• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principle. Menurut Sugiri (1998:1-18) membagi definisi manajemen laba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principle. Menurut Sugiri (1998:1-18) membagi definisi manajemen laba"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Manajemen Laba

a. Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principle (GAAP).

Menurut Sugiri (1998:1-18) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu :

1) Definisi Sempit.

Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba.

2) Definisi Luas.

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.

Pengertian manajemen laba oleh Merchan (1989) dalam Merchan dan Rockness (1994) dalam Ma’ruf , 2006: 32 didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bias memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka panjang tindakan tersebut bisa merugikan perusahaan.

(2)

b. Sasaran Manajemen Laba

Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :

1) Kebijakan Akuntansi.

Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

2) Pendapatan.

Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan. 3) Biaya.

Menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).

c. Alasan Dilakukan Manajemen Laba Alasan dilakukan manajemen laba karena :

1) Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.

2) Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan

(3)

memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan. 3) Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.

d. Terjadinya Manajemen Laba

Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer.

2) Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

3) Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).

e. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba.

(4)

Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman sebagaimana dikutip oleh Sugiri (1998:1-18):

1) Hipotesis Bonus Plan.

Bahwa pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. 2) Debt To Equity Hypothesis.

Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan pendapatan atau laba.

3) Political Cost Hypothesis

bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho, 2007: 5 menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran

(5)

Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho, 2007: 5 menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004 dalam Ujiyantho, 2007: 5).

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002 dalam Ujiyantho, 2007: 6 ). Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry).

Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Penelitian Richardson (1998)

(6)

dalam Ujiyantho, 2007: 6 menunjukkan adanya hubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba.

3. Corporate Governance

Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance (I Nyoman Tjager dalam Deny,2005) sebagai:

Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan yang baik (good corporate governance) perusahaan wajib memiliki:

1. Komisaris independen yang yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh komisaris.

2. Komite Audit

Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi untuk mengaudit operasi dan keadaan. Badan ini bertugas memilih dan menilai kinerja perusahaan kantor akuntan publik. (Siegel, 1996 dalam Susiana,2007: 8)

(7)

Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk didalam perusahaan klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen. (Supriyono, 1998 dalam Susiana,2007: 8)

3. Sekretaris perusahaan.

Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam pengukuran mekanisme corporate governance adalah:

a. Persentase saham yang dimiliki oleh institusi

Persentase saham institusi ini diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri.

b. Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen

Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk didalamnya persentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya.

c. Keberadaan komite audit dalam perusahaan

Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern.

(8)

1. Memastikan laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum.

2. Memastikan bahwa internal kontrolnya memadai.

3. Menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang meterial di bidang keuangan dan implikasi hukumnya.

4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.

d. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan

Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait.

4. Kualitas Audit

Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi. (Li Dang et al, 2004) O’Keefe (1994) berpendapat bahwa auditor industry specialization berhubungan

(9)

positif dengan kualitas audit diukur dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut, tetapi akan membutuhkan pengembangan keahlian lebih daripada auditor pada umumnya. Tambahan keahlian ini akan menghasilkan return positif dalam fee audit. Sehingga, para peneliti memiliki hipotesis bahwa auditor dengan konsentrasi tinggi dalam industri tertentu akan memberikan kualitas yang lebih tinggi (Deis and Giroux, 1992 dalam Wooten 2003).

Teoh (1993) dalam Susiana,2007: 10 berargumen bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan Earnings Response Coefficient (ERC). Penelitian kali ini menilai kualitas auditor berdasarkan pengelompokkan auditor big four dengan non big four, dikarenakan salah satu KAP big five yaitu Arthur Andersen telah dinyatakan collapsed.

Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox, 2000 dalam Susiana,2007: 10). Penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2000) dalam Susiana,2007: 10 mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil.

(10)

5. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan. Kinerja keuangan diukur dengan data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan.

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, 503) adalah merupakan kata banda yang artinya: 1. Sesuatu yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja, sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi (1997, 419) adalah penentuan secara periodic efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi.

Sedangkan pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan Laba (Sucipto, 2003 : 2).

Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian mengatur besarnya tanggungjawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula yang sukar untuk diukur.

(11)

Sedangkan tujuan penilaian kinerja (Mulyadi, 1997 dalam Sucipto, 2003:2) adalah:

" Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar prilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran."

Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan prilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja dan waktu serta penghargaan baik yang bersifat instrinsik maupun ekstrinsik.

Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan (Kieso dan Weygandt, 1995 dalam Ujiyantho, 2007: 3), sehingga laba yang tinggi belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini arus kas mempunyai nilai lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa mendatang. Arus kas (Cash Flow) menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani dengan beban yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan (Pradhono, 2004 dalam Ujiyantho, 2007: 3).

(12)

Cash flow return on assets (CFROA) merupakan salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. CFROA lebih memfokuskan pada pengukuran kinerja perusahaan saat ini dan CFROA tidak terikat dengan harga saham (Cornett et al., 2006 dalam Ujiyantho, 2007 : 3 ).

Laporan keuangan sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan. Menurut Theresia (2005) dalam Ujiyantho, 2007 : 3 manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen akan memilih metode tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Gideon, 2005 dalam Ujiyantho, 2007 : 4).

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa tinjauan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh manajemen laba, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap kinerja keuangan antara lain:

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian Sari (2004) Hubungan Komite Audit Terhadap Kinerja Variabel Independen : Komite Audit 1. Tidak terdapat pengaruh secara signifikan komite audit

(13)

Keuangan Melalui Good Corporate Governance Sebagai Variabel Intervening Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Variabel Intervening : Good Corporate Governance terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta.

2. Tidak terdapat pengaruh secara signifikan komite audit

terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. 3. Terdapat pengaruh secara signifikan positif

manajemen laba sebagai pengukur Good

Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan. Dengan koefisien jalur yang positif menunjukkan bahwa semakin baik penerapan good corporate governace maka semakin tinggi kinerja perusahaan. 4. GCG yang diwakili oleh manajemen laba bukan merupakan variabel intervening hubungan komite audit

terhadap kinerja keuangan. Halim (2005) Pengaruh Manajemen Laba Pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Termasuk Dalam Indeks LQ-45 Variabel Independen: Manajemen Laba Variabel Dependen: Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Penelitian yang dilakukan pada 34 perusahaan manufaktur yang termasuk Indeks

LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Dalam melihat hubungan

manajemen laba dengan indeks pengungkapan ternyata manajemen laba

berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan

sejalan dengan perspektif

(14)

Management. Namun sebaliknya,

tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif pada manajemen laba sejalan

dengan perspektif Opportunistic Earnings Management. Asimetri informasi,

kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan pada manajemen laba. Ukuran perusahaan dan return kumulatif

berpengaruh signifikan pada tingkat pengungkapan namun belum cukup bukti

untuk menyatakan faktor current ratio berpengaruh signifikan pada tingkat

pengungkapan. Utami (2005) Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur) Variabel Independen: Manajemen Laba Variabel Dependen: Biaya Modal Ekuitas 1. Hasil penelitian

memberikan bukti empirik bahwa manajemen laba berpengaruh

positip dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas. Artinya bahwa semakin

tinggi tingkat akrual, maka semakin tinggi biaya modal ekuitas. Hal ini

menunjukan bahwa tingkat manajemen laba di Indonesia yang relatif tinggi

seperti yang diungkap Leuz et al. (2003) telah diantisipasi dengan cermat oleh

investor di Bursa Efek Jakarta.

2. Manajemen laba yang

diproksi dengan rasio akrual modal kerja dengan

penjualan (model Utami) terbukti memberikan kontribusi yang paling besar

(15)

ini sejalan dengan

pendapat McNichols (2000) serta Dechow dan Skinner (2000) yang menyatakan

bahwa manajemen laba lebih baik diproksi dengan spesifik akrual dan

menggunakan model yang sederhana (tidak rumit).

Ma’ruf (2006) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahan Go Publik di Bursa Efek Jakarta Variabel Independen: Jumlah Dewan Direksi, Reputasi Auditor, Leverage, Persentase Saham yang Ditawarkan Kepada Publik saat IPO,

Variabel Dependen: Manajemen Laba

Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan

Bahwa pada tahun penelitian tidak terjadi manajemen laba yang disebabkan

antara lain:

1. Tidak sesuai dengan hipotesis, bahwa jumlah dewan direksi tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba, Jadi manajemen laba terjadi tidak dipengaruhi oleh

jumlah dewan direksi tetapi karena perbedaan informasi tentang informasi

perusahaan antara dewan direksi dengan manajer perusahaan.

