• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, dimana setiap unit sosial yang sifatnya berkelanjutan serta memiliki identitas tersendiri dan dapat dibedakan dengan unit sosial lainnya bisa dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Artinya bahwa terdapat susunan skematis yang menjadi bagian dari unit tersebut yang memiliki hubungan ketergantungan antar bagian. Masyarakat memiliki batas yang berhubungan dengan lingkungan (secara fisik, teknis dan sosial), serta memiliki proses eksternal dan internal.

Setiap individu sebagai bagian dari masyarakat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya dan hal itu sekaligus berarti bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran lebih menunjukkan kepada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Dalam suatu lembaga, peran diartikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada lembaga yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peran juga digambarkan pada apa yang diharapkan dan apa yang dituntut oleh masyarakat (Narwoko,2004).

Loomis dan Boyle (1981) menyatakan bahwa sistem sosial merupakan komposisi pola interaksi anggotanya. Boyle (1981) mendefinisikan beberapa unsur dalam sistem sosial yaitu tujuan, norma, status, peran, kekuatan, jenjang sosial, sanksi, fasilitas dan daerah kekuasaan. Selain itu terdapat proses yang

(2)

terjadi dalam sistem tersebut yaitu komunikasi, pembuatan keputusan, pemeliharaan batasan, dan keterkaitan sistem. Sistem nilai mengacu pada bagaimana anggota masyarakat menyesuaikan dirinya untuk bertingkah laku berdasarkan acuan.

Dalam analisanya tentang sistem sosial, parsons menggunakan status-peran sebagai unit dasar dari sistem. Status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya tersebut. Parsons juga menjelaskan dalam teorinya sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari orang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem sosial harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, harus dapat dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa (Ritzer, 2008:125).

(www.teori pembangunansosiologi.com).

Struktural fungsionalisme sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai kebutuhan fungsional tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Fungsi merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan

(3)

kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi, yaitu ; Adaptation (adaptasi), Goal attainment (pencapaian tujuan), Integration (integrasi), dan Latency atau Latent pattern

maintenance (pemeliharaan pola).

Adaptation yaitu kemampuan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Hal ini mencakup segala hal; mengumpulkan sumber-sumber kehidupan dan menghasilkan komoditas untuk redistribusi sosial.

Goal-Attainment adalah kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan-tujuan masa depan dan membuat keputusan yang sesuai dengan itu. Pemecahan permasalahan politik dan sasaran-sasaran sosial adalah bagian dari kebutuhan ini.

Integration atau harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial setelah sebuah general agreement mengenai nilai-nilai atau norma pada masyarakat ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem sosial

Latency (Latent-Pattern-Maintenance) adalah memelihara sebuah pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyarakatan tertentu seperti budaya, norma, aturan dan sebagainya.

2.1. Partisipasi Masyarakat

Menurut Craig dan Mayo (dalam Hikmat : 2003) bahwa partisipasi masyarakat adalah adanya proses pemberdayaan terlebih dahulu. Dengan kata lain, mustahil kita membicarakan partisipasi masyarakat tanpa diawali dengan diskusi pemberdayaan. Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua buah

(4)

konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan masyarakat yang dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat berdaya dengan menggunakan berbagai model pemberdayaan. Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan yang dikerjakan di masyarakat local. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.

Dalam partisipasi terkandung pengertian bahwa seseorang bisa terlibat (berpartisipasi) sesuai dengan relevansinya, kepentingan (masalahnya), ataupun tingkat kemampuannya. Atau dengan kata lain, seseorang dapat berpartisipasi secara parsial, dalam pengertian hanya terlibat dalam salah-satu atau beberapa aktifitas saja atau berpartisipasi secara parsial, dalam pengertian dapat terlibat dalam semua fase dari awal hingga akhir dari aktifitas dimagsudkan (Kaho, 2007:130).

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan prose itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dna pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan

(5)

kelompok tersebut.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial, yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Jaringan merupakan lintasan bagi proses berlangsungnya pertukaran. Sementara kepercayaan menjadi stimulus agar proses pertukaran tersebut berjalan lancer sementara norma atau aturan merupakan jaminan bahwa proses pertukaran itu berlangsung adil atau tidak.

Dalam partisipasi (konteks organisasi) yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana memungkinkan terjadinya pertukaran tersebut. Kapital sosial adalah nilai-nilai dalam struktur sosial yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan aktor. George Homans (1987) menyebutkan bahwa “bagi semua tindakan yang dilakukan orang, semakin sering

suatu tindakan tertentu memperoleh imbalan, semakin cenderung orang tersebut melakukan tindakan tersebut”. Proposisi ini dapat diartikan bahwa semakin sering

seseorang mendapatkan imbalan karena mengikuti kegiatan desa, kelompok atau suatu organisasi maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan tindakan tersebut. Agar seseorang aktif dalam suatu kegiatan maka harus dijamin bahwa keaktifannya tersebut akan memperoleh imbalan atau manfaat (Saragi, 2004 : 51).

