• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi nosokomial merupakan permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit yang mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Hal ini berkaitan dengan konsep keselamatan pasien yang belum dilaksanakan sepenuhnya. Konsep ini sudah lama ada sejak zaman Hipocrates, namun konsep ini menjadi sorotan dunia pada tahun 1999 setelah Institute of Medicine (IOM) mempublikasikan laporan penelitian dengan judul “To Err is Human: Building A safer Health System” tentang banyaknya pasien yang meninggal akibat medical error di rumah sakit (Kohn et al., 2000). Depkes RI pada tahun 2004 melakukan penelitian, proporsi kejadian infeksi nosokimal di rumah sakit pemerintah sebesar 55.1% sedangkan untuk rumah sakit swasta sebesar 35.7%.

Penyebaran infeksi nosokomial umumnya terjadi melalui tiga cara yaitu udara, percikan dan kontak langsung (Schaffer et al., 2000). Sebagai contoh, infeksi nosokomial terjadi karena mikroba pathogen yang bersumber terutama dari penderita penyakit menular. Pasien rawat inap beresiko sangat tinggi untuk terjadinya infeksi nosokomial. Mereka cenderung lebih rentan terhadap infeksi karena kondisi penyakit yang mendasari. Selain itu, kondisi ruangan rawat inap harus memenuhi syarat kesehatan, baik kualitas udara, konstruksi bangunan maupun fasilitas. Kualitas udara dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh pencemaran kimia tetapi juga oleh faktor lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban, pencahayaan dan luas ruangan. Apabila ruangan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan, penyakit dapat menular melalui peralatan, bahan-bahan yang digunakan, makanan dan minuman. Petugas kesehatan dapat pula menjadi sumber penularan, disamping keluarga pasien yang lalu lalang, peralatan medis, dan lingkungan rumah sakit itu sendiri (Darmadi, 2008).

Data dari Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta menunjukkan bahwa dari 167 spesimen hapus tangan dan kuku petugas yang diperiksa terdapat 85,1% yang tidak steril yang mengandung 31,6% kuman batang berspora; 17,9% bakteri Coliform; 12,9% Staphylococcus epidermidis; 7,9% Pseudomonas aeruginosa; 7,3% Clostridium spp.; 6,2% Klebsiella spp.; 5,1% Streptococcus haemolyticus; 4,5% Clostridium welchii;

(2)

2,8% Proteus spp.; 2,3% E. coli; 1,1% Staphylococcus aureus; dan 0,6% Pseudomonas spp.

Selama ini diketahui bahwa berbagai obyek di kamar pasien di rumah sakit merupakan kawasan perkembangbiakan potensial bakteri atau kuman yang menyebabkan infeksi. Untuk itu dengan menurunkan angka kuman di sekeliling pasien maka resiko infeksi juga menurun secara signifikan (Schmidt,2011).

Schmidt (2011) memantau kondisi kebersihan rumah sakit Memorial Sloan Kettering Cancer Center di New York, Medical University of South Carolina, dan Ralph H. Johnson VA Medical Center di Charleston. Schmidt memperhatikan obyek seperti pegangan pada ranjang, permukaan meja makan di ranjang, tombol pemanggil suster di dinding, dan tiang infus. Kemudian mengganti peralatan-peralatan tersebut dengan alat serupa namun yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial. Hasilnya, dari pengujian laboratorium, terungkap bahwa jika dibersihkan secara reguler, alat-alat yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial itu mampu membunuh lebih dari 99,9% bakteri MRSA, VRE, Staphylococcus eureus, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas

aeruginosa, dan E. coli.

Mengingat begitu luasnya lingkup pelayanan di rumah sakit yang ada kaitannya dengan berbagai program pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua karyawan rumah sakit secara koordinatif. Penelitian Qudiesat et al. (2009) menjelaskan ada beberapa penjelasan terkait hal ini, di antaranya usia bangunan rumah sakit, jumlah tempat tidur pasien, jumlah pengunjung, prosedur desinfeksi serta sistem ventilasi. Untuk mengatasi kualitas udara butuh banyak perhatian dan surveillance. Salah satu bentuk upaya penurunan angka kuman sebagai salah satu indikator pencegahan infeksi misalnya dengan melakukan pembersihan lingkungan. Yang paling besar peranannya dalam pencegahan infeksi yaitu Petugas Cleaning Services (CS). Petugas CS tersebut memiliki peran penting dalam pemutusan rantai infeksi. Ada tiga hal mendasar yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial yaitu pengetahuan, perubahan sikap dan cara kerja petugas di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit harus memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait hal ini.

