• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI TESIS."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON

DENGAN BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI

TESIS

Oleh

IRWANTO 167026010/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea Mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON

DENGAN BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister (S2) Fisika pada Program Pascasarjana

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWANTO 167026010/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)
(4)

ii

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Syahrul Humaidi, M.Sc Anggota : 1. Dr. Kurnia Sembiring, MS

2. Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc 3. Dr. Kerista Tarigan, M.Eng,Sc

4. Dr. M. Fauzi, M.Si

(6)

iv

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Irwanto, S.Pd

Tempat dan tanggal lahir : Suka Damai, 06 November 1989

Alamat Rumah : Jl. Perjuangan Pasar 4,5 Tanjung Beringin Desa Suka Damai Timur Dusun IV Kec. Hinai, Kab. Langkat Telepon / HP : 0853 6120 3732

e-mail : irwanto0611@gmail.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 053985 Suka Damai Tamat : 2002

SMP : SMPN 1 Hinai Tamat : 2005

SMA : SMAN 1 Stabat Tamat : 2008

Strata-1 : Prodi Pendidikan Fisika FMIPA UNIMED Tamat : 2012

Strata-2 : Prodi Fisika FMIPA USU Tamat : 2018

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena berkat rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea Mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON DENGAN BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI”. Shalawat serta salam Allah limpahkan kepada Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam serta kepada Kelurga dan para Sahabatnya.

Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menjadi mahasiswa program studi magister fisika FMIPA USU.

3. Ketua program studi Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS dan sekretaris program studi bapak Dr. Kerista Tarigan, M.Eng, Sc beserta seluruh Staf Pengajar pada program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA-USU).

4. Bapak Dr. Syahrul Humaidi, M.Sc sebagai Promotor/Pembimbing pertama yang turut berkontribusi dalam meluangkan waktu, memberikan masukan, menuangkan pemikirannya ketika membahas hasil penelitian serta memeriksa secara mendetail tulisan ini dengan penuh kesabaran dalam membimbing saya hingga penelitian dan tesis ini selesai.

5. Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS sebagai Promotor/Pembimbing kedua yang telah berkontribusi dalam meluangkan waktu, memberikan masukan-masukan, pemikirannya dalam membahas hasil penelitian ini, ilmu yang telah diberikan kepada saya dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing saya hingga penelitian ini selesai.

6. Terkhusus kepada ayahanda Sawaluddin dan ibunda Murtiyem, terimakasih yang sebesar-besarnya atas kasih sayangnya sejak saya dilahirkan hingga saat ini, jerih payah dalam mendidik, membimbing, menasehati, membiayai penelitian ini, serta menyemangati dan memberikan kepercayaan kepada saya baik untuk urusan belajar, kuliah sampai penulisan tesis ini. Tidak lupa juga kepada istri tercinta Evi Mayasari, Am.Keb yang telah mendukung saya baik dengan semangat, nasehat

(8)

vi

(9)

PEMANFAATAN SERAT KULIT JAGUNG (Zea Mays) SEBAGAI CAMPURAN GIPSUM UNTUK PEMBUATAN PLAFON DENGAN

BAHAN PENGIKAT RESIN EPOKSI

ABSTRAK

Telah dibuat material gipsum untuk aplikasi plafon dari campuran bahan baku : serbuk gipsum, serat kulit jagung dan resin epoksi melalui metode kompaksi panas dengan variasi komposisi serbuk gipsum : serat kulit jagung : resin epoksi (38:0:62)%wt, (35:3:62)%wt, (32:6:62)%wt, (29:9:62)%wt, (26:12:62)%wt dan (23:15:62)%wt.

Pembuatan sampel dilakukan tiga tahap. Tahap pertama tepung gipsum diayak 100 mesh sedangkan serat kulit jagung ditreatment dengan merendam NaOH 2% kemudian diblender dan diayak dengan ukuran partikel 100 mesh. Tahap kedua filler (serbuk gipsum dan serat kulit jagung) dicampur dengan pencampuran kering kemudian dicampurkan dengan resin epoksi sebagai matriks dan thinner sebagai katalis. Tahap ketiga campuran bahan yang telah homogen kemudian dimasukkan kedalam cetakan kemudian dikompaksi panas agar lebih padat dengan tekanan 1 atm ditahan 20 menit pada suhu 70 oC. Masing-masing sampel gipusm plafon yang telah siap dikarakterisasi yang meliputi : sifat fisis (densitas, daya serap air, dan gugus fungsi), sifat mekanik (kuat patah, kuat tarik, modulus elastisitas, dan kuat impak) dan sifat thermal (titik leleh). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa serbuk gipsum : serat kulit jagung : resin epoksi yang optimum yaitu(23 : 15 : 62)%wt dengan nilai densitas 1,589 x 103 kg/m3, daya serap air 2,84%, tersusun gugus OH dan CH dari selulosa dan gugus C=C dari lignin. Sifat mekanik dengan kuat patah 335,47 MPa, kuat tarik 1845,43 MPa, modulus elastisitas 238,53 MPa dan kuat impak 278,9719 kJ/m2. Sifat termal dengan titik leleh 452,07 oCyang hasil karakterisasinya telah memenuhi standar papan plafon konvensional. Hasil dari material gipsum berbasis komposit serbuk gipsum dan serat kulit jagung yang diperkuat resin epoksi dapat diaplikasikan sebagai atap rumah berupa plafon

Kata Kunci: Material Plafon, Resin Epoksi, Serat Kulit Jagung, Serbuk Gipsum,

(10)

viii

UTILIZATION OF CORN SKIN FIBER (Zea mays) AS A GYPSUM MIXTURE FOR MAKING CEILING WITH EPOXY RESIN BINDER

ABSTRACT

Gypsum materials have been created for ceiling applications from a mixture of raw materials: gypsum powders, corn husk fibers and epoxy resins by heat compression method with variations of gypsum powder composition: corn fiber: epoxy resin (38:0:62)%wt, (35:3:62)%wt, (32:6:62)%wt, (29:9:62)%wt, (26:12:62)%wt and (23:15:62)%wt. Sampling is created in three stages. The first stage of gypsum flour is sifted 100 mesh while the corn husk fiber is treated by immersing 2% NaOH then blended and sieved with a particle size of 100 mesh. The second stage of the filler (gypsum powder and corn husk fiber) is mixed with dry mixing and then mixed with epoxy resin as a matrix and thinner as a catalyst. The third stage of the homogeneous mixture is then inserted into the mold and compacted by heat to be more dense with 1 atm pressure held for 20 minutes at 70 ° C. Each ready-mixed gypsum ceiling sample includes: physical properties (density, water absorption, and functional groups), mechanical properties (fracture strength, tensile strength, elastic modulus, and impact strength) and thermal properties (melting point) . The results of characterization showed that gypsum powder: corn husk fiber: optimum epoxy resin (23 : 15 : 62)%wt with density value 1,589 x 103 kg/m3, water absorption 2,84%, composed of OH and CH from cellulose and C = C groups of lignin. Mechanical properties with strong broken 335,47 MPa, tensile strength 1845,43 MPa, elastic modulus 238,53 MPa and impact strength 278,9719 kJ/m2. Thermal properties with a melting point of 452.07 oC whose characterization results have met the conventional ceiling board standards. The results of gypsum-based composite gypsum powder material and reinforced epoxy resin fiber skin fiber can be applied as a ceiling roof.

Keywords: Epoxy Resin, Corn Skin Fibers, Gypsum Powder, Material Ceiling

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Kata Pengantar v

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumuan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka 5

2.1 Gipsum 5

2.2 Standar Papan Gipsum 8

2.3 Plafon 10

2.4 Serat Sebagai Penguat 10

2.4.1 Serat Kulit Jagung 11

2.5 Resin Epoksi 12

2.6 Sifat Fisis dan Mekanik 15

2.6.1 Densitas 15

2.6.2 Daya Serap Air 15

2.6.3 Pengujian MOR (Modulus of Rapture) 16 2.6.4 Pengujian MOE (Modulus of Elasticity) 16

2.6.5 Kekuatan Impak 17

2.6.6 Kekuatan Tarik 18

2.6.7 Prinsip Alat Differential Thermal Calorimetry (DSC) 20

2.6.8 Prinsip Alat FTIR 22

BAB 3. Metode Penelitian 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.2 Peralatan dan Bahan 24

3.2.1 Peralatan 24

3.2.2 Bahan 25

3.3 Prosedur Penelitian 25

3.3.1 Perlakuan Pada Serat Kulit Jagung dan Tepung Gipsum 25 3.3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon 26

(12)

x

3.4 Diagram Alir Penelitian 27

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 28

4.1 Material Plafon Berbasis Komposit Serbuk Gipsum dan Serat Kulit Jagung yang Diperkuat Resin Epoksi 28 4.2 Karakteristik Sifat Fisis Material Plafon 28

4.2.1 Densitas (Massa Jenis) 28

4.2.2 Daya Serap Air 30

4.2.3 Gugus Fungsi Ikatan/FTIR 31

4.3 Karakteristik Sifat Mekanik Plafon 34

4.3.1 Kekuatan Patah (Modulus Of Rapture) 34

4.3.2 Kekuatan Tarik 35

4.3.3 Modulus Young (MOE/Modulus of Elaticity) 36

4.3.4 Kekuatan Impak 37

4.4 Karakteristik Sifat Thermal 38

4.4.1 DSC (Differential Scanning Calorimetrt) 38

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

Daftar Pustaka 43

Lampiran 45

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Pemasangan Benda Uji MOR dan MOE 17

2.2 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy 18

2.3 Ilustrasi Skematik Pembebanan Impak Pada Benda Uji Charpy Dan Izod 18

2.4 Skema Pengujian Tarik dengan UTM 19

2.5 Kurva Tegangan Regangan Teknik (ζ - ε) 19

2.6 Bentuk Alat DSC (Differential Scanning Calorimetry) 20

3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Plafon 27

4.1. Hasil Pengujian Densitas Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Berbagai Variasi Komposisi 29

4.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Berbagai Variasi Komposisi 30

4.3 Analisis FTIR Material Gipsum Untuk Plafon Tanpa Ada Penambahan Serat Kulit Jagung (38 : 0 : 62)%wt 31

4.4 Analisis FTIR Material Plafon Berbasis Serbuk Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Variasi (35 : 3 : 62)%wt 32

4.5 Analisis FTIR Material Plafon Berbasis Serbuk Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Variasi (23 : 15 : 62)%wt 32

4.6 Hasil Pengujian Kekuatan Patah Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Berbagai Variasi Komposisi 34

4.7 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Berbagai Variasi Komposisi 35

4.8 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi 36

4.9 Hasil Pengujian Kekuatan Impak Papan Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Berbagai Variasi Komposisi 37

4.10 Analisis Termal (DSC) Material Gipsum Untuk Plafon Tanpa Ada Penambahan Serat Kulit Jagung (38 : 0 : 62)%wt 39

4.11 Analisis Termal (DSC) Material Plafon Berbasis Serbuk Gipsum /Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Variasi (35 : 3 : 62)%wt 40

4.12 Analisis Termal (DSC) Material Plafon Berbasis Serbuk Gipsum /Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi Pada Variasi (23 : 15 : 62)%wt 41

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Standar Papan Gipsum Plafon 9 2.2 Beberapa Sifat Resin Epoksi 14 3.1 Persentase Komposisi Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum dan Serat Kulit Jagung Dengan Matriks Resin Epoksi 26 4.1 Perbedaan Serapan IR Antara Sampel G1, G3 dan G6 33

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A1.1 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Densitas Plafon 45

A1.2 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Daya Serap Air Plafon 46

A1.3 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Kuat Patah 47

A1.4 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Kuat Tarik 50

A1.5 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Modulus Elastisitas 52

A1.6 Data Tabel Perhitungan Hasil Pengujian Kuat Impak 52

B1.1 Data Pendukung Grafik Kuat Tekan/Patah 53

B1.2 Data Pendukung Grafik Kuat Tarik 54

B1.3 Data Pendukung Grafik Impak 55

C1.1 Gambar Dokumentasi Penelitian 56

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Plafon merupakan salah satu produk industri komposit yang memiliki prospek yang cukup baik dimasa sekarang dan dimasa yang akan mendatang. Pada dasarnya bahan baku asbes berasal dari sisa pengolahan kertas dengan campuran kapur, sehingga tidak memerlukan persyaratan kualitas bahan baku yang tinggi.

Namun, plafon yang berasal dari asbes mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya: asbes tidak tahan terhadap air, bila kena air asbes mudah patah (rapuh) dan asbes dapat menimbulkan penyakit asbestosis, karena setelah diteliti ternyata asbes tergolong bahan beracun berbahaya (toxic).

Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan yang sangat berbahaya, karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih tipis dari 1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut dalam air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Asbes dapat membahayakan tubuh kita jika ada bagian asbes yang rusak, sehingga serat-seratnya bisa lepas, ini sangat berbahaya karena sulit untuk mendeteksi bagaimanakah yang dikatakan asbes rusak, dan terkadang kita tidak sadar kalau asbes yang kita gunakan sudah rusak.

Kondisi lain yang sangat beresiko adalah saat asbes yang diperbaiki atau dipotong akan mengeluarkan serpihan yang berupa serbuk yang sangat berbahaya bagi paru-paru (WHO, 1995). Penyakit karena asbes antara lain adalah : asbestosis yaitu luka pada paru-paru hingga kesulitan bernafas dan dapat mengakibatkan kematian, mesothelioma yang merupakan sejenis kanker yang menyerang selaput pada perut dan dada, muncul gejalanya setelah 20 - 30 tahun sejak pertama kali menghirup serat asbes, Kanker paru-paru yang biasanya asbes putih penyebab utama penyakit kanker paru-paru.

Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya seperti di China, USA, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker bagi para

(17)

pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003). Solusi pengganti plafon asbes adalah papan gipsum plafon. Gipsum merupakan bahan dasar dalam pembuatan plafon yang mempunyai rumus kimia CaSO4.2H2O. Sehingga lebih dingin dan tahan terhadap api. Serat kulit jagung (Zea Mays) merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternative bahan baku pembuatan plafon. Optimisasi proses pembuatan plafon sangat dipengaruhi oleh kadar perekat dan kerapatan terhadap sifat fisis dan mekanis.

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut, kemudian dipanaskan pada suhu 175 0C yang sering disebut dengan nama STUCCO. Gipsum adalah salah satu mineral terbanyak dalam lingkungan sedimen yaaitu batu yang terdiri dari mineral yang diproduksi secara besar- besaran yang biasanya dengan persitipasi dari air asin. Gipsum adalah penyekat alami, hangat bila disentuh dibandingkan dengan batu bata. Komposisi kimia bahan gipsum adalah: Calcium (Ca) 23,28%, Hidrogen (H) 2,34%, Calcium Oksida (CaO) 32,57%, Air (H2O) 20,93% dan Sulfur (S) 18,62%. Adapun sifat fisis gipsum adalah memiliki warna putih, kuning, abu-abu, merah jingga, hitam bila tak murni, massa jenis 2,31 - 2,35 gr/cm3, keras seperti mutiara terutama permukaan, berbentuk mineral seperti kristalin, serabut dan masif, kilap seperti sutera, konduktivitasnya rendah dan sistem kristalin adalah monoklinik.

Sedangkan sifat kimia gipsum yaitu mengandung SO3 46,5% ; CaO 32,4% ; H2O 20,9%, kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 40 0C; 1,8 gram tiap liter air pada 0 0C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70 – 90 0C, kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3 (Gipsum Association, 2007).

Pada penelitian sebelumnya, Parinduri (2015) telah melakukan proses pembuatan papan gipsum untuk aplikasi plafon dari serat kulit waru (Hibiscus tiliaceus) dan campuran castable. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa komposisi optimum plafon serat waru : castable (15 : 30 : 60) %wt menghasilkan nilai kuat tarik 1,73 MPa, elongasi 11,14%, modulus elastisitas 0,15 MPa dan daya serap air yang sesuai SNI (21,5% pada suhu 25 oC dan 69,09% pada suhu 100 oC). Akan tetapi persen degradabilitasnya masih tergolong rendah, yakni 30,76% dalam 10 hari dan belum memenuhi SNI.

(18)

3

Penelitian yang lain, Resdina (2015) melakukan penelitian tentang pembuatan plafon dari kulit jagung yang diperkuat dengan poliester dengan penambahan MEKPO menggunakan metode Chooped Strand Mat. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa komposisi optimum pada variasi komposisi serat jagung 2%

menghasilkan densitas 1,21 gr/cm3, daya serap air 1,38%, kuat lentur 70,88 MPa, kuat tarik 11,49 MPa, dan nilai kuat impak 24,3 kJ/m2.

Sehingga, dalam penelitian ini, dibuat suatu gipsum plafon dari bahan baku tepung gipsum dan serat jagung yang diperkuat resin epoksi dengan menggunakan metode teknik konvensional cetak tekan panas. Kulit jagung merupakan contoh limbah hasil pertanian yang jumlahnya sangat melimpah. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir diseluruh daratan Indonesia, sehingga tidak diragukan lagi jika sebagian besar masyarakat mengenal tanaman ini. Pemanfaatan limbah tanaman jagung berupa kulit atau klobot jagung sampai saat ini kurang maksimal.

Masyarakat pada umumnya menggunakan limbah jagung tersebut sebagai pembungkus makanan tradisional, sebagai makanan ternak, keset dan kerajinan tangan berupa bunga-bungaan hias. Limbah jagung sebagian besar adalah bahan berlignoselulosa. Kandungan kulit jagung terdiri dari selulosa 44,08 %, abu 5,09

% , lignin 15 % dan alkohol-sikloheksana 4,57,01%. (Fagbemigun, 2014). Proses pembuatan plafon berbahan baku serat kulit jagung ini dapat dibuat dengan menggunakan perekat resin epoksi. Secara umum, zat penyusun di dalam bahan friksi terdiri dari serat, bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengikat terdiri dari berbagai jenis resin diantaranya phenolic, epoxy, silicone dan rubber. Resin tersebut berfungsi untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan friksi. Bahan pengikat dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil.

Campuran serbuk tepung gipsum dan serat kulit jagung yang diperkuat oleh resin epoksi tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu plafon yang memiliki sifat fisis, mekanik dan termal yang baik sesuai dengan standar gipsum plafon.

Diharapkan nantinya plafon ini memiliki keunggulan dari plafon yang sudah beredar di pasaran, dengan harganya lebih murah, praktis, ramah lingkungan serta dapat menciptakan lapangan kerja yang baru.

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Serat kulit jagung akan memberikan nilai tambah bila dapat digunakan sebagai bahan pengisi plafon gipsum. Dari uraian di atas diperoleh pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah serat kulit jagung dapat digunakan sebagai pengisi gipsum plafon?

2. Bagaimana prosedur optimum pada pembuatan dan karakteristik dari gifsum plafon dengan pengisi serat kulit jagung dan pengikat resin epoksi?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan komposisi pembuatan papan gipsum plafon berpenguat serat kulit jagung dengan resin epoksi yang memenuhi standart sifat mekanik dan sifat fisisnya

2. Untuk menentukan pengaruh serat kulit jagung dalam memberikan kontribusi kekuatan pada pembuatan papan gipsum plafon.

1.4. Pembatasan Masalah

Membuat lembaran plafon dengan menggunakan gipsum sebagai matrik dan serat kulit jagung sebagai pengisi (filler) dengan bahan pengikat resin epoksi.

Pengujian yang dilakukan meliputi :

1. Sifat fisis : densitas, penyerapan air dan gugus fungsi (FTIR)

2. Sifat mekanik : uji kuat patah (modulus of rapture/MOR), uji kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE), uji impak, dan uji tarik

3. Sifat thermal : titik leleh 1.5. Manfaat Penelitian

Upaya pemanfaatan limbah serat kulit jagung sebagai filler pada pembuatan lembaran papan gipsum plafon dan menambah nilai ekonomi.

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Gipsum

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni.

Merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O (Habson, 1987).

Menurut Sanusi (1986) gipsum adalah suatu senyawa kimia yang mengandung dua molekul hablur dan dikenal dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Dalam bentuk murni gipsum berupa kristal berwarna putih dan berwarna abu-abu, kuning,jingga atau hitam bila kurang murni.

Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat menghasilkan berbagai jenis gipsum. Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4).

Alam menyediakan dua macam gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca) dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya. Dehydrate (CaSO4 + 2H2O) berisi dua molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air.

Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak meningkatkan atau mengurangi kadar keasaman.Gipsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah,tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap zat kimia (Purwadi, 1993). Gipsum mempunyai sifat yang cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit. Maka dalam pembuatan papan gipsum harus

(21)

digunakan bahan kimia untuk memperlambat proses pengerasan tanpa mengubah sifat gipsum sebagai perekat (Simatupang, 1985). Perlambatan tersebut dimaksudkan agar cukup waktu dari tahap pencampuran bahan sampai tahap pengempaan.

Waktu pengerasan gipsum bervariasi tergantung pada kandungan bahan dan airnya. Dalam proses pengerasan gipsum setelah dicampur dengan air maka terjadi hidratasi yang menyebabkan kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut tidak boleh melebihi suhu 40 0C (Simatupang, 1985). Suhu yang lebih tinggi lagi akan mengakibatkan pengeringan gipsum dalam bentuk CaSO4.2H2O sehingga mengurangi bobot air hidratasi. Pengurangan tersebut akan menyebabkan berkurangnya keteguhan papan gipsum. Beberapa kegunaan gipsum yaitu :

1. Dry wall, bahan perekat dan campuran pembuatan lapangan tenis.

2. Penyaring dan sebagai pupuk tanah, diakhir abad 18 dan awal abad 19, gipsum Nova Scotia atau yang lebih dikenal dengan plester digunakan dalam jumlah besar sebagai pupuk di ladang-ladang gandum AS.

3. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu menjadi langka di zaman perunggu, gipsum ini digunakan sebagai bahan bangunan.

4. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi khususnya di benua Asia diproses secara tradisional.

5. Untuk bahan baku kapur tulis, sebagai indikator pada tanah dan air.

6. Sebagai salah satu bahan pembuat portland semen.

Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam, gipsum merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air, atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Jenis-jenis batuannya adalah sanitspar,alabaster,gypsite dan selenit. Warna gypsum mulai dari putih, kekuningkuningan sampai abu-abu. Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam,sedangkan gipsum sintetik adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari: gipsum sintetik dari air laut, gipsum sintetik dari air kawah dan gipsum sintetik hasil sampingan industri kimia.

Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate. Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan menjadi lebih kuat apabila

(22)

7

mengalami penekanan (Gipsum Association, 2007). Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang terdiri dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada permukaannya. Ini adalah terminologi yang dipilih untuk produk lembaran gipsum yang didisain untuk digunakan sebagai dinding, langit-langit atau plafon dan memilki kemampuan untuk dihias.

Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan ketebalan.

Gipsum (CaSO4.2H2O) mempunyai kelompok yang terdiri dari gypsum batuan, gipsit alabaster, satin spar, dan selenit. Gipsum umumnya berwarna putih, namun terdapat variasi warna lain, seperti warna kuning, abu-abu, merah jingga, dan hitam,hal ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gipsum.

Gipsum umumnya mempunyai sifat lunak, pejal, kekerasan 1,5 – 2 (skala mohs), berat jenis 2,31 – 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/l pada 0 0C yang meningkat menjadi 2,1 gr/l pada 40 0C.

Gipsum memiliki banyak kegunaan sejak zaman prasejarah hingga sekarang.

Beberapa kegunaan gipsum yaitu : a. Bahan perekat.

b. Penyaring dan sebagai pupuk tanah.

c. Campuran bahan pembuatan lapangan tenis.

d. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan.

e. Sebagai penambah kekerasan untuk bahan bangunan f. Untuk bahan baku kapur tulis

g. Sebagai salah satu bahan pembuat portland semen h. Sebagai indikator pada tanah dan air

i. Sebagai agen medis pada ramuan tradisional China yang disebut Shi Gao.

Pada proses pembuatan gipsum, bahan utama yang digunakan adalah bubuk gipsum. Sebagai campurannya adalah serat fiber. Dalam pembuatan gipsum sebelum memasuki proses cetak terlebih dahulu dibuat cetakan dengan berbagai model yang sesuai dengan permintaan pasar. Dilanjutkan dengan pembuatan adonan untuk pembuatan 1 buah profil, 1 gayung air dicampur dengan 1/2 kg bubuk gipsum dan diaduk. Sebelum adonan dimasukkan ke dalam cetakan, sisi dalam cetakan diolesi minyak supaya adonan mudah diangkat. Setelah ½ adonan masuk cetakan, dimasukkan serat-serat fiber untuk memperkuat adonan. Setelah

(23)

itu, ditutup lagi dengan adonan yang tersisa, kemudian cetakan ditutup hingga kondisinya sedikit mengeras. Bahan tercetak dikeluarkan dari cetakan dan dikeringkan selama 2-3 hari. Begitu pula dengan cetakan plafon. Gipsum merupakan alternatif yang tepat untuk menggantikan asbes dan dapat diklasifikasikan dari jenis dan performa papan dan ketebalannya sebagai berikut : 1. Papan Gipsum Standar

Papan gipsum ini merupakan varian umum dari papan gipsum tebal yang tersedia 9 mm, 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000. ASTM C473)

2. Papan Gipsum Tahan Api

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap api, durasi ketahanan apinya tergantung dari sistem, dinding partisi yang digunakan. Tebal yang tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000, ASTM E 119)

3. Papan Gipsum Tahan Kelembaban

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap kelembaban.

Cocok digunakan untuk daerah-daerah yang lembab dalam bangunan sepert kamar mandi, maka disarankan untuk dilapisi oleh keramik dinding, tahan kelembaban bukan berarti tahan air. Tebal yang tersedia 9 mm, 12 mm dan 15 mm.(SNI 03- 6384-2000, ASTM E 96)

4. Papan Gipsum Tahan Benturan

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap benturan. Benturan yang dimaksud adalah benturan tubuh manusia, trolly, meja, kursi dan sebagainya.

