• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lastri Khasanah; Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Pada Anak Usia Dini. vol. 2 no. 1 (Mei 2021)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lastri Khasanah; Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Pada Anak Usia Dini. vol. 2 no. 1 (Mei 2021)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

QALAM: Jurnal Pendidikan Islam

JURUSAN TARBIYAH - STAI SUFYAN TSAURI MAJENANG https://ejournal.stais.ac.id/index.php/qlm

SK E.ISSN No. : 0005.27458245/K.4/SK.ISSN/2020.09 || P.ISSN No. 0005.2745844X/K.4/SK.ISSN/2020.09

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM PADA ANAK USIA DINI

Lastri Khasanah,

STAI Sufyan Tsauri Majenang, lastrikhasanah@yahoo.com

Diterima tanggal: 18 April 2021 Dipublis tanggal: 25 Mei 2021

Abstract: Early childhood is a time of character and personality building. It is very important to instill religious values when children are easy to accept or respond to something through expressions, speech, five senses, and even experiences. The development of religion in early childhood occurs through life experiences that are acquired since childhood both in the family, in the school environment, and in the community. Children begin to know God through the words and actions of those around them. Important Islamic values are instilled in early childhood in the form of faith values, worship values, and moral values. While the methods can be applied in the internalization of Islamic values include exemplary methods, habituation methods, story methods, and field trips.

Keywords: Internalization, Values, Education, Islam.

Abstrak: Masa usia dini merupakan masa pembentukan watak, kepribadian dan karakter. Di masa ini sangat penting untuk penanaman nilai-nilai agama kepada anak, karena pada periode ini anak mudah untuk menerima atau merespon sesuatu baik melalui ungkapan, ucapan, panca indera, dan bahkan pengalaman. Perkembangan agama pada masa anak usia dini terjadi melalui pengalaman hidupnya yang didapat sejak kecil, baik dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat. Anak mulai mengenal Tuhan melalui ucapan dan tingkah laku orang disekelilingnya. Nilai-nilai Islam yang penting ditanamkan pada anak usia dini berupa nilai keimanan, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Sedangkan metode yang dapat diterapkan dalam internalisasi nilai-nilai islam antara lain adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, metode cerita, dan karyawisata.

Kata Kunci : Internalisasi, Nilai, Pendidikan, Islam.

A. Pendahuluan

Pendidikan telah menjadi salah satu kebutuhan primer yang memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, pemberian perhatian yang lebih terhadap pendidikan pada anak adalah salah satu langkah yang tepat, guna menyiapkan generasi yang unggul pada masa yang akan datang. Pendidikan yang pertama terbentuk dalam keluarga merupakan landasan pokok dalam pembentukan akhlak anak, sekaligus menjadi petunjuk dan menjauhkan anak dari perbuatan perbuatan yang tidak baik. Pendidikan sebagai proses membangun, membina, dan

(2)

mengembangkan kualitas manusia yang dilakukan secara terstruktur dan terprogram serta berkelanjutan sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini.

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Di mana pada masa ini mulai terbentuk tahap awal pertumbuhan dan perkembangan anak bahkan sudah dimulai sejak masa prenatal. Sel-sel otak anak tumbuh dan berkembang amat cepat, sehingga tahap awal perkembangan janin ini sangat penting untuk mengembangkan sel-sel otak, bahkan pada saat lahir sel otak tidak bertambah lagi. Di usia inilah pentingnya pendidikan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohaninya.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, digambarkan bahwa, pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pada hakikatnya pendidikan anak usia dini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar dan bertanggung jawab untuk memberikan pengaruh positif pada anak usia dini. Pendidikan anak usia dini dapat dipandang juga sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik sedini mungkin melalui bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Disinilah Pendidikan Anak Usia Dini sangat diperlukan sebagai proses dan usaha untuk membentuk pola pikir, kepribadian serta potensi yang telah ada pada anak sehingga dapat tumbuh kembang secara optimal (Hasan, 2009:15).