Matlow et al. (2012) melakukan penelitian mengenai keyakinan, dan prilaku petugas CS mengenai pekerjaannya dengan menggunakan teori planned behavior sebagai

(3)

kerangka acuan. Manajemen pembersihan lingkungan yang efektif membutuhkan program yang dibangun, diimplementasikan dan diawasi secara benar dan tepat (Malik et al.,2003). Kejadian infeksi nosokomial belum diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana mencegah infeksi dan implementasi secara baik. Kondisi ini memungkinkan angka infeksi nosokomial cenderung meningkat.

Penelitian Qudiesat et al. (2009) menjelaskan paling tinggi angka kuman terletak di ruang rawat inap, sedangkan paling sedikit angka kuman yaitu di ruang operasi dan ruang bayi. Untuk mengantisipasi terjadinya infeksi nosokomial yang salah satu penyebabnya adalah keberadaan kuman di rawat inap yang melebihi angka maksimum, maka Depkes RI melalui PERMENKES No. 1204/MENKES/SK/X/2004 mengeluarkan peraturan tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit menyatakan bahwa indeks angka kuman maksimum di ruang rawat inap adalah 200-500 CFU/m3 dan bebas kuman patogen (Depkes RI,2004).

RSIA Adina Wonosobo memiliki data angka kuman di ruang rawat inap meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2013 memiliki angka kuman 879 CFU/m3, tahun 2014 memiliki angka kuman 296 CFU/m3 dan tahun 2015 memiliki angka kuman 1200 CFU/m3 dan terdapat beberapa kuman patogen. Kondisi ini bertentangan dengan PERMENKES tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan kinerja petugas CS rumah sakit. RSIA Adina memiliki 12 orang petugas CS yang statusnya sebagai karyawan tetap rumah sakit.

Petugas CS RSIA Adina mempunyai tugas membersihkan lantai dan permukaan-permukaan lingkungan sekitar pasien agar kebersihan senantiasa terjaga. Upaya pengendalian kuman yang selama ini dilakukan yaitu desinfeksi dan sterilisasi dengan sinar ultraviolet selama 2 jam dengan besar kapasitas lampu 18 watt sebanyak 8 buah. Desinfeksi dilakukan 2 kali sehari, sedangkan sterilisasi dilakukan pada saat pasien pulang atau kondisi ruang rawat inap kosong. Namun upaya ini belum maksimal mengingat masih tingginya angka kuman di ruang rawat inap. Selama ini RSIA Adina belum pernah melakukan evaluasi kepada petugas CS tentang bagaimana cara membersihkan ruang rawat inap, apakah sudah benar atau belum. Selain itu, belum ada SOP yang lengkap mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi di RSIA Adina. Penelitian Rutala et al. (2007) menjelaskan bahwa suatu proses pembersihan lingkungan

(4)

yang adekuat tidak dinilai dari suatu produk desinfektan namun dinilai dari penerapan atau pelaksanaannya. Untuk itu langkah awal yang akan dilakukan yaitu dengan mengadakan pelatihan kepada petugas CS terkait pengendalian infeksi, khususnya bagaimana cara membersihkan ruang rawat inap/ bangsal di suatu rumah sakit. Dengan harapan, setelah mendapatkan pelatihan, petugas CS melakukan pekerjaannya sesuai dengan tatacara yang benar, dan memiliki kepatuhan dalam mengerjakan tugasnya sehingga ruang rawat inap pasien terbebas dari kuman udara.

Berdasarkan hal di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara di RSIA Adina Wonosobo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah, apakah terdapat pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara yang tinggi di RSIA Adina ?

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal kepada petugas CS dalam upaya menurunkan angka kuman udara yang tinggi di RSIA Adina. Tujuan Khusus Penelitian

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut :

a. Menilai kepatuhan petugas CS dalam membersihkan bangsal.

b. Menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal terhadap kepatuhan petugas CS. c. Menilai pengaruh kepatuhan petugas CS dalam membersihkan bangsal terhadap

(5)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Manajemen Rumah Sakit

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanggulan infeksi di rumah sakit, seperti pengadaan alat kebersihan sesuai standar.

2. Hasil penelitian ini dapat memperbaiki SOP yang telah ada sebagai standar pengendalian infeksi di bangsal rumah sakit.

3. Penelitian ini dapat dijadikan pengantar untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih besar di setiap unit RSIA Adina, Wonosobo.

4. Penelitian ini dapat membangkitkan semangat semua pihak untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien di RSIA Adina, Wonosobo.

2. Bagi Perguruan Tinggi

a. Pengamalan tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat.

b. Sebagai apresiasi dalam mengkaji ilmu yang berkaitan dengan manajemen infeksi rumah sakit untuk kegiatan akademis dan penelitian selanjutnya.

c. Meningkatkan hubungan kerjasama antara pendidik dan mahasiswa.

d. Meningkatkan kualitas penelitian perguruan tinggi dalam rangka menyukseskan pencapaian visi Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (MMR UGM).

