• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADHITYA YUDHA PRADHANA, ISMAIL MASKROMO, NUGROHO UTOMO, ENGELBERT MANAROINSONG, STEIVIE KAROUW DAN RINDENGAN BARLINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADHITYA YUDHA PRADHANA, ISMAIL MASKROMO, NUGROHO UTOMO, ENGELBERT MANAROINSONG, STEIVIE KAROUW DAN RINDENGAN BARLINA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

91

Direct Micro Expelling

Production Optimization of Virgin Coconut Oil

by Direct Micro Expelling Method

ADHITYA YUDHA PRADHANA, ISMAIL MASKROMO, NUGROHO UTOMO,

ENGELBERT MANAROINSONG, STEIVIE KAROUW DAN RINDENGAN BARLINA

Balai Penelitian Tanaman Palma

Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001

Email: adhitya_yudha88@yahoo.com

Diterima 31 Juli 2019 / Direvisi 04 November 2019 / Disetujui 02 Desember 2019

ABSTRAK

Produksi Virgin Coconut Oil (VCO) dengan ekstraksi kering seperti kopra membutuhkan waktu lama dan metode yang digunakan kurang optimal. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan optimasi produksi VCO dengan menggunakan metode Direct Micro Expelling-Flat Bed Dried (DME-FBD). Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2019 di unit pengolahan kelapa laboratorium pascapanen, Balai Penelitian Tanaman Palma menggunakan dua varietas kelapa, yaitu kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan kelapa Genjah Salak (GSK), masing-masing dengan umur panen 10, 11, dan 12 bulan. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan rendemen minyak VCO tertinggi dari kelapa DMT umur 11 bulan, sebesar 18,39% (16 butir/L VCO) dengan suhu optimum sekitar 40-88°C di pelat dan 35-72°C pada kelapa parut, sedangkan rendemen VCO kelapa GSK umur 11 bulan sebesar 16,38%, tetapi dengan jumlah buah 26 butir untuk mendapatkan 1 liter VCO, dengan suhu optimum sekitar 42-94°C di pelat dan 36-72°C pada kelapa parut. VCO yang diperoleh dari kelapa DMT mempunyai kualitas kadar air 0,07%, asam lemak bebas 0,0017%, aroma khas kelapa segar, tidak tengik dengan nilai 4,50, rasa normal, khas minyak kelapa 4,10, dan warna jernih 4,30 yang sesuai dengan SNI 7381:2008 dan syarat mutu ekspor APCC. Kualitas yang hampir sama diperoleh dari kelapa GSK dengan umur panen 11 bulan dihasilkan kadar air 0,06%, asam lemak bebas 0,0018%, aroma segar khas kelapa, tidak tengik dengan nilai 4,30, rasa khas minyak kelapa 4,00, dan warna jernih 4,10.

Kata kunci: Kualitas VCO, ekstraksi kering, rendemen, kelapa Dalam Mapanget, kelapa Genjah Salak.

ABSTRACT

Virgin Coconut Oil (VCO) production with dry extraction oils such as copra is time consuming and resulting in quality. The purpose of this study was to optimize the production of VCO using the Direct Micro Expelling-Flat Bed Dried (DME-FBD) method. This research was carried out at the Indonesian Palm Crops Research Institute (IPCRI) on January - March 2019 in the coconut processing unit of the postharvest laboratory using two coconut varieties, namely Mapanget Tall (MTT) and Salak Green Dwarf (SGD), each with 10, 11, and 12 months harvest period. The experimental design used a Completely Randomized Design (CRD) with 3 repetition. The results showed that the yield of VCO oil from coconut 11 months old of MTT was 18.39% (16 nuts/L VCO) with optimum DME-FBD temperature of approximately 40-88°C on plate and 36–72°C on grated coconut meat. VCO obtained from MTT coconut has a quality of 0.07% water content, free fatty acid 0,0017%, fresh aroma coconut, non-rancid with a value of 4.50, a distinctive of coconut oiltaste of 4.10, and clear color of 4.30 accordingly with SNI 7381: 2008 and export quality requirements of APCC. Almost the same quality was obtained from SGD coconut with 11 months of harvest with a water content of 0.06%, free fatty acids 0.0018%, a fresh aroma of coconut with a value of 4.30, a distinctive of coconut oiltaste of 4.00, and clear color 4.10.

Keywords: VCO Quality, dry extraction, yield, Mapanget Tall coconut, Salak Green Dwarf coconut.

PENDAHULUAN

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan

minyak kelapa murni yang mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan, sehingga bernilai ekonomi tinggi. Di pasaran, satu liter VCO

mempunyai harga Rp. 120.000,- (Nursyam, 2013). Hasil-hasil penelitian sebelumnya membuktikan VCO memiliki manfaat untuk kesehatan. Asam lemak rantai medium yang terkandung dalam VCO didominasi oleh asam laurat, lebih mudah dicerna (DebMandal dan Mandal, 2011) dan

(2)

92

berpotensi sebagai anti-obesitas (Assuncao et al., 2009). Selain itu, MCFA memiliki beberapa fungsi dan sifat gizi, termasuk antivirus, antibakteri, antiplaque, antiprotozoal, dan anti-inflamasi (Marina et al., 2009; Krishna et al., 2010; Law et al., 2014; Lim et al., 2014). Kandungan MCFA dalam VCO memberikan beberapa manfaat untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti diare, radang kulit, masalah pencernaan, luka ringan, cedera, dan bengkak (Nevin dan Rajamohan, 2010). VCO juga dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, kolesterol, jantung, dan berpengaruh positif terhadap sistem imun penderita HIV/AIDS (Law et al., 2014). VCO tidak berwarna dengan aroma kelapa segar dan telah banyak dikonsumsi untuk keperluan dalam memasak, roti, makanan bayi, dan es krim (Choo

et al., 2010). Untuk non pangan, VCO bermanfaat

sebagai bahan kosmetik untuk rambut dan melembabkan kulit (Ng et al., 2014; Suhery et al., 2018)

