalah 5 buah gigi per-orang. Pelayanan dasar kesehatan gigi dan mulut yang diperoleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi yang paling banyak adalah pencabutan gigi, dibandingkan dengan penambalan gigi. Jumlah pencabutan gigi tetap terus meningkat setiap tahunnya dibandingkan dengan jumlah penambalan gigi tetap. Ini menggambarkan bahwa masyarakat datang berobat gigi sudah dalam kondisi yang sudah parah atau terlambat sehingga giginya harus dicabut. Pada hal di setiap puskesmas dan rumah sakit di kota Bukittinggi telah ada tenaga

(2)

kesehatan gigi yang minimal terdiri dari dokter gigi dan orang perawat gigi serta dilengkapi dengan sarana perawatan gigi. Disamping itu juga ada klinik gigi atau tempat praktek dokter gigi dan perawat gigi swasta yang berpraktik pada sore hari (Dinkes Kota Bukittinggi, 2010). Oleh sebab itu maka sangat dibutuhkan keterlibatan ibu dalam memeriksakan gigi dan mulut anaknya sedini mungkin sehingga kerusakan gigi anak dapat dicegah.

Ibu adalah orang yang pertama kali dijumpai seorang anak dalam kehidupannya, selain itu ibu juga merupakan tokoh panutan utama bagi anak, maka diharapkan perilaku ibu dapat ditiru, terutama dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut baik di rumah atau di tempat pelayanan kesehatan gigi.

Salah satu kelompok anak yang rentan terhadap terjadinya caries atau gigi berlubang adalah kelompok anak usia 6 -12 tahun (Depkes, 2000). Karena gigi pada anak usia 6 - 12 tahun adalah merupakan masa atau periode gigi bercampur, karena di dalam mulut anak ada gigi susu yang akan tanggal dan gigi tetap yang akan tumbuh. Biasanya pada usia ini sering muncul masalah gigi adalah gigi susu belum tanggal tetapi gigi tetapnya telah tumbuh (gigi berjejal), karies, gusi berdarah dan karang gigi (Maulani, 2005). Kegiatan anak pada usia 6 – 12 tahun, tidak dapat diawasi sepenuhnya oleh ibu, karena anak sudah mulai sekolah. Ibu tidak dapat memantau kegiatan yang dilakukan anak di sekolah

seperti makanan dan minuman atau jajanan yang dikonsumsi oleh anak.

Biasanya anak-anak suka mengkonsumsi makanan yang mengandung glukosa (manis) seperti permen, coklat, es krim dan biskuit, tetapi setelah itu mereka tidak membersihkan giginya atau berkumur-kumur. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada gigi (Maulani, 2005). Jika anak usia 6-12 tahun sudah kehilangan gigi susunya maka pertumbuhan gigi tetap akan terganggu dan jika gigi tetapnya telah dicabut karena mengalami karies maka tidak akan ada lagi gigi penggantinya. Hal ini akan mempengaruhi susunan gigi di dalam mulut dan mempengaruhi proses pengunyahan. Oleh sebab itu sejak anak dilahirkan pertumbuhan dan perkembangan giginya harus dipantau secara seksama karena bagaimanapun juga gigi merupakan salah satu alat yang sangat mempengaruhi kesehatan tubuh. Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dan kelainan gigi secara lebih dini maka orang tua harus mengamati dan memeriksa gigi dan mulut anaknya di rumah dan membawa anak ke klinik gigi atau tempat pelayanan kesehatan gigi minimal satu kali enam bulan atau sejak gigi susu mulai tanggal pada umur 6-12 tahun (Afrilina dan Gracinia, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun di kota Bukittinggi.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research)) dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden menggunakan alat kuesioner. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak usia 6-12 tahun di Kota Bukittinggi yang berjumlah

5.272 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proposional random sampling, sehingga diperoleh jumlah sampel

sebanyak 250 orang. Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah kuesioner Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6 -12 tahun di kota Bukittinggi sebesar 54,8% kurang baik dan 45,2% yang berperilaku baik. Ada sekitar 57,2% ibu yang jarang dan 17,2% tidak pernah memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak ke pelayanan kesehatan gigi (puskesmas/rumah sakit/tempat prektek dokter gigi) setiap 6 bulan sekali atau kurang, 11,6% tidak pernah membantu anak menyikat gigi serta10% tidak pernah memeriksa rongga mulut anak di rumah.

Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan p.value = 0,030 dengan OR (Exp B) = 1,522 artinya ibu yang memiliki tingkat pendidikan dengan kategori tinggi mempunyai kemungkinan untuk berperilaku memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun yang baik sebanyak 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan pendidikan ibu yang rendah.

Adanya dasar pendidikan yang cukup merupakan modal awal bagi seseorang untuk bertindak. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri ibu (Riyanti, 2005). Pendidikan akan sangat berdampak pada meningkatnya pengetahuan seserang, karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perilaku dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun dengan kategori kurang baik lebih banyak pada responden dengan tingkat pendidikan rendah (57,8%) dibandingkan dengan pendidikan tinggi (53,1%). Hasil penelitian ini didukung dengan hasil uji statistik (p.value 0,010) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun. Selain itu jumlah responden dengan kategori pendidikan tinggi (64%) lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah (36%).

(4)

Hal ini memperlihatkan bahwa ada kecenderungan dalam tingkat pendidikan, bahwa pada tingkat pendidikan rendah cenderung berperilaku kurang baik, sedangkan tingkat pendidikan tinggi cenderung berperilaku baik. Dengan adanya hasil ini menunjukkan bahwa dengan dicapainya peningkatan pendidikan seseorang, khususnya untuk sampai level pendidikan tinggi, maka akan semakin banyak pengetahuan yang diperoleh ibu. Sehingga mereka mempunyai dasar yang cukup untuk mengembangkan pengetahuannya dan akhirnya mempunyai keterampilan untuk mewujudkan perilaku yang baik dalam memeriksakan gigi anak. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor internal yaitu pendidikan formal ibu berpengaruh terhadap perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak 6-12 tahun (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam deteksi dini karies pada anak (Sumerti, 2010). Menutut Wawan dan Dewi pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal yang salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mencapai keselamatan dan kebahagiaan (Wawan dan Dewi, 2010). Tingkat pendidikan merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di BPG Puskesmas (Kencana, 2010).

Pengalaman pemeriksaan atau perawatan gigi anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku responden dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun dengan kategori kurang baik lebih banyak terdapat pada yang mempunyai pengalaman pemeriksaan yang buruk (72,9%) dibandingkan dengan pengalaman yang baik (50,5%). Pengalaman responden yang buruk terhadap pemeriksaan antara lain: masih didapatkan yang memeriksakan atau merawat gigi dan mulut anak ke dukun (96,8%) dan tukang gigi (96%). Selain itu sikap dan perilaku petugas kesehatan gigi (dokter gigi dan perawat gigi) dalam melakukan pemeriksaan atau perawatan terhadap gigi dan mulut anak responden cerewet dan pemerah (89,2%), anak ibu merasa takut dengan pemeriksaan atau perawatan gigi di puskesmas / rumah sakit / tempat praktek dokter gigi (20,4%).

Pengalaman pemeriksaan yang buruk, cenderung membuat responden untuk berperilaku kurang baik, demikian juga untuk pengalaman pemeriksaan baik, juga sama-sama membuat responden untuk berperilaku kurang baik. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil uji statistik menunjukan p.value = 0,005 (p.value < α) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pengalaman pemeriksaan dengan

(5)

perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6 -12 tahun.

Dengan mempunyai modal awal pengalaman yang baik, sebenarnya bisa menjadikan perubahan perilaku untuk lebih baik. Nampaknya adanya pengalaman yang lebih baik pada masa lampau tidak memberikan motivasi untuk bisa menjadikan perilaku yang baik. Kaum ibu tidak mau belajar pada masa lalu, sesuatu yang baik pada masa lalu tidak selalu bisa dijadikan sebagai cerminan untuk berbuat pada saat sekarang.

Hasil penelitian juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengalaman perawatan sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Mufizarni, 2011). Pengalaman pribadi masa lalu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang (Wawan dan Dewi, 2010). Adanya pengalaman pribadi yang sudah dalam keadaan baik sebenarnya bisa menjadikan perilaku seseorang untuk menjadi baik pula, namun nampaknya adanya pengalaman pribadi ini tidak berhubungan langsung dengan terjadinya perilaku, karena dari proses pengalaman terlebih dahulu akan mempengaruhi terbentuknya sikap. Setelah sikap seseorang ada, nantinya akan menentukan seseorang untuk berbuat dan tidak berbuat.