2. Sesuai dengan hipotesis, bahwa reputasi auditor berpengaruh terhadap

manajemen laba. Jadi auditor independen yang kompeten (mempunyai reputasi

baik) dapat mengidentifikasi terjadinya manajemen laba 3. Tidak sesuai dengan hipotesis, Leverage tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba. Jadi

leverage tidak

mempengaruhi manajemen laba karena

perbedaan tahun yang digunakan pada penelitian ini dengan penelitian

(16)

Widyaningdya (2001) dan juga perbedaan metode untuk mencari discretionary accruals.

4. Tidak sesuai dengan hipotesis, bahwa persentase saham yang ditawarkan kepada publik saat IPO tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini

terjadi karena manajemen laba dilakukan atas laporan keuangan (dua tahun)

sebelum melakukan penawaran saham perdana

untuk menarik investor menanamkan investasinya Pranata (2007) Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Variabel Independen: Penerapan Corporate Governance Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Perusahaan 1. Penerapan GCG oleh perusahaan sampel berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE (b

1=1.486, t=5.853, p=0.000). Koefisien regresi tersebut menunjukkan jika skor

penerapan GCG meningkat 1 maka ROE

perusahaan sampel akan meningkat sebesar 1.486%. Nilai R²adjusted= 49.4% hal ini

menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada ROE perusahaan

sampel, 49.4% penyebabnya adalah perubahan yang terjadi pada skor penerapan GCG sedangkan 50.6% sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup dalam model regresi.

2. Penerapan GCG oleh perusahaan sampel

(17)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPM (b 1=1.251, t=5.132, p=0.000). Koefisien regresi tersebut menunjukkan jika skor

penerapan GCG meningkat 1 maka NPM

perusahaan sampel akan meningkat sebesar 1.251%. Nilai R²adjusted=0.427 atau

42.7%: hal ini

menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada NPM perusahaan

sampel, 42.7% penyebabnya adalah perubahan yang terjadi pada skor penerapan GCG sedangkan 57.3% sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup dalam model regresi.

3. Penerapan GCG oleh perusahaan sampel berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tobins Q (b

1=99,057.661,

t=5.706, p=0.000). Koefisien regresi tersebut

menunjukkan jika skor

penerapan GCG meningkat 1 maka Tobins

Q perusahaan sampel akan meningkat sebesar 99,057.661%. Nilai R²adjusted=0.481 atau 48.1%: hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada Tobins Q perusahaan sampel, 48.1% penyebabnya

(18)

adalah perubahan yang terjadi pada skor penerapan GCG sedangkan 51.7% sisanya

disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup dalam model regresi Susiana (2007) Analisis Pengaruh Independensi, Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Audit Terhadap Integritas Laporan Keuangan Variabel Independen: Independensi, Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Audit Variabel Dependen: Integritas LaporanKeuangan 1. Penelitian tahun 2000, 2001, 2002 untuk pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa independensi yang diukur dengan fee audit tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

2. Penelitian tahun 2003 untuk pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa independensi yang diukur dengan fee audit memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

3. Penelitian tahun 2000 dan 2001 untuk pengujian hipotesis kedua menunjukkan mekanisme corporate governance yang diukur dengan keberadaan komite audit dalam perusahaan, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan, persentase saham yang dimiliki oleh institusi, serta persentase saham yang dimiliki oleh manajemen memiliki pengaruh yang

(19)

keuangan.

4. Penelitian tahun 2002 dan 2003 untuk pengujian

hipotesis kedua menunjukkan mekanisme

corporate governance yang diukur dengan keberadaan komite audit dalam perusahaan, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan, persentase saham yang dimiliki oleh institusi, serta persentase saham yang dimiliki oleh manajemen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

5. Penelitian tahun 2000 sampai 2003 untuk pengujian hipotesis ketiga menunjukkan kualitas audit yang diukur dengan ukuran KAP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Ujiyantho (2007) Mekanisme Corporate Governance , Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan ( Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur ) Variabel Independen: Mekanisme Corporate Governance , Kinerja Keuangan Variabel Dependen: Manajemen Laba 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba

4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap manajemen laba

(20)

institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba

6) Manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan (cash flow return on assets).