Cocok digunakan di koridor, ruang fitness, dinding kamar rumah sakit dan sebagainya. Tebal yang tersedia 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000, ASTM C654, ASTM C473)

2.2 Standar Papan Gipsum

Tabel di bawah ini nilai spesifik karakteristik papan tiruan dari tiga buah standar sebagai berikut :

(24)

9

Tabel 2.1. Standar Papan Gipsum Plafon

Sifat Gipsum

Standar

ISO BISON1 BISON2

SNI 03-2105

1996

Gipsum Jaya Board/

ASTM C36/C36M-

01 Kerapatan

(gr/cm3)

≥1 1.15 1.2 Maks 1 0,55 gr/cm2

*Kadar air (%) 6 – 12 - - Maks 10

*Penyerapan air (%)

- - - Maks 50 37,4 %

Pengembangan tebal (%)

≤ 2.0 3 2.5 -

Pengembangan panjang (%)

- 0.03 – 0.05

0.05 -

Pengembangan lebar (%)

- 0.03 – 0.05

0.05 -

Modulus elastisitas (kg/cm2)

29411 .765

8.4-29.4 44.1- 49.0

- 578,29

Modulus patah (kg/cm2)

88.23 5

53.9 83.3- 88.2

100-140 156,122 Kekuatan tarik

(MPa)

- - - 0,15 -

Kekuatan impak (J/mm2)

- - - - 2 x 10-4

* Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar

Keterangan : ISO 8335 (1987) (Cement bonded particle boards) SNI 03 – 2105 (1996) (papan partikel)

(1) Gypsum fibre board – Bison (Hubner, 1985)

(2) Gypsum board flake reinforced – Bison (Hubner,1985)

Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi,luas, nilai dan kualitas (Guralnik, 1979). Sehubungan dengan hal tersebut,

(25)

maka pada penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari Bison (Hubner, 1985)sebagai pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga standar ISO ( International Standard Organization) 8335 (cement bonded particle boards - boards of Portland or equivalent cement reinforced with fibrous wood particles) (ISO, 1987) dan SNI 03-2105 (papan partikel) (BSN, 1996).

2.3 Plafon

Plafon adalah bagian konstruksi merupakan lapis pembatas antara rangka bangunan dengan rangka atapnya, sehingga bisa sebagai atau dapat dikatakan tinggi bangunan dibawah rangka atapnya. Plafon merupakan bagian dari interior yang harus didesain sehingga ruangan menjadi sejuk dan enak dipandang (artistik). Plafon sebagai batas tinggi suatu ruangan tentunya ketinggian dapat diatur sesuaikan dengan fungsinya ruangan yang ada. Umpamanya; untuk ruang tamu pada sebuah rumah tinggal cenderung tinggi plafon direndahkan, begitu juga ruang keluarga atau ruang makan, agar mempunyai kesan lebih familier dan bersahabat. Plafon berfungsi juga sebagai isolasi panas yang datang dari atap atau sebagai penahan perambatan panas dari atap (aluminium foil). Plafon dapat juga sebagai Peredam suara air hujan yang jatuh diatas atap, terutama pada penutup atap dari bahan logam. Plafon sebagai finishing (elemen keindahan) mempunyai tempat untuk menggantungkan bola lampu, sedang bagian atasnya untuk meletakkan kabel - kabel listriknya (sparing instalasi).

2.4 Serat Sebagai Penguat

Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, tinggi rendah nyakekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik penyusun komposit.

Sistem penguat dalam material komposit serat bekerja dengan mekanisme sebagai berikut: matrial berserat akan memanfaatkan aliran plastis dari bahan

(26)

11

matriks (yang bermodulus rendah) yang sedang dikenai tegangan, untuk mentransfer beban kepada serat-seratnya (yang kekuatanya jauh lebih besar).

Hasilnya adalah bahan komposit yang memiliki kekuatan dan modulus yang tinggi. Tujuannya menggabungkan keduanya adalah untuk menghasilkan material dan fase primernya (serat) disebar secara merata dan diikat oleh fase sekundernya (matriks). Dengan demikian, konstituen utama yang mempengaruhi kemampuan komposit adalah serat sebagai penguat, matriks dan interface antara serat dengan matriks. Diameter serat juga memegang peranan yang sangat penting dalam memaksimalkan tegangan. Makin kecil diameternya akan memberikan luas permukaan persatuan berat yang lebih besar, sehingga akan membantu transfer tegangan tersebut. Semakin kecil diameter serat (mendekati ukuran kristal) semakin tinggi kekuatan serat. Hal ini dikarenakan cacat yang timbul semakin sedikit.

2.4.1 Serat Kulit Jagung

Tanaman jagung ( zea mays ) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divi : Spermatophyta

Sub Divi : Agiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Rhoedelas

Family : Cruciferae

Species : Zea Mays

Adapun kandungan atau komposisi yang ada pada kulit jagung yaitu hemiselulosa (67%), selulosa (23%) dan lignin (0,1%). Di negara lain terutama di negara maju, sebagian besar produsen consumer goods sudah beralih menggunakan kulit jagung sebagai pengganti plastik. Taiwan sudah mulai menggunakan kulit jagung untuk membuat gelas plastik.Gelas kulit jagung Taiwan sudah diekspor ke Amerika. Di Indonesia biobag pertama kali dikenalkan oleh PT Ecotech Indopratama pada akhir 2006. Menurut Mutaza Sarbini, Direktur Pelaksana Ecotech ,seperti dikutip situs Radio Singapore International ”Rahasia biobag terletak pada bahan baku yaitu terbuat dari kulit jagung yang disebut mates-bi”. Keunggulan lain dari biobag adalah jika dibuang di tempat

(27)

pembuangan sampah atau dipendam di dalam tanah mampu terurai secara alami hanya dalam waktu sepuluh sampai empat puluh lima hari. Kulit jagung bisa dimanfaatkan sebagai bahan serat kain berkualitas tinggi,disebut sorona.

Teknologi pemanfaatan kulit jagung sebagai bahan serat kain dikembangkan pertama kali oleh perusahaan life sciences terbesar di dunia yang bermarkas di Amerika Serikat, Du Pont.

Melalui proses penelitian yang cermat,inti dari kulit jagung bisa menghasilkan bahan polimer berkualitas tinggi. Teknologi yang ramah lingkungan itu,ongkos produksinya memang lebih mahal ketimbang teknologi konvensional. Tapi,seiring dengan makin meningkatnya kesadaran akan bahaya pemakaian barang-barang dari plastik bagi kesehatan manusia,terutama di kalangan menenga ke atas, juga akan kesadaran akan kelestarian alam,maka berbagai barang dari serat kulit jagung itu biasa dijadikan peluang bisnis.

2.5 Resin Epoksi

Resin epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok termoset dan merupakan bahan perekat sintetik yang banyak dipakai untuk berbagai keperluan termasuk buat kontruksi bangunan. Resin termoset adalah polimer cairan yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi.

Sifat mekanis tergantung pada unit molekuler yang membentuk jaringan silang.

Proses pembuatanya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat-zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan sifat optimim bahan (Hartomo,1992). Termoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atom dengan kuat, tidak bisa mengalami pergeseran rantai.

Bentuk resin epoksi sebelum pergeseran berupa cairan seperti madu dan setelah pergeseran akan membentuk padatan.

