• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Campuran Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengikat Lateks Akrilik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Serbuk Tempurung Kelapa Sebagai Campuran Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengikat Lateks Akrilik"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI

CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK.

TESIS

Oleh

ADI RUSDIANTO

097026029/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI

CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK.

TESIS

Oleh

ADI RUSDIANTO

097026029/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI

CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK.

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADI RUSDIANTO

097026029/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul : PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GiPSUM

PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT LATEKS AKRILIK

Nama : ADI RUSDIANTO

Nomor Induk Mahasiswa : 097026029 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono,M.Sc,P.hD Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc NIP. 19550706198102 1 002 NIP. 19631026199103 1 001

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono,M.Sc,P.hD Anggota : 1. Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, Juni 2011

(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Adi Rusdianto

NIM : 097026029

Program Studi : Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT LATEKS AKRILIK Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2011

(8)

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pemanfaatan serbuk kayu sebagai campuran gipsum plafon dengan bahan pengikat Lateks Acrylix dengan metode hot press. Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa untuk sifat fisis bahan spesimen: Densitas mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan serbuk kayu dimana nilai densitas maksimum diperoleh pada komposisi 375:25:100, dan nilai serapan air minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100. Ini menunjukan kepadatan bahan semakin baik. Untuk sifat mekanik nilai optimum diperoleh pada komposisi 390:10:100 dimana nilai impak 1,06 x 10-2 J/cm2, nilai uji tarik 1,47 kPa, nilai Uji MOE 6294.64 kg/cm2, nilai uji MOR 2.94 MPa. Untuk uji DTA, suhu endotermik yang optimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yaitu sebesar 160 0C. Sedangkan bahan gipsum suhu endotermiknya 135 0C.

(9)

UTILIZATION OF COCONUT SHELL POWDER AS THE CEILING WITH MIXED GYPSUM BINDER LATEX ACRYLIC

ABSTRACT

Utilization of research has been conducted as a mixture of sawdust with a binder of gypsum ceiling Acrylix Latex with Hot Press Metod. From the testing that has been done to obtain the physical properties of specimen materials: Density increased in accordance with the addition of sawdust where the maximum density value obtained on the composition 375:25:100, and minimum water uptake value obtained on the composition 375:25:100. This shows the density of the material the better. For optimum mechanical properties obtained on the composition 390:10:100 which impact the value of 1.06 x 10-2 J/cm2, the value of 1.47 kPa tensile test, the Test 6294.64 kg/cm2 MOE, MOR test value 2.94 MPa. To test DTA, endothermic temperature optimum is obtained on the composition 375:25:100 of 160 0C. While the temperature of gypsum materials endotermiknya 135 0C.

Key words: gypsum, coconut shells, Ceiling, Acrylic Latex, physical properties, mechanical properties, DTA

(10)

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Tk. 1 dan Tk. 2 yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melaksanakan Program Studi Magister Imu Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. 2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

3. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc. Sekretaris Program Studi Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S., beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

5. Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-setingginya penulis ucapkan kepada Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono, M.Sc., Ph.D., selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, demikian juga kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

6. Kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Deli Serdang yang telah memotivasi penulis selama dalam pendidikan.

7. Kepada istri yang tercinta dan yang tersayang, Dra. Sri Pajar Ningsih dan anak – anak ku Retno Dian Ningsih, Iman Priadi dan Amalia Putri Ningrum yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis selama dalam pendidikan dan waktu penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara angkatan 2009/2010, khususnya Paino S.Pd, Suriadi, S.Pd., Sri Probowati, S.Pd., dan Johaidin Saragih, S.Si., yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama dalam pendidikan dan penulisan tesis ini. Semoga ini menjadi kebanggaan semua orang-orang yang saya cintai. Semoga kita tetap diberi Taufik dan HidayahNya dalam memanfaatkan segala ilmu yang sudah penulis terima, Amin.

( Adi Rusdianto)

(11)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Drs. Adi Rusdianto Tempat dan Tanggal Lahir : Hekvetia, 24 Juli 1965

Alamat Rumah : Jl. Penampungan II No.73 B Medan

Telepon/HP : 081265296971

Email : Adi_Rus19@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri I Hamparan Perak

Alamat Kantor : Jl. Titi Payung- Bulu Cina Hamparan Perak

Telepon/Faks/HP : 06176409350

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN Helvetia Tamat : 1977

SMP : SMP Swasta Medan Putri Tamat : 1981

SMU : SMA Swasta Medan Putri Tamat : 1984

Strata-1 : Fisika FMIPA USU Tamat : 1992

Strata-2 : Program Studi Magister Fisika USU Tamat : 2011

(12)

Halaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(13)

2.6.1.3 Lateks Vinylacrylic 19

2.8.3 Pengujian Keteguhan patah (Modulus Of Rapture/MOR) 24 2.8.4 Pengujian kuat lentur ( Modulus Of Elastis/MOE) 25

2.9 Prinsip alat Thermal Analyzer (DTA) 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian 29

3.4.5. Pengujian kuat lentur (Modulus Of Elastis/MOE) 34 3.4.6. Pengujia kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR) 34

3.5.7. Pengujian termal dengan DTA 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis 36

4.1.1 Densitas 36

4.1.2 Daya Serap air 37

(14)

4.2.1 Uji Impak 38

4.2.2 Uji tarik 39

4.2.3 Uji kuat lentur ( Modulus Of Elastis/MOE) 40 4.2.4 Uji kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR) 41

4.3. Uji DTA (Sifat Termal) 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel .1 Standar papan gipsum 8

Tabel .2 Penomena reaksi Eksotermik dan Endotermik suatu bahan 28

(16)

Halaman

Gambar .1 Produksi kelapa 9

Gambar .2 Penampang Lintang buah kelapa 13

Gambar .3 Limbah tempurung kelapa 13

Gambar .4 Bagan Pemanfaatan kelapa 14

Gambar .5 Diagram alir proses pengambilan getah cair 17

Gambar .6 Model alat uji impak 22

Gambar .7 Skema alat pengujian tarik dengan UTM 23 Gambar .8 Kurva tegangan – regangan teknik 24 Gambar .9 Cara pembebanan pengujian kuat lentur dan kuat patah 25 Gambar .10 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA 27 Gambar .11 Kurva Ideal Differential Thermal Anaysis (DTA) 27 Gambar .12 Diagram alir pembuatan serbuk tempurung kelapa 30 Gambar .13 Diagram alir pembuatan dan karakteristik spesimen 31

Gambar .14 Model sampel pengujian tarik 33

Gambar .4.1 Grafik densitas –vs- komposisi sampel 36 Gambar .4.2 Grafik daya serap air –vs- komposisi sampel 37 Gambar .4.3 Grafik uji impak –vs- komposisi sampel 38 Gambar 4.4 Grafik Uji tarik –vs- komposisi sampel 39 Gambar 4.5 Grafik uji kuat lentur –vs- komposisi sampel 40 Gambar 4.6 Grafik uji kuat patah –vs- komposisi sampel 41 Gambar 4.3.1 Uji DTA komposisi 395:5:100 43 Gambar 4.3.2 Uji DTA komposisi 375:25:100 44

(17)

Halaman

Lampiran II Metode Perhitungan 50

Lampiran II Perhitungan Plafon Gipsum Jaya Board 55 Lampiran III Gambar Perangkat Pembuatan dan Pengujian Sampel 56

(18)

PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT

LATEKS AKRILIK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pemanfaatan serbuk kayu sebagai campuran gipsum plafon dengan bahan pengikat Lateks Acrylix dengan metode hot press. Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa untuk sifat fisis bahan spesimen: Densitas mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan serbuk kayu dimana nilai densitas maksimum diperoleh pada komposisi 375:25:100, dan nilai serapan air minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100. Ini menunjukan kepadatan bahan semakin baik. Untuk sifat mekanik nilai optimum diperoleh pada komposisi 390:10:100 dimana nilai impak 1,06 x 10-2 J/cm2, nilai uji tarik 1,47 kPa, nilai Uji MOE 6294.64 kg/cm2, nilai uji MOR 2.94 MPa. Untuk uji DTA, suhu endotermik yang optimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yaitu sebesar 160 0C. Sedangkan bahan gipsum suhu endotermiknya 135 0C.