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Michael G. Schmidt, (2011)

Dalam melakukan penelitiannya di rumah sakit, Michael G. Schmidt memperhatikan obyek seperti pegangan pada ranjang, permukaan meja makan di ranjang, tombol pemanggil suster di dinding, dan tiang infus yang ada di ruang rawat inap. Kemudian mengganti peralatan-peralatan tersebut dengan alat serupa namun yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial. Hasilnya, dari pengujian laboratorium

(6)

dijelaskan bahwa jika dibersihkan secara reguler, alat-alat yang menggunakan bahan tembaga antimikrobial itu mampu membunuh kuman.

Penelitian yang saya lakukan yaitu membersihkan bagian dalam bangsal termasuk obyek yang ada didalamnya. Namun obyek tersebut tidak diganti alatnya sesuai dengan bahan tembaga antimikrobial, namun tetap sesuai dengan bahan asalnya.

2. Penelitian Matlow et al., (2012)

Petugas cleaning services berperan penting dalam pemutusan rantai infeksi karena lingkungan merupakan salah satu reservoir dari kuman pathogen. Matlow et al meneliti keyakinan dan prilaku dari para petugas cleaning services mengenai pekerjaannya dengan menggunakan teori planned behavior sebagai kerangka acuan dengan menggunakan kuesioner dan focus group discussion.

Peneliti melakukan penelitian pada alat-alat yang sering disentuh. Kultur mikroba pada alat tersebut diambil sebelum dan sesudah petugas cleaning services melakukan pembersihan. Data dihitung secara kuantitatif. Kemudian, dilakukan intervensi melalui edukasi, prilaku, keyakinan, niat pengetahuan serta kontaminasi bakteri kembali. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa prilaku dan keyakinan para petugas cleaning services mengenai pekerjaan mereka dapat memberi dampak bagi perkembangan kebersihan lingkungan.

3. Penelitian Qudiesat et al. (2009)

Qudiesat et al meneliti kualitas udara dan jumlah kuman udara di rumah sakit pemerintah maupun swasta di Kota Zarqa, Jordan. Ada 3 faktor yang mempengaruhi angka kuman, yaitu jenis rumah sakit, tipe kamar/unit, dan waktu pengambilan sampel. Ada 9 bakteri yang diidentifikasi. Di Rumah Sakit Pemerintah, Staphylococcus aureus (16.2%) yang paling banyak ditemukan, lalu Micrococcus luteus (13.3%) dan coagulase-negative Staphylococcus (13%). Sedangkan di rumah sakit swasta, yang paling banyak ditemukan baketri coagulase-negative Staphylococcus (17.2%), diikui Staphylococcus aureus (16.8%) dan Micrococcus luteus (10.7%).

Udara di semua ruangan rumah sakit pemerintah lebih terkontaminasi dibanding udara di rumah sakit swasta. Paling tinggi angka kuman terletak di ruang rawat inap,

(7)

sedangkan paling sedikit angka kuman yaitu di ruang operasi dan ruang bayi. Waktu kunjungan pasien menunjukkan rata-rata kuman yang paling tinggi di rumah sakit pemerintah, namun rumah sakit swasta tidak menunjukkan hal ini. Ada beberapa penjelasan terkait hal ini, di antaranya usia bangunan rumah sakit, jumlah tempat tidur pasien, dan jumlah pengunjung, prosedur desinfeksi serta sistem ventilasi. Pada kesimpulan penelitian ini, untuk mengatasi kualitas udara butuh banyak perhatian dan surveillance.

Penelitian yang saya lakukan adalah meneliti kualitas udara dan jumlah kuman udara di rumah sakit, yaitu dengan cara menilai pengaruh pelatihan pembersihan bangsal terhadap kepatuhan petugas cleaning services dalam melakukan pekerjaannya terhadap angka kuman udara. Selain aspek pelatihan, peneliti juga menjelaskan faktor-faktor lain yang menyebabkan kuman udara tersebut tinggi, seperti kelembapan, suhu, pencahayaan, kepadatan hunian, dan konstruksi bangunan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

corporate governance yang diukur dengan keberadaan komite audit dalam perusahaan, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan, persentase saham yang dimiliki oleh

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Laporan kali ini semoga menjadi miniatur yang cukup dapat mewakili gambaran umum satu periode dinamika organisasi di lingkungan HMI Cabang Malang

Komposisi hasil tangkapan di perairan Aru didominasi oleh udang dogol ( Metapenaeus endeavouri ) sebanyak 41% dari total hasil tangkapan udang, sedangkan udang windu (

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk