• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggung Jawab Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Profesi Pendidik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanggung Jawab Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Profesi Pendidik Indonesia"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penanggung Jawab

Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Profesi Pendidik Indonesia

Mitra Bestari

Prof. Dr. Sofyan Iskandar, M.Pd. (UPI)

Prof. Dr. M. Syarif Sumantri, M.Pd. (UNJ)

Prof. Dr. Mustofa Kamil, M.Pd. (UPI)

Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si. (UPI)

Dr. Burhanuddin TR, M.Pd. (UPI)

Dr. Badrudin, M.Pd.

Ketua Dewan Redaksi

Very Sukma Firmansyah, M.Pd.

Dewan Redaksi

Dr.Eng. Asep Bayu Dani Nandiyanto, M.Eng.

Dr. Yana Setiawan, MM.

Dr. Dadi Darmadi, M.Pd.

Dr. Giri Verianti, M.Pd.

Dr. Sutirna, M.Pd.

D. Fadli Pratama, M.Pd.

Chika Gianistika, M.Pd.

Sekretariat

Pedi Perdiansyah, S.Kom

Penerbit

Lembaga Kajian dan Pengembangan Profesi Pendidik Indonesia Berafiliasi

dengan Universitas Pendidikan Indonesia Terbit 4 kali dalam 1 tahun (Januari,

April, Juli, Oktober)

Alamat Redaksi

Jl. Kolam Renang No. 42 Kab. Purwakarta Kode Pos 41119 Jawa Barat Tlp.

(0264) 8392535 WhatsApp : 08111211132

W : https://jurnalpedagogiana.lkp3i.id

E : jurnalpedagogiana@lkp3i.id

TANGGUNG JAWAB ISI ADA PADA PENULIS

(3)

Sesuai dengan tuntutan profesi, seorang pendidik memerlukan kegiatan

ilmiah dalam menunjang profesionalismenya. Salah satu bentuk penyesuaian diri

tersebut adalah dengan melakukan penelitian yang hasilnya dipublikasikan.

Berkaitan dengan itu, Pedagogiana kembali hadir sebagai salah satu sarana untuk

menunjang pengembangan profesi sekaligus sebagai sarana publikasi kajian

berbagai masalah Pendidikan berbasis penelitian. Dengan hadirnya Pegagogiana

ini diharapkan memberi kontribusi dalam memperkaya wawasan di bidang ilmu

pendidikan.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal edisi kali ini merupakan

hasil penelitian para guru dan kepala sekolah. Mayoritas penulis artikel jurnal

hasil penelitian ini telah memiliki pengalamandalam meneliti penerapan berbagai

pendekatan, model, metode dan media pembelajaran berbagai bidang studi, serta

model-model pembinaan guru dan pengembangan profesi yang dapat dijadikan

bahan kajian para pembaca untuk kepentingan peningkatan wawasan keilmuan

khusunya ilmu pendidikan dalam rangka menunjang profesionalisme guru dan

kepala sekolah sekaligus peningkatan kualitas pembelajaran.

Redaksi menerima berbagai tulisan artikel hasil penelitian untuk

diterbitkan pada edisi berikutnya baik hasil penelitian tentang manajemen,

kepemimpinan, teknologi pembelajaran, bimbingan konseling, evaluasi

pembelajaran, pengembangan kurikulum, modelmodel pembelajaran, media

pembelajaran, dan lain-lain yang terkait dengan kajian ilmu pendidikan.

Terima kasih kepala semua pihak yang telah mendorong penerbitan jurnal

ini, semoga Allah SWT senantiasa membukakan pintu ilmu dan membimbing kita

ke jalan yang diridoi-Nya. Amin.

Redaktur Pedagogiana

KATA PENGANTAR

(4)

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA 1-7 TERHADAP KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS IX-D

SMPN 3 CIBARUSAH KABUPATEN BEKASI

NAUFAL

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENYUSUN 8-17 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

MELALUI KEGIATAN WORKSHOP

HENNY HARTINI

PENERAPAN PENDEKATAN LEARNING TOGETHER 18-26

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI MENGAJAR GURU SMP NEGERI 2 TAMBELANG TAHUN PELAJARAN 2019-2020

YAHYA WINATA

DAMPAK NEGATIF GADGET TERHADAP INTERAKSI SOSIAL 27-33 MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA KELAS IX.2

SMPN 1 CIKARANG UTARA TAHUN PELAJARAN 2018/2019

WARIS

PENERAPAN MODEL WORKSHOP UNTUK MENINGKATKAN 34-45 KINERJA GURU DALAM MENETAPKAN KETUNTASAN

BELAJAR MINIMUM (KBM) DI SMP NEGERI 1 SETU, KABUPATEN BEKASI TAHUN PELAJARAN 2019-2020

MOCH MARDYANA HUSNY

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM 46-61 MENYUSUN SILABUS DAN RPP BERKARAKTER

