• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara Indonesia karena sektor ini mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi. Selain itu, sektor pertanian sebagai salah satu sektor penting dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa sektor pertanian masih memperlihatkan pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 0.26 persen pada saat perekonomian nasional mengalami krisis (Dillon 2004).

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan cukup besar dalam pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan devisa negara. Produk hortikultura meliputi tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Tanaman buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa buah-buahan merupakan penyumbang terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura nasional. Pada tahun 2010, PDB tanaman buah-buahan menyumbang sebesar 52.91 persen dari total PDB hortikultura.

Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007–2010 (Milyar rupiah) No Komoditas Tahun 2007 2008 2009 2010 1. Buah-buahan 42,362 47,060 48,437 45,482 2. Sayuran 25,587 28,205 30,506 31,244 3. Tanaman Hias 4,741 5,085 5,494 6,174 4. Tanaman Biofarmaka 4,105 3,853 3,897 3,665 Total 76,795 84,202 88,334 85,958

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Produksi buah-buahan di Indonesia setiap tahun terus menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan produksi buah-buahan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan luas areal tanam. Walaupun mengalami penurunan produksi dan luas areal tanam pada tahun 2010, namun penurunan tersebut diimbangi

(2)

2 dengan peningkatan produktivitas. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas buah-buahan di Indonesia tahun 2007–2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Produksi, Luas Areal Tanam, dan Produktivitas Buah-buahan di Indonesia Tahun 2007-2010

No Tahun Produksi (ton) Luas areal tanam (ha) Produktivitas (ton/ha)

1. 2007 17,116,622 756,766 22.62

2. 2008 18,027,889 781,333 23.07

3. 2009 18,653,900 826,430 22.57

4. 2010 15,490,373 667,872 23.19

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Pada Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan produktivitas buah-buahan di Indonesia yaitu sebesar 23.19 ton/ha pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yang hanya sebesar 22.62 ton/ha pada tahun 2007. Peningkatan tersebut juga diikuti dengan peningkatan konsumsi buah-buahan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selain itu juga adanya peningkatan pendapatan dan kualitas pendidikan sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya komposisi gizi yang seimbang.Data perkiraan peningkatan jumlah konsumsi dan permintaan buah-buahan seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia pada kurun waktu 2000-2015 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkiraan Konsumsi dan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun 2000-2015 Tahun Jumlah Penduduk (Juta) Konsumsi per Kapita (Kg/Thn) Peningkatan Konsumsi (persen) Permintaan (Ribu Ton) 2000 213 36.76 - 7,830 2005 227 45.70 32.50 10,375 2010 240 57.92 34.00 13,900 2015 254 78.74 34.50 20,000

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Peningkatan permintaan dan konsumsi akan buah-buahan belum diimbangi dengan kebutuhan gizi masyarakat Indonesia karena secara umum masih di bawah standar kebutuhan minimal. Ditinjau dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta jiwa, berarti penyediaan bahan pangan termasuk

(3)

3 buah-buahan cukup besar pula. Menurut Departemen Kesehatan, setiap jiwa memerlukan sedikitnya 2,200 kkal/kapita/tahun dimana energi tersebut berasal dari berbagai sumber bahan pangan, misalnya karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Selain standar minimal kebutuhan gizi yang masih belum terpenuhi, nilai pemenuhan gizi berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi sangat bervariasi. Kebutuhan sumber energi dari kelompok pangan biji-bijian dan gula sudah cukup baik, yaitu hampir 100 persen. Sedangkan untuk konsumsi kelompok sayuran dan buah-buahan rata-rata penduduk Indonesia masih sekitar 50 persen dari kebutuhan kalori yang disarankan (Ashari 2006).

Kebutuhan untuk konsumsi buah-buahan yang disarankan FAO adalah 70 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi buah-buahan rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2011 baru mencapai 34.55 kg/kapita/tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Jika dibandingkan negara lain yaitu penduduk Thailand sekitar 70 kg/kapita/tahun bahkan konsumsi penduduk Jepang yaitu 95 kg/kapita/tahun atau sekitar 135 persen dari rekomendasi FAO. Berdasarkan tabel 3, Indonesia diperkirakan dapat mencapai konsumsi buah-buahan yang direkomendasikan FAO pada tahun 2015 yaitu sebesar 78.74 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jelas bahwa peluang memproduksi buah-buahan untuk konsumsi dalam negeri masih memiliki potensi. Hingga saat ini, untuk mencukupi permintaan buah dalam negeri, Indonesia masih harus impor buah dari berbagai negara lainnya baik Australia, Amerika, Thailand, Taiwan dan negara lainnya.