(19)

UTILIZATION OF COCONUT SHELL POWDER AS THE CEILING WITH MIXED GYPSUM BINDER LATEX ACRYLIC

ABSTRACT

Utilization of research has been conducted as a mixture of sawdust with a binder of gypsum ceiling Acrylix Latex with Hot Press Metod. From the testing that has been done to obtain the physical properties of specimen materials: Density increased in accordance with the addition of sawdust where the maximum density value obtained on the composition 375:25:100, and minimum water uptake value obtained on the composition 375:25:100. This shows the density of the material the better. For optimum mechanical properties obtained on the composition 390:10:100 which impact the value of 1.06 x 10-2 J/cm2, the value of 1.47 kPa tensile test, the Test 6294.64 kg/cm2 MOE, MOR test value 2.94 MPa. To test DTA, endothermic temperature optimum is obtained on the composition 375:25:100 of 160 0C. While the temperature of gypsum materials endotermiknya 135 0C.

Key words: gypsum, coconut shells, Ceiling, Acrylic Latex, physical properties, mechanical properties, DTA

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak digunakan masyarakat. 

Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai penutup

atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes

memiliki bobot yang ringan sehingga tidak membutuhkan konstruksi gording yang

khusus. Asbes plat biasanya digunakan untuk plafon atau partisi. Karena sifatnya

yang tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada

isolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik.

Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan yang sangat berbahaya,

karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih

tipis dari1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut dalam

air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan dapat menyebabkan

berbagai macam penyakit.

Asbes dapat membahayakan tubuh kita jika ada bagian asbes yang rusak,

sehingga serat-seratnya bisa lepas, ini sangat berbahaya karena sulit untuk

mendeteksi bagaimanakah yang dikatakan asbes rusak, dan terkadang kita tidak

sadar kalau asbes yang kita gunakan sudah rusak. Kondisi lain yang sangat

beresiko adalah saat asbes yang diperbaiki atau dipotong akan mengeluarkan

serpihan yang berupa serbuk yang sangat berbahaya bagi paru-paru. (Diana

(21)

` Penyakit karena asbes antara lain adalah:

1. Asbestosis yaitu luka pada paru-paru hingga kesulitan bernafas dan dapat

mengakibatkan kematian.

2. Mesothelioma, sejenis kanker yang menyerang selaput pada perut dan dada,

muncul gejalanya setelah 20-30 tahun sejak pertama kali menghirup serat

asbes.

3. Kanker paru-paru, biasanya asbes putih penyebab utama penyakit kanker

paru-paru. (Jurnal Kedokteran Trisakti).

Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya

seperti di China, USA, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini

disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker bagi para

pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003). Sejak tahun 2001 pemerintah sudah

melarang penjualan asbes. Solusi pengganti pengganti plafon asbes adalah papan

gipsum plafon.

Perkebunan kelapa di Indonesia sangat luas dan banyak pabrik yang

setiap hari mengolah kelapa. Tempurung kelapa merupakan bahan yang tidak

digunakan dalam proses produksi, sehingga berton-ton tempurung kelapa dapat

dihasilkan setiap harinya. Tempurung kelapa mempunyai karakteristik fisik dan

mekanik yang baik yaitu kekerasan dan kerapatannya tinggi serta serapan airnya

rendah (Morshed, 2004). Dari sifat-sifat tersebut maka tempurung kelapa

memiliki potensi sebagai bahan alternatif serat penguat bahan friksi non-asbes.

Dua faktor penting dalam pembuatan bahan friksi adalah memiliki performa

friksi yang baik dan harganya relatif murah.

Secara umum, zat penyusun di dalam bahan friksi terdiri dari serat,

bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengikat terdiri dari berbagai jenis resin

diantaranya phenolic, epoxy, silicone dan rubber. Resin tersebut berfungsi untuk

mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan friksi. Bahan pengikat dapat

membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil.

(22)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah untuk

membuat bahan plafon sebagai pengganti asbes sebagaimana yang telah

disebutkan bahwa bahan asbes sangat tidak baik pada kesehatan khususnya

paru – paru.

Dengan menambahkan serbuk tempurung kelapa pada komposit gipsum

dan perekat perekat lateks akrilik diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dan

sifat fisis serta sifat tahan air komposit gipsum plafon sehingga dapat digunakan

untuk pembuatan plafon atau asbes.

Berdasarkan uraian di atas perumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah:

a. Berapa besar peningkatan sifat mekanik gipsum plafon dengan serbuk

tempurung kelapa dan campuran pengikat lateks akrilik dibanding dengan

yang konvensional.

b. Bagaimana tingkat densitas dan daya serap air ( sifat fisis ) gipsum dengan

penambahan serbuk tempurung kelapa dan pengikat lateks akrilik.

c. Dengan pertimbangan peningkatan sifat mekanik , sifat fisis dan sifat tahan

air akan ditentukan komposisi serbuk tempurung kelapa untuk diaplikasikan

dalam pembuatan plafon .

d. Berapa besar pengaruh termal yang dihasilkan pada pembuatan plafon dari

campuran gypsum dan serbuk tempurung kelapa dengan bahan perekat lateks.

e. Apakah papan gypsum plafon yang dibuat telah memenuhi standar?

1.3 Batasan masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan serbuk tempurung kelapa

sembarang, gipsum dan perekat lateks akrilik.

2. Pengujian yang dilakukan meliputi :

* Sifat fisis

a. Densitas

b. Penyerapan air

(23)

a. Uji kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR)

b. Uji kuat lentur ( Modulus Of Elastis)

b. Uji Tarik

c. Uji impak

* Sifat thermal (Uji DTA)

- Endotermik

- Eksotermik

1.4 Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pengetahuan tentang

manfaat serbuk tempurung kelapa sebagai campuran gipsum untuk

pembuatan plafon.

b. Mendorong penggunaan bahan pengganti asbes dalam memenuhi kebutuhan

bahan bangunan yang lebih berkualitas, mudah didapat, ramah

lingkungan dan dapat terbaharui.

c. Memaksimalkan dan memberi nilai tambah pemanfaatan serbuk tempurung

kelapa sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

d. Memanfaatkan limbah tempurung kelapa untuk pembuatan plafon.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat papan gipsum plafon dengan bahan pengisi serbuk tempurung

kelapa

2. Mengetahui pengaruh penambahan serbuk tempurung kelapa pada

pembuatan plafon dengan perekat lateks akrilik terhadap sifat fisis,

mekanik dan thermal.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gipsum

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air

laut,kemudian dipanaskan pada suhu 1750C yang sering disebut dengan nama

STUCCO. Gipsum adalah salah satu mineral terbanyak dalam lingkungan sedimen

yaaitu batu yang terdiri dari mineral yang diproduksi secara besar-besaran yang

biasanya dengan persitipasi dari air asin. Gipsum adalah penyekat alami, hangat

bila disentuh dibandingkan dengan batubata.