MELALUI SUPERVISI AKADEMIK YANG BERKELANJUTAN

DI SMP NEGERI 3 SETU KABUPATEN BEKASI TAHUN PELAJARAN 2019-2020

ZALALUL

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA SEKOLAH DASAR 62-68 MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN

DEDAH ROSIDAH

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN 69-78 HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SIFAT DAN

PERUBAHAN WUJUD BENDA DI SEKOLAH DASAR

CUCU MARTINI

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN 79-86 HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN

TEMA 5 SUB TEMA 1 TENTANG SIFAT-SIFAT CAHAYA

LUKMAN SUHERMAN

(5)

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN STANDAR PENILAIAN 87-100 BERDASAR PEMETAAN MUTU PENDIDIKAN (PMP)

PADA MASA PANDEMI COVID 19 BAGI GURU ASN DAN NON ASN SMPN 4 CIBITUNG

SITI NURCHAYATI

UPAYA PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN MELALUI 101-111 SUPERVISI AKADEMIK DI SMP NEGERI 6 CIKARANG UTARA

NARAWIH SURACHMANSYAH

PENINGKATAN KINERJA GURU DALAM PEMBELAJARAN 112-120 DI KELAS MELALUI SUPERVISI EDUKATIF KOLABORATIF

SECARA PERIODIK DI SMP NEGERI 1 SETU KAB. BEKASI

RADEN DIAN NURJANAH

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR BANGUN RUANG 121-132 SISI LENGKUNG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI

MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) DAN MEDIA BENDA ASLI

YETI HARINI

PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI PEMBINAAN 133-145 IMPLEMENTASI MANAJEMEN OLEH KEPALA SEKOLAH

DALAM PROSES PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI SMP NEGERI 5 CIKARANG SELATAN KABUPATEN BEKASI TAHUN PELAJARAN 2019-2020

JOKO SRIYANTO

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI 146-152 PENGGUNAAN ALAT PERAGA “KERLIP SI PEMBANDING JITU”

PADA SISWA KELAS IV DI SD NEGERI MEKARSARI 01 KEC.TAMBUN SELATAN KABUPATEN BEKASI

IROWATI

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MEMILIH 153-163 DAN MENGGUNAKAN METODE-METODE PEMBELAJARAN

MELALUI PEMBINAAN PROFESI DI SD NEGERI MEKARWANGI 04 CIKARANG BARAT KABUPATEN BEKASI TAHUN PELAJARAN 2019-2020

HADIJAH SUPRIATIN

PELAKSANAAN IN HOUSE TRAINING (IHT) UNTUK 164-172 MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENYUSUN RPP

JAJANG KAMILUDIN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA 173-180

SISWA KELAS VI SD MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIK MATEMATIK

(6)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 1 JPD: Jurnal Pedagogiana

P-ISSN 2089-7731 E-ISSN 2684-8929

DOI: doi.org/10.47601/AJP.40

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS IX-D SMPN 3 CIBARUSAH KABUPATEN BEKASI

Naufal

SMPN 3 Cibarusah Kab. Bekasi

Abstrak : Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam kegiatan pembelajaran matematika tentang barisan dan deret aritmatika, sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut penulis melakukan penelitian di SMP Negeri 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi. subyek penelitian berjumlah 42 siswa yang duduk dikelas IX-D. Penelitian menggunakan Tindakan Kelas dengan 2 siklus, setiap siklus melalui empat tahapan kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan setelah dilakukan tindakan. Sebelum dilakukan tindakan (Pra Siklus) diperoleh rata-rata 54,40. Pada siklus kesatu mencapai rata-rata-rata-rata 71,19 dan Siklus kedua mencapai rata-rata-rata-rata 80,71. Dengan demikian secara statistik terjadi peningkatan yang signifikan pada prosentase proses belajar dan hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan sesudah dilakukan tindakan baik pada siklus kesatu maupun siklus kedua. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerpan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika dari 57,14 % siklus 1 menjadi 88,10 % pada siklus 2, hal ini berarti ada peningkatan sebesar 30,96 % .

Kata kunci : Pemahaman Siswa, Model Pembelajaran Kooperatif STAD Bila kita perhatikan pendidikan di

Indonesia masih sangat memprihatinkan, hal ini bisa kita lihat dari rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan dan lemahnya manajemen pendidikan. Jika kita memperhatikan masalah tersebut sudah sepatutnya kita memperbaiki kualitas pendidikan kita menjadi lebih baik. Dalam pendidikan guru sebagai pendidik harus

mampu membawa anak menuju

pendewasaan dalam berakhlak dan

kecerdasan pikiran agar kelak mampu berinteraksi dengan dunia baru. Dalam implementasi pendidikan, guru merupakan

komponen pendidikan yang sangat

penting, karena keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada

guru sebagai ujung tombak dunia

pendidikan. Oleh sebab itu, guru harus

dapat meningkatkan kualitas

pendidikannya mulai dengan pembenahan diri sendiri dengan cara merancang suatu

strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai.