Dalam Islam juga dijelaskan bahwa usia kanak- kanak yang sering disebut usia dini, merupakan usia yang paling mudah untuk menerima atau merespon sesuatu baik melalui ungkapan, ucapan, panca indera, dan bahkan pengalaman, sehingga pada usia tersebut dianjurkan agar anak dilatih dengan ucapan-ucapan baik. Perkembangan agama pada masa anak usia dini terjadi melalui pengalaman hidupnya yang didapat sejak kecil, baik dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bernuansa keagamaan, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama (Darajat, 1996:55).

Dalam fase ini, merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan karena anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Ketika anak berhubungan dengan orang-orang disekelilingnya, telah ada banyak hal yang dia saksikan. Anak mulai mengenal Tuhan melalui ucapan dan tingkah laku orang disekelilingnya, namun belum mempunyai pemahaman dalam

(3)

melaksanakan ajaran Islam. Dari sinilah pentingnya memperkenalkan dan membiasakan anak sekalipun sifatnya hanya meniru untuk melakukan tindakan keagamaan (Raharjo, 2012:30).

Tahapan awal untuk menumbukan sikap, perilaku, keyakinan serta pribadi beragama dalam masa perkembangan anak yaitu dengan menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam. Dengan memperkenalkan dan menanamkan pendidikan agama sejak dini berarti telah membuat pribadi yang kuat berlandaskan agama dalam hal mendidik anak. Karena pada usia ini merupakan masa-masa terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga perlu ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini agar dapat terbentuk kepribadian anak yang Islami. Selain itu merupakan masa penentu keberhasilan anak di masa mendatang.

B. Pembahasan

1. Nilai-nilai Pendidikan Islam pada Anak Usia Dini a) Hakikat Nilai

Kata nilai berarti menunjuk pada kualitas tertentu dari sesuatu hal, misalnya kualitas suatu barang atau kualitas manusia. Sehingga nilai atau kualitas tersebut terkait dengan tingkat tertentu sesuai dengan ukuran-ukuran yang diberlakukan, seperti nilai ekonomis, nilai budaya, nilai agama, nilai politis, nilai sosial dan sebagainya.Nilai juga merupakan suatu hal yang melekat pada suatu hal yang lain yang menjadi bagian dari identitas sesuatu tersebut (Achmadi, 2004:54).

Menurut Sidi Ghazalba sebagaimana di kutip oleh Chabib Toha (2000:60), nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun tidak disenangi. Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku

Nilai berkaitan erat dengan kepentingan manusia, karena didalam setiap tindakan manusia tidak terlepas dari sistem nilai, dan setiap tindakannya selalu digerakkan oleh nilai. Nilai juga dapat dikatakan sebagai sumber daya, apabila suatu nilai itu sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan permintaan. Nilai sumber daya dapat mengalami kemerosotan dan dapat juga mengalami kenaikan. Misalnya pengaruh globalisasi menyebabkan nilai-nilai global (arus informasi, budaya, teknologi) tidak dapat

(4)

dibendung dan yang tidak sesuai kepribadian bangsa dapat menggeser atau menurunkan nilai-nilai lokal.

b) Nilai-nilai Pendidikan Islam 1) Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak (Darajat, 2004:28).

Menurut Zakiyah Darajat seperti yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani menyatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (Madjid, 2004:130).

Menurut Muhaimin dalam bukunya Paradigma Pendidikan Islam, menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2001:76).

Senada dengan Muhaimin, Baharudin (2010:196) mendefinisikan pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam di iringi dengan tuntutan untuk menghormati penganut ajaran agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Berdasarkan penjelasan di atas maka pendidikan Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam sehingga ia dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya. Dengan demikian pendidikan agama Islam merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan belajar yang telah diatur oleh pendidik yang

(5)

berguna untuk membina dan mengasuh secara sistematis dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani hingga mengamalkan ajaran agama Islam.

2) Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam

Fungsi utama pendidikan yaitu untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai yang baik.Sedangkan fungsi pendidikan agama Islam antara lain:

a) Pengembangan: untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

b) Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan, dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari hari.

c) Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembagannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

d) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.

e) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. (Madjid, 2004:135)

Sedangkan untuk tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal rumusan yang perlu diperhatikan, yaitu: tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal, sifat-sifat dasar manusia, tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban manusia (Rijal, 2005:36).

Berdasarkan batasan tersebut, para ahli mencoba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Diantaranya adalah al-Syaibani, merumuskan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia akhirat. Tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan tugas fungsinya sebagai khalifah fi al ardh.

Muhammad Fadhil al-Jamaliy, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam dalam al-Qur’an meliputi: menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia diantara

(6)

makhluk Allah lainnya dan bertanggung jawab dalam kehidupan ini, menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggungjawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta, dan menjelaskan hubungan dengan kholik sebagai pencipta alam semesta (Rijal, 2005:36).

Dalam ranah praktis, Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam Zuhairini (1993:17) menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari lima sasaran, yaitu: membentuk akhlak mulia, mempersiapkan kehidupan dunia akhirat, persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfataannya, menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik, mempersiapkan tenaga professional yang terampil. Sedangkan menurut Muhaimin (2001:75), tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara Yusuf Amir Faisal (2005:76), merinci tujuan pendidikan agama Islam sebagai berikut:

a) Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh dan ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.

b) Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat. c) Mengembangkan tenaga ahli dibidang agama dan ilmu-ilmu Islam yang lainnya

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi insan kamil, yang terampil dan profesional sehingga diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis baik dunia maupun akhirat.

3) Nilai-nilai Pendidikan Islam

Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai luhur yang agung dan mampu menentukan posisi dan fungsi di dalam masyarakat. Sesungguhnya nilai-nilai pendidikan Islam telah ditransformasikan kepada umat Islam dan terkait erat dengan

(7)

nilai-nilai yang ada dalam Islam itu sendiri. Secara garis besar nilai-nilai pendidikan Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a) Nilai keimanan

Iman secara umum dapat dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan di dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah swt serta sunah nabi Muhammad saw (Mahfud, 2011:12).

Iman adalah kepercayaan yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan. Sikap dan aktivitas keseharian. Dengan demikian iman tidak hanya terhenti pada wilayah lisan dan hati saja, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku yang konkrit (Qardlawi, 2003:27).

Dalam iman terkandung tiga unsur yaitu hati, lisan, dan perbuatan yang ketiganya merupakan satu kesatuan, sehingga untuk membuktikan seseorang beriman haruslah ketiga unsur tersebut ada dalam diri seseorang dan direalisasikan dalam perbuatan. Iman tidak dapat dipisahkan dari tauhid, karena tauhid merupakan esensi dari aqidah/ keyakinan terhadap Tuhan. Manifestasi iman adalah persaksian tiada Tuhan selain Allah (la illaha illallah). Persaksian atau pengakuan akan keesaan Allah adalah keyakinan yang menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim.

b) Nilai Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya sama, yaitu:

(1) Ibadah adalah taat kepada Allah swt. dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasul-Nya.

(2) Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah swt yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

(3) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT. Baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin (Jawas, 2004:185).

(8)

Ibadah dalam Islam secara garis besar terbagi kedalam dua jenis, yaitu ibadah mahdah (ibadah khusus) dan ibadah ghoiru mahdah (ibadah umum). Ibadah mahdah meliputi sholat, puasa, zakat, haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdah meliputi shodaqoh, membaca Al-Qur‟an dan lain sebagainya (Jawas, 2004:23).

Di dalam ibadah terkandung unsur-unsur penting yaitu adanya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, dan perbuatan yang dilakukan didasarkan pada iman kepada Allah. Sehingga tidak semua perbuatan baik termasuk ibadah, karena tidak didasari keimanan kepada Allah. Oleh karena itu sesungguhnya berbagai ibadah yang dilakukan seorang hamba pada dasarnya merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk memelihara kesucian dan keagungan ruhaninya sehingga mengarahkan perilakunya menuju yang agung pula yaitu Allah.

c) Nilai Akhlak

Kata akhlak bentuk jamak dari mufrad khuluq yang berarti budi pekerti, artinya bahwa akhlak berhubungan dengan budi, rasio (akal), suatu kekuatan yang berfungsi mendorong manusia berbuat sadar. akhlak berhubungan dengan pekerti yaitu apa yang terlihat dalam manusia yang didorong oleh perasaan batin (hati). Akhlak adalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses sehingga akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Dan dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan-santun (Nasirudin, 2010:31).

Menurut Ibnu Maskawih yang dikutip oleh Mustaqim memberi definisi bahwa akhlak adalah sebuah kondisi mental yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, yang dari dirinya muncul perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Tidak jauh beda juga dengan pengertian yang diberikan al-Ghazali bahwa akhlak merupakan kondisi jiwa yang menyebabkan ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam (Jawas, 2004:12).

Menurut al-Ghazali, setidaknya ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu kriteria akhlak yang baik dan buruk, yaitu; pertama, kekuatan ilmu atau kekuatan hikmah, kedua kekuatan marah yang terkontrol oleh akal akan

(9)

menimbulkan sifat syaja’ah, ketiga kekuatan nafsu syahwat, dan keempat kekuatan kesimbangan (keadilan). Keempat kriteria ini menurutnya merupakan syarat pokok untuk mencapai derajat akhlak yang baik secara mutlak.

Akhlak bersumber pada Al-Qur’an wahyu Allah yang tidak diragukan kebenarannya, dengan Nabi Muhammad saw sebagai figur dari akhlak Al-Qur’an suri tauladan umat nabi Muhammad saw. Sebagaimana terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab/33 ayat 21yang artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Sedangkan akhlak mempunyai tiga fungsi sebagaimana dikemukakan oleh Jalaludin, yaitu; mewujudkan kesejahteraan masyarakat, Mengungkapkan masalah dengan objektif, dan meningkatkan motivasi untuk menggali ilmu. c) Anak Usia Dini

Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Anak usia dini memiliki batasan usia tertentu, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Anak usia dini adalah anak sejak lahir sampai usia enam tahun. Yaitu anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun atau usia lahir sampai usia taman kanak-kanak.

Beberapa ahli pendidikan mengkategorikan anak usia dini sebagai berikut: (1) kelompok bayi (infancy) yaitu usia 0-1 tahun, (2) kelompok awal berjalan (toddler) yaitu usia 1-3 tahun, (3) kelompok pra sekolah (preschool) yaitu usia 3-4 tahun, (4) kelompok usia sekolah (kelas awal SD) yaitu usia 5-6 tahun, (5) kelompok usia sekolah (kelas lanjut SD) yaitu usia 6-8 tahun

Masa usia dini merupakan masa keemasan (golden age) karena pada masa ini potensi anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada ranah fisik, motorik, dan linguistik. Masa usia dini juga dikatakan sebagai masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi/meniru, masa peka, masa bermain, dan juga masa membangkang tahap awal.

Sedangkan secara pedagogik, Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak-anak usia lahir sampai usia enam tahun, yang

(10)

diberikan rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut, baik diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal maupun informal.

Pendidikan anak usia dini pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar dan bertanggung jawab untuk memberikan pengaruh positif pada anak usia dini. Pendidikan anak usia dini dapat dipandang juga sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik sedini mungkin melalui bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. 1) Perkembangan Anak Usia Dini

Masa anak usia dini sebagaimana pendapat Jalaludin (2001:132) terdiri dari dua periode perkembangan, yaitu:

a) Masa vital atau tahap asuhan (0 – 2 tahun)

Dalam masa ini anak belum dapat dididik secara langsung. Pendidikan baru dapat diberikan secara sepihak oleh kedua orang tua. Pada periode ini, orang tua berperan membimbing anak sebagai peserta didik dalam upaya membantu mengembangkan potensi fitrahnya. Misalnya: memberi nama yang baik, makanan dan minuman yang halal, semua perlakuan tersebut dinilai sangat berperan dalam pembentukan sikap dan kepribadian pada jenjang pendidikan berikutnya.

b) Masa estetis (2 – 6 tahun)

Periode ini, anak sudah dapat dididik secara langsung, yaitu melalui pembiasaan kepada hal-hal yang baik. Bimbingan ke arah pembiasaan ini dilaksanakan melalui belajar sambil bermain. Tanpa disadari anak-anak akan terdorong untuk melakukan segala bentuk kegiatan yang bernilai pendidikan, sesuai dengan perkembangan jiwanya yang didominasi oleh kecenderungan menyenangi kegiatan yang tidak membebani.

Dari periode tersebut dapat diketahui tentang perkembangan yang dialami anak, yaitu meliputi: Perkembangan fisik dan motorik (anak sedang belajar untuk menggunakan dan menguji tubuh melalui gerak, keterampilan dan aktivitas anak); Perkembangan sosial dan emosional (anak sepenuhnya terlibat dalam aktivitas perpindahan dan kesenangan melakukan banyak hal); Perkembangan kognitif (anak mulai memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,

(11)

tentang semua hal yang dilihatnya); dan Perkembangan bahasa (kemampuan berbahasa anak tumbuh dan berkembang pesat) (Morrison, 2012:221).

c) Karakteristik Anak Usia Dini

Anak memiliki dunia dan karakter tersendiri yang berbeda dengan karakter orang dewasa. Karakteristik yang khas dari anak usia dini adalah: (1)Bersifat egosentris, pada umumnya anak usia ini melihat dunia dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri, (2)Memiliki rasa ingin tahu (curiosity), anak berpandangan dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. (3)Bersifat unik, anak memiliki keunikan tersendiri, dan keunikan masing-masing anak sesuai dengan bakat dan minat serta kemampuan dan latar belakangnya, (4)Memiliki imajinasi dan fantasi, anak biasanya tertarik dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya akan fantasi, (5)Memiliki daya konsentrasi pendek, pada umumnya anak cepat bosan, tidak bertahan lama terhadap suatu kegiatan/ aktivitas (Suryana, 2011:10).

Kartini Kartono dalam Syamsu Yusuf (2020:67) mengungkapkan ciri khas atau karakter anak usia dini antara lain: pertama bersifat egosentris, yakni memandang dunia luar dari pandangannya sendiri sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya, yang dibatasi oleh perasaan dan pemikirannya yang masih sempit. Sikap ini bersifat sementara; kedua relasi sosial yang primitif, ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sekitar; ketiga, kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tak terpisahkan; keempat, sikap hidup yang fisiognomis, artinya anak memberikan atribut/ sifat secara konkrit, nyata terhadap apa yang dihayati. Anak belum dapat membedakan benda mati dan benda hidup. Segala sesuatu disekitarnya dianggap memiliki jiwa, sehingga sering kita dapati anak bercakap-cakap dengan binatang, boneka, atau mainan lainnya.

2. Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Islam pada Anak Usia Dini

Fase anak-anak merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan, hal ini karena anak sudah mulai bergaul dan mengenal dunia luar. Yaitu ketika anak berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya banyak hal yang dia saksikan, bahkan

(12)

anak mulai mengenal Tuhan melalui apa yang ia dengar dari ucapan dan tingkah laku orang disekelilingnya.

a. Metode internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak usia dini Untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam dengan baik maka dibutuhkan metode yang tepat agar nilai-nilai pendidikan Islam tersebut dapat terserap maksimal pada diri anak usia dini. Metode yang bisa diterapkan antara lain adalah:

1) Metode keteladanan (al-uswah); yaitu dengan memberi contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditiru dalam tindak-tanduk dan sopan santunnya sehingga terpatri dalam jiwa. Pada dasarnya tindakan keagamaan yang dilakukan oleh anak diperoleh dari meniru, sehingga metode ini sangat sesuai untuk digunakan dalam menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam karena anak usia dini berada dalam situasi identifikasi kepribadian yang cenderung meniru dan mencontoh orang lain sehingga dengan menyaksikan hal yang baik maka sedikit demi sedikit dapat mempengaruhi dan memperbaiki moral dan sosial anak. Keteladanan ditunjukkan dengan memperlihatkan contoh secara langsung tanpa banyak keterangan, dengan tujuan untuk memberikan sebuah keteladanan misalnya berupa contoh shalat tepat pada waktunya, berbicara sopan, berperilaku terpuji, dengan membiasakan mengucap salam ketika bertemu/ berjumpa/ bertegur sapa, bertutur kata yang halus, menghormati kepada yang lebih tua, menolong orang lain, menjenguk teman yang sakit, menyayangi kepada sesama, bersedekah-berbagi, dan menjaga kebersihan.

2) Metode pembiasaan; yaitu merupakan sebuah cara yang dirancang untuk membina dan membentuk anak dalam bertindak, bersikap serta berfikir yang sesuai dengan syari’at ajaran agama Islam. Cara pembiasaan dimulai sejak dini, untuk melatih anak dalam kebiasaan yang baik seperti mengucapkan salam, mengawali dan mengakhiri kegiatan dengan berdo’a, menutup aurat dengan berbusana yang Islami, saling berbagi, saling menyayangi, saling menghormati, dan bersikap sopan santun.

3) Metode cerita (al-qishshah); Anak usia 2-4 tahun cenderung lebih tertarik dengan cerita, sehingga melalui cerita dapat menyisipkan dan menyampaikan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Metode cerita adalah metode yang menceritakan

(13)

tentang kisah-kisah yang bertujuan untuk memberi pengetahuan dan perasaan keagamaan kepada siswa melalui redaksi Al-Qur’an dan hadits untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti kisah-kisah malaikat, para nabi, dan umat terkemuka pada zaman dahulu.

4) Metode karyawisata; merupakan metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara mengajak anak keluar kelas untuk dapat mengamati hal-hal yang dapat mendorong anak untuk mengenal lingkungan dengan baik dan membangkitkan kecintaan terhadap Allah swt dan ciptaan-Nya. Metode karyawisata merupakan metode pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengamatinya. Melalui karyawisata dapat tumbuh minat dan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu. Ketika anak diajak untuk mengunjungi tempat ibadah, anak dapat mengetahui aturan, sikap, dan mengetahui suasana yang sesungguhnya. Dengan karyawisata anak dapat mengamati hal-hal baru serta membangkitkan rasa cinta kepada Allah swt dan ciptaan-Nya. Kegiatan kunjungan seperti rekreasi ke kebun binatang, alam sekitar seperti pegunungan. Dari situ siswa dapat melihat langsung keagungan ciptaan Allah dan mensyukuri setiap ciptaan Allah.

b. Penanaman nilai-nilai pendidikan Islam pada anak usia dini

Agama merupakan faktor terpenting dalam pembentukan pribadi atau akhlak yang baik pada anak, oleh karena itu sangat penting untuk ditanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak sejak dini.

1) Nilai akidah atau keimanan

Merupakan nilai pertama yang ditanamkan anak usia dini, karena anak usia cenderung bersifat imitatif dan mereka masih berimajinasi dalam berfikir kebanyakan dari mereka masih menyerupakan Tuhan dengan berfikir jika Tuhan itu maha melihat dan mendengar berarti mata besar dan telinga besar. Peran orang tua sangat berpengaruh bagi tingkat keimanan anak melalui bimbingan orang tua anak dapat dibimbing untuk mengenal siapa itu Tuhan, sifat-sifat Tuhan, bagaimana kewajiban manusia terhadap Tuhan.

Pada kehidupan anak, dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

(14)

membiasakan anak mengucapkan kata-kata yang mengagungkan Allah, tasbih, istighfar, solawat, dan doa-doa pendek. Anak dilatih untuk mengulang kata-kata pendek tersebut seperti asma Allah, tasbih, tahmid, basmalah. Dengan demikian anak akan terbiasa dengan ucapan dan ingatan tentang Allah.

Sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya, nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak diantaranya dengan cara: a) Hafalan, seperti menghafal asmaul husna, nama-nama nabi dan rasul, b) Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan, c) Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah swt melalui ciptaan-Nya

2) Nilai Ibadah

Nilai ibadah hendaknya dikenalkan sedini mungkin dalam diri anak agar tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangan-Nya. Penanaman nilai ibadah pada anak usia di mulai dari dalam keluarga. Karena anak masih kecil lebih menyukai kegiatan-kegiatan ibadah yang nyata seperti melaksanakan sholat.

Kewajiban melaksanakan sholat itu harus diajarkan sejak dini, lebih baik lagi bila diajarkan pada anak usia dini mereka mulai diajarkan bacaan sholat dan gerakan sholat meskipun mereka belum berusia tujuh tahun tetapi pengenalan tentang ibadah sholat itu juga sangat penting. Penanaman ibadah shalat ini dapat dilakukan pada pendidikan anak usia dini melalui kegiatan berikut: membimbing anak untuk mempersiapkan alat sholat, memperkenalkan wudlu, pakaian bersih dan suci, mushola dan sebagainya, menjelaskan batasan-batasan aurat bagi laki-laki dan perempuan dalam sholat, anak diajak mempraktekkan shalat berjamaah dalam kelompok kecil dan belajar untuk mengikuti imam, anak dilatih untuk tenang dan menjawab ketika mendengarkan adzan, Anak dilatih untuk menghafalkan surat al-Fatihah, dan membiasakan anak untuk melaksanakan shalat tepat waktu (Wahyudi, 2005:42).

3) Nilai Akhlak

Akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan-santun. Menanamkan nilai akhlak pada anak bertujuan untuk mencetak anak memiliki budi pekerti yang baik, punya sopan santun, dan berkesusilaan

(15)

tinggi. Akhlak pada anak terbentuk dengan meniru, anak akan melihat, memperhatikan, dan mengawasi tingkah laku orang disekelilingnya dan kemudian akan menirunya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai langkah untuk menanamkan akhlak pada anak, diantaranya adalah:

a) Memberi teladan yang baik. Karena anak bersifat meniru maka berilah contoh yang baik agar yang ditiru anak juga yang baik, seperti membiasakan anak berkata yang baik dan berperilaku yang sopan

b) Membiasakan anak agar menggunakan tangan kanan bila memberi, mengambil, makan dan minum dan mengajarkannya untuk membaca doa disetiap akan melakukan sesuatu maupun sesudahnya

c) Mengajarkan anak untuk bersikap sopan kepada orang tua dan orang lain d) Membiasakan anak untuk bersikap jujur, misalkan anak melakukan

kesalahan, ajari anak untuk mengakui dan meminta maaf.

e) Mengajarkan anak sikap peduli, yaitu dengan memberi bantuan orang yang membutuhkan, menolong orang yang dalam kesulitan.

C. Kesimpulan

Usia dini merupakan masa emas (golden age) bagi anak-anak, karena pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak luar biasa. Pada masa ini juga merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter. Usia dini juga menjadi masa terpenting bagi anak, karena merupakan masa pembentukan kepribadian yang utama. Oleh karena itu, internalisasi atau penanaman nilai-nilai agama perlu diberikan sejak usia dini agar tercipta manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia.

Internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam pada anak usia dini dapat diterapkan melalui beberapa metode utama yaitu metode keteladanan, dengan memberi contoh yang baik kepada anak; metode pembiasaan, dengan membiasakan anak dengan perbuatan atau tingkah laku yang terpuji; metode cerita, dengan mengenalkan ke anak melalui cerita tentang kisah-kisah teladan: serta metode wisata, dengan mengajak anak melihat objek alam untuk mengenalkan Allah lebih jauh melalui ciptaan-Nya

Nilai-nilai Islam yang ditanamkan pada anak usia dini meliputi (1) nilai keimanan, yaitu mengenalkan anak tentang Allah, sifat-sifat-Nya, dan ciptaan-Nya; (2) nilai ibadah, anak dibimbing untuk mengenal Allah dengan membiasakan mengucapkan kata-kata yang mengagungkan Allah, tasbih, istighfar, sholawat, dan doa-doa pendek; (3) nilai akhlak, dengan

(16)

keteladanan yaitu mengajarkan anak untuk membiasakan diri berkata dan berperilaku yang sopan, bersikap jujur, dan mengajarkan sikap peduli terhadap sesama.

Daftar Pustaka

Achmadi, Asmoro. 2004. Filsafat dan Kebudayaan Jawa, Upaya Membangun Keselarasan Islam dan Budaya Jawa. Surakarta: CV Cendrawasih.

Al- Rasyidin dan Samsul Rizal. 2005. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press.

Baharudin. 2010. Pendidikan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Depdiknas, 2008. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008. Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.

Darajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. ---. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Faisal, Yusuf Amir. 2005. Reorientasi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Gema Insani Pers.

Hanipudin, Sarno. 2009. Konsepsi Guru Modern Dalam Pendidikan Islam. Dalam Jurnal Al-Munqidz: Jurnal Kajian dan Keislaman. Vol 8 (No.3) 2020. https://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/amk/article/view/265

Hanipudin, S., & Meilawati, R. (2020). IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (STUDI PADA RUMAH SINGGAH IBNU KHOLDUN MAJENANG). Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial, 7(2), 69-80. doi:

http://dx.doi.org/10.21580/wa.v7i2.6569

Hasan, Maimunah. 2009. PAUD: Pendidikan Anak Usia Dini Panduan Lengkap Manajemen Pendidikan Mutu Anak Untuk Para Guru dan Orang Tua. Yogyakarta: Diva Press.

Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.

Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2004. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah WalJama‟ah. Semarang: Pustaka Imam asy-Syafi‟i.

Madjid, Abdul dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mahfud, Rois. 2011. Al-Islam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga.

Morrison, George S. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasirudin. 2010. Pendidikan Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group.

Qardlawi, Yusuf. 2003. Merasakan Kehadiran Tuhan, terj. Jaziratul Islamiyah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Raharjo. 2012. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Suryana, Dadan. 2020. Dasar-dasar Pendidikan TK, Modul.

Thoha, Chabib. 2000. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wahyudi dkk. 2005. Program Pendidikan Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam. Jakarta: Gramedia.

Yusuf, Syamsu. 2020. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya. Zuhairini dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadhani.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah variabel makro seperti Produk Domestik Regional Bruto, jumlah penduduk, tingkat inflasi mempengaruhi Pendapatan Asli

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang hubungan dukungan emosional keluarga dengan tingkat kecemasan anak prasekolah pada saat pemasangan intravena

Konsep CANDLE yang dimodifikasi dapat diterapkan pada reaktor cepat berpendingin helium berdaya termal kecil (600 MWth), dengan sejarah burnup bahan bakar selama

Uang pembayaran itu nantinya akan disimpan di rekening penampungan (escrow akun) dan akan dibayarkan kepada penjual setelah barang dipastikan sampai pada

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari perancangan ini diperlukan feedback dari satelit sebagai pengontrol alat pada stasiun bumi yaitu dengan cara

Apabila suatu keinginan kelompok yang kohesif untuk mencapai kesepakatan berbenturan dengan pertimbangan untuk mencapai pemecahan-pemecahan alternative “pemikiran

Seluruh rangkaian pertemuan APEC di tahun 2013 harus dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan peran aktif Indonesia di dalam memajukan arsitektur ekonomi