Minyak kelapa secara tradisional, seperti kopra, dibuat melalui ekstraksi kering dan minyak turunan harus dibuat lebih lanjut melalui pe-murnian, pemutihan, dan proses penghilang bau/

Refined, Bleaching, and Deodorization (RBD). Proses

RBD berdampak pada penurunan kualitas minyak dalam beberapa sifat melibatkan hilangnya aroma alami yang diinginkan, menghasilkan kandungan asam lemak bebas/Free Fatty Acid (FFA) yang tinggi, dan perusakan mikrokonstituen penunjang kesehatan (Dewi dan Hidajati, 2012). Lay dan Maskromo (2016) melaporkan bahwa ekstraksi VCO dengan cara kering dengan pembuatan kopra putih menghasilkan VCO dengan kadar air 4,71% dan kadar Asam Lemak Bebas (ALB) 0,05%, namun, pengeringan kopra juga membutuhkan waktu yang lama (27 jam) sebelum menjadi minyak goreng.

Pengolahan cara kering menggunakan bahan baku kopra kemudian diikuti dengan proses pemurnian. Kelemahan cara tersebut, yaitu waktu proses lebih lama, harga jual fluktuatif dan cenderung terjadi penurunan harga, dan kualitas VCO tidak memenuhi standar. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki sifat fisiko kimia yang kurang baik karena adanya pemakaian bahan kimia dan proses pemanasan di atas 100°C pada proses refining yang menjadi penyebab perubahan secara kimia dari asam lemak tak jenuh dan merusak antioksidan alami pada kelapa (Derlean, 2009; Pulung et al., 2016).

Ghani et al. (2018) melaporkan di Brunei Darussalam, Direct Micro Expelling-Oven Dried (DME-OD) dengan suhu 40°C memerlukan waktu oven selama 4 jam sekali proses dengan diperoleh

kadar air 0,10% dan Direct Micro Expelling-Sun Dry (DME-SD) dengan kadar air 0,17%, sedangkan pengolahan VCO dengan cara fermentasi meng-hasilkan rendemen 9,34%. Untuk itu diperlukan pengolahan kelapa dengan metode yang tepat, sehingga dihasilkan rendemen yang banyak, waktu yang tidak lama, dan berkualitas.

Direct Micro Expelling-Fluid Bed Dried

(DME-FBD) merupakan cara pengolahan minyak kelapa dengan sistem pengeringan berbentuk bed datar. Metode DME telah dikembangkan oleh Dan Etherington (2016) di Vanuatu, Solomon Island, Fiji maupun Asia Pasifik.Keunggulan dari metode ini adalah higienis, energi bersumber dari limbah biomassa seperti tempurung, sabut, dan limbah kayu sehingga ramah lingkungan dan murah. Sisa pembakaran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, arang aktif, dan abu gosok yang dapat memberikan nilai tambah jika dibandingkan dengan DME-OD yang menggunakan energi listrik. DME-SD lebih mahal karena memerlukan panel penangkap surya atau secara tradisional dijemur di bawah sinar matahari yang tidak memperhatikan aspek higienitas dan mudahnya terfermentasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk optimasi produksi VCO dengan menggunakan metode Direct Micro Expelling-Fluid Bed Dried.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Maret 2019 di Unit Pengolahan Kelapa DME dan Laboratorium Pascapanen, Balai Penelitian Tanaman Palma. Alat yang digunakan, yaitu pengupas sabut, mesin pemarut daging kelapa, parang, alat sangrai, alat pres, thermogram, timbangan analitik, oven, cawan porselin dan desikator. Bahan yang digunakan, yaitu kelapa DMT dari Kebun Percobaan Mapanget dan kelapa GSK dari Kebun Percobaan Paniki di Sulawesi Utara, tempurung, sabut kelapa, kertas saring, etanol 95%, indikator fenolftalein, larutan standar NaOH 0,1 N.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu faktor jenis kelapa dan umur panen. Faktor jenis kelapa terdiri dari 2 taraf, yaitu kelapa DMT dan kelapa GSK sedangkan faktor umur panen terdiri dari 3 taraf, yaitu umur 10, 11, dan 12 bulan. Ulangan dilakukan 3 kali. Masing-masing perlakuan menggunakan 10 butir kelapa.

Metode Direct Micro Expelling (DME) tahapannya dimulai dari persiapan bahan, pemarutan daging buah kelapa. Untuk lebih efisien menggunakan mesin parut tipe pisau

(3)

93

berputar sehingga tidak perlu untuk membersihkan kulit ari/testa kelapa. Penyangraian kelapa parut di atas meja sangrai, dan dilakukan pengepresan pada kelapa parut sangrai dengan alat pres dan filtering dengan kertas saring food grade untuk mendapatkan VCO murni.

Penyangraian

Suhu pelat penyangraian pada tahap 1 antara 35-49°C, tahap 2 sebesar 45-55°C, tahap 3 sebesar 50-65°C, dan tahap 4 sebesar 60-100°C. Penyangraian secara bertahap ini bertujuan untuk menurunkan kadar air secara perlahan, dan menghindari terjadinya pencoklatan pada kelapa parut atau case hardening yang menyebabkan kerusakan pada bahan pangan (Tuina et al., 2013).

Pengepresan

Pengepresan menggunakan alat pres. Kelapa parut sangrai dimasukkan ke tabung silinder, di tempatkan di alat pres, penarikan tuas pres dan dilakukan pengepresan, kemudian minyak disaring menggunakan kertas saring food

grade dan diukur volumenya dengan gelas ukur.

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati adalah suhu penyangraian, rendemen minyak, kadar air, asam lemak bebas dan uji sensoris meliputi warna, aroma dan rasa. Uji sensoris minyak VCO dilakukan 20 orang panelis dengan takaran 1 sendok VCO per uji. Parameter yang diuji yaitu tingkat warna, aroma, dan rasa. Skor yang dinilai adalah, warna: 5 = sangat jernih, 4 = jernih, 3 = normal, 2 = putih sedikit kuning, dan 1 = kuning. Aroma: 5 = sangat segar khas kelapa/tidak tengik, 4 = segar khas kelapa/tidak tengik, 3 = normal, 2 = tidak segar/tengik, 1 = sangat tidak segar/sangat tengik. Rasa: 5 = sangat normal/khas minyak

kelapa, 4 = normal/khas minyak kelapa, 3 = normal, 2 = tidak normal, 1 = sangat tidak

normal (SNI 01-2346-2006 dan SNI 7381: 2008).

Analisis Data

Analisis data menggunakan uji sidik ragam dua arah. Jika terdapat perbedaan nyata, maka

dilanjutkan dengan uji Duncan dengan mengguna-kan software SPSS versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Penyangraian

Suhu penyangraian di kontrol dengan termogram, yaitu termometer laser tembak. Jika suhu kurang panas, maka akan ditambahkan bahan bakar limbah biomassa (sabut dan tempurung kelapa). Pelat pemanas yang digunakan menggunakan bahan yang terbuat dari

stainless steel, karena bersentuhan dengan bahan

pangan, jadi metode ini memperhatikan aspek keamanan pangan dan higienitas.

Pada pengeringan sistem DME-FBD untuk kelapa DMT umur 11 bulan suhu optimum pelat stainless steel 40-88°C, dan suhu kelapa parut sekitar 35-72°C (Tabel 1). Pada kelapa GSK 11 bulan, suhu pelat 42-94°C dan suhu kelapa parut 36-72°C. Suhu sangat berpengaruh selama proses penyangraian karena jika suhu awal yang digunakan di bawah 40°C (Tabel 2), rendemen yang dihasilkan akan menurun. Penyangraian 3,35 kg kelapa parut DMT 11 bulan, untuk setiap tahap memakan waktu 20 menit, sehingga untuk 4 tahap penyangraian memakan waktu 80 menit. Waktu penyangraian ini lebih cepat jika dibandingkan dengan Lay dan Makromo (2016) melakukan, pengeringan kopra dengan suhu 28-70ºC, suhu optimal 55-60ºC, waktu pengeringan 27 jam.

Rendemen Minyak VCO

Rata-rata daging buah kelapa DMT berkisar antara 11-13 kg per 30 butir, sedangkan kelapa GSK 11-13 kg per 45 butir kelapa dengan ulangan 1, 2, dan 3, masing-masing menggunakan kelapa parut basah 3,05-3,55 kg per sekali proses (Tabel 3). Dalam proses ini testa (kulit dalam tempurung) sudah terkupas dengan pisau parut tipe nanas agar hasil VCO yang didapat mempunyai warna yang lebih jernih. Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan limbah biomassa berkisar antara 35-46 kg (Tabel 4). Semakin tua kelapa, maka bahan bakar yang digunakan semakin banyak disebabkan oleh berat daging buah yang lebih banyak.

(4)

94

Tabel 1. Suhu pelat dan suhu kelapa parut selama penyangraian dengan DME-FBD menggunakan kelapa DMT

Table 1. Plate and grated coconut meat temperature during roasted by DME-FBD using MTT coconut Umur buah/Age of nuts

Ulangan/ Replication Tahap Sangrai /Roast Stage

12 bulan/12 months 11 bulan/11 months 10 bulan/10 months Suhu Pelat/Plate Temperature (°C) Suhu Kelapa Parut/ Grated Coconut Meat Temperature (°C) Suhu Pelat/Plate Temperature (°C) Suhu Kelapa Parut/ Grated Meat Temperature (°C) Suhu Pelat/Plate Temperature (°C) Suhu Kelapa Parut/Grated Meat Temperature (°C) 1 1 38,63 ± 2,15 35,10 ± 1,00 41,97 ± 0,55 35,03 ± 0,60 39,60 ± 2,16 35,27 ± 1,07 2 44,67 ± 0,55 39,13 ± 0,40 45,87 ± 1,36 38,47 ± 6,05 47,33 ± 0,66 40,20 ± 0,36 3 47,90 ± 3,20 40,57 ± 0,60 59,57 ± 2,37 41,23 ± 0,57 42,23 ± 1,46 88,83 ± 7,39 4 98,43 ± 13,2 54,17 ± 3,79 83,90 ± 7,17 54,97 ± 4,17 89,00 ± 7,36 50,43 ± 4,50 2 1 40,53 ± 0,35 33,60 ± 0,40 42,17 ± 1,70 38,27 ± 1,66 40,13 ± 0,80 34,60 ± 2,52 2 46,07 ± 0,15 39,87 ± 0,11 45,60 ± 1,83 40,20 ± 3,38 47,30 ± 1,03 39,27 ± 1,19 3 48,07 ± 0,45 39,03 ± 0,98 50,57 ± 1,94 41,60 ± 3,72 47,17 ± 1,42 42,27 ± 0,58 4 93,97 ± 9,08 52,60 ± 6,25 87,37 ± 8.93 71,67 ± 15,2 87,87 ± 14,6 51,37 ± 3,45 3 1 42,27 ± 1,02 35,43 ± 1,78 45,13 ± 2,48 39,73 ± 1,00 49,20 ± 1,15 35,30 ± 0,50 2 47,40 ± 0,17 38,17 ± 1,62 46,60 ± 1,48 41,97 ± 0,76 47,43 ± 1,20 40,33 ± 1,36 3 63,80 ± 22,9 40,87 ± 1,62 54,93 ± 5,45 47,63 ± 1,36 55,20 ± 3,52 45,00 ± 3,40 4 100,33 ± 5,16 55,30 ± 3,39 74,50 ± 2,50 59,60 ± 6,67 104,73 ± 7,74 52,23 ± 2,75 Keterangan: Tahap 1 = 35-49°C, tahap 2 = 45 - 55°C, tahap 3 = 50 - 65°C, dan tahap 4 = 60 - 100°C

Note: 1stage = 35-49°C, 2 stage = 45 - 55°C, 3 stage = 50 - 65°C, dan 4 stage = 60 - 100°C

Tabel 2. Suhu pelat dan suhu kelapa parut selama penyangraian dengan DME-FBD menggunakan kelapa GSK

Table 2. Pelate and grated coconut meat temperature during roasted by DME-FBD using coconut SGD Umur buah/Age of nuts

Ulangan/

Repetition Sangrai/ Tahap Roast Stage

12 bulan/12 months 11 bulan/11 months 10 bulan/10 months Suhu Pelat/Pelate

Temperature (°C) Parut /Grated Suhu Kelapa Coconut Meat Temperature (°C) Suhu Pelat /Pelate Temperature (°C) Suhu Kelapa Parut / Grated Coconut Meat Temperature (°C) Suhu Pelat /Pelate Temperature (°C) Suhu Kelapa Parut /Grated Coconut Meat temperature (°C) 1 1 44,70 ± 3,95 33,33 ± 2,72 43,27 ± 2,48 35,70 ± 2,14 43,03 ± 0,80 34,93 ± 0,76 2 45,87 ± 1,36 37,13 ± 1,75 48,93 ± 0,41 39,03 ± 0,83 47,47 ± 3,26 38,97 ± 1,81 3 49,47 ± 2,60 38,70 ± 1,82 52,27 ± 1,10 41,73 ± 1,40 50,67 ± 4,22 41,00 ±1,38 4 85,40 ± 7,21 46,90 ± 5,69 90,17 ± 4,82 72,87 ±1,43 84,57 ± 7,66 45,83 ± 3,22 2 1 39,80 ± 0,62 32,97 ± 0,20 42,00 ± 1,30 36,67 ± 5,62 44,03 ± 1,15 40,07 ± 0,38 2 45,33 ± 1,11 37,57 ± 1,50 44,50 ± 12,36 37,60 ± 1,30 50,83 ± 2,05 46,07 ± 2,12 3 46,40 ± 2,26 39,07 ± 0,49 45,90 ± 0,70 38,07 ± 1,86 52,43 ± 2,79 48,70 ± 2,68 4 89,87 ± 10,24 46,13 ± 1,81 75,07 ± 1,55 53,17 ± 9,50 97,20 ± 18,45 48,90 ± 3,50 3 1 45,57 ± 3,06 33.73 ± 3.29 48,17 ± 1,95 39,50 ± 1,25 34,27 ± 1,55 30,05 ± 1,11 2 50,57 ± 0,90 40.73 ± 1.68 49,57 ± 0,35 42,67 ± 1,10 44,70 ± 3,26 41,10 ± 2,34 3 51,7 ± 1,01 41.03 ± 0.66 55,73 ± 3,27 42,83 ± 2,67 49,73 ± 8,84 45,10 ± 2,37 4 109,5 ± 5,24 49.87 ± 1.36 93,53 ± 4,40 58,17 ± 1,90 104,67 ± 9,98 57,90 ± 3,33 Keterangan: Tahap 1 = 35-49°C, tahap 2 = 45 - 55°C, tahap 3 = 50 - 65°C, dan tahap 4 = 60 - 100°C

Note: 1stage = 35-49°C, 2 stage = 45 - 55°C, 3 stage = 50 - 65°C, dan 4 stage = 60 - 100°C

Hasil uji statistik rendemen minyak pada selang kepercayaan 95%, hasilnya rendemen kelapa DMT umur 11 bulan tidak berbeda nyata dengan VCO dari GSK 11 bulan, tetapi berbeda nyata dengan DMT dan GSK umur panen 10 dan 12 bulan. Pembuatan VCO ekstraksi kering kelapa Dalam Mapanget (DMT) mampu menghasilkan rendemen minyak tertinggi pada kelapa jenis DMT 11 bulan dengan rendemen 18,39% dibandingkan dengan kelapa GSK. Hal ini disebabkan karena kelapa genjah mengandung fosfolipid dan galaktomanan yang lebih tinggi dibandingkan kelapa Dalam pada umur buah 12 bulan.

Kandungan fosfolipid dan galaktomanan pada daging buah kelapa Genjah Kuning Nias masing-masing 0,15% dan 1,35%, sedangkan pada daging buah kelapa Dalam Tenga umur buah 12 bulan kedua komponen ini lebih rendah masing-masing hanya 0,04% dan 1,08% (Novarianto et al., 1997). Kandungan galaktomanan yang tinggi menyebab-kan sifat elastis pada daging buah kelapa, hal ini dapat menyebabkan rendemen lebih rendah saat pengepresan minyak.

Rendemen optimal dicapai dengan meng-gunakan jenis kelapa DMT umur 11 bulan. 30 butir kelapa mampu memperoleh 1,85 liter VCO dari

(5)

95

Tabel 3. Komponen kelapa yang digunakan untuk pembuatan VCO pada beberapa jenis dan umur panen.