Resin epoksi adalah penemuan industri plastik, yang pertama ditemukan oleh Dr.Pierre dari switzerlat dan Rr.S.O Greenlee dari Amerika serikat akhir tahun 1930. Resin ini mempunyai kegunaan yang luas dari industri teknik kimia, listrik, dan sipil sebagai perekat, cat pelapis, pencetakan benda-benda cetakan. Resin

(28)

13

epoksi bereaksi dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada kondisi dan pencampuran dengan pengerasnya. Resin epoksi memerlukan hardener untuk menemukan sifat mekaniknya. Hardener bukan merupakan katalis serta reaksi antara hardener dengan resin epoksi akan berkontribusi terhadap sifat dasar dari resin epoksi yang telah dipadatkan. Pada keadaan padatnya, resin epoksi biasanya bersifat brittle dan tidak resistan terhadap keretakan, namun jika dikombinasikan dengan hardener, maka sifat-sifat mekaniknya menjadi lebih baik. Hardener yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hardener Versamide 140 dari PT Justus Kimia Raya cabang medan. Versamide 140 memiliki kerapatan sebesar 0,970 gr/cm³, dan daya larut sebesar 1-10% (Hartomo,1992). Secara umum resin epoksi memiliki karakteristik yaitu:

a. Viskositasnya rendah : resin epoksi dan zat pengerasnya berbentuk cair dengan viskositas rendah, sehingga system prosesnya mudah.

b. Mudah mengeras : resin epoksi mengeras dengan cepat dan mudah pada suhu 5 – 150 °C, bergantung pada jenis pengeras yang digunakan.

c. Penyusutan rendah : salah satu sifat yang penting dari resin epoksi adalah penyusutan rendah selama pengerasan. Sedangkan resin tuangan phenolik yang menyerap air menunjukkan penyusutan yang tinggi, seperti juga dengan resin acrylic dan polyester, harus disusun dan diorientasikan kembali didalam phase cair dan kental. Resin epoksi bereaksi dengan penyusutan kecil dan tidak ada hasil sampingan yang mudah timbul dalam bentuk uap.

d. Kekuatan retakan yang tinggi : dengan adanya gugusan hidroksil polar dan eter pada rumus kimianya, epoksi merupakan perekat yang sangat baik.

Karena resin ini mengeras dengan penyusutan yang rendah maka persinggungan permukaan dengan terbentuk antara resin epoksi cair dengan penguat tidak terganggu selama pengerasan. Terbentuknya pengerasan yang kuat, tidak memerlukan penekanan yang tinggi yang mungkin merupakan yang terbaik dalam teknologi plastik saat ini.

e. Sifat mekanis yang tinggi : kekuatan resin epoksi biasanya lebih tinggi dari kekuatan resin yang lain. Hal ini akibat penyusutan yang rendah, yang meminimumkan tegangan yang dapat memperlemah struktur mekanis.

(29)

f. Isolasi listrik yang tinggi dan isolator yang sangat baik.

g. Daya tahan kimia yang baik: daya tahan kimia resin epoksi yang mengeras tergantung pada zat pengeras yang digunakan. Daya tahan yang terbaik yang diperoleh dengan spesifikasi bahan yang sesuai. Selain itu, sebagai resin epoksi mempunyai daya tahan baik terhadap asam.

h. Hampir semua plastik dapat melekat cukup kuat kecuali silicon, fluoresin, polietilen dan polipropilen.

i. Tidak ada efek samping terhadap suatu produk yang telah dibentuk atau dicetak

j. Tahan terhadap korosi.

Resin epoksi adalah plastik yang paling serba guna saat ini. Sifat-sifat dasarnya dapat diubah dengan beberapa cara, yakni dengan menggabungkan beberapa jenis resin dengan memiliki zat pengeras dan dengan menggunakan zat penggubah (Tono,1997). Resin epoksi digunakan dalam berbagai-bagai industri saat ini antara lain:

a. Sebagai bahan solder untuk memperbaiki kapal atau mobil yang terbuat dari plastic dan logam dan sebagai perekat pada struktur pesawat terbang

b. Sebagai senyawa cetakan untuk pembuatan bentuk dasar cetakan.

c. Sebagai senyawa lapisan penutup bangunan dan kontruksi jalan raya.

d. Sebagai senyawa pembungkus, pengisi vernis pada peralatan elektronika.

e. Sebagai pelapis untuk pesawat terbang dan peluru sebagai filament pembalut dan perlengkapan hiasan dengan cara pencetakan.

Tabel 2.2 Beberapa Sifat Resin Epoksi

No Sifat Nilai

1 Kerapatan (gr/cm3) 1,1 – 1,4

2 Modulus Young (GPa) 3 – 6

3 Perbandingan Poisson 0,38 – 0,40

4 Kekuatan Tarik (MPa) 35 – 100

5 Kekuatan Tekan (MPa) 100 – 200

6 Regangan Maksimum (%) 1 – 6

7 Koefisien Muai Panas (10-6 C-1) 60 8 Konduktivitas Panas (W m-1oC) 0,1 9 Temperatur Maksimum (oC) 50 – 300

10 Penyusutan (%) 1 – 2

(30)

15

2.6 Sifat Fisik dan Mekanik

Pengujian sifat fisis meliputi: densitas, serapan air dan gugus ikatan fungsi sedangkan pengujian sifat mekanik meliputi : MOR, MOE, uji impak, dan uji tarik

2.6.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. standar densitas gipsum yang ditetapkan untuk papan gipsum sebesar 1 gr/cm3 (SNI, 1996) dan sesuai dengan standar ISO 8335, (1987) yakni ≥ 1 gr/cm3. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan True Density. Bulk Density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel yang termasuk dengan pori-pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 𝜌𝐻2𝑂 (2.1) Keterangan:

Mk = massa kering benda (gr) Msg = massa sampel gantung (gr) Mkp = massa kawat penggantung (gr)

2.6.2 Daya Serap Air

Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin. Daya serap air tersebut dihitung dengan persamaan :

DSA = 𝑥100% (2.2)

Keterangan :

DSA : Daya serap air (%)

Mk : Massa sebelum perendaman (gr) Mb : Massa uji setelah perendaman (gr)

(31)

2.6.3 Pengujian MOR (Modulus of Repture)

Kekuatan patah sering disebut Modulus of Repture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal stress). Nilai MOR dapat dihitung dengan dengan persamaan :

MOR = (2.3)

keterangan :

MOR : Modulus of Repture (kg/cm2) b : Beban maksimum (kg) s : Jarak tumpuan (cm) l : Lebar spesimen uji (cm) t : Tebal spesimen uji (cm)

2.6.4 Pengujian MOE (Modulus of Elasticity)

Pengujian Modulus of Elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada selang beban tertentu. Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai dengan persamaan :

MOE = (2.4)

Keterangan :

MOE : Modulus of Elasticity (kg/cm2) B : Beban sebelum batas proporsi (kg) S : Jarak tumpuan (cm)

D : Lenturan pada beban (cm) l : Lebar spesimen uji (cm) t : Tebal spesimen uji (cm)

(32)

17

Gambar.2.1 Pemasangan Benda Uji MOR dan MOE

2.6.5 Kekuatan Impak

Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan. Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial.Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut (Ellery, T. 2012). Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis, yaitu :

Metode Charpy merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/ mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.