Dalam melaksanakan pembelajaran dan upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, guru dituntut untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) guna untuk memperbaiki proses pembelajaran agar hasil yang diharapkan dapat tercapai. Dalam memperbaiki proses pembelajaran kita dapat menemukan banyak hal baru atau inovasi yang dapat meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa.

Berdasarkan hasil refleksi dan

observasi awal pada pembelajaran

matematika siswa kelas IX-D SMP Negeri 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi ditemukan berbagai masalah. Hal ini ditandai adanya beberapa kondisi yaitu : a). sebanyak 10 anak (23,81%) saja dari 42 siswa yang mampu memperoleh nilai di atas kriteria

ketuntasan minimal (KKM) yang

(7)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 2

melaksanakan proses pembelajaran

matematika tidak optimal disebabkan menggunakan metode yang kurang sesuai dengan materi pembelajaran, c). anak kurang berkonsentrasi, lebih cenderung bersenda gurau sendiri dengan temannya, jika guru sedang menjelaskan, d). anak masih sering keliru atau terbalik dalam menentukan suku-suku dan jumlah pada deret aritmatika.

Dari hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan sangat rendah. Pada umumnya anak kesulitan dalam memecahkan barisan dan deret aritmatika. Oleh karena itu mereka sering mencari kesibukan sendiri dan suka ramai dengan temannya, jika guru menjelaskan di depan kelas. Hasil refleksi lainnya yaitu

masalah metode pembelajaran yang

dilaksanakan guru masih kurang relevan

dengan materi yang disampaikan.

Sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Mengingat masalah di atas, apabila tidak segera diatasi dan diselesaikan maka

akan berakibat munculnya

masalah-masalah baru seperti anak akan semakin kesulitan menerima materi berikutnya.

Oleh karenanya penulis mencoba

menerapkan sebuah model pembelajaran yang dianggap dapat mengatasi masalah kurang relevannya model yang digunakan oleh guru pada pembelajaran matematika tentang barisan dan deret aritmatika di kelas IX-D SMP Negeri 3 Cibarusah

Kabupaten Bekasi. Adapun model

pembelajaran yang dipilih oleh penulis yaitu model pembelajaran kooperatif tipe

STAD (Student Team Achievement

Division). Metode ini adalah metode yang dikembangkan oleh Robert E Salvin, dimana pembelajaran ini mengacu pada belajar kelompok peserta didik.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika, diharapkan siswa akan lebih termotivasi dan lebih bertanggungjawab

dalam melaksanakan pembelajaran

sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan prestasi belajar siswa. Menurut Nasution (1999 : 27) Pemahaman adalah

kesanggupan untuk mendefenisikan,

merumuskan kata yang sulit dengan perkataan sendiri. Dapat pula merupakan kesanggupan untuk menafsirkan suatu teori atau melihat konsekwensi atau implikasi, meramalkan kemungkinan atau akibat sasuatu.

Pendapat yang sedikit berbeda

dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip oleh Anas Sujiono (2011:50) bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan bahasa sendiri.

Pendapat lain oleh Ngalim Purwanto (2010 : 44) mengemukakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini testee tidak hanya hafal cara verbalistis, tetapi memahami konsep dari

masalah atau fakta yang

ditanyakan.Sedangkan menurut Sardiman, pemahaman dapat diartikan menguasai sesuatu dengan fikiran. Pendapat lain menurut Winkel (2009:274) pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa adalah kesanggupan siswa untuk dapat mendefinisikan sesuatu dan mengusai hal

tersebut dengan memahami makna

tersebut. Dengan demikian pemahaman merupakan kemampuan dalam memaknai hal-hal yang terkandung dalam suatu teori maupun konsep-konsep yang dipelajari. Model pembelajaran tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah model pembelajaran kooperatif yang

(8)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 3

dikembangkan oleh Robert Slavin, dkk. di Universitas John Hopkins pada tahun 1995. Menurut Slavin (2005: 143), model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan paling tepat digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pendekatan dengan pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan pernyataan Slavin

(2005: 11-12) penjelasan mengenai STAD adalah sebagai berikut. Bahwa dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru

menyampaikan pelajaran lalu siswa

bekerja dalam tim mereka untuk

memastikan bahwa semua mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan dengan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi

kriteria tertentu akan mendapatkan

sertifikat atau penghargaan lainnya.