Table 3. Components of coconut meat used as VCO in coconut several type and harvest period. Jenis kelapa Type of coconut Umur panen (Bulan) Harvest period (month) Jumlah buah Number of fruits Berat daging buah Weight ofcoconut meat (kg) Berat daging buah setelah di parut Weight of coconut meat after grater (kg) Berat rata-rata kelapa parut awal

(kg)/ulangan Weight of the initial

grated coconut average (kg) / repeat

Berat rata-rata kelapa parut kering

Weight of dried grated coconut average (kg) DMT/MTT 10 30 11,34 9,69 3,23 1,60 DMT/MTT 11 30 12,39 10,06 3,35 1,69 DMT/MTT 12 30 12,41 10,12 3,37 1,80 GSK/SGD 10 45 11,17 9,17 3,05 1,01 GSK/SGD 11 45 12,50 10,50 3,50 1,76 GSK/SGD 12 45 12,66 10,66 3,55 1,84

Tabel 4. Total bahan bakar yang digunakan pada beberapa jenis dan umur panen kelapa.

Table 4. Fuel used biomass total in coconut several type and harvest period. No Jenis Kelapa

Type of coconut Umur Panen (Bulan) Harvest Period

(month)

Total Jumlah Bahan Bakar Total Fuel

(kg)

Bahan Bakar yang digunakan Fuel used

1 DMT/MTT 10 35,88 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk 2 DMT/MTT 11 39,31 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk 3 DMT/MTT 12 45,02 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk 4 GSK/SGD 10 37,66 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk 5 GSK/SGD 11 39,56 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk 6 GSK/SGD 12 46,01 Tempurung dan sabut kelapa/Coconut shell and husk

Tabel 5. Total minyak dan rendemen VCO pada beberapa jenis dan umur panen kelapa.

Table 5. Total oil and yield of VCO in coconut several type and harvest period. Jenis Kelapa

Type of coconut Umur Panen (Bulan) Harvest Period (month) Jumlah Kelapa Number of coconut Total VCO VCO Total (L) Rendemen Yield (mL) X ± SD Rendemen Yield (%) Jumlah Kelapa/L VCO (Butir) Number of coconut/L VCO (nuts) DMT/MTT 10 30 1,59 530,00 ± 34,64 b 16,41 19 DMT/MTT 11 30 1,85 616,67 ± 30,55 a 18,39 16 DMT/MTT 12 30 1,77 590,00 ± 20,00 b 17,49 17 GSK/SGD 10 45 1,32 440,00 ± 45,83 c 14,39 34 GSK/SGD 11 45 1,72 573,33 ± 25,17 b 16,38 26 GSK/SGD 12 45 1,61 538,33 ± 27,54 b 15,15 28

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Duncan 5%.

Notes: The numbers by different letters in the same column are significantly different at Duncan test 5%

10,06 kg kelapa parut dari 30 butir kelapa, dengan rendemen 18,39% atau setara dengan 16 butir kelapa per liter. Hal ini dipengaruhi juga oleh suhu optimum pengeringan dan kandungan minyak dari kelapa yang digunakan. Suhu optimal pelat diperoleh dari penyangraian Tahap 1 sebesar 40-45°C, Tahap 2 sebesar 45-50°C, Tahap 3 sebesar 50-60°C, dan Tahap 4 sebesar 70-88°C. Suhu di Tahap 4 ini paling tinggi, karena dibawahnya merupakan tempat bahan bakar biomassa. Panas yang berpindah dari pelat diteruskan ke bahan, suhu optimal sampai di bahan kelapa parut DMT

umur buah 11 bulan pada Tahap 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 35-39°C, 39-42°C, 42-48°C, dan 55-72°C (Tabel 1). Suhu pelat optimum untuk penyangraian kelapa GSK umur 11 bulan Tahap 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 42-48°C, 44-50°C, 46-56°C, dan 75-94°C, sedangkan sampai bahan kelapa parut GSK 11 bulan masing-masing Tahap sebesar 36-39°C, 37-42°C, 38-43°C, dan 53-72°C (Tabel 2). Pemanasan dilakukan secara bertahap karena untuk menghindari terjadinya

case hardening, hal ini disebabkan karena suhu

(6)

96

bahan menjadi keras dan keriput, sedangkan air terperangkap di dalamnya (Indradewi, 2016).

Umumnya rendemen ulangan 1 lebih kecil dari rendemen ulangan 2, dan sedikit menurun di ulangan ke 3. Hal ini karena titik panas optimum dapat dicapai saat penyangraian masuk di ulangan ke 2, dengan hasil rendemen yang lebih tinggi. Hal lain disebabkan karena faktor suhu api yang di awal masih belum mencapai titik optimum, semakin lama suhu naik, dan terakhir terjadi penurunan suhu karena mulai habisnya bahan bakar biomassa. Faktor suhu yang terkontrol perlu diperhatikan. Jika suhu terlihat menurun, maka ditambahkan bahan bakar biomassa. Total bahan bakar yang digunakan sebesar 39,31 kg campuran sabut dan tempurung kelapa untuk kelapa DMT umur 11 bulan untuk menyangrai 10,06 kg kelapa parut (Tabel 3 dan Tabel 5). Kadar air kelapa parut DMT 11 bulan sebesar 53,41±0,25%. Pemanasan Tahap 1, 2, 3, dan 4 dengan kadar air 51,41±0,27%, 43,64±0,29%, 29,62±0,39% menjadi 2,63±0,35% atau secara visual kelapa parut sangrai menjadi lebih ringan dan berminyak, kemudian dilakukan pengepresan dengan alat pres dan dihasilkan VCO sebelum saring. Penyaringan minyak dengan kertas saring food grade didapatkan sedikit residu dan dihasilkan VCO murni.

Kualitas VCO ekstraksi kering dengan metode DME

Kualitas menentukan baik tidaknya suatu produk (Pradhana et al., 2013). VCO dengan kualitas yang baik akan mudah diterima oleh pasar dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Standar mutu VCO mengacu pada SNI 7381:2008 dan standard mutu ekspor APCC (Asian Pacifik Coconut

Community).

