• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Perindustrian Industri dan Klasifikasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Perindustrian Industri dan Klasifikasinya"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Perindustrian

Industri adalah kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam dengan penggunaan teknologi dan modal untuk memperoleh produk yang memiliki nilai tambah dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Industri dapat diklasifikasikan karakternya seperti berat-ringan, primer-sekunder, jasa-kegunaan dan faktor-faktor pembatasnya seperti orientasi tenaga kerja, orientasi transportasi, dan sumberdaya alam (Tandy, 1975)

Menurut Gallion dan Eisner (1986) dalam Martyaningsih (2003), beberapa bentuk kegiatan industri merupakan suatu bagian penting dari struktur ekonomi daerah. Tempat-tempat pekerjaan, pusat penelitian dan pengembangan, pabrik rakitan elektronik, industri berat, pabrik, dan percobaan bom atom semuanya tergabung dalam istilah industri. Jenis industri yang diperbolehkan oleh suatu daerah di dalam wilayahnya akan menentukan kualitas kehidupan.

Tandy (1975) menjelaskan ada faktor-faktor primer yang mempengaruhi lokasi industri atau pabrik, yaitu ketersediaan material, energi, tenaga kerja, pasar hasil industri dan pengolahan limbah. Sedangkan faktor sekunder yang mempengaruhi adalah transportasi.

Industri dan Klasifikasinya

Kegiatan suatu industri dapat berjalan baik dan berkesinambungan apabila unsur-unsur pokok penunjang kegiatan industri tersedia. Unsur-unsur pokok penunjang tersebut adalah: (1) sumber daya alam, seperti bahan baku, air, dan energi ;(2) sumber daya manusia, meliputi tenaga kerja dan keahlian ;(3) sarana dan prasarana, seperti lahan dan peralatannya.

Gintings (1995) mengklasifikasikan industri menjadi tiga, yaitu:

1. Industri dasar atau hulu, yaitu industri yang mempunyai ciri-ciri padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji, dan lokasi industri dekat dengan bahan baku.

(2)

2. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasi industri dekat dengan pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, banyak menyerap tenaga kerja.

3. Industri kecil, yaitu industri yang menggunakan peralatan yang sederhana, sistem pengolahan bahan lebih sederhana dari industri dasar dan industri hilir, sistem tata letak pabrik dan pengolahan limbah belum mendapat perhatian, banyak menyerap tenaga kerja..

Selain penggolongan tersebut, industri juga diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: (1) industri primer, yaitu industri yang merubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, (2) industri sekunder, yaitu industri yang merubah barang setengah jadi menjadi barang jadi, (3) industri tertier, yaitu industri yang sebagian meliputi industri jasa ataupun industri lanjutan yang mengolah bahan industri sekunder.

Berdasarkan ISIC (International Standard on Industrial Clasification) industri diklasifikasikan sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan, yaitu industri manufaktur, industri enjinering (industri rekayasa), industri barang logam, industri mesin dan peralatan pabrik, industri mesin listrik, peralatan-peralatan rumah tangga dan perlengkapan listrik, industri kendaraan dan industri mesin perkakas

Kawasan Industri

Pengertian kawasan industri seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (1) Keppres No. 98/1993, adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pada Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah dinyatakan bahwa kriteria suatu kawasan perindustrian adalah : (a) kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri, (b) tersedianya sumber air baku yang cukup, (c) adanya sistem pembuangan limbah, (d) tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat dan (e) tidak terletak di kawasan tanaman pangan basah yang berfungsi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi.

Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan area pemukiman di kota ( Tandy, 1975). Selanjutnya dikatakan, lokasi kawasan

(3)

industri sebaiknya mempunyai pelayanan transportasi yang baik, tetapi jangan terisolasi dari kota sehingga dapat mempersulit akses daripada pekerja. Lokasi kawasan industri juga harus merupakan daerah yang mempunyai arah angin yang dapat mencegah asap, debu, gas dan bunyi.

Menurut National Industrial Zoning Committee’s (USA) 1967, yang dimaksud dengan kawasan industri adalah sebuah kawasan industri di atas tanah cukup luas, yang secara administrasi dikontrol oleh seorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksessibilitas transportasi (Dirdjojuwono, 2004).