Permintaan pasar domestik maupun pasar internasional terhadap komoditas hortikultura di masa mendatang diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Sejalan dengan liberalisasi perdagangan yang membawa implikasi semakin ketatnya persaingan pasar, diperlukan peningkatan efisiensi dalam upaya peningkatan daya saing. Di sisi lain, antisipasi terhadap kontinuitas pasokan produk baik dalam jumlah maupun mutu sesuai preferensi konsumen dan ketepatan waktu penyediaan juga merupakan unsur prioritas untuk dapat bersaing di pasar dunia (Irawan et al 2001, dalam Rachman et al 2004).

Buah naga (Inggris: pitaya) adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah naga merupakan salah satu jenis buah

(4)

4 tropis yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Utara yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Buah naga mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 2001 dengan varietas buah naga putih di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur seluas tiga ha1. Saat ini, buah naga juga dibudidayakan di beberapa negara Asia seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia. Bagi masyarakat di negara tersebut, usaha budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena memiliki potensi dan sangat menguntungkan.

Trend buah naga bukan saja hanya dimiliki masyarakat Jakarta, tetapi lambat laun memasuki hingga ke daerah-daerah lain di Indonesia. Di beberapa kota besar Indonesia sudah terlihat kecenderungan permintaan akan buah naga seperti Surabaya (Jawa Timur), Denpasar (Bali) dan Semarang (Jawa Tengah). Pasar swalayan terkemuka di Tanjungkarang, Bandar Lampung, pada akhir tahun 2002 juga sudah mulai dipenuhi buah naga walaupun masyarakat belum begitu mengenalnya. Namun, buah tersebut bukan produksi dalam negeri, melainkan impor dari Thailand. Melihat dari perkembangan produksi dan penjualan di pasar swalayan masih sering terjadi kekosongan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa prospek usaha buah naga ini masih memiliki potensi (Kristanto 2010).

Buah naga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Dengan meningkatnya pendidikan masyarakat akan pentingnya kesehatan, masyarakat menyadari manfaat dari mengkonsumsi buah naga. Namun hal ini terkendala bahwa buah naga di Indonesia sebagian besar masih merupakan produk impor, sehingga peningkatan produksi dan peningkatan daya saing harus dilakukan oleh produsen buah naga di Indonesia agar tidak kalah dengan jenis buah lain terutama produk impor. Kendala utama dalam pengembangan tanaman buah naga di Indonesia adalah kurangnya informasi dalam hal pembudidayaan dan pasar sasaran bagi petani.

Salah satu sentra pengembangan buah naga di Indonesia yaitu di Yogyakarta. Produktivitas buah naga di Kabupaten Sleman, Yogyakarta mencapai 68 ton/ha dengan urutan kedua di bawah Kabupaten Ponorogo yang sebesar 72 ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Sabila Farm merupakan salah satu

(5)

5 kebun yang mengembangkan komoditas buah-buahan termasuk buah naga. Komoditas lain yang diusahakan di Sabila Farm diantaranya pepaya, srikaya, delima, jambu dan sirsak. Komoditas lain yang diusahakan dan juga merupakan komoditas unggulan bagi Sabila Farm adalah srikaya dan pepaya. Srikaya dipilih untuk diusahakan karena memiliki potensi dan juga memiliki nilai jual yang tinggi. Lahan yang digunakan untuk mengusahakan srikaya sebesar 2,500 m2. Pepaya juga merupakan salah satu komoditas unggulan dari Sabila Farm. Walaupun demikian, lahan yang digunakan untuk usahatani buah naga paling luas yaitu sebesar empat ha.

Sabila Farm mulai membudidayakan buah naga pada tahun 2005. Lahan yang dimiliki Sabila Farm saat ini mencapai tujuh hektar. Walaupun masih tergolong baru, namun buah naga yang dihasilkan sangat terkenal dan sudah didistribusikan ke wilayah Yogyakarta, wilayah Jabodetabek, Makasar, Pontianak dan beberapa daerah lainnya.

Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Komoditas buah-buahan, khususnya buah naga di Desa Pakembinangun masih tergolong langka karena hanya Sabila Farm yang mengusahakan buah naga secara komersial. Desa Pakembinangun merupakan salah satu desa yang memiliki kondisi agroekologi yang baik untuk mengusahakan komoditas hortikultura. Jenis komoditas hortikultura yang diusahakan oleh petani di desa Pakembinangun sebagian besar merupakan komoditas sayuran yaitu berupa caisin, selada, cabai dan tomat.

