PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK.
TESIS
Oleh
ADI RUSDIANTO
097026029/FIS
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK.
TESIS
Oleh
ADI RUSDIANTO
097026029/FIS
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK.
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
ADI RUSDIANTO
097026029/FIS
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN TESIS
Judul : PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG
KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GiPSUM
PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT LATEKS AKRILIK
Nama : ADI RUSDIANTO
Nomor Induk Mahasiswa : 097026029 Program Studi : Magister Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono,M.Sc,P.hD Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc NIP. 19550706198102 1 002 NIP. 19631026199103 1 001
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono,M.Sc,P.hD Anggota : 1. Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar
Medan, Juni 2011
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Adi Rusdianto
NIM : 097026029
Program Studi : Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT LATEKS AKRILIK Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, Juni 2011
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pemanfaatan serbuk kayu sebagai campuran gipsum plafon dengan bahan pengikat Lateks Acrylix dengan metode hot press. Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa untuk sifat fisis bahan spesimen: Densitas mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan serbuk kayu dimana nilai densitas maksimum diperoleh pada komposisi 375:25:100, dan nilai serapan air minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100. Ini menunjukan kepadatan bahan semakin baik. Untuk sifat mekanik nilai optimum diperoleh pada komposisi 390:10:100 dimana nilai impak 1,06 x 10-2 J/cm2, nilai uji tarik 1,47 kPa, nilai Uji MOE 6294.64 kg/cm2, nilai uji MOR 2.94 MPa. Untuk uji DTA, suhu endotermik yang optimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yaitu sebesar 160 0C. Sedangkan bahan gipsum suhu endotermiknya 135 0C.
UTILIZATION OF COCONUT SHELL POWDER AS THE CEILING WITH MIXED GYPSUM BINDER LATEX ACRYLIC
ABSTRACT
Utilization of research has been conducted as a mixture of sawdust with a binder of gypsum ceiling Acrylix Latex with Hot Press Metod. From the testing that has been done to obtain the physical properties of specimen materials: Density increased in accordance with the addition of sawdust where the maximum density value obtained on the composition 375:25:100, and minimum water uptake value obtained on the composition 375:25:100. This shows the density of the material the better. For optimum mechanical properties obtained on the composition 390:10:100 which impact the value of 1.06 x 10-2 J/cm2, the value of 1.47 kPa tensile test, the Test 6294.64 kg/cm2 MOE, MOR test value 2.94 MPa. To test DTA, endothermic temperature optimum is obtained on the composition 375:25:100 of 160 0C. While the temperature of gypsum materials endotermiknya 135 0C.
Key words: gypsum, coconut shells, Ceiling, Acrylic Latex, physical properties, mechanical properties, DTA
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Tk. 1 dan Tk. 2 yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melaksanakan Program Studi Magister Imu Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. 2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.
3. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
4. Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc. Sekretaris Program Studi Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S., beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
5. Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-setingginya penulis ucapkan kepada Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono, M.Sc., Ph.D., selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, demikian juga kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.
6. Kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Deli Serdang yang telah memotivasi penulis selama dalam pendidikan.
7. Kepada istri yang tercinta dan yang tersayang, Dra. Sri Pajar Ningsih dan anak – anak ku Retno Dian Ningsih, Iman Priadi dan Amalia Putri Ningrum yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis selama dalam pendidikan dan waktu penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara angkatan 2009/2010, khususnya Paino S.Pd, Suriadi, S.Pd., Sri Probowati, S.Pd., dan Johaidin Saragih, S.Si., yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama dalam pendidikan dan penulisan tesis ini. Semoga ini menjadi kebanggaan semua orang-orang yang saya cintai. Semoga kita tetap diberi Taufik dan HidayahNya dalam memanfaatkan segala ilmu yang sudah penulis terima, Amin.
( Adi Rusdianto)
DATA PRIBADI
Nama Lengkap berikut gelar : Drs. Adi Rusdianto Tempat dan Tanggal Lahir : Hekvetia, 24 Juli 1965
Alamat Rumah : Jl. Penampungan II No.73 B Medan
Telepon/HP : 081265296971
Email : Adi_Rus19@yahoo.com
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri I Hamparan Perak
Alamat Kantor : Jl. Titi Payung- Bulu Cina Hamparan Perak
Telepon/Faks/HP : 06176409350
DATA PENDIDIKAN
SD : SDN Helvetia Tamat : 1977
SMP : SMP Swasta Medan Putri Tamat : 1981
SMU : SMA Swasta Medan Putri Tamat : 1984
Strata-1 : Fisika FMIPA USU Tamat : 1992
Strata-2 : Program Studi Magister Fisika USU Tamat : 2011
Halaman
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6.1.3 Lateks Vinylacrylic 19
2.8.3 Pengujian Keteguhan patah (Modulus Of Rapture/MOR) 24 2.8.4 Pengujian kuat lentur ( Modulus Of Elastis/MOE) 25
2.9 Prinsip alat Thermal Analyzer (DTA) 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian 29
3.4.5. Pengujian kuat lentur (Modulus Of Elastis/MOE) 34 3.4.6. Pengujia kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR) 34
3.5.7. Pengujian termal dengan DTA 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis 36
4.1.1 Densitas 36
4.1.2 Daya Serap air 37
4.2.1 Uji Impak 38
4.2.2 Uji tarik 39
4.2.3 Uji kuat lentur ( Modulus Of Elastis/MOE) 40 4.2.4 Uji kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR) 41
4.3. Uji DTA (Sifat Termal) 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 46
5.2 Saran 47
DAFTAR PUSTAKA 48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel .1 Standar papan gipsum 8
Tabel .2 Penomena reaksi Eksotermik dan Endotermik suatu bahan 28
Halaman
Gambar .1 Produksi kelapa 9
Gambar .2 Penampang Lintang buah kelapa 13
Gambar .3 Limbah tempurung kelapa 13
Gambar .4 Bagan Pemanfaatan kelapa 14
Gambar .5 Diagram alir proses pengambilan getah cair 17
Gambar .6 Model alat uji impak 22
Gambar .7 Skema alat pengujian tarik dengan UTM 23 Gambar .8 Kurva tegangan – regangan teknik 24 Gambar .9 Cara pembebanan pengujian kuat lentur dan kuat patah 25 Gambar .10 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA 27 Gambar .11 Kurva Ideal Differential Thermal Anaysis (DTA) 27 Gambar .12 Diagram alir pembuatan serbuk tempurung kelapa 30 Gambar .13 Diagram alir pembuatan dan karakteristik spesimen 31
Gambar .14 Model sampel pengujian tarik 33
Gambar .4.1 Grafik densitas –vs- komposisi sampel 36 Gambar .4.2 Grafik daya serap air –vs- komposisi sampel 37 Gambar .4.3 Grafik uji impak –vs- komposisi sampel 38 Gambar 4.4 Grafik Uji tarik –vs- komposisi sampel 39 Gambar 4.5 Grafik uji kuat lentur –vs- komposisi sampel 40 Gambar 4.6 Grafik uji kuat patah –vs- komposisi sampel 41 Gambar 4.3.1 Uji DTA komposisi 395:5:100 43 Gambar 4.3.2 Uji DTA komposisi 375:25:100 44
Halaman
Lampiran II Metode Perhitungan 50
Lampiran II Perhitungan Plafon Gipsum Jaya Board 55 Lampiran III Gambar Perangkat Pembuatan dan Pengujian Sampel 56
PEMANFAATAN SERBUK TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT
LATEKS AKRILIK
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pemanfaatan serbuk kayu sebagai campuran gipsum plafon dengan bahan pengikat Lateks Acrylix dengan metode hot press. Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa untuk sifat fisis bahan spesimen: Densitas mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan serbuk kayu dimana nilai densitas maksimum diperoleh pada komposisi 375:25:100, dan nilai serapan air minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100. Ini menunjukan kepadatan bahan semakin baik. Untuk sifat mekanik nilai optimum diperoleh pada komposisi 390:10:100 dimana nilai impak 1,06 x 10-2 J/cm2, nilai uji tarik 1,47 kPa, nilai Uji MOE 6294.64 kg/cm2, nilai uji MOR 2.94 MPa. Untuk uji DTA, suhu endotermik yang optimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yaitu sebesar 160 0C. Sedangkan bahan gipsum suhu endotermiknya 135 0C.