Adapun komposisi kimia bahan gipsum adalah:

1. Calcium (Ca) : 23,28 %

2. Hidrogen (H) : 2,34 %

3. Calcium Oksida (CaO) : 32,57 %

4. Air (H2O) : 20,93 %

5. Sulfur (S) : 18,62 %

Adapun sifat Fisis Gipsum adalah:

1. Warna : putih, kuning,abu-abu, merah jingga, hitam bila tak murni

2. Spesifik grafity : 2,31 - 2,35

3. Keras seperti mutiara terutama permukaan

4. Bentuk mineral : Kristalin, serabut dan masif

5. Kilap seperti sutera

6. Konduktivitasnya rendah

(25)

Sedangkan Sifat kimia gipsum adalah:

1. Pada umumnya mengandung SO3 = 46,5 % ; CaO = 32,4 % ; H2O = 20,9

%

2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8 gram

0

C

an selenit. Warna gypsum mulai dari putih,

kekuning-sum sintetik dari air kawah dan gipkekuning-sum sintetik hasil sampingan industri

enjadi lebih kuat apabila mengalami

untuk dihias. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70 - 90

3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3

Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam, gipsum merupakan mineral

hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air, atau dengan rumus kimia

CaSO4-2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Jenis-jenis batuannya adalah

sanitspar,alabaster,gypsite d

kuningan sampai abu-abu.

Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum

sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam,sedangkan gipsum sintetik

adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari: gipsum sintetik dari air

laut, gip

kimia.

Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate.

Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan m

penekanan( Gypsum Association, 2007).

Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang terdiri

dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada permukaannya.

Ini adalah terminologi yang dipilih untuk produk lembaran gipsum yang didisain

untuk digunakan sebagai dinding, langit-langit atau plafon dan memilki

kemampuan

ketebalan.

Gipsum (CaSO4.2H2O) mempunyai kelompok yang terdiri dari gypsum batuan,

gipsit alabaster, satin spar, dan selenit. Gipsum umumnya berwarna putih, namun

terdapat variasi warna lain, seperti warna kuning, abu-abu, merah jingga, dan

hitam, hal ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gypsum.

Gipsum umumnya mempunyai sifat lunak, pejal, kekerasan 1,5 – 2 (skala mohs),

(26)

berat jenis 2,31 – 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/l pada 0 0C yang meningkat

menjadi 2,1 gr/l pada 40 0C, tapi menurun lagi ketika suhu semakin tinggi.

Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan ketebalan yang bervariasi.

Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses evaporasi air

laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah. Sebagai mineral

evaporit, endapan gypsum berbentuk lapisan di antara batuan-batuan sedimen

batugamping, serpih merah, batupasir, lempung, dan garam batu, serta sering pula

berbentuk endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan sedimen. Gipsum dapat

diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya (Berry, 1959), yaitu: endapan danau

garam, berasosiasi dengan belerang, terbentuk sekitar fumarol volkanik, efflorescence

pada tanah atau goa-goa kapur, tudung kubah garam, penudung oksida besi (gossan)

ada endapan pirit di daerah batugamping. (www. Tekmira) p

2.2 Standar Papan Gipsum

Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar

pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi, luas,

nilai dan kualitas (Guralnik, 1979). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada

penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari Bison (Hubner, 1985) sebagai

pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga

standar ISO ( International Standard Organization) 8335 (cement bonded particleboards

- boards of Portland or equivalent cement reinforced with fibrous wood particles) (ISO,

1987) dan SNI 03-2105 (papan partikel) (DSN, 1996). Dengan demikian standar

tersebut dapat memberikan gambaran apakah papan gipsum yang dihasilkan telah

memiliki mutu sesuai standar atau tidak. Tabel 1 dibawah ini menunjukan nilai spesifik

(27)

Tabel 1. Standar Papan Gipsum

Modulus Elastisitas (kg/cm2) 29411.765 28.4-29.4 44.1- -

49.0

* Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar

Keteran an g : ISO 8335 (1987) (Cement bonded particleboards)

(Hubner,1985)

aan

CSP = Keteguhan cabut sekrup sejajar permukaan SNI 03 – 2105 (1996) (papan partikel)

(1) Gypsum fibre board – Bison (Hubner, 1985)

(2) Gypsum board flake reinforced – Bison

KCTP = Keteguhan cabut sekrup tegak lurus permuk

K

(28)

2.3 Ke

sebagai "pohon kehidupan" (the tree of

fe) (Asnawi dan Darwis 1985). lapa

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki

peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat

diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman

kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian besar manfaat tanaman kelapa

sehingga ada yang menamakannya

li

Gambar 1 Produksi kelapa

(29)

di Afrika. Asal tanaman ini tidak diketahui karena penyebaran tanaman ini tumbuh

melalui buah yang menyebar di sekitar pantai dari suatu benua kebenua yang lain.

Asal tanaman kelapa masih belum jelas sampai saat ini. Ada pendapat yang

mengatakan bahwa kelapa berasal dari bagian utara Pegunungan Andes di Amerika

Selatan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa kelapa berasal dari daerah Asia

Tenggara (Ohler, 1984). Candolle (1958 di dalam Ohler 1984) mengemukakan

alasa yang mendukung bahwa kelapa berasal dari Asia, diantaranya berdasarkan

pada jumlah varietas dan nama-nama yang biasa di Asia. Thampan (1975)

mengatakan sudah diterima secara luas bahwa tempat asal kelapa bukanlah dari

Benua Amerika, tapi berasal dari salah satu tempat di daerah tropik tua, Malaysia

dan Indonesia adalah tempat yang paling mungkin sebagai daerah asal kelapa.

Oleh karena itu, kelapa mudah ditemui hampir di seluruh wilayah

Nusantara, yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT,

Maluku dan Papua. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal tanaman ini.

Kelapa tumbuh dengan sendirinya maupun sengaja ditanam oleh masyarakat di

pekarangan dan kebun. Sejak abad 19, minyak kelapa telah diperdagangkan oleh

VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindi

Timus, dari Indonesia ke Negeri Belanda. Sebelum Perang Dunia II, Indonesia

merupakan negara pengekspor kopra terbesar di dunia, yaitu sebesar 565.000 ton

pada tahun 1938 (Sudiyanto, 1985).

Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20 –

35 cm, lurus dan tidak bercabang. Normalnya tanaman ini tumbuh tegak lurus pada

permukaan tanah, kecuali pada tanah yang lunak, kelapa seringkali tumbuh miring.

Tajuk dari pohon kelapa yang sudah dewasa akan berbentuk seperti oval.