Buah naga sebagai buah baru di Indonesia khususnya Yogyakarta sehingga diperlukan suatu proses pengenalan dalam pemasarannya. Sebagian petani sebagai produsen buah naga kini masih memproduksi dalam jumlah kecil. Walaupun dapat dikatakan bahwa pasar mencari produk, namun masalah kualitas harus tetap diperhatikan. Semakin baik mutu buah naga yang dihasilkan maka akan semakin tinggi nilai jual dan semakin cepat terserap pasar (Kristanto 2010). Selain itu, buah naga yang dihasilkan di Indonesia diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kontinuitas saja namun juga memiliki keunggulan baik dalam kualitas, rasa, tampilan dan harga sehingga mampu bersaing dengan produk impor.

(6)

6 1.2 Rumusan Masalah

Salah satu kebun yang mengembangkan komoditas buah naga adalah Sabila Farm. Sabila Farm terletak di Dusun Kertodadi, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman DIY. Selain buah naga, komoditas lain yang juga diusahakan di Sabila Farm adalah srikaya dan pepaya. Pemilihan komoditas tersebut karena memiliki prospek yang baik dan nilai jual yang tinggi.

Desa Pakembinangun termasuk salah satu desa yang memiliki agroekologi yang baik dalam mengembangkan komoditas hortikultura. Dilihat dari kondisi geografis, Desa Pakembinangun merupakan desa yang strategis dan merupakan pusat kehidupan bagi desa-desa disekitarnya pada wilayah Kecamatan Pakem. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, sebagian petani di Desa Pakembinangun dalam mengusahakan komoditas hortikultura lebih memilih komoditas sayuran. Beberapa komoditas yang diusahakan diantaranya cabai, tomat, sawi dan selada.

Adanya kebijakan pemerintah dengan bergabung menjadi salah satu negara anggota WTO akan berimplikasi pada kemudahan produk impor masuk ke Indonesia sehingga produk lokal harus memiliki keunggulan agar tidak kalah dengan produk impor. Selain itu, dalam pemilihan komoditas yang diusahakan harus didasarkan pada komoditas yang memiliki potensi dan nilai ekonomis yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan daya saing dalam mengusahakan suatu komoditas. Sabila Farm sebagai salah satu produsen komoditas hortikultura perlu meningkatkan pendapatan dan efisiensi dalam menjalankan usahanya. Untuk mengukur efisiensi salah satunya dengan efisiensi usahatani. Efisiensi usahatani dapat dilakukan dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio).Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam suatu usahatani.

Produktitivitas rata-rata buah naga di Yogyakarta khususnya Kabupaten Sleman cukup tinggi dikarenakan kondisi cuaca dan iklim, serta kesesuaian lahan yang cocok untuk pengembangan budidaya buah naga. Selain itu, prospek pembudidayaan buah naga juga memiliki potensi yang baik karena dapat memberikan pendapatan yang cukup tinggi dibandingkan pembudidayaan komoditas hortikultura lainnya. Namun, buah naga belum banyak diusahakan oleh

(7)

7 petani di Yogyakarta dikarenakan belum tersedianya informasi dalam pembudidayaan dan informasi pasar yang cukup baik bagi petani. Selain itu, petani khususnya di wilayah desa Pakembinangun lebih memilih mengusahakan komoditas hortikultura lain terutama sayur-sayuran. Pemilihan komoditas tesebut didasarkan karena umur produksi komoditas yang relatif pendek dan tidak memerlukan modal yang besar. Untuk itu, perlu dilakukan analisis daya saing komoditas buah naga terhadap komoditas hortikultura lainnya melalui analisis pendapatan dan efisiensi usahatani.

Dari uraian di atas, dalam melihat daya saing suatu komoditas dapat ditelusuri melalui tingkat pendapatan dan efisiensi usahataninya terhadap komoditas yang lain. Pada akhirnya apabila telah terlihat gambaran menyeluruh dari suatu sistem komoditas buah naga, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan dan efisiensi berkaitan dengan peningkatan daya saing. Efisiensi suatu komoditas akan menyebabkan penurunan biaya produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saingnya terhadap komoditas lain.

Dalam analisis ini, untuk keunggulan kompetitif didasarkan pada tingkat pendapatan atau keuntungan dan efisiensi yang diperoleh Sabila Farm dari pengusahaan buah naga dibandingkan dengan komoditas lain, dalam hal ini yaitu srikaya dan pepaya. Untuk keunggulan komparatif, menggunakan analisis tingkat pendapatan dan efisiensi pegusahaan buah naga dibandingkan komoditas hortikultura yang diusahakan dalam suatu wilayah, dalam hal ini Desa Pakembinangun dibandingkan komoditas caisin, selada dan cabai. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini perlu dianalisis 1. Bagaimana kondisi daya saing buah naga berdasarkan analisis tingkat

pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan srikaya dan pepaya pada Sabila Farm?