Definisi lain, menurut Industrial Development Handbook dari ULI (Urban Land Institute), Washington D.C. (1975), dalam Dirdjojuwono (2004) kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya.

Di dalam Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di Daerah dinyatakan bahwa kriteria suatu kawasan perindustrian adalah (a) memenuhi persyaratan lokasi industri, (b) tersedia sumber air baku yang cukup, (c) terdapat sistem pembuangan limbah, (d) tidak memberikan dampak sosial negatif yang berat, dan (e) tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi.

Perhatian pemerintah dalam pengadaan dan pengembangan kawasan industri dapat dilihat dari beberapa aturan yang dikeluarkan pemerintah tentang kawasan industri. Diantaranya, (1) Keppres No. 53/1989 tentang kawasan industri; (2) Keppres No. 33/1990 tentang penggunaan tanah bagi pembangunan kawasan industri; (3) Keppres No. 98/1993 tentang perubahan Keppres No. 53/1989; (4) Keppres No. 41/1996 tentang kawasan industri; (5) SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/Kep/2/1997 tentang kawasan industri. (Dirdjojuwono, 2004).

(4)

Adapun pengertian kawasan industri sesuai dengan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996 tanggal 4 Juni 1996 dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/Kep/2/1997 tanggal 20 Februari 1997 adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Kemudian persyaratan-persyaratan penunjang kawasan industri antara lain:

1. Luas Kawasan Industri sekurang-kurangnya 20 hektar.

2. Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan yang luasnya sekurang-kurangnya 10 hektar di dalam kawasan peruntukan industri yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri, dapat ditetapkan sebagai Kawasan Industri. Perusahaan tersebut di atas mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan perusahaan kawasan industri.

3. Perusahaan Kawasan Indutri berkewajiban untuk:

a. menyediakan lahan Industri Siap Pakai dan atau Bangunan Pabrik Siap Pakai;

b. membuat Rencana Tapak Kawasan Industri sesuai dengan Ketentuan Pemerintah Daerah;

c. menyusun AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL);

d. membangun dan memelihara prasarana dan utilitas seperti jalan, saluran drainase, pipa pengumpul limbah industri, membangun, mengoperasikan dan memelihara unit pusat pengolah limbah;

e. membuat tata tertib Kawasan Industri antara lain berisikan ketentuan-ketentuan hak/kewajiban perusahaan kawasan dan perusahaan industri di dalam kawasan, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, pengoperasian fasilitas sosial/fasilitas umum.

Penyelenggaraan kawasan industri dapat dilakukan oleh beberapa badan usaha seperti (a) BUMN, (b) Koperasi, (c) perusahaan swasta nasional, (d) perusahaan dalam rangka penanaman modal asing, dan (e) badan usaha antar badan-badan usaha (a), (b), (c), dan (d). terkait dengan hal tersebut, maka wadah

(5)

perkumpulan penyelenggaraan kawasan industri tergabung dalam Himpunan Kawasan Industri Indonesia (Dirdjojuwono, 2004).

Peranan kawasan industri dilihat dari tujuan pembangunan kawasan industri yang diatur pada pasal 2 Keppres No. 41/1996, yaitu (a) mempercepat pertumbuhan industri, (b) memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, (c) mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan (d) meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

Kondisi Lingkungan di Kawasan Industri

Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi, ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat. Namun pembangunan dan perkembangan industri kerap diidentikkan sebagai dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut umumnya berupa pemandangan yang kurang menyenangkan, bentang perkerasan yang mengurangi proporsi ruang terbuka hijau sehingga mengurangi fungsi tertentu vegetasi, memacu perkembangan tata ruang yang tidak terarah pada kawasan sekitar industri dan yang sering dikeluhkan adalah timbulnya masalah pencemaran. Pencemaran yang timbul berkaitan dengan jenis industri yang menjadi sumber pencemaran tersebut (Tandy, 1975).