Metode Izod merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi , dan arah pembebanan serah dengan arah takikan.

(33)

Gambar 2.2 Ilustrasi Skematik Pembebanan Impak Pada Benda Uji Charpy Dan Izod

Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy

Besarnya kekuatan impak dari benda uji dengan luas penampang lintang (A) adalah (Tata Surdia. 1987):

𝑠 𝑠

dengan:

Is = Kekuatan impak (kJ/m2) Es = Energi serap (J)

A = Luas penampang (m2)

2.6.6 Uji Tarik

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu,

(34)

19

bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.4 Skema Pengujian Tarik Dengan UTM

Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu.

ζ = F / A

o (2.6)

Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji (δ atau ΔL), dengan panjang awal.

e = δ/ L

o = ΔL/ L

o = ( L - L

o ) / L

o (2.7)

Karena tegangan dan regangan dipeoleh dengan cara membagi beban dan perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti pada Gambar 2.3. Kedua kurva sering dipergunakan.

Gambar 2.5 Kurva Tegangan Regangan Teknik (ζ - ε)

(35)

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan- regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang kedua menyatakan keuletan bahan.

2.6.7 Prinsip Alat Differential Scanning Calorimetry (DSC)

DSC adalah suatu teknik analisis termal yang mengukur energi yang diserap atau diemisikan oleh sampel sebagai fungsi waktu atau suhu. Ketika transisi termal terjadi pada sampel, DSC memberikan pengukuran kalorimetri dari energi transisi dari temperatur tertentu. Untuk mengukur energi yang diperlukan untuk mengukur energi yang diperlukan untuk membuat perbedaan temperatur antara sampel dan pembanding mendekati nol, yang dianalisis pada daerah suhu yang sama, dalam lingkungan panas atau dingin dengan kecepatan yang teratur.

Terdapat dua tipe sistem DSC yang umum digunakan, yaitu :

- Power – Compensation DSC : pada Power – Compensation DSC, suhu sampel dan pembanding diatur secara manual dengan menggunakan tungku pembakaran yang sama dan terpisah..

- Heat – Flux DSC : pada Heat – Flux DSC, sampel dan pembanding dihubungkan dengan suatu lempengan logam. Sampel dan pembanding tersebut ditempatkan dalam satu tungku pembakaran. Perubahan entalpi atau kapasitas panas dari sampel menimbulkan perbedaan temperatur sampel terhadap pembanding, laju panas yang dihasilkan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan Differential Thermal Analysis (DTA).

Gambar 2.6 Bentuk Alat DSC (Differential Scanning Calorimetry)

(36)

21

Prinsip dasar yang mendasari teknik ini adalah, bila sampel mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus mengalir ke referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini eksotermik atau endotermik. Misalnya, sebagai sampel padat meleleh, cairan itu akan memerlukan lebih banyak panas mengalir ke sampel untuk meningkatkan suhu pada tingkat yang sama sebagai acuan. Hal ini disebabkan penyerapan panas oleh sampel karena mengalami transisi fase endotermik dari padat menjadi cair.

Demikian juga, sampel ini mengalami proses eksotermik (seperti kristalisasi), panas yang lebih sedikit diperlukan untuk menaikkan suhu sampel. Dengan mengamati perbedaan aliran panas antara sampel dan referensi, diferensial scanning kalorimeter mampu mengukur jumlah panas yang diserap atau dilepaskan selama transisi tersebut. DSC juga dapat digunakan untuk mengamati perubahan fasa lebih halus, seperti transisi kaca. DSC banyak digunakan dalam pengaturan industri sebagai instrumen pengendalian kualitas karena penerapannya dalam mengevaluasi kemurnian sampel dan untuk mempelajari pengobatan polimer. Hasil percobaan DSC adalah pemanasan atau pendinginan kurva.Polimer sering dianggap sebagai material yang tidak mampu memberikan performa yang baik pada termperatur tinggi.

Pada polimer, khususnya plastik, definisi temperatur tinggi adalah suhu diatas 135oC. Pada temperatur tinggi, polimer tidak hanya melunak, tetapi juga dapat mengalami degradasi termal. Sebuah plastik yang mengalami pelunakan pada temperatur tinggi tetapi mulai mengalami degradasi termal pada suhu yang jauh lebih rendah hanya dapat digunakan pada suhu di bawah suhu dia mulai mengalami degradasi. Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.

(37)

2.6.8 Prinsip Alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada pelbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 μm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul.

Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis- garis yang tersendiri. Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik . Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang.

Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan- ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah.

Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1.

Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut. Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan.

(38)

23

Gambar 2.7 Bagan Konsep FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Sistim optik Spektrofotometer FTIR seperti pada gambar diatas ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi (δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red. Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride).

Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

(39)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU untuk preparasi sampel gipsum plafon dan pengujian sifat fisis (densitas dan daya serap air), pengujian gugus fungsi (FTIR) di Laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Medan Belawan, pengujian sifat mekanik (kuat tarik, kuat lentur dan modulus elastisitas) di Laboratorium Komposit Fakultas Kehutanan USU serta pengujian titik leleh dengan DSC di Laboratorium Material Test PTKI Medan.

b. Waktu penelitiannya dilaksanakan pada bulan Januari-Mei tahun 2018.

3.2 Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. Ayakan 100 mesh : untuk memisahkan ukuran sesuai ukuran yang diinginkan.

2. Neraca Digital : untuk menimbang massa sampel.

3. Beaker Glass : untuk mengukur volume dan sebagai wadah sampel.

4. Spatula : sebagai alat mengambil dan mengaduk sampel.

5. Oven : sebagai alat untuk mengeringkan sampel.

6. Cetakan Sampel (Moulding) : sebagai tempat mencetak sampel.

7. Hidraulik Hot Press : untuk menekan sampel agar permukaan rata.

8. Jangka Sorong : untuk mengukur tebal dan panjang sampel.

9. Stopwacth : untuk menghitung lamanya waktu.

10. Ultimate Tensile Machine : sebagai alat untuk menguji sifat mekanik bahan meliputi uji tarik, perpanjangan putus, dan modulus young.

11. DSC (Differential Scanning Calorimetry): sebagai alat untuk menguji sifat termal suatu material meliputi suhu transisi, suhu kristalisasi, dan suhu leleh.

12. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) : sebagai alat untuk mengetahui gugus fungsi struktur ikatan sampel

(40)

25

3.2.2 Bahan

1. Tepung gypsum sebagai penguat (filler) pada pembuatan gipsum.

2. Serat kulit jagung (Zea mays) sebagai penguat (filler) pada pembuatan gipsum.

3. Resin epoksi sebagai matriks (perekat) pada pembuatan gipsum

4. NaOH 2 % sebagai larutan yang berfungsi untuk membersihkan serat dari peptin dan lignin.

5. Aquadest sebagai larutan untuk membersihkan kotoran yang melekat pada bahan.

6. Thinner sebagai katalis untuk proses percepatan homogenitas bahan campuran.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.3.1 Perlakuan pada Serat Kulit Jagung dan Tepung Gipsum

1. Dipilih serat kulit jagung yang cukup tua (warna kuning kecoklatan).

2. Dibersihkan serat kulit jagung dari kotoran dengan merendam di dalam air selama 3 minggu.

3. Dikeringkan serat kulit jagung yang telah bersih di dalam oven pada suhu 37oC selama 7 jam.

4. Setelah kering, serat kulit jagung direndam serat dengan NaOH (2 %) selama 24 jam untuk menghilangkan kadar peptin dan ligninnya.

5. Dibersihkan serat kulit jagung dari NaOH 2% dengan air mengalir sampai pH netral.

6. Dikeringkan kembali serat kulit jagung yang telah direndam dengan NaOH 2%

didalam oven pada suhu 40oC.

7. Setelah kering serat kulit jagung dipotong dengan ukuran acak 0,5 – 2 cm dan kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh agar mendapat ukuran serat yang homogen.

8. Dilakukan preparasi untuk tepung gipsum dengan mengayaknya dengan ayakan ukuran 100 mesh.

(41)

3.3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon

1. Ditimbang bahan dasar sebagai penguat yaitu: tepung gipsum, serat jagung dan resin epoksi dengan variasi komposisi (lihat Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Persentase Komposisi Gipsum Plafon Berbasis Tepung Gipsum dan Serat Kulit Jagung Dengan Matriks Resin Epoksi

Kode Sampel

Tepung Gipsum (%wt)

Serat Kulit Jagung

(%wt)

Resin Epoksi (%wt)

A 38 0 62

B 35 3 62

C 32 6 62

D 29 9 62

E 26 12 62

F 23 15 62

2. Dicampurkan kedua bahan yaitu tepung gipsum dan serat kulit jagung dengan massa total 65 gram didalam beaker glass kemudian diaduk secara dry mixing (pencampuran kering) selama 1 menit sampai homogen.

3. Kemudian dimasukan resin epoksi kedalam campurang dengan perbandingan resin dan hardener 1 : 1 dari massa total campuran dan diaduk selama 5 menit serta ditambahkan katalis berupa thinner agar campurannya lebih cepat homogen.

4. Dituang bahan yang telah tercampur kedalam cetakan dari besi kemudian dikompaksi di hot press pada tekanan 1 atm pada suhu 70 oC dan ditahan selama 20 menit.

5. Dikeluarkan sampel yang telah dikompaksi dari cetakan kemudian dikeringkan pada suhu ruangan.

6. Dikarakterisasi sampel tersebut meliputi sifat fisis (densitas, daya serap air, dan gugus fungsi), sifat mekanik (kuat tarik, modulus elastisitas, kuat lentur dan kuat impak) dan sifat thermal (titik leleh/DSC).

(42)

27

3.4 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini diagram alir penelitian yang dirancang untuk penelitian papan gipsum plafon berbasis komposit serbuk gipsum dan serat kulit jagung yang diperkuat resin epoksi sebagai berikut :

Dikempa panas (hot press) pada suhu 70 0C selama 20 menit

Gambar 3.1 Diagram Alir Peneltian Material Plafon Serat Kulit Jagung Gipsum Sintetis Resin Epoksi

Dicampur

Sampel Uji Dicetak Tekan

Sifat Thermal - Titik Leleh

(DSC) Sifat Mekanik :

- Kuat Patah (MOR) - Kuat Lentur (MOE) - Uji Tarik

- Uji Impak Sifat Fisis :

- Densitas - Daya Serap air - Gugus Fungsi

(FTIR)

Data

Analisis

Selesai

(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Material Papan Gipsum Plafon Berbasis Komposit Serbuk Gipsum dan Serat Kulit Jagung yang Diperkuat Oleh Resin Epoksi

Papan gipsum plafon berbasis komposit serbuk gipsum dan serat kulit jagung dengan matriks resin epoksi sebagai material pelindung langit - langit rumah telah berhasil dibuat dengan menggunakan teknik konvensional cetak dan tekan panas yang dicampur dengan metode pencampuran kering (dry mixing). Variasi komposisi serbuk gipsum, serat kulit jagung dan resin epoksi dibuat dengan perbandingan yaitu (38:0:62)%wt, (35:3:62)%wt, (32:6:62)%wt, (29:9:62)%wt, (26:12:62)%wt dan (23:15:62)%wt dengan massa total 65 gram yang dikompaksi dengan tekanan 1 atm selama 20 menit pada suhu 70oC. Karakterisasi material papan gipsum plafon berbasis komposit serbuk gipsum dan serat kulit jagung yang diperkuat resin epoksi bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antar bahan dalam membentuk papan gipsum plafon terhadap sifat fisis : densitas, daya serap air dan gugus fungsi, sifat mekanik : kuat patah, kuat tarik, kuat lentur dan kuat impak dan sifat thermal meliputi titik leleh dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry).

4.2.Karakterisasi Sifat Fisis Plafon Berbasis Komposit Serbuk Gipsum/Serat Kulit Jagung/Resin Epoksi

4.2.1 Densitas

Pengujian densitas dilakukan untuk mengukur kerapatan atom-atom penyusun material yang saling berikatan atau berinteraksi antara satu atom dengan atom lainnya dengan pengukuran massa setiap satuan volume material. Dari hasil pengujian perhitungan untuk menentukan nilai densitas dapat dilakukan dengan menggunakan ASTM C 373-88 untuk geometri material yang berbentuk seperti silinder, kubus atau balok didapatkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai densitas dapat dilihat pada lampiran A.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Dunia (2005:151) aktiva tetap adalah aktiva yang diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan untuk waktu yang lebih dari satu. tahun, tidak dimaksudkan untuk

Anak yang lahir dari keluarga “broken home” memiliki sifat yang berbeda dengan anak yang lahir dengan keluarga yang utuh.. Seorang anak yang memiliki keluarga

yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih rumah makan, yang akan. disajikan dalam bentuk penelitian yang berjudul:

Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu yang terbentuk dari proses pengolahan minyak mentah yang terdiri atas kontaminan yang sudah ada di dalam minyak,

1) Melakukan penelitian terhadap perbedaan harga diri dan perilaku seksual pada remaja. 2) Melakukan penelitian terhadap masalah tentang perilaku seksual remaja dan

In this paper, we will discuss the population number forcasting for Bandar Lampung city using four models those are simple linear regression model,

Misalkan a adalah banyaknya bilangan ganj il pada bagian pal ing kiri, b menyat akan banyaknya bilangan genap di sebelah kanan kelompok bilangan ganj il, c menyat akan

Berbeda dengan mereka yang meninggalkan tulisan (buku) atau karya monumental lainnya, maka pemikiran dan ide mereka menjadi acuan masyarakat meskipun mereka tidak lagi berstatus