Minyak yang diproses dengan buah kelapa DMT dan GSK umur buah 12 bulan memiliki kadar air 0,13% (Tabel 6). Nilai ini lebih tinggi dibanding minyak yang diolah dengan bahan baku daging buah kelapa DMT dan GSK 11 bulan. Air akan menyebabkan lemak terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan kandungan asam lemak rantai karbon medium seperti pada minyak kelapa. Jumlah asam lemak bebas dapat semakin bertambah akibat pengolahan dan pe-nyimpanan minyak (Sukandar et al., 2009). Kadar air merupakan karakteristik yang penting untuk kualitas minyak dan lemak. Kadar air yang rendah sangat diinginkan karena akan meningkatkan umur simpan dengan mencegah proses oksidasi dan ketengikan (Mansor et al., 2012).

Pada Gambar 1, menunjukkan penampilan visual VCO hasil ekstraksi kering dengan metode DME-FBD. Skor tertinggi pada VCO yang diproses menggunakan daging buah kelapa DMT dan GSK umur 11 bulan. VCO yang dihasilkan jernih, aroma harum khas kelapa, dan rasa tidak tengik, dengan skor lebih dari 4. Virgin Coconut Oil hasil dari kelapa GSK umur 11 bulan juga jernih dengan nilai di atas 4. Panelis melihat masih adanya sedikit endapan pada nilai rata-rata 3 atau di atas 3, hal ini bisa disebabkan masih adanya sedikit residu karena kurang maksimal dalam penyaringan atau mulai membekunya VCO.

Metode DME-FBD dalam sekali proses, memerlukan waktu 1 jam dari kelapa parut basah sebanyak 3 kg atau setara dengan 10 butir untuk menghasilkan minyak. Metode ini memperbaiki yang telah ada seperti DME-Oven Dried (DME-OD) yang menggunakan suhu 40°C tetapi memerlukan waktu oven selama 4 jam. Kadar air dengan DME-OD dan DME-SD masing-masing 0,10% dan 0,17%. (Ghani, 2018). Kandungan asam lemak bebas masing-masing 0,3%dan 0,4%. Kadar air dan kadar asam lemak bebas dengan kedua metode tersebut lebih besar dibandingkan yang dihasilkan pada penelitian ini, hanya 0,0017-0,0049%.

Gambar 1. VCO dari DMT (a) dan GSK (b) umur panen 10, 11, dan 12 bulan.

Figure 1. VCO from MTT (a) and SGD (b) 10, 11, and 12 months har.

b a

(7)

97

Tabel 6. Kualitas VCO dengan metode DME-FBD.

Table 6. Quality of VCO DME-FBD method. Jenis Kelapa Coconut varieties Umur Panen (Bulan) Harvest Period (Month) Kadar Air Moisture Content (%) Asam Lemak Bebas Free fatty acid (%) Aroma Aroma Rasa Taste Warna Colour

DMT/MTT 10 0,15 b 0,0018 a Normal (3,20) Normal (3,10) Normal (3,10) DMT/MTT 11 0,07 a 0,0017 a Khas kelapa segar,

tidak tengik/Fresh coconut typical, not rancid (4,50)

Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste (4,10)

Jernih/Clear (4,30)

DMT/MTT 12 0,01 a 0,0024 b Khas kelapa segar, tidak tengik/Fresh coconut typical, not rancid (3,80)

Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste (4,00)

Normal (3,20)

GSK/SGD 10 0,16 b 0,0049 c Normal (3,35) Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste (3,50)

Normal (3,00) GSK/SGD 11 0,06 a 0,0018 a Khas kelapa segar,

tidak tengik/Fresh coconut typical, not rancid (4,30)

Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste (4,00)

Jernih/clear (4,10)

GSK/SGD 12 0,13 b 0,0039 c Khas kelapa segar, tidak tengik/Fresh coconut typical, not rancid (3,50) Normal (3,20) Normal (3,15) SNI 7381:2008 Maksimal/ Maximal 0,2 Maksimal/ Maximal 0,2

Khas kelapa segar, tidak tengik/Fresh

coconut typical, not rancid

Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste

Tidak berwarna hingga kuning pucat/Colorless until pale yellow

Syarat mutu ekspor/ Export quality requirements (APCC, 1999) Maksimal /Maximal 0,1 Maksimal /Maximal 0,1 Khas kelapa segar/Fresh, coconut typical

Normal, khas minyak kelapa/Coconut oil taste

Tidak berwarna/ Colorless

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Duncan 5%. Notes : The numbers by different letters in the same column are significantly different at Duncan test 5%

Nilai asam lemak bebas (ALB) yang rendah mengindikasikan bahwa minyak kelapa belum mengalami proses hidrolisis. Hal ini didukung dengan flavor yang masih memiliki aroma khas minyak kelapa. Warna jernih dan aroma tidak tengik mendeskripsikan bahwa VCO tersebut bermutu tinggi. Bau tengik pada minyak menan-dakan bahwa minyak telah mengalami kerusakan akibat reaksi oksidasi dan hidrolisis (Martin et al., 2010). Minyak yang telah mengalami kerusakan akibat reaksi hidrolisis dan oksidasi akan meng-hasilkan bau tengik akibat terbentuknya senyawa yang bersifat volatil seperti aldehid, keton alkohol dan furan (Rukmini dan Raharjo, 2010).

Metode DME memperbaiki kualitas minyak yang dihasilkan dengan bahan baku minyak kopra putih. Lay dan Makromo (2016) melakukan, pengeringan kopra, diantaranya kopra putih, kopra coklat, dan kopra gelap dengan kadar air 4,36-4,88%, dan kadar asam lemak bebas (ALB) 0,05-0,12%. Kopra putih yang diolahmenghasilkan minyak kelapa berwarna putih, kadar air 0,05%, minyak kopra coklat 0,11%, dan minyak kopra

gelap 0,19%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar air dan asam lemak bebas dari VCO dengan metode DME. Kadar air dan kadar asam lemak bebas VCO yang dihasilkan dengan metode DME masing-masing sebesar 0,01– 0,16% dan 0,0017–0,0049%. Menurut Wong dan Hartina (2014), semakin kecil kadar air dan kadar asam lemak bebas, maka semakin lama minyak tersebut dapat disimpan. Semakin tinggi kadar air, maka akan menyebabkan proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan.

Ghani et al. (2018) melaporkan kadar air dengan metode DME-OD dan DME-SD masing-masing sebesar 0,10–0,15% dan 0,13%, sedangkan asam lemak bebas masing-masing sebesar 0,19– 0,24 dan 0,53%. Nilainya lebih tinggi dibanding yang dihasilkan pada penelitian ini. VCO dengan metode DME-FBD mempunyai kualitas yang sesuai dengan SNI 7381:2008 dan APCC (Tabel 6). VCO yang diperoleh dari kelapa DMT umur 11 bulan mempunyai kualitas kadar air 0,07%, asam lemak bebas 0,0017%, aroma segar khas kelapa/tidak tengik dengan nilai 4,50, rasa

(8)

98

normal/khas minyak kelapa 4,10, dan warna jernih 4,30 yang sesuai dengan SNI 7381:2008 dan syarat mutu ekspor APCC. Kualitas yang hampir sama diperoleh dari kelapa GSK dengan umur panen 11 bulan dihasilkan kadar air 0,06%, asam lemak bebas 0,0018%, aroma khas kelapa segar/tidak tengik dengan nilai 4,30, rasa normal/khas minyak kelapa 4,00, dan warna jernih 4,10.

VCO yang diproses dengan bahan baku kelapa DMT maupun GSK 11 dan 12 bulan memenuhi syarat SNI 7381:2008 dan syarat mutu ekspor menurut standard APCC, sedangkan kelapa DMT maupun GSK 10 bulan tidak memenuhi syarat mutu ekspor APCC, tetapi memenuhi syarat untuk SNI 7381:2008 (Tabel 6).

KESIMPULAN

Metode Direct Micro Expelling-Flat Bed Dried (DME-FBD) menghasilkan rendemen VCO tertinggi pada kelapa DMT umur buah 11 bulan sebanyak 18,39% dibandingkan 10 dan 12 bulan masing-masing 16,41% dan 17,49%. Hasil yang diperoleh dari 16 butir kelapa DMT umur 11 bulan sebanyak 1 liter VCO dengan suhu 40-90°C pada pelat dan 35–70°C pada kelapa parut. Hasil yang sama diperoleh pada kelapa GSK umur 11 bulan, tetapi dengan jumlah buah 26 butir untuk mendapatkan 1 liter VCO.

VCO yang diperoleh dari kelapa DMT umur 11 bulan mempunyai kualitas kadar air 0,07%, asam lemak bebas 0,0017%, aroma segar khas kelapa/tidak tengik dengan nilai 4,50, rasa normal/khas minyak kelapa 4,10, dan warna jernih 4,30 yang sesuai dengan SNI 7381:2008 dan syarat mutu ekspor APCC. Kualitas yang hampir sama diperoleh dari kelapa GSK dengan umur panen 11 bulan dihasilkan kadar air 0,06%, asam lemak bebas 0,0018%, aroma khas kelapa segar/tidak tengik dengan nilai 4,30, rasa normal/khas minyak kelapa 4,00, dan warna jernih 4,10.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada kepala KP. Mapanget Eli Raranta, KP. Paniki Ostang, Maria L. Kapu’alo, SSi, Rival Saka dan teknisi laboratorium maupun lapangan yang membantu kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

APCC (Asian Pacific Coconut Community). 2009. APCC standards for virgin coconut oil. Asian and Pacific Coconut Community. Assunção, M. L., Ferreira, H. S., Dos Santos, A. F.,

Cabral, C. R., and Florêncio, T. M. M. T. 2009. Effects of dietary coconut oil on the biochemical and anthropometric profiles of women presenting abdominal obesity. Lipids 44: 593–601.

Choo, S.Y., S.K. Leong, and F.S. Henna Lu. 2010. Physicochemical and sensory properties of ice-cream formulated with virgin coconut oil. Food Science and Technology International 16(6): 531-541

DebMandal, M., and S. Mandal. 2011. Coconut (Cocos nucifera L.: Arecaceae): In health promotion and disease prevention. Asian Pacific. Journal of Tropical Medicine 4: 241– 247.

Derlean, A. 2009. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap kerusakan minyak kelapa. Bifamika 1: 19-26.

Dewi, M.T.I dan N. Hidajati. 2012. Peningkatan mutu minyak goreng curah menggunakan adsorben bentonit teraktivasi. Journal of Chemistry 1(2): 47-53.

Etherington, Dan. 2016. Coconut comeback-sea change? Innovation to realise the potential of virgin coconut oil. XLVII APCC Cocotech Conference and Exhibition, 26-30 September 2016. P. 358-368.

Ghani, N.A.A., A.A. Channip, P.C.H. Hwa, F. Ja’afar, H.M. Yasin, and A. Usman. 2018. Physicochemical properties, antioxidant capacities, and metal contents of virgin coconut oil produced by wet and dry processes. Food Science and Nutrition 6: 1298-1306.

Indradewi, A.F. 2016. Pengaruh teknik pengeringan terhadap kadar gizi dan mutu organoleptik sale pisang (Musa paradisiaca L.). Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 4(1): 58-65.

Law, K.S., N. Azman, E.A. Omar, M.Y. Musa, N.M. Yusoff, S.A. Sulaiman and N.H.N. Hussain. 2014. The effects of virgin coconut oil (VCO) as supplementation on quality of life (QOL) among breast cancer patients. Lipids in Health and Disease 13: 1-7.

Lay, A. dan I. Maskromo. 2016. Kinerja alat pengeringan kopra sistem oven skala

(9)

99

kelompok tani dan karakteristik produk. Buletin Palma 17(2): 175 – 183.

Lim, F.P.K., L.F.G. Bongosia, N.B.N. Yao, and L.A. Santiago. 2014. Cytotoxic activity of the phenolic extract of virgin coconut oil on human hepatocarcinoma cells (HepG2). International Food Research Journal 21(2): 729-733

Mansor, T. S. T., Y. B. Che Man, M. Suhaimi, M.J. Abdul Afiq, and F. K. M. Ku Nurul. 2012. Physicochemical properties of virgin coconut oil extracted from different processing methods. International Food Research Journal 19(3): 837–845.

Marina, A.M., Y.B. Che Man, S.A.H Nazimah, and I. Amin. 2009. Chemical properties of virgin coconut oil. Journal of the American Oil Chemists. Society 86(4): 301-307.

Martin, D., G. Regiero and F.J. Senorans. 2010. Oxidative stability of structured lipids. Europe Food Research Technology 231: 635-653.

Nevin, K. G., and T. Rajamohan. 2010. Effect of topical application of virgin coconut oil on skin components and antioxidant status during dermal wound healing in young rats. Skin Pharmacology and Physiology 23: 290– 297.

Ng, C.Y., A.W. Mohammad, L.Y. and Ng, J.M. Jahim. 2014. Sequential fractionation of value-added coconut products using membrane processes. Journal of Industrial and Engineering Chemistry 25: 162-167. Novarianto, H., Miftahorrachman dan J.

Kumaunang. 1997. Peluang bisnis pengem-bangan benih unggul kelapa. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional, Manado 6-8 Januari 1997. Hal 86-108.

Nursyam, M. Marhawati, dan M.N. Alam. 2013. Analisis titik pulang pokok usaha Virgin Coconut Oil (VCO) pada ukm pengais jaya di Desa Ampibabo Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Mouton. Jurnal Agrotekbis 1(4): 384-390.

Pradhana, A.Y., R. Hasbullah, dan Y.A. Purwanto. 2013. Pengaruh penambahan kalium permanganate terhadap mutu pisang (cv. Mas Kirana) pada kemasan atmosfir termodifikasi aktif. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian 10(2): 83-94.

Pradhana, A.Y. dan S. Karouw. 2016. Pencegahan pencoklatan dan kekerutan pada permu-kaan sabut kelapa muda dengan anti-oksidan. Buletin Palma 17(2): 165-173. Pulung, M.L., R. Yogaswara, dan Sianipar F.R.D.N.

Potensi antioksidan dan antibakteri virgin coconut oil dari tanaman kelapa asal Papua. Chemistry Progress 9(2): 75-82.

Rukmini, A. and S. Raharjo. 2010. Pattern of peroxide value changes in virgin coconut oil (VCO) due to photo-oxidation sensitized by chlorophyll. Journal of the American Oil Chemists’ Society 87: 1407-1412.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2346-2006. Petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori. Badan Standardisasi Nasional. Suhery, W.N., M. Febrina, dan I. Permatasari. 2018.

Formulasi mikroemulsi dari kombinasi minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dan minyak dedak padi (rice bram oil) sebagai penyubur rambut. Traditional Medicine Journal 23(1): 40-46.

Sukandar, D., S. Hermanto, dan Silvia E. 2009. Sifat fisiko kimia dan aktivitas antioksidan minyak kelapa murni (VCO) hasil fermentasi Rhyzopus orizae. Jurnal Kimia Terapan Indonesia 11(2): 7-14.

Tuina, F., A. Silvana Naiu, dan N.S. Yusuf. 2013. Penentuan lama pengeringan dan laju perubahan mutu Nike (Awaous

melanocephalus) kering. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1(2): 96-102.

Wong, Y.C dan H. Hartina. 2014. Virgin coconut oil production by centrifugation method. Oriental Journal of Chemistry 30: 237-245.

Gambar

Tabel 1.  Suhu pelat dan suhu kelapa parut selama penyangraian dengan DME-FBD menggunakan kelapa DMT  Table 1
Table 3. Components of coconut meat used as VCO in coconut several type and harvest period
Gambar 1.  VCO  dari  DMT  (a)  dan  GSK  (b)   umur panen 10, 11, dan 12 bulan.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel Post Hoc Kadar Vitamin C Dipengaruhi oleh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Madu serta Pretreatment Blanching dan Nonblanching.. Tabel Post Hoc Aktivitas

3 Apakah anda berharap kelemahan pada bagian tubuh anda yang sakit akan dapat kembali normal jika anda melakukan fisoterapi.. 4 Apakah anda berharap dapat terhindar dari risiko

Menyusun rencana kerja sama Daerah sesuai dengan lingkup tugas Seksi berpedoman pada ketentuan yang berlaku untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan

a. Mencegah pendarahn masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : Rujuk apabila ada pendarahan berlanjut. Memberikan konseling

[r]

Penelitian pada Novel Permata Dalam Lumpur karya Satria Nova dan Nur Huda memfokuskan pada representasi makna kekerasan pada pelacur, untuk mengantarkan kita pada sebuah pemikiran

Comparison of pesticide leaching models: results using the Weiherbach data set, 44 (2000) 153 Simulation of soil water, bromide and pesticide. behaviour in soil with the GLEAMS

[r]