UTILIZATION OF COCONUT SHELL POWDER AS THE CEILING WITH MIXED GYPSUM BINDER LATEX ACRYLIC
ABSTRACT
Utilization of research has been conducted as a mixture of sawdust with a binder of gypsum ceiling Acrylix Latex with Hot Press Metod. From the testing that has been done to obtain the physical properties of specimen materials: Density increased in accordance with the addition of sawdust where the maximum density value obtained on the composition 375:25:100, and minimum water uptake value obtained on the composition 375:25:100. This shows the density of the material the better. For optimum mechanical properties obtained on the composition 390:10:100 which impact the value of 1.06 x 10-2 J/cm2, the value of 1.47 kPa tensile test, the Test 6294.64 kg/cm2 MOE, MOR test value 2.94 MPa. To test DTA, endothermic temperature optimum is obtained on the composition 375:25:100 of 160 0C. While the temperature of gypsum materials endotermiknya 135 0C.
Key words: gypsum, coconut shells, Ceiling, Acrylic Latex, physical properties, mechanical properties, DTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak digunakan masyarakat.
Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai penutup
atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes
memiliki bobot yang ringan sehingga tidak membutuhkan konstruksi gording yang
khusus. Asbes plat biasanya digunakan untuk plafon atau partisi. Karena sifatnya
yang tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada
isolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik.
Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan yang sangat berbahaya,
karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih
tipis dari1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut dalam
air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit.
Asbes dapat membahayakan tubuh kita jika ada bagian asbes yang rusak,
sehingga serat-seratnya bisa lepas, ini sangat berbahaya karena sulit untuk
mendeteksi bagaimanakah yang dikatakan asbes rusak, dan terkadang kita tidak
sadar kalau asbes yang kita gunakan sudah rusak. Kondisi lain yang sangat
beresiko adalah saat asbes yang diperbaiki atau dipotong akan mengeluarkan
serpihan yang berupa serbuk yang sangat berbahaya bagi paru-paru. (Diana
` Penyakit karena asbes antara lain adalah:
1. Asbestosis yaitu luka pada paru-paru hingga kesulitan bernafas dan dapat
mengakibatkan kematian.
2. Mesothelioma, sejenis kanker yang menyerang selaput pada perut dan dada,
muncul gejalanya setelah 20-30 tahun sejak pertama kali menghirup serat
asbes.
3. Kanker paru-paru, biasanya asbes putih penyebab utama penyakit kanker
paru-paru. (Jurnal Kedokteran Trisakti).
Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya
seperti di China, USA, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini
disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker bagi para
pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003). Sejak tahun 2001 pemerintah sudah
melarang penjualan asbes. Solusi pengganti pengganti plafon asbes adalah papan
gipsum plafon.
Perkebunan kelapa di Indonesia sangat luas dan banyak pabrik yang
setiap hari mengolah kelapa. Tempurung kelapa merupakan bahan yang tidak
digunakan dalam proses produksi, sehingga berton-ton tempurung kelapa dapat
dihasilkan setiap harinya. Tempurung kelapa mempunyai karakteristik fisik dan
mekanik yang baik yaitu kekerasan dan kerapatannya tinggi serta serapan airnya
rendah (Morshed, 2004). Dari sifat-sifat tersebut maka tempurung kelapa
memiliki potensi sebagai bahan alternatif serat penguat bahan friksi non-asbes.
Dua faktor penting dalam pembuatan bahan friksi adalah memiliki performa
friksi yang baik dan harganya relatif murah.
Secara umum, zat penyusun di dalam bahan friksi terdiri dari serat,
bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengikat terdiri dari berbagai jenis resin
diantaranya phenolic, epoxy, silicone dan rubber. Resin tersebut berfungsi untuk
mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan friksi. Bahan pengikat dapat
membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah untuk
membuat bahan plafon sebagai pengganti asbes sebagaimana yang telah
disebutkan bahwa bahan asbes sangat tidak baik pada kesehatan khususnya
paru – paru.
Dengan menambahkan serbuk tempurung kelapa pada komposit gipsum
dan perekat perekat lateks akrilik diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dan
sifat fisis serta sifat tahan air komposit gipsum plafon sehingga dapat digunakan
untuk pembuatan plafon atau asbes.
Berdasarkan uraian di atas perumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah:
a. Berapa besar peningkatan sifat mekanik gipsum plafon dengan serbuk
tempurung kelapa dan campuran pengikat lateks akrilik dibanding dengan
yang konvensional.
b. Bagaimana tingkat densitas dan daya serap air ( sifat fisis ) gipsum dengan
penambahan serbuk tempurung kelapa dan pengikat lateks akrilik.
c. Dengan pertimbangan peningkatan sifat mekanik , sifat fisis dan sifat tahan
air akan ditentukan komposisi serbuk tempurung kelapa untuk diaplikasikan
dalam pembuatan plafon .
d. Berapa besar pengaruh termal yang dihasilkan pada pembuatan plafon dari
campuran gypsum dan serbuk tempurung kelapa dengan bahan perekat lateks.
e. Apakah papan gypsum plafon yang dibuat telah memenuhi standar?
1.3 Batasan masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan serbuk tempurung kelapa
sembarang, gipsum dan perekat lateks akrilik.