Status kesehatan gigi anak.

Hasil penelitian menunjukkan perilaku responden dalam memeriksakan kesehatan gigi anak usia 6-12 tahun yang berperilaku kurang baik lebih banyak pada status kesehatan gigi anak dengan kerusakan tinggi (58,2%) dibanding dengan kerusakan rendah (47,5%). Perilaku responden yang kurang dapat dilihat pada jawaban pertanyaan tentang gigi anak yang tidak sehat sebesar 77,2% (mengalami kerusakan) dan kerusakan gigi yang paling banyak dialami anak adalah gigi berlubang (65,6%) dan mengeluh gigi berdenyut (45,2%).

Hasil uji statistik dengan p.value = 0,112 (p.value > α) artinya tidak ada hubungan yang signifikan dengan status kesehatan gigi anak dengan perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun di kota Bukittinggi. Kerusakan gigi pada anak sebaiknya segera direspon oleh ibu untuk ditangani dan mendapatkan pelayanan kesehatan agar tidak menjadi parah. Namun nampaknya kelompok ibu kurang peka atau kurang merespon terhadap kerusakan gigi yang ada. Perilaku pelayanan kesehatan adalah respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku ibu dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun di kota Bukittinggi lebih banyak terdapat pada kategori kurang baik (54,8%). Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku ibu memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun di kota Bukittinggi adalah pendidikan ibu dengan

Odds Ratio 1,522 dan variabel yang

berhubungan adalah variabel pendidikan,

pengalaman pemeriksaan/perawatan gigi anak.

Diharapkan kepada puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinkes Kota Bukittinggi melakukan penyuluhan tentang cara memelihara kesehatan gigi dan mulut anak untuk meningkatkan pengetahuan ibu, khususnya bagi ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah. Bagi ibu-ibu agar berpartisipasi dalam mewujudkan sikap yang positif dalam memeriksakan kesehatan gigi dan lebih memahami pentingnya pemeriksaan dan perawatan gigi anak. DAFTAR PUSTAKA

Afrilina, G. dan Gracinia. 2006. 75 Masalah

Gigi Anak dan Solusinya. PT Elex Media

Compatindo. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut.

Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta.

Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Dinkes Kota Bukittinggi. 2010. Profil Dinas

Kesehatan Kota Bukittinggi.

Kencana, IGS. 2010. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan Gigi di BPG Puskesmas

Kabupaten Jembrana Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Jembrana. Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta. (Tesis).

Maulani, C. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. Gramedia. Jakarta.

Mufizarni. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat untuk

Memanfaatkan Kembali Pelayanan

Kesehatan di Klinik Gigi dan Mulut Puskesmas Montasik Kabupaten Aceh Besar. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

(Tesis).

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan

& Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Solita, S. 2007. Sisiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Gajah Mada Universitiy Press. Yogyakarta. Sumerti, NN. 2010 Analisis Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Deteksi Dini Karies pada Anak Balita di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten

Badung. Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta. (Tesis).

Wawan, A. dan Dewi, M. 2010. Teori &

Pengukuran Pengetahuan. Sikat dan

Perilaku Manusia. Nuha Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Lavicza (Mahmudi, 2011), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa GeoGebra dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi siswa di kelas. Fitur-fitur

Dalam penelitian ini subtansi yang akan dikaji adalah teori tentang partisipasi masyarakat dalam hal ini lebih difokuskan sesuai sasaran yang telah ditentukan yaitu

Selama pelatihan berlangsung, evaluasi akan dilakukan untuk melihat ketercapaian target dan luaran yang diharapkan. Terdapat dua jenis evaluasi yang akan

Keterkaitan langsung dengan penyelenggaran RPIJM bidang keciptakaryaan diantaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum Dan Sumber Daya Mineral sebagai instansi perencana,

Fungsi utama dari Gedung Apresiasi adalah sebagai gedung pameran karya seni rupa modern dan kontemporer, pada area pameran ini juga dapat terjadi kegiatan jual-beli

Kecepatan gelombang P dan S dalam batupasir Boise sebagai fungsi tekanan untuk ruang pori yang tersaturasi udara, kerosen dan air brine (jenuh garam NaCl) (Schön,

Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pi-, maka awalan pi- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar.. Apabila awalan pi-

Transformasi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L. BL) Dengan Gen SoSUT1 Menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain GV3101 dan Eksplan Kalus; Anisa Indah