Dalam rangka pembangunan bangsa yang meliputi segala aspek kehidupan, partisipasi masyarakat memainkan peranan penting. Bintoro Tjokroaminoto menegaskan :

(6)

Sosial budaya itu baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat didalam suatu Negara”.

Masyarakat dapat berpartisipasi pada beberapa tahap, terutama dalam pembangunan, yakni : pada tahap inisiasi, legitimasi dan eksekusi. Atau dengan kata lain, pada tahap decision, makin, implementation, benefit dan tahap

evaluatif. Atau seperti yang dirumuskan Bintoro Tjokroamidjojo :

“Pertama keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat

berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan….

Kedua adalah keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan” (Kaho, 2007 : 126).

Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan. Hal ini biasanya disebapkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri, seperti yang dikemukakan oleh hikmat (2003 : 23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumber daya alam maupun dari sumber daya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan

(7)

masyarakat. Didalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan strategi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Dari pendapat yang ada tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang, yakni :

1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, 2. Partisipasi dalam pelaksanaan,

3. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil,

4. Partisipasi dalam evaluasi (Koho, 2007 : 126).

2.2. Pemberdayaan Komite Sekolah

Bank Dunia memberikan definisi pemberdayaan sebagai “the process of

increasing the capacity of individuals or groups to make choices and to transform those choise into desired actions and outcomes” (http://web.worldbank.org

Dalam konteks kelembagaan komite sekolah, peningkatan kapasitas yang dimagsud adalah para pengurus komite sekolah agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di ). Dengan kata lain, pamberdayaan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kapasitas individual atau kelompok untuk membuat pilihan-pilihan dan untuk melaksanakan pilihan-pilihan tersebut kedalam kegiatan-kegiatan dan hasil yang diharapkan.

(8)

daerah. Kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:

1. Penyusunan 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah yang akan menjadi bahan dasar yang akan digunakan sebagai bahan rujukan dalam pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Komite Sekolah.

2. Pelaksanaan kegiatan TOT (training of trainer) atau pelatihan untuk pelatih tingkat pusat yang bertugas sebagai fasilitator tingkat pusat. Materi yang diberikan pada kegiatan TOT ini adalah 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut.

3. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota menerbitkan surat keputusan tentang pembentukan Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota. Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota ini harus menguasai materi dalam 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut, atau dapat dilakukan dengan TOT dengan skala kecil.

4. Dewan Pendidikan kabupaten/kota juga membentuk Tim Fasilitator tingkat kecamatan, atau dapat menggunakan Forum Komunikasi Komite Sekolah tingkat kecamatan yang kapasitasnya ditingkatkan melalui kegiatan pendalaman materi modul pemberdayaan komite sekolah. Materi disampaikan oleh Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota.

5. Tim Fasilitator tingkat kecamatan dapat membentuk gugus Komite Sekolah Inti (KSIn) dan didalamnya ada sejumlah Komite Sekolah Imbas (KSIm) yang ada di daerah kecamatan.

(9)

fasilitasi kepada Komite Sekolah di daerah kecamatan, misalnya ketiga Komite Sekolah melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Pembentukan Komite Sekolah atau pemilihan pengurus baru b. Membentuk atau menyempurnakan AD/ART

c. Membahas RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah

Referensi

Dokumen terkait

: Bahwa untuk melaksanakan Peraturan Gubernur Banten Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas Negeri, Sekolah Menengah

Bahasa Inggris di SMP Negeri 4 Singaraja.(Materi Introducing All About Human, Animals, and Places.. Adapun tujuan penelitian ini untuk 1) mendeksripsikan rancang

1) Tahapan-tahapan dari pelaksanaan layanan konseling individu untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial penyandang tunanentra di masyarakat. 2) Teknik-teknik yang

Strategi yang masuk ke dalam kelompok ini adalah: (1) peningkatan produksi, kualitas dan mutu hasil panen, (2) pengembangan usaha dengan pemanfaatan bantuan modal, (3)

--Kemudian limit bandwidth ip yang anda inginkan pada jam 6 sore sampai jam 6 pagi nya lagi,contoh untuk ip 192.168.77.2 bandwidth 256 Kb untuk jam 6 sore sampai jam 6

Untuk membangun kemandirian dan peningkatan pendapatan peternak rakyat pola kemitraan pada budidaya tidak dapat diandalkan, Sebabnya adalah karena dengan karakteristik

Endang Evacuasiany, Dra., Apt., MS., A.F.K selaku pembimbing utama, atas segala bimbingan, pengarahan, perhatian, dukungan moril, kesabaran dan waktu yang telah disediakan

system calls Local Remote UNIX file system NFS client NFS server UNIX file system Application program Application program NFS UNIX UNIX kernel. Virtual file system Virtual