2. Bagaimana kondisi daya saing buah naga melalui analisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan komoditas lain yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai?

3. Bagaimana kondisi aspek pasar buah naga dibandingkan komoditas buah-buahan lainnya di Yogyakarta?

(8)

8 1.3 Tujuan

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani dari pengusahaan komoditas buah naga dibandingkan srikaya dan pepaya pada Sabila Farm. 2. Menganalisis daya saing pengusahaan komoditas buah naga melalui analisis

tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani dibandingkan komoditas hortikultura lain yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai.

3. Menganalisis kondisi aspek pasar buah naga dibandingkan komoditas buah-buahan lainnya di Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Para pengambil keputusan dan pelaku ekonomi dalam sektor hortikultura sebagai upaya untuk merekomendasikan konsep pengembangan produk hortikultura terutama komoditas buah naga.

2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi pengusahaan dan perdagangan komoditas buah naga di Indonesia.

3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan komoditas pertanian terutama hortikultura serta sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama ini.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu terutama diarahkan untuk menganalisis daya saing pengusahaan komoditas buah naga melalui pendapatan dan efisiensi usahatani. Penelitian ini meliputi kegiatan yang terdiri dari (1) analisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan komoditas lain yang diusahakan dalam kebun Sabila Farm yaitu srikaya dan pepaya pada kurun waktu enam tahun, (2) analisis daya saing buah naga dibandingkan dengan komoditas hortikultura lainnya yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai dan (3) analisis kondisi pasar komoditas buah naga di Yogyakarta.

(9)

9 Penelitian dilakukan di wilayah Desa Pakembinangun dan juga Sabila Farm. Objek penelitian ini antara lain pemilik kebun Sabila Farm, Manajer kebun Sabila Farm, beberapa petani yang mengusahakan komoditas hortikultura dalam wilayah Desa Pakembinangun dan juga beberapa pedagang yang memiliki kios buah di wilayah Samirono dan Gentan. Selain buah naga, jenis komoditas hortikultura dalam penelitian ini dibatasi pada komoditas pepaya, srikaya, caisin, selada dan cabai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis pendapatan usahatani diperoleh melalui penerimaan dikurangi biaya produksi. Periode analisis pendapatan usahatani yang dilakukan berdasarkan pada umur buah naga yaitu enam tahun. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan yaitu pada tahun 2012. Untuk komoditas caisin, selada dan cabai tidak memiliki dimensi waktu sehingga hasil produksi diasumsikan sama. Pada kondisi aktual produksi sayuran dapat dipengaruhi oleh musim dan penggunaan input yang berbeda. Sedangkan analisis efisiensi usahatani berupa R/C rasio yang diperoleh melalui penerimaan dibagi biaya produksi.

Analisis kondisi pasar dari buah naga di Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Kondisi pasar didasarkan pada pengamatan peneliti secara visual pada kios-kios buah tradisional yang berada di Samirono dan Gentan, Yogyakarta dan juga dibeberapa supermarket yang terdapat buah naga.

Gambar

Tabel  2.Produksi,  Luas  Areal  Tanam,  dan  Produktivitas  Buah-buahan  di  Indonesia Tahun 2007-2010

Referensi

Dokumen terkait

Tugas : Memimpin, merumuskan kebijakan teknis operasional, mengkoordinasikan, melaksanakan kerja sama dan mengendalikan pelaksanaan dalam rangka membantu Bupati

Pengembangan pembelajaran lompat jauh dengan pendekatan bermain, difokuskan pada suasana kelas yang menyenangkan bagi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran, bertujuan

Praktik Pengalaman Lapangan merupakan mata kuliah yang wajib diambil dan ditempuh oleh mahasiswa program pendidikan dari setiap jurusan kependidikan di

Bahan pembawa dan perekat yang baik mempertahankan viabilitas benih padi ialah campuran CMC 1.5% dan talk 1% (Palupi et al. Perlakuan benih padi dengan formula tersebut dapat

Data yang dikumpulkan adalah berkaitan dengan aspek-aspek dalam Balanced Scorecard seperti data keuangan untuk perspektif keuangan atau finansial, waktu proses produksi

Faktor internal tersebut antara lain sebagai berikut: Kurangnya kegiatan sosialisasi mengenai penting dan perlunya Akta Kela- hiran bagi anak sebagai identitas dan kepastian

Hal ini kurang mendukung visi dan misi GPIB untuk menjadi Gereja yang Misioner, sebab pada tahapan III ditandai dengan eksklusifisme yang sangat tinggi dan kurang terbuka

Diantaranya, motif pribadi bergabungnya para informan untuk bergabung dengan KJPL, pengalaman para informan sebagai seorang jurnalis terkait dengan jurnalisme