Daun terdiri dari pelepah daun dan anak daun yang tumbuh simetris di kedua sisi

pelepah. Daun yang masih sangat muda terletak pada bagian pucuk batang dan

anak daunnya belum membuka. Daun tua yang sudah mulai mengering

kadang-kadang masih tergantung pada batang sebelum jatuh ke tanah. Lidi yang kita kenal

sebenarnya merupakan tulang anak daun yang berada di antara dua lembaran daun

pada anak daun. Panjang daun pohon kelapa yang sudah dewasa dapat mencapai 7

(30)

m, sedangkan jumlah daun bervariasi setiap pohonnya, yaitu antara 200-250

lembar.

Karangan bunga kelapa yang biasa disebut manggar tumbuh keluar dari

ketiak daun setelah pohon kelapa mencapai umur tertentu. Biasanya satu tandan

tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun.

Bunga betinanya dalam bahasa Jawa disebut bluluk, dapat dimakan. Cairan manis

yang keluar dari tangkai bunga disebut nira. Bila manggar kelapa disadap niranya,

maka dari manggar tersebut tidak akan dihasilkan buah kelapa.

Bentuk buah kelapa ada yang bulat, oval dan lonjong, dengan berat dan

volume yang bervariasi. Buah kelapa terdiri dari kulit luar dan sabut, tempurung,

daging dan air buah kelapa. Pada bagian ujung tempurung kelapa terdapat tiga

buah mata, dua diantaranya agak keras, sedangkan satu lainnya agak lunak yang

dibawahnya terdapat embrio.

2.4. Budidaya Tanaman (Sejarah, Toksonomi, Morfologi, Budidaya, Dan Gambar Penampang Buah Kelapa).

Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk ke dalam famili Palmae, ordo

Aracules, salah satu anggota terpenting dari klas Monocotyledone, Genus Cocos

adalah monotypic yang hanya mempunya satu-satunya species yaitu Cocos

nucifera L. (Woodroof, 1979).

Kelapa merupakan tanaman tropika yang dapat tumbuh dengan baik pada

kondisi suhu rata-rata diantara 24-29 °C, suhu minimum tidak kurang dari 20 °C,

dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun antara 1700-2000 mm dan tidak

kurang dari 1200 mm.

Tanaman kelapa menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi dengan

jumlah penyinaran tidak kurang dari 2000 jam per tahun. Kelapa dapat tumbuh

pada berbagai jenis tanah. Syarat-syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan

kelapa adalah struktur baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air tanah

letaknya cukup dalam (minimal 1 meter dari permukaan tanah) dan keadaan air

tanah hendaknya dalam keadaan bergerak (tidak menggenang) dengan pH tanah

(31)

Terdapat dua jenis varietas kelapa, yaitu kelapa Genjah (dwarft coconut)

dan kelapa dalam (tall coconut). Hasil persilangan kedua varietas tersebut

dihasilkan kelapa Hibrida yang diharapkan memiliki sifat-sifat baik dari kedua

induknya. Di Indonesia, terdapat beberapa varietas kelapa Dalam diantaranya

adalah Mapanget, Tenga, Bali, Palu, Sawarna dan Takome. Varietas kelapa

Genjah yang dikenal di Indonesia adalah Kelapa Genjah Kuning Nias, Bali, Raja

dan Salak. Kelapa hibrida yang dikenal di Indonesia adalah Kelapa Hibrida

Indonesia KHINA-1 (Dalam Tengah X Genjah Kuning Nias), KHINA-2 ( Dalam

Bali X Genjah Juning Nias), KHINA-3 (Dalam Palu X Genjah Kuning Nias),

KHINA-4 (Dalam Mapanget X Genjah Raja) dan KHINA-5 (Dalam Mapanget X

Genjah Bali) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2007).

Ciri-ciri yang dapat diamati pada Varietas Dalam yaitu mempunyai batang

yang lebih tinggi dan besar, dan dapat tumbuh mencapai 30 meter atau lebih dan

batang biasanya membesar, mulai berbuah usia 6- 8 tahun setelah tanam. Tetapi

dapat mencapai umur 100 tahun atau lebih. Varietas Genjah mempunyai ciri-ciri

bentuk batang ramping dari pangkal sampai ke ujung, tinggi batang mencapai 5

meter atau lebih, dan berbuah lebih cepat (3-4 tahun setelah tanam) (Setyamidjaja,

1984).

Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar

kepala manusia, terdiri dari lima bagian, yaitu esokarp (kulit luar), mesokarp

(sabut), endokarp (tempurung), daging buah dan air kelapa. Buah kelapa disusun

oleh 25% esokarp dan mesokarp, 12% endokarp, 28% daging buah dan 25% air

kelapa (Woodroof, 1979). Daging buah kelapa sendiri mengandung 52% air, 34%

minyak, 3% protein, 1,5% karbohidrat dan 1% abu (Setyamidjaja, 1982).

(32)

Gambar.2 Penampang lintang buah kelapa

Daging buah kelapa segar banyak mengandung lemak dan karbohidrat serta

sejumlah protein. Selain itu kelapa juga mengandung tiamin, asam askorbat,

vitamin A, tokoferol, vitamin B kompleks dan sejumlah mineral seperti Na, K, Ca,

P, S dan Cl (Woodroof, 1979).

2.5 Tempurung Kelapa

Berat dan tebal tempurung sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Kelapa

dalam mempunyai tempurung yang lebih berat dan tebal daripada kelapa Hibrida

dan kelapa Genjah. Tempurung beratnya sekitar 15-19 % bobot buah kelapa

dengan ketebalan 3-5 mm.

(33)

Komposisi kimia tempurung kelapa yang biasa terdiri atas :

1. Selulosa 26,60%,

2. Pentosan 27,70%,

3. Lignin 29,40%,

4. Abu 0,60%,

5. Solvent ekstraktif 4,20%,

6. Uronat anhidrat 3,50%,

7. Nitrogen 0,11%,

8. dan air 8,00%

Analisis finansial pengolahan tempurung dilakukan dengan asumsi,

Analisis dihitung untuk memproses hasil 1 ha kelapa atau sekitar 6.000 butir

tempurung kelapa/ tahun, menghasilkan 15% -19 % dari jumlah seluruh kelapa

yang ada, jadi sekitar 900 tempurung kelapa murni di dapatkan dari 1 hektar kebun

kelapa. Dari gambar dibawah ini dapat digambarkan proses pemamfaatan

(34)

Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar,

sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting, walaupun menjadi

hasil sampingan seperti papan partikel.

2.5.1 Potensi Tempurung

Di basis-basis Petani Kopra – mulai dari Halmahera sampai Natuna dan

Aceh – hasil samping dari industri Kopra, yakni Tempurung, kebanyakan tidak ada

pengolahan lanjut. Hanya di beberapa tempat, tempurung diolah menjadi Arang

dengan teknik tradisional dengan nilai tambah yang rendah. Di berbagai tempat,

Tempurung itu bertumpuk bertahun-tahun, kalau tidak dibakar begitu saja hanya

sekedar untuk membersihkan. Setiap tahun tidak kurang ada 2.600.000 ton

tempurung dari perkebunan rakyat, sedangkan dari perkebunan negara dan Swasta

60.000 ton. Pada saat yang sama, volume ekspor Arang Tempurung kelapa 9.500

ton.