Perubahan lanskap alami menjadi suatu lanskap baru karena digunakan oleh manusia untuk industri akan menyebabkan perubahan sistem ekologi yang dapat menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negatif (Tandy, 1975). Menurutnya masalah-masalah yang timbul karena penggunaan lahan untuk industri antara lain terhadap bentukan lahan, nilai lanskap, konservasi lahan dan polusi baik polusi udara, air, tanah, dan radiasi. Selanjutnya membedakan masalah umum karena penggunaan lahan untuk industri (masalah hidrologi dan perubahan bentuk lahan) dengan masalah khusus yang spesifik tergantung dari jenis industri. Suatu industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung pada input dan proses yang akan digunakan.

(6)

Menurut Wardhana (1995) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah dampak industri, yaitu:

1. Dampak tak langsung, dampak ini umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat, atau disebut juga sebagai dampak psikosioekonomi. Dampak ini antara lain dapat dilihat dari munculnya masalah urbanisasi, perubahan perilaku, timbulnya kriminalitas, dan perubahan sosial budaya.

2. Dampak langsung, dampak ini dapat dilihat dari terjadinya masalah pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan.

Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas masuk ke dalam lingkungan sehingga terjadi perubahan kualitas lingkungan. Sumber bahan beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan: (1) industri kimia organik maupun anorganik, (2) penggunaan bahan beracun dan berbahaya sebagai bahan baku atau bahan penolong, (3) peristiwa kimia-fisika, biologi dalam pabrik (Gintings, 1995).

Kualitas lingkungan dipengaruhi berbagai komponen yang ada dalam lingkungan, seperti kualitas air, kepadatan penduduk, flora dan fauna, kesuburan tanah, dan lain-lain. Apabila limbah masuk ke dalam lingkungan, menurut Gintings (1995), ada beberapa kemungkinan yang dapat diciptakan, yaitu:

1. Lingkungan tidak menambah pengaruh yang berarti, keadaan ini terjadi karena volume limbah kecil dan parameter pencemar yang terdapat di dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil. Karena itu jika limbah masuk, lingkungan masih mampu menetralisirnya.

2. Ada pengaruh perubahan tetapi jika tidak menyebabkan pencemaran, artinya lingkungan memberikan toleransi terhadap perubahan serta tidak menimbulkan dampak negatif.

3. Memberi perubahan dan menimbulkan pencemaran, artinya zat-zat pencemar dengan konsentrasi tinggi yang masuk ke dalam lingkungan sudah terlalu banyak dan mengakibatkan lingkungan tidak mampu untuk menetralisirnya.

(7)

Kualitas limbah yang dihasilkan suatu industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) volume air limbah, (2) kandungan bahan pencemar, (3) frekuensi pembuangan limbah.

Hubungan antara sub kegiatan dengan kegiatan lain yang terdapat kemungkinan limbah diproduksi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sistem input-output industri dan kemungkinan limbah (Gintings, 1995) Lingkungan sebagai badan penerimaan pencemar akan menyerap bahan-bahan beracun dan berbahaya dalam limbah sesuai dengan kemampuan. Sebagai badan penerima adalah udara, permukaan tanah, air sungai, dan lautan yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan secara fisik, kimia, biologis sebagai akibat dari bahan pencemar, membawa perubahan nilai lingkungan yang disebut perubahan kualitas (Gintings, 1995).

Menurut Dirdjojuwono (2004), mengingat pengembangan kawasan industri mempergunakan areal yang cukup luas dan merupakan kegiatan yang bersifat mengubah fungsi lahan, maka sudah tentu akan membawa dampak perubahan lingkungan baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, terutama dalam kaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan berbagai prasarana lingkungan dengan kegiatan lain di sekitarnya. Dampak perubahan lingkungan tersebut antara lain:

1. Aksessibilitas dan prasarana transportasi untuk bahan baku, hasil produksi dan komuter pekerja dari dan ke permukimannya;

2. Sumber air baku industri yang relatif tinggi penggunaannya;

INPUT PROSES OUTPUT LIMBAH

Bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan peralatan limbah Industri primer, Industri sekunder, Industri tertier Produk utama, produk sampingan limbah Nilai ekonomis, dan tidak bernilai ekonomis

(8)