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi karena hasil penelitian yang diperoleh masih saja berbeda-beda dan tidak konsisten satu sama lain. Penelitian ini menggunakan indikator penilaian yang berbeda dalam pengukuran variabel yang akan diteliti.

Beda penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian Ujiyantho (2007) yaitu dalam hal pengukuran manajemen laba dimana peneliti terdahulu menggunakan Model Modified Jones (Ujiyantho,2007:11). Sementara penulis menggunakan model akrual modal kerja. Alasan penulis tidak menggunakan Model Modified Jones karena model ini rumit dan tidak dapat dipahami oleh praktisi. Demikian juga dalam hal mengukur mekanicme corporate governance, penulis mengukur dengan persentase kepemilikan saham institusional, persentase kepemilikan saham manajemen, komisaris independen dan komite audit sedangkan peneliti terdahulu mengukur mekanisme corporate governance hanya dengan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan

(21)

komisaris independen (Ujiyantho,2007:10). Selain itu penulis juga menambahkan satu variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel kualitas audit.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual

Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor-faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Padahal kinerja fundamental perusahaan tersebut digunakan oleh pemodal untuk menilai prospek perusahaan, yang tercermin pada kinerja saham. Manajemen laba yang dilakukan manajer pada laporan keuangan tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja saham (Haris, 2004 dalam Ujiyantho, 2007 : 6).

Bryshaw dan Eldin (1989) dalam Ujiyantho, 2007 : 6 menemukan bukti bahwa alasan manajemen melakukan manajemen laba adalah: (1) skema kompensasi manajemen yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan: serta (2) fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan pengambilalihan secara langsung.

Cornett et al., (2006) dalam Ujiyantho, 2007 : 6 menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa

(22)

Manajemen Laba (X1)

CFROA merupakan fungsi positif dari indikator mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance dapat mengurangi dorongan manajer melakukan earnings management, sehingga CFROA yang dilaporkan merefleksikan keadaan yang sebenarnya.

Dengan demikian, kerangka konseptual penelitian ini, yaitu pengaruh manajemen laba, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat digambarkan sebagai beriku:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Persentase Saham Institusi (X2) Kualitas Audit (X6) Kinerja Keuangan (Y) Persentase Saham Manajemen (X3) Komite Audit (X4) Komisaris Independen (X5) Manajemen Laba (X1)

(23)

2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermuda dalam menganalisisnya. Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: “manajemen laba, mekanisme corporate governance, kualitas audit secara bersama-sama berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap kinerja keuangan.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual                     Persentase Saham Institusi (X2)  Kualitas Audit  (X 6 ) Kinerja Keuangan                   (Y) Persentase Saham Manajemen (X3) Komite Audit (X4) Komisaris Independen (X5) Manajemen Laba (X1)

Referensi

Dokumen terkait

show ”Sentilan - sentilun” Metro Tv. 3) Bentuk pelanggaran prinsip kerja sama Grice yang terjadi pada Talk. show ”Sentilan - sentilun”

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebud ayaanNomor 30 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata K.rja Universitas Negeri Malang (Berita Negara Republik Indonesia Nomo r

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Aktivitas Apis cerana Mencari Polen, Identifikasi Polen, dan Kompetisi Menggunakan Sumber Pakan dengan

1.. baik di dalam kelas, di laboratorium maupun di lapangan. Materi ini disusun untuk membekali pengawas melakukan pembinaan guru pada aspek tersebut. Kriteria pendidikan

[r]

Selanjutnya bila ada rekanan/perusahaan peserta pelelangan yang berkeberatan atas pengumuman ini, maka diberikan kesempatan untuk mengajukan secara tertulis selambat- lambatnya

Kontribusi Media Televisi Lokal dalam Menyosialisasikan Program Revolusi Mental Jurnal Penelitian Komunikasi Desember 2017, Vol.. Abstrak – Revolusi mental merupakan

‹ Di cara tunggu, tekan tombol Bawah untuk masuk ke menu Nada dering, tekan tombol Atas untuk masuk ke menu pesan, tahan Tombol Atas untuk aktifkan / non aktifkan Hening.. ‹