Hal itu menunjukkan bahwa dari sisi ketersediaan bahan baku, Industri

Pengolahan Tempurung bias dikembangkan secara massif di berbagai tempat di

Indonesia, untuk menciptakan lapangan kerja maupun untuk meraih nilai tambah

yang tinggi. Sedangkan dari sisi pasar, semua tahu bahwa krisis energi yang terjadi

di seluruh dunia (yang terlanjur dimanjakan oleh bahan bakar mineral) akan dengan

sendirinya membuka peluang bagi Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam berbagai

bentuk.

2.5. 2 Pemanfaatan saat ini

Secara tradisional, penggunaan produk kelapa adalah untuk konsumsi segar,

dibuat kopra, minyak kelapa, kelapa parut dan santan. Seiring perkembangan pasar

dan dukungan teknologi, permintaan berbagai produk turunan kelapa semakin

meningkat seperti dalam bentuk nata de coco, Virgin Coconut Oil (VCO), tepung

kelapa (desiccated coconut), hydrogenated coco oil, paring oil, crude glycerine,

(35)

Sejak tahun 2000, penggunaan kopra dan butiran kelapa masih meningkat

tetapi dengan laju pertumbuhan sangat kecil. Penggunaan tepung kelapa meningkat

dengan laju 21,9% per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

2007). Sebaliknya penggunaan minyak kelapa cenderung berkurang. Penggunaan

minyak kelapa di dalam negeri yang semakin berkurang diduga terkait dengan

perubahan preferensi konsumen yang lebih menyukai penggunaan minyak kelapa

sawit karena harganya lebih murah.

Produksi arang aktif dan arang tempurung selama ini lebih ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan pasar luar negeri sehingga penggunaan di dalam negeri

hampir tidak ada. Demikian pula untuk produk serat sabut,walaupun terdapat

indikasi bahwa penggunaan serat sabut di dalam negeri mulai berkembang sejak

terjadi krisis ekonomi.

2.6 Karet Alam

Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat

dengan proses tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan

menggunakan empat cara yaitu: Sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan

elektrodekantasi. Diantara keempat cara tersebut sentrifugasi dan pendadihan

merupakan cara yang telah dikembangkan secara komersial sejak lama.

Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan

sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam

terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung

karet kering 60%, sedangkan lateks skimnya masih mengandung karet kering

antara 3-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.

Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti

Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy

(36)

methylcellulosa dan tepung iles- iles. Adanya bahan pendadih menyebabkan

partikel-partikel karet akan membentuk rantai- rantai menjadi butiran yang

garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan

serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil

dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang

dibawah adalah serum.

Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut

ASTM dan SNI. Menurut ASTM lateks pekat dibagi menjadi 3 jenis

berdasarkan sistem pengawetan dan metode pembuatannya yaitu :

Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan

pengawet formaldehida dilanjutkan dengan pengawet amonia.

Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau

dengan pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.

Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan

bahan pengawet sekunder.

Gambar 5 Diagram alir proses pengambilan getah cair Getah cair

Penyadapan Pohon Karet

2.6.1 Cat Lateks akrilik

Binder / Resin adalah bahan baku yang berfungsi membentuk film pada cat

tembok. Kualitas binder yang digunakan akan sangat mempengaruhi cat tembok

yang dihasilkan. Adapun binder yang paling umum dipakai untuk cat tembok

adalah binder yang disebut sebagai "LATEX". Ini bukanlah latex yang disebut

sebagai latex karet alam seperti yang dipakai pada kasur latex, tetapi ini adalah

(37)

polimerisasi juga. Pada dasarnya polimerisasi resin adalah pembentukan

resin/binder dari polymer building block seperti monomers. Memang istilah ini

sangat teknis sekali, tetapi pada dasarnya polymer building block inilah yang

menentukan kualitas dan harga jual latex yang dihasilkan. Prosesnya secara umum

dinamakan EMULSION POLYMERIZATION, dan di Indonesia sendiri ada

beberapa perusahaan yang membuat Latex sebagai bahan baku cat tembok.Pada

umumnya Latex yang dipakai pada cat tembok adalah ACRYLIC TECHNOLOGY,

dimana untuk semua latex yang dibuat diberi embel-embel "acrylic", diantaranya

adalah :

2.6.1.1 Lateks FULL ACRYLIC (atau100% akrilik)

Ini berarti bahan baku didalamnya adalah full acrylic building block, dimana

membawa sifat non-yellowing, high performance, dan fleksibilitas tinggi, sehingga

sangat cocok dipakai untuk aplikasi EXTERIOR. Lateks jenis ini bisa digunakan

juga untuk aplikasi interior, tapi akan sangat over-engineered sekali jika dipakai

untuk aplikasi interior (karena harga lateks ini paling mahal). Pemakaian lateks

jenis ini juga mensyaratkan pemakaian additif yang khusus dan dalam jumlah lebih

besar daripada lateks jenis lainnya.

2.6.1.2 Lateks Styrene Acrylic

Ini adalah jenis lateks yang sekarang bisa dibilang paling populer. Gugus polymer

acrylic dipadukan (dimasak) bersama dengan Styrene Monomers yang berharga

ekonomis, menghasilkan lateks jenis ini. Lateks ini populer karena hanya sedikit

yellowing (tergantung formulasi lateksnya), tetapi menunjukan performance film

yang relatif baik. Beberapa produsen mampu memodifikasi menjadi lateks yang

hanya slightly yellowing (sedikit menguning saja). Gugus Styrene Monomers

sebenarnya adalah bersifat yellowing, tapi dengan formulasi pembentukan lateks

yang tepat, maka sifat yellowingnya bisa ditekan. Lateks yang dihasilkan oleh

produsen ini kemudian diberi embel-embel 2 ini 1, untuk aplikasi interior &

exterior. Banyak produsen cat tembok yang telah meluncurkan cat 2 in 1 jenis ini,

bisa dipastikan adalah menggunakan lateks jenis stryene acrylic.

(38)

2.6.1.3 Lateks Vinil Akrilik

Adalah jenis lateks yang dibilang paling ekonomis. Gugus Vinyl Monomers bersifat

yellowing tetapi berharga murah dicampur dengan Acrylic building block. Untuk

cat tembok murah dengan high pvc biasanya menggunakan jenis lateks ini.

Jenis lateks yang populer diatas banyak dipakai oleh produsen cat tembok di

Indonesia.

Selain ketiga jenis lateks diatas, adapula bahan baku lateks lain yang mulai

menanjak popularitasnya.Yaitu antara lain:

2.6.1.4 VEOVA

Ini adalah modifikasi lateks yang terbuat dari building block acrylic, vinyl acetate,

dan Veova monomers yang diklaim memiliki keunggulan dalam pemakaian interior

dan exterior. Dalam beberapa test, produsen lateks jenis ini menekankan bahwa

untuk aplikasi exterior ekonomis, lateks jenis VEOVA mampu mengungguli daya

tahan exterior lateks jenis Styrene Acrylic.