3. Sistem drainase dan sanitasi lingkungan yang tidak dikelola dengan baik secara terpadu dapat menimbulkan banjir akibat terkonsentrasinya beban yang tidak sesuai dengan kapasitas aliran air (run off);

4. Pengendalian limbah baik bersifat cair, padat, maupun gas yang dapat membahayakan manusia dan kegiatan lainnya yang ada disekitar kawasan industri ini;

5. Integrasi antar kawasan industri lain yang terdapat di sekitarnya baik dalam pemanfaatan sarana dan prasarana serta sumberdaya alamnya termasuk pola tata ruangnya antara lain masalah alokasi ruang pemukiman buruh lengkap dengan berbagai permasalahan lingkungan.

Pencemaran Udara dan Sumber Pencemaran

Berdasarkan Undang-Undang No: 23 Tahun 1997, tentang ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 ayat (12) disebut: “Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Menurut Azwar (1981) mengatakan, pencemaran adalah terdapatnya segala sesuatau yang sifatnya membahayakan kelangsungan hidup manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan itu pada udara yang berada di luar rumah, sebagai akibat tingkah laku manusia yang umumnya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun yang terjadi secara alamiah.

Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No: 20 Tahun 1986, tentang lingkup tugas departemen perindustrian dalam pengendalian pencemaran industri terhadap lingkungan hidup, Pasal 1 (ayat 2) disebutkan bahwa: “ Pencemaran industri atau pencemaran sebagai akibat kegiatan industri adalah penurunan kualitas lingkungan hidup karena masukknya za-zat pencemar baik dalam bentuk benda padat, benda cair atau gas yang berasal dari kegiatan industri ke suatu lingkungan atau ke dalam tanah, air dan udara, atau pun karena pengaruh

(9)

gangguan berupa suara atau bunyi-bunyian, getaran, bau-bauan, debu dan lain sebagainya”.

Menurut Andrews (1972) sumber polusi udara dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu:

a) Gesekan permukaan seperti gesekan (gosokan) dari beberapa materi misalnya aspal, tanah, besi dan kayu yang membuang partikel padat ke udara pada berbagai ukuran.

b) Penguapan, yang berasal dari cairan yang mudah menguap misalnya bensin, minyak cat dan uap yang dihasilkan oleh industri logam, kimia, dan lain-lain.

c) Pembakaran, seperti pembakaran bahan bakar fosil misalnya minyak, solar, bensin, batu bara, pembakaran hutan dan sebagainya. Pembakaran tersebut merupakan proses oksidasi sehingga menghasilkan gas-gas CO2,

CO, SOx, NOx atau senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna. Menurut pergerakannya sumber pencemar dibagi menjadi dua yaitu sumber tidak bergerak (stasioner) dan sumber bergerak (mobil). Sumber pencemar yang termasuk dalam sumber stasioner antara lain pemukiman, industri, pembangkit tenaga listrik; sedangkan sumber bergerak terutama berasal dari transportasi (Sutamihardja, 1985).

Zat Pencemar Udara

Zat pencemar udara adalah setiap macam zat yang ditambahkan pada udara, bisa mengakibatkan perubahan yang berupa perubahan fisik maupun kimia (Sitanggang, 1999).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimaksuknya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya.

Terdapat 2 jenis pencemar yaitu sebagai berikut :

a. Zat pencemar primer, yaitu zat kimia yang langsung mengkontaminasi udara dalam konsentrasi yang membahayakan. Zat tersebut berasal dari komponen

(10)

udara alamiah seperti karbon dioksida, yang meningkat di atas konsentrasi normal, atau sesuatu yang tidak biasanya, ditemukan dalam udara, misalnya timbal.

b. Zat pencemar sekunder, yaitu zat kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia antar komponen-komponen udara.

Sumber bahan pencemar primer dapat dibagi lagi menjadi dua golongan besar :

1. Sumber alamiah

Beberapa kegiatan alam yang bisa menyebabkan pencemaran udara adalah kegiatan gunung berapi, kebakaran hutan, kegiatan mikroorganisme, dan lain-lain. Bahan pencemar yang dihasilkan umumnya adalah asap, gas-gas, dan debu.

2. Sumber buatan manusia

Kegiatan manusia yang menghasilkan bahan-bahan pencemar bermacam-macam antara lain adalah kegiatan-kegiatan berikut :

a. Pembakaran, seperti pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan rumah tangga, industri, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Bahan-bahan pencemar yang dihasilkan antara lain asap, debu, grit (pasir halus), dan gas (CO dan NO). b. Proses peleburan, seperti proses peleburan baja, pembuatan soda, semen,

keramik, aspal. Sedangkan bahan pencemar yang dihasilkannya antara lain adalah debu, uap dan gas-gas.

c. Pertambangan dan penggalian, seperti tambang mineral dan logam. Bahan pencemar yang dihasilkan terutama adalah debu.

d. Proses pengolahan dan pemanasan seperti pada proses pengolahan makanan, daging, ikan, dan penyamakan. Bahan pencemar yang dihasilkan terutama asap, debu, dan bau.

e. Pembuangan limbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Pencemarannya terutama adalah dari instalasi pengolahan air buangannya. Sedangkan bahan pencemarnya yang teruatam adalah gas H2S yang

(11)

f. Proses kimia, seperti pada proses fertilisasi, proses pemurnian minyak bumi, proses pengolahan mineral. Pembuatan keris, dan lain-lain. Bahan-bahan pencemar yang dihasilkan antara lain adalah debu, uap dan gas-gas

g. Proses pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung, jalan dan kegiatan yang semacamnya. Bahan pencemarnya yang terutama adalah asap dan debu. h. Proses percobaan atom atau nuklir. Bahan pencemarnya yang terutama adalah

gas-gas dan debu radioaktif.

Ada beberapa bahan pencemar udara yang sering ditemukan di kota-kota. Dilihat dari ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa:

a. Partikel (debu, aerosol, timah hitam)

b. Gas (karbon monoksida / CO, sulfur oksida / SOx, hidrokarbon, nitrogen oksida

/ NOx, H2S dan oksidant ozon)

c. Energi (suhu dan kebisingan).

Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga.

Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang

(12)

besaral dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikulat patut mendapat perhatian.

Pohon Sebagai Pereduksi Polutan Udara

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).

Pohon merupakan tanaman yang memiliki batang tunggal dan tumbuh dengan ketinggian lebih dari tiga meter (Laurie, 1986). Lebih lanjut Carpenter et al. (1975) menjelaskan bahwa perbedaan antara pohon dan semak tidak terlalu jelas, tetapi pohon dicirikan dengan batang tunggal yang mengarah ke atas, dan perdu mempunyai beberapa batang yang demikian. Berdasarkan ukurannya, Carpenter et al. (1975) menciri menjadi tiga ukuran, yaitu: ukuran pendek (<9 meter), menengah (antara 9-18 meter, dan tinggi (>18 meter)). Sebagian dari tumbuhan berkayu ini, pada waktu tertentu akan kehilangan daunnya (deciduous) dan sebagian lagi tetap hijau sepanjang tahun (evergreen).

Tumbuhan terutama pepohonan mengabsorbsi karbon dioksida dan melepaskan oksigen ke udara melalui proses fotosintesa. Pada waktu yang bersamaan, tumbuhan mengurangi jumlah polutan dalam tanah maupun air. Pohon juga menghilangkan sejumlah polutan yang berarti dan partikel dari udara (Butz, 1972). Lebih lanjut dijelaskan bahwa polutan udara sendiri dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Polutan itu sendiri akan berinteraksi dengan tanaman dan akan dipakai dalam proses fisiologi tanaman. Tanaman tertentu pepohonan dapat menyerap polutan udara secara selektif, asalkan tingkat polusi tersebut tidak sedemikian tinggi sehingga dapat merusak atau bahkan mematikannya. Dijelaskan oleh Prawiranata et al. (1989), selain dari senyawa kimia yang terdapat secara alami, produk buangan tertentu dari industri dan

(13)

kendaraan, baik berbentuk gas atau butiran-butiran halus, mengotori atmosfir di berbagai daerah dan dapat menimbulkan kerusakan khusus pada tumbuhan. Ditambahkan oleh Grey dan Deneke (1978) salah satu karakteristik tanaman yang dapat menjebak dan menahan polutan padat, yaitu butir-butir debu, adalah tanaman yang daunnya berambut.

Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan

Polutan-polutan udara baik secara fisik, kimia, dan fisiologis dapat ditetapkan sebagai zat-zat atau bahan-bahan yang berpengaruh merugikan terhadap fungsi-fungsi pertumbuhan tanaman (Grey dan Deneke, 1978).

Menurut Dahlan (1995), setiap jenis tanaman memperlihatkan respon yang berbeda dengan yang diberikannya pencemaran. Pada tanaman yang sensitif pencemaran udara menimbulkan dampak negatif, sedangkan pada tanaman tertentu perlakuan pencemar memicu pertumbuhan tanaman. Dari hasil penelitian menunjukkan pada tanamaan Saputangan, polutan menyebabkan pertambahan daun meningkat dan menurunkan kandungan karbohidrat. Demikian juga yang dijelaskan oleh Sugiharti (1998), pencemaran udara memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan fotosintesis dan respirasi tanaman Asam londo dan menurunkan kandungan karbohidrat sebesar 10,67%. Selanjutnya tanaman tersebut digolongkan sebagai tanaman yang peka terhadap pencemaran udara. Tanaman lainnya yang tergolong peka adalah Asam jawa dan Trembesi, pada kedua jenis ini pencemaran udara berpengaruh nyata pada kecepatan fotosintesis dan penurunan kandungan karbohidrat yang cukup besar, namun kecepatan respirasi tidak berpengaruh nyata. Kaliandra, Kembang merak dan Flamboyan digolongkan sebagai tanaman yang tidak peka.

Dampak Pencemaran Terhadap Manusia

Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda-beda antarindividu. Populasi yang paling rentan adalah kelompok

(14)

individu berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita mempunyai kerentanan enam kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kelompok balita lebih rentan karena mereka lebih aktif dan dengan demikian menghirup udara lebih banyak, sehingga mereka lebih banyak menghirup zat-zat pencemar. (Farida, 2004)

Pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan dibedakan menjadi 3 jenis :

1. Irintasia. Biasanya polutan ini bersifat korosif, merangsang proses peradangan hanya pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu saluran pernapasan mulai dari hidung hingga tenggorokkan. Misalnya sulfur dioksida, sulfur trioksida, amoniak, dan debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan juga dapat mengenai paru-paru itu sendiri.

2. Asfiksia. Hal ini terjadi karena berkurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang.

Keracunan gas karbon monoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin, sehingga kemampuan hemoglobin mengikat O2 berkurang dan

terjadilah asfiksia. Penyebabnya adalah gas nitrogen, oksida, metan, gas hidrogen dan helium.

3. Anestesia. Bersifat menekan susunan syaraf pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya aeter, aetilene, propan,e dan alkohol alifatis.

4. Toksis. Titik tangkap terjadinya berbagai jenis, yaitu : menimbulkan gangguan pada sistem pembuatan darah, misalnya benzene, fenol, toluen dan xylene. Keracunan terhadap susunan syaraf, misalnya karbon disulfid, metal alkohol.(Farida, 2004)

Gejala Kerusakan yang Disebabkan oleh Polutan

Menurut Siahaan (1996) dampak pencemaran udara dapat diamati pada daun tanaman berupa klorisis, nekrosis dan bercak kuning. Pencemaran udara secara nyata menimbulkan tekanan pada tanaman terutama pada parameter pertambahan tinggi dan diameter.

Berdasarkan hasil penelitian Ekawati (1998) menunjukkan bahwa pencemaran udara yang diemisikan oleh sepeda motor secara nyata berpengaruh

(15)

pada kerusakan (abnormalitas) sel daun beberapa jenis tanaman. Terjadinya pertambahan atau pengurangan ukuran sel merupakan indikasi terjadinya penambahan atau pengurangan massa sel. Hal ini merupakan respon tanaman untuk mempertahankan keseimbangan fungsi fisiologis, terutama pada sel daun sebagai tempat terjadinya fotosintesis. Perubahan bentuk sel, variasi penambahan atau kenaikan maupun penurunan ukuran sel, menunjukkan respon dari masing-masing sel tanaman terhadap tekanan yang diberikan oleh lingkungan berupa udara yang tercemar.

Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka dalam lingkungan hidup adalah lingkungan alam dan manusia. Ruang terbuka ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ruang terbuka sebagai sumber produksi, yaitu antara lain perhutanan, produksi mineral, peternakan, pengairan, dan lain-lain, (2) ruang terbuka sebagai perlindungan, misalnya cagar alam, daerah budaya dan sejarah, (3) ruang terbuka untuk kesehatan, kenyamanan, antara lain untuk melindungi kualitas air, pengaturan pembuangan air dan sampah, rekreasi, taman lingkungan, taman kota (laurie, 1986).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, RTH di perkotaan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/ jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

RTH di definisikan sebagai ruang terbuka yang manfaatnya lebih bersifat pengisian hijauan tanaman, baik yang bersifat alamiah atau budidaya tanaman dan sebagainya (Inmendagri No. 14 tahun 1988). Menurut Box dan Harrizon (1993), Ruang Terbuka Hijau Kota adalah tanah, air, dan bentukan geologi terdiri dari tanaman dan hewan secara alami dan dapat dicapai dengan berjalan kaki bagi sebagian besar penduduk.

Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyatakan bahwa RTH merupakan areal bagian dari suatu ruang terbuka (open space) kota secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi secara langsung maupun tidak langsung

(16)

untuk kehidupan dan kesejahteraan warga kotanya. RTH di kawasan perkotaan merupakan salah satu bagian dari ruang kota yang sangat penting nilainya, tidak hanya ditinjau dari segi fisik dan sosial, tetapi juga dari penilaian ekonomi dan ekologis.

Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 antara lain: a) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b) mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan perkotaan; dan c) meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Sedangkan manfaat RTH menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 adalah: a) sarana untuk mencerminkan identitas daerah; b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; c) sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; f) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; g) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; h) memperbaiki iklim mikro; dan i) meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Kriteria penaataan RTH merupakan keterkaitan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi. Alokasi RTH: (1) rencana RTH dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya, (2) pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan kegiatan diatas permukaan laut serta kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengamanan utilitas, (3) pada lahan di wilayah perkotaan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau ditelantarkan (Supriyatno, 1996).

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau

Gold (1980) menyatakan bahwa proses perencanaan terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Pada tahap persiapan dilakukan penetapan tujuan sebagai landasan tahap perencanaan selanjutnya. Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulan data, menyangkut aspek fisik, teknis,

(17)

sosial, budaya, ekonomi. Berbagai masalah, hambatan, potensi, dan alternatif pengembangan tapak akan diketahui melalui tahap analisis. Disesuaikan dengan tujuan perencanaan semula, pada tahap sintesis dicari pemecahan atas masalah dan pengembangan terhadap potensi tapak. Selanjutnya dalam tahap perencanaan, dipilih satu alternatif perencanaan hasil sintesis. Ia dapat berupa alternatif atau modifikasi dan kombinasi beberapa alternatif perencanaan.

Pada dasarnya berbagai permasalahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang timbul merupakan konsekuensi perilaku manusia. Permasalahan tersebut dipikul oleh manusia juga. Masyarakat dengan perilakunya telah terpola dalam budaya yang merupakan ajar turun-temurun (Clapham, 1981).

Menurut Tuan (1984) aspek persepsi, sikap, dan nilai-nilai lingkungan pada masyarakat kawasan perencanaan penting untuk turut dipertimbangkan dalam mencari pemecahan suatu permasalahan lingkungan. Seorang perencana perlu berupaya memahami budaya dan ruang terbuka hijau masyarakat kawasan perencanaan terlebih dahulu.

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri

Manusia membutuhkan kehadiran lingkungan hijau ditengah-tengah lingkungan tempat tinggal atau tempat aktifitasnya, yang terbebas dari polusi, sehat dan nyaman. Manfaat ruang terbuka hijau menurut Carpenter et.al (1975) adalah sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi tekanan-tekanan dari kebisingan, udara panas dan polusi di sekitarnya serta sebagai pembentuk kesan ruang.