2. Pengujian yang dilakukan meliputi :
* Sifat fisis
a. Densitas
b. Penyerapan air
a. Uji kuat patah (Modulus Of Rapture/MOR)
b. Uji kuat lentur ( Modulus Of Elastis)
b. Uji Tarik
c. Uji impak
* Sifat thermal (Uji DTA)
- Endotermik
- Eksotermik
1.4 Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pengetahuan tentang
manfaat serbuk tempurung kelapa sebagai campuran gipsum untuk
pembuatan plafon.
b. Mendorong penggunaan bahan pengganti asbes dalam memenuhi kebutuhan
bahan bangunan yang lebih berkualitas, mudah didapat, ramah
lingkungan dan dapat terbaharui.
c. Memaksimalkan dan memberi nilai tambah pemanfaatan serbuk tempurung
kelapa sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.
d. Memanfaatkan limbah tempurung kelapa untuk pembuatan plafon.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Membuat papan gipsum plafon dengan bahan pengisi serbuk tempurung
kelapa
2. Mengetahui pengaruh penambahan serbuk tempurung kelapa pada
pembuatan plafon dengan perekat lateks akrilik terhadap sifat fisis,
mekanik dan thermal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gipsum
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air
laut,kemudian dipanaskan pada suhu 1750C yang sering disebut dengan nama
STUCCO. Gipsum adalah salah satu mineral terbanyak dalam lingkungan sedimen
yaaitu batu yang terdiri dari mineral yang diproduksi secara besar-besaran yang
biasanya dengan persitipasi dari air asin. Gipsum adalah penyekat alami, hangat
bila disentuh dibandingkan dengan batubata.
Adapun komposisi kimia bahan gipsum adalah:
1. Calcium (Ca) : 23,28 %
2. Hidrogen (H) : 2,34 %
3. Calcium Oksida (CaO) : 32,57 %
4. Air (H2O) : 20,93 %
5. Sulfur (S) : 18,62 %
Adapun sifat Fisis Gipsum adalah:
1. Warna : putih, kuning,abu-abu, merah jingga, hitam bila tak murni
2. Spesifik grafity : 2,31 - 2,35
3. Keras seperti mutiara terutama permukaan
4. Bentuk mineral : Kristalin, serabut dan masif
5. Kilap seperti sutera
6. Konduktivitasnya rendah
Sedangkan Sifat kimia gipsum adalah:
1. Pada umumnya mengandung SO3 = 46,5 % ; CaO = 32,4 % ; H2O = 20,9
%
2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8 gram
0
C
an selenit. Warna gypsum mulai dari putih,
kekuning-sum sintetik dari air kawah dan gipkekuning-sum sintetik hasil sampingan industri
enjadi lebih kuat apabila mengalami
untuk dihias. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70 - 90
3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3
Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam, gipsum merupakan mineral
hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air, atau dengan rumus kimia
CaSO4-2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Jenis-jenis batuannya adalah
sanitspar,alabaster,gypsite d
kuningan sampai abu-abu.
Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum
sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam,sedangkan gipsum sintetik
adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari: gipsum sintetik dari air
laut, gip
kimia.
Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate.
Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan m
penekanan( Gypsum Association, 2007).
Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang terdiri
dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada permukaannya.
Ini adalah terminologi yang dipilih untuk produk lembaran gipsum yang didisain
untuk digunakan sebagai dinding, langit-langit atau plafon dan memilki
kemampuan
ketebalan.
Gipsum (CaSO4.2H2O) mempunyai kelompok yang terdiri dari gypsum batuan,
gipsit alabaster, satin spar, dan selenit. Gipsum umumnya berwarna putih, namun
terdapat variasi warna lain, seperti warna kuning, abu-abu, merah jingga, dan
hitam, hal ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gypsum.
Gipsum umumnya mempunyai sifat lunak, pejal, kekerasan 1,5 – 2 (skala mohs),
berat jenis 2,31 – 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/l pada 0 0C yang meningkat
menjadi 2,1 gr/l pada 40 0C, tapi menurun lagi ketika suhu semakin tinggi.
Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan ketebalan yang bervariasi.
Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses evaporasi air
laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah. Sebagai mineral
evaporit, endapan gypsum berbentuk lapisan di antara batuan-batuan sedimen
batugamping, serpih merah, batupasir, lempung, dan garam batu, serta sering pula
berbentuk endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan sedimen. Gipsum dapat
diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya (Berry, 1959), yaitu: endapan danau
garam, berasosiasi dengan belerang, terbentuk sekitar fumarol volkanik, efflorescence
pada tanah atau goa-goa kapur, tudung kubah garam, penudung oksida besi (gossan)
ada endapan pirit di daerah batugamping. (www. Tekmira) p
2.2 Standar Papan Gipsum
Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar
pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi, luas,
nilai dan kualitas (Guralnik, 1979). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada
penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari Bison (Hubner, 1985) sebagai
pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga
standar ISO ( International Standard Organization) 8335 (cement bonded particleboards
- boards of Portland or equivalent cement reinforced with fibrous wood particles) (ISO,
1987) dan SNI 03-2105 (papan partikel) (DSN, 1996). Dengan demikian standar
tersebut dapat memberikan gambaran apakah papan gipsum yang dihasilkan telah
memiliki mutu sesuai standar atau tidak. Tabel 1 dibawah ini menunjukan nilai spesifik
Tabel 1. Standar Papan Gipsum
Modulus Elastisitas (kg/cm2) 29411.765 28.4-29.4 44.1- -
49.0
* Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar
Keteran an g : ISO 8335 (1987) (Cement bonded particleboards)
(Hubner,1985)
aan
CSP = Keteguhan cabut sekrup sejajar permukaan SNI 03 – 2105 (1996) (papan partikel)
(1) Gypsum fibre board – Bison (Hubner, 1985)
(2) Gypsum board flake reinforced – Bison
KCTP = Keteguhan cabut sekrup tegak lurus permuk
K
2.3 Ke
sebagai "pohon kehidupan" (the tree of
fe) (Asnawi dan Darwis 1985). lapa
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki
peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat
diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman
kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian besar manfaat tanaman kelapa
sehingga ada yang menamakannya
li
Gambar 1 Produksi kelapa
di Afrika. Asal tanaman ini tidak diketahui karena penyebaran tanaman ini tumbuh
melalui buah yang menyebar di sekitar pantai dari suatu benua kebenua yang lain.
Asal tanaman kelapa masih belum jelas sampai saat ini. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa kelapa berasal dari bagian utara Pegunungan Andes di Amerika
Selatan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa kelapa berasal dari daerah Asia
Tenggara (Ohler, 1984). Candolle (1958 di dalam Ohler 1984) mengemukakan
alasa yang mendukung bahwa kelapa berasal dari Asia, diantaranya berdasarkan
pada jumlah varietas dan nama-nama yang biasa di Asia. Thampan (1975)
mengatakan sudah diterima secara luas bahwa tempat asal kelapa bukanlah dari
Benua Amerika, tapi berasal dari salah satu tempat di daerah tropik tua, Malaysia
dan Indonesia adalah tempat yang paling mungkin sebagai daerah asal kelapa.
Oleh karena itu, kelapa mudah ditemui hampir di seluruh wilayah
Nusantara, yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT,
Maluku dan Papua. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal tanaman ini.
Kelapa tumbuh dengan sendirinya maupun sengaja ditanam oleh masyarakat di
pekarangan dan kebun. Sejak abad 19, minyak kelapa telah diperdagangkan oleh
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindi
Timus, dari Indonesia ke Negeri Belanda. Sebelum Perang Dunia II, Indonesia
merupakan negara pengekspor kopra terbesar di dunia, yaitu sebesar 565.000 ton
pada tahun 1938 (Sudiyanto, 1985).
Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20 –
35 cm, lurus dan tidak bercabang. Normalnya tanaman ini tumbuh tegak lurus pada
permukaan tanah, kecuali pada tanah yang lunak, kelapa seringkali tumbuh miring.
Tajuk dari pohon kelapa yang sudah dewasa akan berbentuk seperti oval.
Daun terdiri dari pelepah daun dan anak daun yang tumbuh simetris di kedua sisi
pelepah. Daun yang masih sangat muda terletak pada bagian pucuk batang dan
anak daunnya belum membuka. Daun tua yang sudah mulai mengering
kadang-kadang masih tergantung pada batang sebelum jatuh ke tanah. Lidi yang kita kenal
sebenarnya merupakan tulang anak daun yang berada di antara dua lembaran daun
pada anak daun. Panjang daun pohon kelapa yang sudah dewasa dapat mencapai 7
m, sedangkan jumlah daun bervariasi setiap pohonnya, yaitu antara 200-250
lembar.
Karangan bunga kelapa yang biasa disebut manggar tumbuh keluar dari
ketiak daun setelah pohon kelapa mencapai umur tertentu. Biasanya satu tandan
tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun.
Bunga betinanya dalam bahasa Jawa disebut bluluk, dapat dimakan. Cairan manis
yang keluar dari tangkai bunga disebut nira. Bila manggar kelapa disadap niranya,
maka dari manggar tersebut tidak akan dihasilkan buah kelapa.
Bentuk buah kelapa ada yang bulat, oval dan lonjong, dengan berat dan
volume yang bervariasi. Buah kelapa terdiri dari kulit luar dan sabut, tempurung,
daging dan air buah kelapa. Pada bagian ujung tempurung kelapa terdapat tiga
buah mata, dua diantaranya agak keras, sedangkan satu lainnya agak lunak yang
dibawahnya terdapat embrio.
2.4. Budidaya Tanaman (Sejarah, Toksonomi, Morfologi, Budidaya, Dan Gambar Penampang Buah Kelapa).
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk ke dalam famili Palmae, ordo
Aracules, salah satu anggota terpenting dari klas Monocotyledone, Genus Cocos
adalah monotypic yang hanya mempunya satu-satunya species yaitu Cocos
nucifera L. (Woodroof, 1979).
Kelapa merupakan tanaman tropika yang dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi suhu rata-rata diantara 24-29 °C, suhu minimum tidak kurang dari 20 °C,
dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun antara 1700-2000 mm dan tidak
kurang dari 1200 mm.
Tanaman kelapa menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi dengan
jumlah penyinaran tidak kurang dari 2000 jam per tahun. Kelapa dapat tumbuh
pada berbagai jenis tanah. Syarat-syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan
kelapa adalah struktur baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air tanah
letaknya cukup dalam (minimal 1 meter dari permukaan tanah) dan keadaan air
tanah hendaknya dalam keadaan bergerak (tidak menggenang) dengan pH tanah
Terdapat dua jenis varietas kelapa, yaitu kelapa Genjah (dwarft coconut)
dan kelapa dalam (tall coconut). Hasil persilangan kedua varietas tersebut
dihasilkan kelapa Hibrida yang diharapkan memiliki sifat-sifat baik dari kedua
induknya. Di Indonesia, terdapat beberapa varietas kelapa Dalam diantaranya
adalah Mapanget, Tenga, Bali, Palu, Sawarna dan Takome. Varietas kelapa
Genjah yang dikenal di Indonesia adalah Kelapa Genjah Kuning Nias, Bali, Raja
dan Salak. Kelapa hibrida yang dikenal di Indonesia adalah Kelapa Hibrida
Indonesia KHINA-1 (Dalam Tengah X Genjah Kuning Nias), KHINA-2 ( Dalam
Bali X Genjah Juning Nias), KHINA-3 (Dalam Palu X Genjah Kuning Nias),
KHINA-4 (Dalam Mapanget X Genjah Raja) dan KHINA-5 (Dalam Mapanget X
Genjah Bali) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2007).
Ciri-ciri yang dapat diamati pada Varietas Dalam yaitu mempunyai batang
yang lebih tinggi dan besar, dan dapat tumbuh mencapai 30 meter atau lebih dan
batang biasanya membesar, mulai berbuah usia 6- 8 tahun setelah tanam. Tetapi
dapat mencapai umur 100 tahun atau lebih. Varietas Genjah mempunyai ciri-ciri
bentuk batang ramping dari pangkal sampai ke ujung, tinggi batang mencapai 5
meter atau lebih, dan berbuah lebih cepat (3-4 tahun setelah tanam) (Setyamidjaja,
1984).
Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar
kepala manusia, terdiri dari lima bagian, yaitu esokarp (kulit luar), mesokarp
(sabut), endokarp (tempurung), daging buah dan air kelapa. Buah kelapa disusun
oleh 25% esokarp dan mesokarp, 12% endokarp, 28% daging buah dan 25% air
kelapa (Woodroof, 1979). Daging buah kelapa sendiri mengandung 52% air, 34%
minyak, 3% protein, 1,5% karbohidrat dan 1% abu (Setyamidjaja, 1982).
Gambar.2 Penampang lintang buah kelapa
Daging buah kelapa segar banyak mengandung lemak dan karbohidrat serta
sejumlah protein. Selain itu kelapa juga mengandung tiamin, asam askorbat,
vitamin A, tokoferol, vitamin B kompleks dan sejumlah mineral seperti Na, K, Ca,
P, S dan Cl (Woodroof, 1979).
2.5 Tempurung Kelapa
Berat dan tebal tempurung sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Kelapa
dalam mempunyai tempurung yang lebih berat dan tebal daripada kelapa Hibrida
dan kelapa Genjah. Tempurung beratnya sekitar 15-19 % bobot buah kelapa
dengan ketebalan 3-5 mm.
Komposisi kimia tempurung kelapa yang biasa terdiri atas :
1. Selulosa 26,60%,
2. Pentosan 27,70%,
3. Lignin 29,40%,
4. Abu 0,60%,
5. Solvent ekstraktif 4,20%,
6. Uronat anhidrat 3,50%,
7. Nitrogen 0,11%,
8. dan air 8,00%
Analisis finansial pengolahan tempurung dilakukan dengan asumsi,
Analisis dihitung untuk memproses hasil 1 ha kelapa atau sekitar 6.000 butir
tempurung kelapa/ tahun, menghasilkan 15% -19 % dari jumlah seluruh kelapa
yang ada, jadi sekitar 900 tempurung kelapa murni di dapatkan dari 1 hektar kebun
kelapa. Dari gambar dibawah ini dapat digambarkan proses pemamfaatan
Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar,
sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting, walaupun menjadi
hasil sampingan seperti papan partikel.