2.6.1.5 VAE (Vinyl Acetate Ethylene)

Ini adalah teknologi baru yang diperkenalkan sebagai binder pada aplikasi cat

tembok. Seperti diketahui, cat tembok adalah cat berjenis Water-Borne, dimana

dalam formulasinya tidak murni 100% berbahan dasar air, tapi tetap perlu

ditambahkan solvent tertentu untuk membantu mempermudah cat tersebut

mencapai hasil aplikasi yang diinginkan. Adapun karena berkembangnya kesadaran

masyarakat akan pengurangan pencemaran lingkungan, maka sekarang diinginkan

adanya produk dengan label "Green Product", yang berarti tidak mencemari

lingkungan atau sangat minim sekali mencemari lingkungan. Penggunaan solvent

dalam formulasi cat tembok akan menyebabkan cat tersebut memiliki kandungan

VOC (Volatile Organic Compound, atau bahan yang mudah menguap) yang

dituding sebagai biang kerok perusak lingkungan. Adapun dengan pemakaian

lateks berjenis VAE, maka penggunaan solvent sebagai additif cat tembok bisa

(39)

performance cat yang diinginkan. Adapun kekurangannya adalah secara kualitas

dan juga harga menjadi kurang menarik dibanding latex jenis lain (mengurangi

pemakaian solvent tapi harga lateks VAE lebih mahal dan performance kualitas cat

yang dihasilkan masih dibawah lateks jenis lain).

2.7 Uji Fisik. 2.7.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam

densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari

suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk

dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk

density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode

Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (SNI 03-2105

1996):

Mkp = Massa kawat penggantung (gr) ρH2O = Densitas air ( 1 gr/cm3)

2.7.2 Pengujian daya serap air

Daya serap air suatu papan partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya.

Menurut Siagian (1983), semakin besar tekanan kempa, suhu kempa dan kombinasi

keduanya maka makin kecil daya serap air papan serat. Perbedaan daya serap

papan serat terhadap air berhubungan dengan kerapatan papan yang berbanding

terbalik dengan daya serap terhadap air. Semakin besar kerapatan papan maka

makin kecil daya serapnya terhadap air.

(40)

Daya serap air papan serat berkisar antara 14%-67% dan nilai rataan daya

serap air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 150 oC dengan tekanan kempa 0

kg/cm2 yaitu 65,6%, sedangkan daya serap air terkecil terdapat pada kombinasi

suhu 190 oC dengan tekanan kempa 60 kg/cm2 yaitu 14,8% (Siagian, 1983).

Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa kering (Mk),

kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman

selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya (Mb).

Nilai daya serap air papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus ( SNI

03-2105-1996) :

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan

bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan

pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara

perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi

operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau

konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan

datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya

tumbukan kecelakaan.

Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari

pendulum beban yangberayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji

sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya

energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran

ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat

(41)

tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin

rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan

menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan

mudah. Pada Gambar 6 memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode

Charpy

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk

yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu

bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut :

A E

HI  2.3

Dimana : E = Energi yang diserap, J

A = Luas penampang, cm2

HI = Harga Impak, J/cm2

Gambar 6 Model alat uji impak

Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka

kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 (Instruction Manual

Toyo Seiki Izod impact tester).

(42)

2.8.2 Uji Tarik

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan

suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik

benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu,

bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami

benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Skema alat pengujian tarik dengan UTM

Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang

membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara

membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu.

 = F / Ao 2.5

Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan

cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji ( atau L), dengan panjang

awal.

e = / Lo = L/ Lo = ( L - Lo ) / Lo 2.6

Karena tegangan dan regangan dipeoleh dengan cara membagi beban dan

perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan

mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 8. Kedua kurva sering

(43)

Gambar. 8 Kurva Tegangan Regangan teknik ( - )

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada

komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan,

temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam

adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan

pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang

kedua menyatakan keuletan bahan.

2.8.3 Pengujian keteguhan patah (Modulus Of Rupture/MOR).

Pengujian Modulus Of Rupture (MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal

Testing Mechine. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus ( JIS A 5908-2003) :

MOR

2.7

Dengan :

MOR = Modulus of Rupture (Modulus patah) (kg/cm2)

B = Beban maksimum (kg)

(44)

S = Jarak sanga (cm)

l = Lebar spesimen (cm)

t = Tebal spesimen (cm)

Contoh uji yang digunakan berukuran (12 x 2 x 1) cm pada kondisi kering

udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut :

B

 

1 cm

Gambar 9 Cara Pembebanan Pengujian kuat lentur dan kuat patah

2.8.4 Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE)

Pengujian Modulus of Elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan

pengujian keteguhan patah dengan memakaicontoh uji yang sama. Besarnya

defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu.

Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai

dengan persamaan ( JIS A 5908-2003) :

MOE

2.8

Dengan :

MOE = Modulus of Elasticity(Modulus Lentur) (kg/cm2)

B = Beban sebelum batas proporsi (kg)

S = Jarak sangga (cm)

D = Lenturan pada beban (cm)

(45)

t = Tebal spesimen (cm).

2.9 Prinsip Alat Thermal Analyzer (DTA)

Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah

krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang

berisi sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel kosong (pembanding)

disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran

panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar 10, akan terjadi

penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut.

Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh

perbedaan temperature yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi

endotermik.

Apabila temperatur sampel (Ts) lebih besar dari temperatur pembanding (Tr)

maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur sample

(Ts) lebih kecil dari pada temperatur pembanding (Tr) maka reaksi perubahan

yang terjadi adalah reaksi endotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa

terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami

perubahan fisika atau kimian dengan mengeluarkan sejumlah panas yang

mengakibatkat kenaikan Ts lebih besar dari Tr.

Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan

fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah

panas yang mengakibatkan Ts lebih kecil dari Tr seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 10.

(46)

Gambar 10 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA

Gambar 11 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA)

Tetapi apabila terjadi hanya perubahan base line atau membentuk tinggi puncak

endotermik maupun eksotermik yang kecil maka hal itu kemungkinan hanya

terjadi transisi glass dan penyerapan panas. Dari beberapa hasil penelitian telah

diperoleh bahwa adanya fenomena yang disebabkan oleh perubahan sifat

fisika atau kimia yang menyebabkan reaksi eksotermik maupun reaksi

(47)

Tabel 2 Fenomena Reaksi Eksotermik dan Endotermik Suatu Bahan

Fenomena Reaksi Reaksi

Eksotermi Endotermi

NO Perubahan Fisika

(48)

   

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

a. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer di Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ( MIPA ) USU Medan. Untuk Uji

Fisis dan Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA USU Medan serta Uji

termal di PTKI.

b. Waktu penelitiannya dilaksanakan pada tahun 2011.

3.2 Alat dan Bahan

a. Alat yang akan digunakan

- Neraca Analitik

- Alat pencampur/pengaduk

- Seperangkat alat pencetak Matrik dan Komposit

- Seperangkat alat hot Press

- Seperangkat alat uji Mekanik

- Seperangkat alat uji Thermal

- Seperangkat alat uji Fisik

b. Bahan yang akan digunakan

- Tepung Gipsum

- Acrylic latex

- Serbuk tempurung kelapa

(49)

3.3 Prosedur Penelitian

a. Proses pembuatan serbuk tempurung kelapa

Pada penelitian ini dipersiapkan proses pembuatan serbuk tdari tempeurung kelapa.

Adapun prosesnya seperti   diagram alir pembuatan serbuk Tempurung kelapa

berikut ini: 

Serbuk

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Dikeringkan

Dihaluskan dengan cara di tumbuk

Tempurung kelapa

Gambar 12 Diagram alir pembuatan serbuk tempurung kelapa

(50)

b. Proses Pembuatan bahan spesimen penelitian

Proses pembuatan spesimen penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alir

berikut ini:

(51)

3.4 Pengujian Sampel

3.4.1 Pengujian Densitas (Density)

Cara kerja pengujian Densitas diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes

dan mengacu pada standar SNI 03-2105 1996, prosedur yang dilakukan adalah :

1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 1 ) cm 3 terlebih

dahulu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa

kering (Mk).

2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas

tissue lalu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa

basah (Mb).

3. Sampel uji ditimbang dalam air dan angkanya dicatat disebut dengan

massa dalam air (Msg).

Setelah diketahui nilainya, maka Densitas sampel dapat dihitung dengan persamaan

2.1.

3.4.2 Pengujian Serapan Air

Cara pengujian Serapan Air mengacu pada standar SNI 03-2105, 1996,

prosedur yang dilakukan adalah :

1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 1) cm 3 terlebih dahulu

ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa kering (Mk).

2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas

koran lalu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah (Mb).

Setelah diketahui nilainya, maka Serapan Air sampel dapat dihitung dengan

persamaan 2.2.

(52)

3.4.3 Pengujian impak

Cara pengujian impak menggunakan mesin uji Wollpert werkstoff Pruf Maschine

Type CPSA (Metode charpy) dengan menggunakan pendulum 4 Joule. Sampel uji

berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 1,5 cm x 1 cm. Prosedur pengujian impak

sbb:

1. Diatur terlebih dahulu jarum skala penunjuk harga impak pada posisi nol.

2. Diputar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban pada

batas maksimum.

3. Benda uji diletakkan pada dengan posisi mendatar dengan posisi menyamping

arah datangnya pendulum.

4. Tombol pada tangkai pendulum dilepas sehingga pendulum berayun dan

menumbuk benda uji.

5. Dicatat nilai yang dihasilkan skala setelah tumbukan sampel.

6. Hasil skala yang diperoleh dikurang dengan energi kosong sebesar 0,02 joule.

Dari persamaan 2.3 dapat dihitung besar harga impak.

3.4.4 Uji tarik

Pengujian kuat tarik menggunakan mesin uji Tokyo Testing Machine Type-20E

MGF N0. 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Pengukuran kuat tarik mengacu pada

SNI 03-3399-1994.

Adapun prosedur pengujian sbb:

1. Benda uji dipersipakan sesuai dengan gambar dibawah ini:

30 mm

60 mm

Gambar 14 Model Sampel pengujian tarik

2. Benda uji ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian di cengkram dengan

(53)

3. Diberikan beban sebesar 100 Kgf sambil melakukan penarikan dengan

kecepatan pembebanan 10 mm .menit.

4. Dicatat gaya tarik maksimum.

Berdasarkan gaya tarik tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4 maka

nilai kuat tariknya dapat dihitung.

3.4.5 Pengujian Kuat Lentur (Modulus Of Elastis/ MOE).

Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM

C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM (Universal

Testing Machine) adalah :

1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 1 ) cm 3 , kemudian diatur jarak

titik tumpu sebagai dudukan sampel.

2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke

arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke arah on,

maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.P

3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar motor

berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display.

4. Dengan menggunakan persamaan 2.6 , ditentukan kuat lentur.

3.4.6 Pengujian Kuat Patah (Modulus Of Rapture/ MOR).

Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM

C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM

(Universal Testing Machine) adalah :

1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 1 ) cm 3 , kemudian diatur

jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.

2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor

ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke

arah on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.

(54)

3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar

motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel

display.

4. Dengan menggunakan persamaan 2.7 , ditentukan kuat patah.

3.4.7 Pengujian Termal dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal adalah Thermal analyzer

DT-30 Shimadzu, dengan prosedur Pengujian sebagai berikut:

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Benda uji dipotong – potong kecil dengan massa 30 mg. Lalu ditimbang Al2O3

sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Benda uji dan pembanding diletakkan diatas Termocoupel. Di Set Thermocoupel

Platinum Rhodium (PR) 15 mv, dan DTA Range 250 μV.

4. Alat pengukur temperature kemudian di set sampai menunjukkan pada

temperature 650 0C.

5. Pena recorder ditekan dan chart speed di set 2,5 mm/menit dengan laju

pemanasan 10 0C/menit.

6. Dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai

suhu yang diinginkan.

Hasil Pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan Suhu

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Densitas

Hasil pengujian densitas mengacu pada standar SNI 03-2105 (1996) dapat dilihat

pada gambar grafik dibawah ini :

Gambar.4.1.1 Grafik Densitas – vs – komposisi sampel

Dari grafik diatas terlihat bahwa penambahan serbuk tempurung kelapa menaikkan

kerapatan sususan atom spesimen. Ini dapat dilihat bahwa pada komposisi

395:5:100 densitasnya minimum yakni sebesar 1,09 gr/cm3 dan komposisi

375:25:100 densitasnya maksimum yakni sebesar 1,17 gr/cm3. Densitas komposisi

375:25:100 merupakan densitas yang optimum dalam penelitian ini. Dengan

demikian hasil ini dapat membawa perubahan pada karakteristik gipsum itu sendiri

karena adanya perubahan densitas yakni mengalami kenaikan. Besarnya nilai

densitas pada penelitian ini memiliki nilai diatas standar gipsum dimana standar

(56)

densitas gipsum yang ditetapkan untuk papan gipsum sebesar 1 gr/cm3(SNI, 1996)

dan sesuai dengan standar ISO 8335, (1987) yakni  1 gr/cm3.

Dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan plafon gipsum cetakan jaya board

diperoleh bahwa seluruh hasil pengujian spesimen memiliki nilai densitas diatas

nilai densitas plafon gipsum jaya board, dimana hasil densitasnya sebesar 0.55

gr/cm3. Dari hasil ini maka dapat dilihat bahwa penambahan serbuk tempurung

kelapa dengan pengikat lateks acrylic dapat menaikan nilai densitas gipsum.

4.1.2 Daya Serap Air

Dari hasil pengujian serapan air yang dilakukan dapat dilihat dari grafik berikut ini.

Gambar.4.1.2. Grafik daya serap air –vs- komposisi sampel

Dari nilai grafik diatas dapat kita lihat bahwa penambahan serbuk tempurung

kelapa cenderung menurunkan nilai serapan air pada sampel uji dimana pada

komposisi minimum serbuk tempurung kelapa yakni 395:5:100 serapan airnya

sekitar 40% sedangkan pada komposisi maksimum serbuk tempurung kelapa yakni

375:25:100 serapan airnya menjadi 31,7 %. Komposisi 375:25:100 adalah

komposisi yang optimum untuk penyerapan air dalam arti kemampuan serap air

menurun. Ini menunjukan penambahan serbuk tempurung kelapa mempengaruhi

susunan atom spesimen dimana atom – atom serbuk tempurung kelapa cenderung

(57)

pada susunan atom gipsum akibat tersusupi serbuk tempurung kelapa. Nilai yang

diperoleh pada penelitian ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI

03-2105 (1996) yakni maksimum 50% sedangkan pada penelitian ini diperoleh nilai

maksimum sebesar 40%. Dari pengujian plafon gipsum jaya board yang telah

dilakukan dan menjadi standar diperoleh nilai serapan air sebesar 37,4%, dari hasil

ini dapat dilihat bahwa komposisi yang memenuhi standar plafon gipsum jaya

board berada pada komposisi 385:15;100, 380:20:100 dan 375:25:100 dengan nilai

masing – masing 36%, 35,4% dan 31,7%. Dengan demikian bahan serbuk

tempurung kelapa sebagai filler pada penelitian ini masih memenuhi standar plafon

gipsum jaya board pada penambahan serbuk diatas 3%.