Tandy (1975) menjelaskan bahwa pada umumnya kawasan industri dicirikan dengan adanya bangunan pabrik, gudang, maupun fasilitas lainnya yang bersifat perkerasan, pemandangan gersang, suasana tidak nyaman dan panas. Ruang terbuka hijau kurang diperhatikan. Menurut Dirdjojuwono (2004), bagi sebuah kawasan industri, fasilitas ruang terbuka hijau merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang, karena ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penyaring polusi, baik polusi udara maupun suara, di samping tentunya sebagai daya tarik kawasan.

(18)

Selanjutnya, tidak semua lahan di kawasan industri digunakan untuk bangunan pabrik, pemukiman atau sarana komersial lainnya. Lahan di luar bangunan, selain diperuntukkan bagi fasilitas umum dan fasilitas sosial, juga disediakan untuk RTH. Fungsi RTH antara lain: 1) Memperindah penampilan lahan kawasan serta menyediakan lingkungan yang menarik bagi pembeli atau penyewa prospektif, 2) Penghijauan lahan sehingga memberikan udara yang sejuk dan segar, 3) Menyediakan pohon-pohon pelindung; 4) Menutup tanah yang tidak digunakan untuk bangunan dan jalan, misalnya dengan rumput, semak atau perdu; 5) Sebagai pagar pembatas antara dua fungsi lahan yang berbeda atau antara dua jalur jalan di dalam kawasan; dan 6) Sebagai daerah resapan air untuk penangkal banjir (Dirdjojuwono, 2004).

RTH mempunyai peranan yang penting di dalam suatu kawasan industri, dimana suatu kawasan industri yang banyak menghasilkan limbah dan polusi yang berasal dari aktivitas-aktivitas industri membutuhkan kehadiran suatu lingkungan hijau dalam suatu ruang terbuka hijau. Hal ini berkaitan dengan fungsi RTH, sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, yaitu: a) pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; c) tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; d) pengendali tata air; dan e) sarana estetika kota.

Perencanaan lanskap sekitar kawasan industri dapat menggunakan pendekatan Turner (1987). Aplikasi pendekatan tersebut dilaksanakan terpisah maupun kombinasi:

x Zoning. Menciptakan zona industri dengan membuat kawasan pembatas terhadap lingkungan sekitar. Umum dilakukan terhadap industri berukuran besar.

x Inovatif. Industri diterima sebagai elemen kontras terhadap lingkungan sekitar. Dengan demikian tidak perlu pembatas khusus, sebagaimana zoning, antara area industri dan lingkungan sekitarnya.

x Konservatif. Menyatukan industri dengan lingkungan sekitar melalui persamaan elemen desain (seperti bentuk, pola, warna, material) setempat.

(19)

x Penutupan. Cara paling efektif menyeragamkan industri dengan lanskap sekitar. Fasilitas tertentu dapat ditutup dengan elemen lanskap alami maupun buatan.

Referensi

Dokumen terkait

Didapatkan perbedaan statistik yang bermakna rerata tekanan darah sistolik ataupun diastolik pada keempat kuartil kadar kolesterol total (nilai p = 0,001 untuk

Dalam kehidupan masyarakat Jawa berbagai macam ragam seni dan budaya hingga kini masih bertahan dan dijalankan, salah satu bentuk upaya dalam pemaknaan ini dapat

Salah satu strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan oleh seorang guru adalah strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (Suprijono,2014: 120)

Kita sebaiknya melihat dahulu apa tujuan auditor melakukan proses audit, bukankah tujuan auditor melakukan proses audit adalah untuk menyatakan pendapatnya

Berdasarkan hal tersebut penulis menggunakan metode deskriptif dengan tujuan mendeskripsikan dan mengolah data yang diperoleh selama pengumpulan data yang kemudian

Tingkat kepuasan pengguna jasa layanan dalam penelitian ini mencakup aspek kualitas informasi, kualitas sistem, kualitas pelayanan, kepuasan pengguna, dan loyalitas pengguna