2.5.1 Potensi Tempurung
Di basis-basis Petani Kopra – mulai dari Halmahera sampai Natuna dan
Aceh – hasil samping dari industri Kopra, yakni Tempurung, kebanyakan tidak ada
pengolahan lanjut. Hanya di beberapa tempat, tempurung diolah menjadi Arang
dengan teknik tradisional dengan nilai tambah yang rendah. Di berbagai tempat,
Tempurung itu bertumpuk bertahun-tahun, kalau tidak dibakar begitu saja hanya
sekedar untuk membersihkan. Setiap tahun tidak kurang ada 2.600.000 ton
tempurung dari perkebunan rakyat, sedangkan dari perkebunan negara dan Swasta
60.000 ton. Pada saat yang sama, volume ekspor Arang Tempurung kelapa 9.500
ton.
Hal itu menunjukkan bahwa dari sisi ketersediaan bahan baku, Industri
Pengolahan Tempurung bias dikembangkan secara massif di berbagai tempat di
Indonesia, untuk menciptakan lapangan kerja maupun untuk meraih nilai tambah
yang tinggi. Sedangkan dari sisi pasar, semua tahu bahwa krisis energi yang terjadi
di seluruh dunia (yang terlanjur dimanjakan oleh bahan bakar mineral) akan dengan
sendirinya membuka peluang bagi Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam berbagai
bentuk.
2.5. 2 Pemanfaatan saat ini
Secara tradisional, penggunaan produk kelapa adalah untuk konsumsi segar,
dibuat kopra, minyak kelapa, kelapa parut dan santan. Seiring perkembangan pasar
dan dukungan teknologi, permintaan berbagai produk turunan kelapa semakin
meningkat seperti dalam bentuk nata de coco, Virgin Coconut Oil (VCO), tepung
kelapa (desiccated coconut), hydrogenated coco oil, paring oil, crude glycerine,
Sejak tahun 2000, penggunaan kopra dan butiran kelapa masih meningkat
tetapi dengan laju pertumbuhan sangat kecil. Penggunaan tepung kelapa meningkat
dengan laju 21,9% per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
2007). Sebaliknya penggunaan minyak kelapa cenderung berkurang. Penggunaan
minyak kelapa di dalam negeri yang semakin berkurang diduga terkait dengan
perubahan preferensi konsumen yang lebih menyukai penggunaan minyak kelapa
sawit karena harganya lebih murah.
Produksi arang aktif dan arang tempurung selama ini lebih ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pasar luar negeri sehingga penggunaan di dalam negeri
hampir tidak ada. Demikian pula untuk produk serat sabut,walaupun terdapat
indikasi bahwa penggunaan serat sabut di dalam negeri mulai berkembang sejak
terjadi krisis ekonomi.
2.6 Karet Alam
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat
dengan proses tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan
menggunakan empat cara yaitu: Sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan
elektrodekantasi. Diantara keempat cara tersebut sentrifugasi dan pendadihan
merupakan cara yang telah dikembangkan secara komersial sejak lama.
Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan
sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam
terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung
karet kering 60%, sedangkan lateks skimnya masih mengandung karet kering
antara 3-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.
Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti
Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy
methylcellulosa dan tepung iles- iles. Adanya bahan pendadih menyebabkan
partikel-partikel karet akan membentuk rantai- rantai menjadi butiran yang
garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan
serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil
dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang
dibawah adalah serum.
Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut
ASTM dan SNI. Menurut ASTM lateks pekat dibagi menjadi 3 jenis
berdasarkan sistem pengawetan dan metode pembuatannya yaitu :
Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan
pengawet formaldehida dilanjutkan dengan pengawet amonia.
Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau
dengan pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.
Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan
bahan pengawet sekunder.
Gambar 5 Diagram alir proses pengambilan getah cair Getah cair
Penyadapan Pohon Karet
2.6.1 Cat Lateks akrilik
Binder / Resin adalah bahan baku yang berfungsi membentuk film pada cat
tembok. Kualitas binder yang digunakan akan sangat mempengaruhi cat tembok
yang dihasilkan. Adapun binder yang paling umum dipakai untuk cat tembok
adalah binder yang disebut sebagai "LATEX". Ini bukanlah latex yang disebut
sebagai latex karet alam seperti yang dipakai pada kasur latex, tetapi ini adalah
polimerisasi juga. Pada dasarnya polimerisasi resin adalah pembentukan
resin/binder dari polymer building block seperti monomers. Memang istilah ini
sangat teknis sekali, tetapi pada dasarnya polymer building block inilah yang
menentukan kualitas dan harga jual latex yang dihasilkan. Prosesnya secara umum
dinamakan EMULSION POLYMERIZATION, dan di Indonesia sendiri ada
beberapa perusahaan yang membuat Latex sebagai bahan baku cat tembok.Pada
umumnya Latex yang dipakai pada cat tembok adalah ACRYLIC TECHNOLOGY,
dimana untuk semua latex yang dibuat diberi embel-embel "acrylic", diantaranya
adalah :
2.6.1.1 Lateks FULL ACRYLIC (atau100% akrilik)
Ini berarti bahan baku didalamnya adalah full acrylic building block, dimana
membawa sifat non-yellowing, high performance, dan fleksibilitas tinggi, sehingga
sangat cocok dipakai untuk aplikasi EXTERIOR. Lateks jenis ini bisa digunakan
juga untuk aplikasi interior, tapi akan sangat over-engineered sekali jika dipakai
untuk aplikasi interior (karena harga lateks ini paling mahal). Pemakaian lateks
jenis ini juga mensyaratkan pemakaian additif yang khusus dan dalam jumlah lebih
besar daripada lateks jenis lainnya.
2.6.1.2 Lateks Styrene Acrylic
Ini adalah jenis lateks yang sekarang bisa dibilang paling populer. Gugus polymer
acrylic dipadukan (dimasak) bersama dengan Styrene Monomers yang berharga
ekonomis, menghasilkan lateks jenis ini. Lateks ini populer karena hanya sedikit
yellowing (tergantung formulasi lateksnya), tetapi menunjukan performance film
yang relatif baik. Beberapa produsen mampu memodifikasi menjadi lateks yang
hanya slightly yellowing (sedikit menguning saja). Gugus Styrene Monomers
sebenarnya adalah bersifat yellowing, tapi dengan formulasi pembentukan lateks
yang tepat, maka sifat yellowingnya bisa ditekan. Lateks yang dihasilkan oleh
produsen ini kemudian diberi embel-embel 2 ini 1, untuk aplikasi interior &
exterior. Banyak produsen cat tembok yang telah meluncurkan cat 2 in 1 jenis ini,
bisa dipastikan adalah menggunakan lateks jenis stryene acrylic.
2.6.1.3 Lateks Vinil Akrilik
Adalah jenis lateks yang dibilang paling ekonomis. Gugus Vinyl Monomers bersifat
yellowing tetapi berharga murah dicampur dengan Acrylic building block. Untuk
cat tembok murah dengan high pvc biasanya menggunakan jenis lateks ini.
Jenis lateks yang populer diatas banyak dipakai oleh produsen cat tembok di
Indonesia.