4.2 Sifat mekanik 4.2.1 Uji Impak

Dari pengujian impak hasilnya dapat dilihat dari grafik berikut ini :

Gambar 4.2.1 Grafik Uji Impak –vs- Komposisi sampel

Dari tampilan grafik diatas terlihat bahwa adanya kenaikan optimum pada

komposisi tertentu yaitu pada komposisi 390:10:100 yaitu sebesar 1,06 x 10-2 J/cm2

sedangkan pada komposisi lainnya cenderung menurun. Hasil pengujian minimum

berada pada komposisi minimum dan maksimum yakni sebesar 0,6 x 10-2 J/cm2. Ini

menunjukan adanya kecenderungan bahan mengalami kerapuhan ketika komposisi

(58)

serbuk tempurung kelapa bertambah, hasil ini juga mengindikasikan berkurangnya

ikatan antar serbuk menyusun dalam spesimen. Dari pengujian impak yang

dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board diperoleh nilai impak

sebesar 2 x 10-2 J/cm2, sehingga dari hasil ini menunjukan bahwa spesimen

penelitian ini masih memiliki nilai impak dibawah plafon gipsum jaya board.

Dengan demikian maka kemampuan bahan spesimen sangat lemah terhadap

benturan.

4.2.2 Uji Tarik

Dari hasil pengujian tarik yang telah dilakukan terlihat bahwa komposisi serbuk

tempurung kelapa sangat mempengaruhi nilai uji tariknya ini terlihat pada grafik

pengujian berikut ini.

Gambar.4.2.2 Grafik uji tarik –vs- Komposisi sampel

Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa nilai maksimum diperoleh pada komposisi

390:10:100 yakni sebesar 1,47 kPa yang merupakan hasil yang optimum pada

penelitian ini dan nilai minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yakni

sebesar 0,76 kPa. Dari data diatas menunjukkan bahwa penambahan serbuk

tempurung kelapa cenderung mengalami penurunan nilai uji tarik dan ini

membuktikan bahwa adanya kegetasan benda uji karena melemahnya ikatan antar

atom penyusun benda uji tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

(59)

penguatan elemen serbuk. Serta hasil pengujian yang dilakukan oleh Massijaya

(2000) yang menyatakan bahwa ikatan antara partikel serbuk dengan pengikat

hanya ikatan mekanis saja dan tidak ada ikatan yang spesifik yang terjadi sehingga

ikatan antar partikel lebih rendah. Dari pengujian tarik plafon gipsum cetakan jaya

board diperoleh nilai sebesar 90,65 kPa, dari hasil ini menunjukan bahwa seluruh

hasil spesimen penelitian ini masih dibawah nilai uji tarik plafon gipsum jaya

board. Dengan demikian bahwa pencampuran serbuk tempurung kelapa

mengurangi nilai uji tarik spesimen.

4.2.3 Uji Kuat Lentur ( Modulus Of Elastis)

Hasil pengujian yang telah dilakukan pada uji kuat lentur memperlihatkan bahwa

komposisi terbaik pengujian berada pada komposisi 395:05:100 dan 390:10:100

yakni sebesar 6294,64 Kg/cm2 yang merupakan komposisi optimum. Ini dapat kita

lihat dari grafik pengujian berikut ini:

Gambar.4.2.3. Grafik Uji Kuat Lentur – vs- Komposisi sampel

Nilai pengujian minimum berada pada komposisi 375:25:100 yakni sebesar

5916,67 kg/cm2. Ini mengindikasikan adanya penurunan nilai kuat lentur pada

pengujian yang telah dilakukan. Hasil ini juga membuktikan bahwa penambahan

serbuk cenderung memperlemah ikatan atom – atom penyusun bahan uji.

Pelemahan ini diakibatkan karena ikatan yang terjadi antara serbuk dengan

pengikat hanya ikatan mekanis saja, sehingga ada kecenderungan ikatan antar

(60)

partikel menjadi semakin rendah. (Massijaya 2003). Dari pengujian kuat lentur

yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board diperoleh nilai 1578.298

kg/cm2. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai seluruh komposisi

pengujian spesimen masih memiliki nilai diatas nilai uji kuat lentur plafon gipsum

jaya board yang menjadi standar pada pengujian ini dimana nilai pengujian

minimum uji kuat lentur spesimen sebesar 5916,67 kg/cm2.

4.2.4 Uji Kuat Patah (Modulus Of Rapture)

Hasil yang telah didapatkan pada pengujian kuat patah memperlihatkan bahwa

komposisi 390:10:100 merupakan komposisi yang memiliki nilai optimum yakni

sebesar 2,79 MPa Sedangkan komposisi 375:25:100 memiliki nilai pengujian yang

minimu yakni sebesar 2,51 MPa. Nilai pengujian ini dapat kita lihat dari hasil

grafik berikut ini :

Gambar 4.2.4. Grafik Uji Kuat Patah-vs- komposisi sampel

Dari gambar grafik diatas memperlihatkan bahwa komposisi 390:10:100 memiliki

kemampuan yang optimum dari seluruh pengujian mekanis yang telah dilakukan.

Hal ini mengindikasikan adanya homogenisasi seluruh atom penyusun spesimen

pada komposisi yang termaksud diatas. Dalam pengujian mekanis ini terlihat

bahwa adanya kecenderungan melemahnya kekuatan bahan. Hal ini meungkin

Gambar

Tabel 1. Standar Papan Gipsum
Gambar 3 Limbah Tempurung Kelapa
Gambar 5  Diagram alir proses pengambilan getah cair
Gambar  6 Model alat uji impak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama dan yang paling utama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmad dan karunia- Nya sehingga tesis yang

(baja lunak) produk pengecoran terhadap sifat fisis dan mekanis ” menyimpulkan bahwaq setelah proses carburizing suhu 925 C.Hasil pengujian kekerasan pada spesimen

Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl)dan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa

Dengan demikian dapat dipahamin bahwa komposisi 30:20:15 merupakan batas komposisi maksimum untuk menghasilkan nilai uji tarik yang optimum, hasil ini juga menunjukan

Berdasarkan hasil pengujian material serbuk papan pada kayu rangka konstruksi kapal, maka selanjutnya akan dilakukan analisa untuk mengetahui kekuatan dari spesimen

Dan pada pengujian sifat mekanik yang terdiri dari pengujian (stability dan drop test) memenuhi standar dimana stability.. mengalami stabil pada hari ke 6 dan

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis sifat fisis uji densitas, kadar air, dan daya serap air dan sifat mekanis uji MOE dan MOR dari papan partikel berbahan serbuk tempurung

Karakteristik paving block porous yang dihasilkan yaitu semakin banyak campuran serbuk gergaji kayu jati, maka kuat tekan dan densitas semakin rendah, sedangkan daya serap air dan laju