Selain ketiga jenis lateks diatas, adapula bahan baku lateks lain yang mulai
menanjak popularitasnya.Yaitu antara lain:
2.6.1.4 VEOVA
Ini adalah modifikasi lateks yang terbuat dari building block acrylic, vinyl acetate,
dan Veova monomers yang diklaim memiliki keunggulan dalam pemakaian interior
dan exterior. Dalam beberapa test, produsen lateks jenis ini menekankan bahwa
untuk aplikasi exterior ekonomis, lateks jenis VEOVA mampu mengungguli daya
tahan exterior lateks jenis Styrene Acrylic.
2.6.1.5 VAE (Vinyl Acetate Ethylene)
Ini adalah teknologi baru yang diperkenalkan sebagai binder pada aplikasi cat
tembok. Seperti diketahui, cat tembok adalah cat berjenis Water-Borne, dimana
dalam formulasinya tidak murni 100% berbahan dasar air, tapi tetap perlu
ditambahkan solvent tertentu untuk membantu mempermudah cat tersebut
mencapai hasil aplikasi yang diinginkan. Adapun karena berkembangnya kesadaran
masyarakat akan pengurangan pencemaran lingkungan, maka sekarang diinginkan
adanya produk dengan label "Green Product", yang berarti tidak mencemari
lingkungan atau sangat minim sekali mencemari lingkungan. Penggunaan solvent
dalam formulasi cat tembok akan menyebabkan cat tersebut memiliki kandungan
VOC (Volatile Organic Compound, atau bahan yang mudah menguap) yang
dituding sebagai biang kerok perusak lingkungan. Adapun dengan pemakaian
lateks berjenis VAE, maka penggunaan solvent sebagai additif cat tembok bisa
performance cat yang diinginkan. Adapun kekurangannya adalah secara kualitas
dan juga harga menjadi kurang menarik dibanding latex jenis lain (mengurangi
pemakaian solvent tapi harga lateks VAE lebih mahal dan performance kualitas cat
yang dihasilkan masih dibawah lateks jenis lain).
2.7 Uji Fisik. 2.7.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari
suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk
dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk
density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode
Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (SNI 03-2105
1996):
Mkp = Massa kawat penggantung (gr) ρH2O = Densitas air ( 1 gr/cm3)
2.7.2 Pengujian daya serap air
Daya serap air suatu papan partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya.
Menurut Siagian (1983), semakin besar tekanan kempa, suhu kempa dan kombinasi
keduanya maka makin kecil daya serap air papan serat. Perbedaan daya serap
papan serat terhadap air berhubungan dengan kerapatan papan yang berbanding
terbalik dengan daya serap terhadap air. Semakin besar kerapatan papan maka
makin kecil daya serapnya terhadap air.
Daya serap air papan serat berkisar antara 14%-67% dan nilai rataan daya
serap air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 150 oC dengan tekanan kempa 0
kg/cm2 yaitu 65,6%, sedangkan daya serap air terkecil terdapat pada kombinasi
suhu 190 oC dengan tekanan kempa 60 kg/cm2 yaitu 14,8% (Siagian, 1983).
Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa kering (Mk),
kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman
selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya (Mb).
Nilai daya serap air papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus ( SNI
03-2105-1996) :
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan
bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara
perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau
konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan
datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya
tumbukan kecelakaan.
Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yangberayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya
energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran
ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin
rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan
menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan
mudah. Pada Gambar 6 memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode
Charpy
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya
dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk
yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu
bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut :
A E
HI 2.3
Dimana : E = Energi yang diserap, J
A = Luas penampang, cm2
HI = Harga Impak, J/cm2
Gambar 6 Model alat uji impak
Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka
kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 (Instruction Manual
Toyo Seiki Izod impact tester).
2.8.2 Uji Tarik
Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan
suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik
benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu,
bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami
benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Skema alat pengujian tarik dengan UTM
Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang
membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara
membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu.
= F / Ao 2.5
Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan
cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji ( atau L), dengan panjang
awal.
e = / Lo = L/ Lo = ( L - Lo ) / Lo 2.6
Karena tegangan dan regangan dipeoleh dengan cara membagi beban dan
perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan
mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 8. Kedua kurva sering
Gambar. 8 Kurva Tegangan Regangan teknik ( - )
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada
komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan,
temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam
adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan
pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang
kedua menyatakan keuletan bahan.
2.8.3 Pengujian keteguhan patah (Modulus Of Rupture/MOR).
Pengujian Modulus Of Rupture (MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal
Testing Mechine. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus ( JIS A 5908-2003) :
MOR
2.7
Dengan :
MOR = Modulus of Rupture (Modulus patah) (kg/cm2)
B = Beban maksimum (kg)
S = Jarak sanga (cm)
l = Lebar spesimen (cm)
t = Tebal spesimen (cm)
Contoh uji yang digunakan berukuran (12 x 2 x 1) cm pada kondisi kering
udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut :
B
1 cm
Gambar 9 Cara Pembebanan Pengujian kuat lentur dan kuat patah
2.8.4 Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE)
Pengujian Modulus of Elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan
pengujian keteguhan patah dengan memakaicontoh uji yang sama. Besarnya
defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu.
Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai
dengan persamaan ( JIS A 5908-2003) :
MOE
2.8
Dengan :
MOE = Modulus of Elasticity(Modulus Lentur) (kg/cm2)
B = Beban sebelum batas proporsi (kg)
S = Jarak sangga (cm)
D = Lenturan pada beban (cm)
t = Tebal spesimen (cm).
2.9 Prinsip Alat Thermal Analyzer (DTA)
Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah
krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang
berisi sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel kosong (pembanding)
disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran
panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar 10, akan terjadi
penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut.
Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh
perbedaan temperature yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi
endotermik.
Apabila temperatur sampel (Ts) lebih besar dari temperatur pembanding (Tr)
maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur sample
(Ts) lebih kecil dari pada temperatur pembanding (Tr) maka reaksi perubahan
yang terjadi adalah reaksi endotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami
perubahan fisika atau kimian dengan mengeluarkan sejumlah panas yang
mengakibatkat kenaikan Ts lebih besar dari Tr.
Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan
fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah
panas yang mengakibatkan Ts lebih kecil dari Tr seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 10.
Gambar 10 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA
Gambar 11 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA)
Tetapi apabila terjadi hanya perubahan base line atau membentuk tinggi puncak
endotermik maupun eksotermik yang kecil maka hal itu kemungkinan hanya
terjadi transisi glass dan penyerapan panas. Dari beberapa hasil penelitian telah
diperoleh bahwa adanya fenomena yang disebabkan oleh perubahan sifat
fisika atau kimia yang menyebabkan reaksi eksotermik maupun reaksi
Tabel 2 Fenomena Reaksi Eksotermik dan Endotermik Suatu Bahan
Fenomena Reaksi Reaksi
Eksotermi Endotermi
NO Perubahan Fisika
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ( MIPA ) USU Medan. Untuk Uji
Fisis dan Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA USU Medan serta Uji
termal di PTKI.
b. Waktu penelitiannya dilaksanakan pada tahun 2011.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat yang akan digunakan
- Neraca Analitik
- Alat pencampur/pengaduk
- Seperangkat alat pencetak Matrik dan Komposit
- Seperangkat alat hot Press
- Seperangkat alat uji Mekanik
- Seperangkat alat uji Thermal
- Seperangkat alat uji Fisik
b. Bahan yang akan digunakan
- Tepung Gipsum
- Acrylic latex
- Serbuk tempurung kelapa
3.3 Prosedur Penelitian
a. Proses pembuatan serbuk tempurung kelapa
Pada penelitian ini dipersiapkan proses pembuatan serbuk tdari tempeurung kelapa.
Adapun prosesnya seperti diagram alir pembuatan serbuk Tempurung kelapa
berikut ini:
Serbuk
Diayak dengan ayakan 80 mesh
Dikeringkan
Dihaluskan dengan cara di tumbuk
Tempurung kelapa
Gambar 12 Diagram alir pembuatan serbuk tempurung kelapa
b. Proses Pembuatan bahan spesimen penelitian
Proses pembuatan spesimen penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alir
berikut ini:
3.4 Pengujian Sampel
3.4.1 Pengujian Densitas (Density)
Cara kerja pengujian Densitas diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes
dan mengacu pada standar SNI 03-2105 1996, prosedur yang dilakukan adalah :
1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 1 ) cm 3 terlebih
dahulu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa
kering (Mk).
2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas
tissue lalu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa
basah (Mb).
3. Sampel uji ditimbang dalam air dan angkanya dicatat disebut dengan
massa dalam air (Msg).
Setelah diketahui nilainya, maka Densitas sampel dapat dihitung dengan persamaan
2.1.
3.4.2 Pengujian Serapan Air
Cara pengujian Serapan Air mengacu pada standar SNI 03-2105, 1996,
prosedur yang dilakukan adalah :
1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran ( 1 x 1 x 1) cm 3 terlebih dahulu
ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa kering (Mk).
2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas
koran lalu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah (Mb).
Setelah diketahui nilainya, maka Serapan Air sampel dapat dihitung dengan
persamaan 2.2.
3.4.3 Pengujian impak
Cara pengujian impak menggunakan mesin uji Wollpert werkstoff Pruf Maschine
Type CPSA (Metode charpy) dengan menggunakan pendulum 4 Joule. Sampel uji
berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 1,5 cm x 1 cm. Prosedur pengujian impak
sbb:
1. Diatur terlebih dahulu jarum skala penunjuk harga impak pada posisi nol.
2. Diputar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban pada
batas maksimum.
3. Benda uji diletakkan pada dengan posisi mendatar dengan posisi menyamping
arah datangnya pendulum.
4. Tombol pada tangkai pendulum dilepas sehingga pendulum berayun dan
menumbuk benda uji.
5. Dicatat nilai yang dihasilkan skala setelah tumbukan sampel.
6. Hasil skala yang diperoleh dikurang dengan energi kosong sebesar 0,02 joule.
Dari persamaan 2.3 dapat dihitung besar harga impak.
3.4.4 Uji tarik
Pengujian kuat tarik menggunakan mesin uji Tokyo Testing Machine Type-20E
MGF N0. 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Pengukuran kuat tarik mengacu pada
SNI 03-3399-1994.
Adapun prosedur pengujian sbb:
1. Benda uji dipersipakan sesuai dengan gambar dibawah ini:
30 mm
60 mm
Gambar 14 Model Sampel pengujian tarik
2. Benda uji ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian di cengkram dengan
3. Diberikan beban sebesar 100 Kgf sambil melakukan penarikan dengan
kecepatan pembebanan 10 mm .menit.
4. Dicatat gaya tarik maksimum.
Berdasarkan gaya tarik tersebut dengan menggunakan persamaan 2.4 maka
nilai kuat tariknya dapat dihitung.
3.4.5 Pengujian Kuat Lentur (Modulus Of Elastis/ MOE).
Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM
C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM (Universal
Testing Machine) adalah :
1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 1 ) cm 3 , kemudian diatur jarak
titik tumpu sebagai dudukan sampel.
2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke
arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke arah on,
maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.P
3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar motor
berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display.
4. Dengan menggunakan persamaan 2.6 , ditentukan kuat lentur.
3.4.6 Pengujian Kuat Patah (Modulus Of Rapture/ MOR).
Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM
C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM
(Universal Testing Machine) adalah :
1. Sampel berbentuk balok ukuran ( 12 x 2 x 1 ) cm 3 , kemudian diatur
jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel.
2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor
ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke
arah on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak.
3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar
motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel
display.
4. Dengan menggunakan persamaan 2.7 , ditentukan kuat patah.
3.4.7 Pengujian Termal dengan DTA
Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal adalah Thermal analyzer
DT-30 Shimadzu, dengan prosedur Pengujian sebagai berikut:
1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.
2. Benda uji dipotong – potong kecil dengan massa 30 mg. Lalu ditimbang Al2O3
sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.
3. Benda uji dan pembanding diletakkan diatas Termocoupel. Di Set Thermocoupel
Platinum Rhodium (PR) 15 mv, dan DTA Range 250 μV.
4. Alat pengukur temperature kemudian di set sampai menunjukkan pada
temperature 650 0C.
5. Pena recorder ditekan dan chart speed di set 2,5 mm/menit dengan laju
pemanasan 10 0C/menit.
6. Dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai
suhu yang diinginkan.
Hasil Pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan Suhu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Densitas
Hasil pengujian densitas mengacu pada standar SNI 03-2105 (1996) dapat dilihat
pada gambar grafik dibawah ini :
Gambar.4.1.1 Grafik Densitas – vs – komposisi sampel
Dari grafik diatas terlihat bahwa penambahan serbuk tempurung kelapa menaikkan
kerapatan sususan atom spesimen. Ini dapat dilihat bahwa pada komposisi
395:5:100 densitasnya minimum yakni sebesar 1,09 gr/cm3 dan komposisi
375:25:100 densitasnya maksimum yakni sebesar 1,17 gr/cm3. Densitas komposisi
375:25:100 merupakan densitas yang optimum dalam penelitian ini. Dengan
demikian hasil ini dapat membawa perubahan pada karakteristik gipsum itu sendiri
karena adanya perubahan densitas yakni mengalami kenaikan. Besarnya nilai
densitas pada penelitian ini memiliki nilai diatas standar gipsum dimana standar
densitas gipsum yang ditetapkan untuk papan gipsum sebesar 1 gr/cm3(SNI, 1996)
dan sesuai dengan standar ISO 8335, (1987) yakni 1 gr/cm3.
Dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan plafon gipsum cetakan jaya board
diperoleh bahwa seluruh hasil pengujian spesimen memiliki nilai densitas diatas
nilai densitas plafon gipsum jaya board, dimana hasil densitasnya sebesar 0.55
gr/cm3. Dari hasil ini maka dapat dilihat bahwa penambahan serbuk tempurung
kelapa dengan pengikat lateks acrylic dapat menaikan nilai densitas gipsum.
4.1.2 Daya Serap Air
Dari hasil pengujian serapan air yang dilakukan dapat dilihat dari grafik berikut ini.
Gambar.4.1.2. Grafik daya serap air –vs- komposisi sampel
Dari nilai grafik diatas dapat kita lihat bahwa penambahan serbuk tempurung
kelapa cenderung menurunkan nilai serapan air pada sampel uji dimana pada
komposisi minimum serbuk tempurung kelapa yakni 395:5:100 serapan airnya
sekitar 40% sedangkan pada komposisi maksimum serbuk tempurung kelapa yakni
375:25:100 serapan airnya menjadi 31,7 %. Komposisi 375:25:100 adalah
komposisi yang optimum untuk penyerapan air dalam arti kemampuan serap air
menurun. Ini menunjukan penambahan serbuk tempurung kelapa mempengaruhi
susunan atom spesimen dimana atom – atom serbuk tempurung kelapa cenderung
pada susunan atom gipsum akibat tersusupi serbuk tempurung kelapa. Nilai yang
diperoleh pada penelitian ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI
03-2105 (1996) yakni maksimum 50% sedangkan pada penelitian ini diperoleh nilai
maksimum sebesar 40%. Dari pengujian plafon gipsum jaya board yang telah
dilakukan dan menjadi standar diperoleh nilai serapan air sebesar 37,4%, dari hasil
ini dapat dilihat bahwa komposisi yang memenuhi standar plafon gipsum jaya
board berada pada komposisi 385:15;100, 380:20:100 dan 375:25:100 dengan nilai
masing – masing 36%, 35,4% dan 31,7%. Dengan demikian bahan serbuk
tempurung kelapa sebagai filler pada penelitian ini masih memenuhi standar plafon
gipsum jaya board pada penambahan serbuk diatas 3%.
4.2 Sifat mekanik 4.2.1 Uji Impak
Dari pengujian impak hasilnya dapat dilihat dari grafik berikut ini :
Gambar 4.2.1 Grafik Uji Impak –vs- Komposisi sampel
Dari tampilan grafik diatas terlihat bahwa adanya kenaikan optimum pada
komposisi tertentu yaitu pada komposisi 390:10:100 yaitu sebesar 1,06 x 10-2 J/cm2
sedangkan pada komposisi lainnya cenderung menurun. Hasil pengujian minimum
berada pada komposisi minimum dan maksimum yakni sebesar 0,6 x 10-2 J/cm2. Ini
menunjukan adanya kecenderungan bahan mengalami kerapuhan ketika komposisi
serbuk tempurung kelapa bertambah, hasil ini juga mengindikasikan berkurangnya
ikatan antar serbuk menyusun dalam spesimen. Dari pengujian impak yang
dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board diperoleh nilai impak
sebesar 2 x 10-2 J/cm2, sehingga dari hasil ini menunjukan bahwa spesimen
penelitian ini masih memiliki nilai impak dibawah plafon gipsum jaya board.
Dengan demikian maka kemampuan bahan spesimen sangat lemah terhadap
benturan.
4.2.2 Uji Tarik
Dari hasil pengujian tarik yang telah dilakukan terlihat bahwa komposisi serbuk
tempurung kelapa sangat mempengaruhi nilai uji tariknya ini terlihat pada grafik
pengujian berikut ini.
Gambar.4.2.2 Grafik uji tarik –vs- Komposisi sampel
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa nilai maksimum diperoleh pada komposisi
390:10:100 yakni sebesar 1,47 kPa yang merupakan hasil yang optimum pada
penelitian ini dan nilai minimum diperoleh pada komposisi 375:25:100 yakni
sebesar 0,76 kPa. Dari data diatas menunjukkan bahwa penambahan serbuk
tempurung kelapa cenderung mengalami penurunan nilai uji tarik dan ini
membuktikan bahwa adanya kegetasan benda uji karena melemahnya ikatan antar
atom penyusun benda uji tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
penguatan elemen serbuk. Serta hasil pengujian yang dilakukan oleh Massijaya
(2000) yang menyatakan bahwa ikatan antara partikel serbuk dengan pengikat
hanya ikatan mekanis saja dan tidak ada ikatan yang spesifik yang terjadi sehingga
ikatan antar partikel lebih rendah. Dari pengujian tarik plafon gipsum cetakan jaya
board diperoleh nilai sebesar 90,65 kPa, dari hasil ini menunjukan bahwa seluruh
hasil spesimen penelitian ini masih dibawah nilai uji tarik plafon gipsum jaya
board. Dengan demikian bahwa pencampuran serbuk tempurung kelapa
mengurangi nilai uji tarik spesimen.
4.2.3 Uji Kuat Lentur ( Modulus Of Elastis)
Hasil pengujian yang telah dilakukan pada uji kuat lentur memperlihatkan bahwa
komposisi terbaik pengujian berada pada komposisi 395:05:100 dan 390:10:100
yakni sebesar 6294,64 Kg/cm2 yang merupakan komposisi optimum. Ini dapat kita
lihat dari grafik pengujian berikut ini:
Gambar.4.2.3. Grafik Uji Kuat Lentur – vs- Komposisi sampel
Nilai pengujian minimum berada pada komposisi 375:25:100 yakni sebesar
5916,67 kg/cm2. Ini mengindikasikan adanya penurunan nilai kuat lentur pada
pengujian yang telah dilakukan. Hasil ini juga membuktikan bahwa penambahan
serbuk cenderung memperlemah ikatan atom – atom penyusun bahan uji.
Pelemahan ini diakibatkan karena ikatan yang terjadi antara serbuk dengan
pengikat hanya ikatan mekanis saja, sehingga ada kecenderungan ikatan antar
partikel menjadi semakin rendah. (Massijaya 2003). Dari pengujian kuat lentur
yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board diperoleh nilai 1578.298
kg/cm2. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai seluruh komposisi
pengujian spesimen masih memiliki nilai diatas nilai uji kuat lentur plafon gipsum
jaya board yang menjadi standar pada pengujian ini dimana nilai pengujian
minimum uji kuat lentur spesimen sebesar 5916,67 kg/cm2.
4.2.4 Uji Kuat Patah (Modulus Of Rapture)
Hasil yang telah didapatkan pada pengujian kuat patah memperlihatkan bahwa
komposisi 390:10:100 merupakan komposisi yang memiliki nilai optimum yakni
sebesar 2,79 MPa Sedangkan komposisi 375:25:100 memiliki nilai pengujian yang
minimu yakni sebesar 2,51 MPa. Nilai pengujian ini dapat kita lihat dari hasil
grafik berikut ini :
Gambar 4.2.4. Grafik Uji Kuat Patah-vs- komposisi sampel
Dari gambar grafik diatas memperlihatkan bahwa komposisi 390:10:100 memiliki
kemampuan yang optimum dari seluruh pengujian mekanis yang telah dilakukan.
Hal ini mengindikasikan adanya homogenisasi seluruh atom penyusun spesimen
pada komposisi yang termaksud diatas. Dalam pengujian mekanis ini terlihat
bahwa adanya kecenderungan melemahnya kekuatan bahan. Hal ini meungkin