Menurut Trianto (2009: 68)

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen, yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Diawali dengan

penyampaian tujuan pembelajaran,

penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Pakar teknologi pendidikan, Briggs (1977 : 3-11) yang dikutip oleh Dewi Salma Prawiradilaga menyatakan bahwa proses belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal, yaitu pengaturan kondisi belajar. Proses belajar terjadi

karena sinergi memori jangka pendek dan

jangka panjang diaktifkan melalui

penciptaan faktor eksternal, yaitu

pembelajaran atau lingkungan belajar. Melalui inderanya, peserta didik dapat

menyerap materi secara berbeda.

Pengajaran mengarahkan agar pemrosesan informasi untuk memori jangka panjang dapat berlangsung lancar.

Sedangkan menurut Winkel belajar adalah perubahan tingkah laku sesudah belajar berpendapat. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan penddik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi dengan berorientasi pada tujuan.

Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran

mencakup dua konsep yaitu belajar dan mengajar. Belajar dilakukan oleh peserta didik, dimana peserta didik imi merupakan salah satu komponen sentral dalam proses belajar mengajar, sedangkan mengajar dilakukan pendidik, dimana pendidik ini merupakan komponen yang berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial.

METODE

Perbaikan pembelajaran

dilaksanakan di SMP Negeri 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi pada mata pelajaran Matematika tentang barisan dan deret

aritmatika di kelas IX-D. Adapun

karakteristik siswa terdiri dari 21 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.

Pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi kelas IX-D semester 2 dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus meliputi empat tahap yaitu:

1. Tahap perencanaan

2. Tahap pelaksanaan atau Tindakan 3. Tahap pengumpulan data

(9)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 4 0 20 40 60 80

CAPAI KKM TIDAK CAPAI KKM

PRA SIKLUS

4. Tahap refleksi

Kegiatan merancang dan

melaksanakan pembelajaran dengan

menerapkan penelitian tindakan kelas. Data yang terkumpul dilakukan analisis dengan teknik deskriftif yaitu : peneliti mengumpulkan data melalui observasi dan tes, kemudian dicatat dan dideskrifsikan dalam bentuk narasi dan paparan.

HASIL

1. Kegiatan Pra Siklus

Pada kegiatan pra siklus ini metode yang digunakan guru dalam mengajar matematika adalah metode ceramah dan

demonstrasi. Kegiatan pembelajaran

masih berpusat pada guru, karena dalam pembelajaran ini yang aktif hanyalah guru sedangkan siswa cendrung pasif. Guru

memulai pembelajaran dengan

menerangkan materi kemudian menyuruh siswa untuk mencatatnya. Setelah itu memberikan evaluasi.

Dari hasil pembelajaran diperoleh data hasil pembelajaran awal dengan nilai rata-rata kelas 54,40. Berdasarkan nilai pra

siklus tersebut secara umum nilai

penguasaan siswa terhadap materi

pembagian ini masih belum memenuhi standar KKM yang ditargetkan yaitu 70. Oleh karena itu, disusunlah perencanaan

perbaikan pembelajaran yang akan

dilaksanakan pada siklus I dengan fokus

perbaikan menggunakan metode

demonstrasi. Hal ini didasarkan pada hasil refleksi pada kegiatan pembelajaran pra siklus. Tingkat prosentase pencapaian KKM pada kegiatan prasiklus pada

pelajaran matematika dengan materi

barisan dan deret aritmatika dalam bentuk diagram berikut ini. Diagram Presentase Pencapaian KKM Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika.

Diagram 4.1

Presentase Pencapaian KKM siswa Pada Kegiatan Pembelajaran Pra siklus

Untuk mengatasi masalah tersebut, dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas yang direncanakan dalam dua siklus

perbaikan untuk mencapai target

pencapaian penguasaan siswa terhadap

materi barisan dan deret pada

pembelajatan matematika dengan KKM 70. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti

menerapkan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD untuk

meningkatkan aktivitas siswa dalam

pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai target .

2. Deskripsi Hasil Perbaikan

Pembelajaran Matematika

Setelah diadakan refleksi,

perencanaan, tindakan perbaikan pada siklus I dan II, serta pengamatan dan observasi pada setiap siklus, maka didapatlah hasil belajar siswa kelas IX-D SMP Negeri 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi terhadap pemahaman materi barisan dan deret aritmatika pada pelajaran Matematika. Tingkat penguasaan siswa

terhadap materi barisan dan deret

aritmatika dapat digambarkan dalm bentuk diagram berikut:

(10)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 5

0 50 100

PRA SIKLUS SIKLUS 1 SIKLUS 2

Chart Title

CAPAI KKM TIDAK CAPAI KKM

0 10 20 30 40 50 60

CAPAI KKM TIDAK CAPAI KKM

SIKLUS 1

a

Gambar : 4.2

Diagram Prosentase Pencapaian KKM Siswa pada Mata Pelajaran Matematika

Materi barisan dan deret aritmatika Setiap Siklus

Perbaikan Pembelajaran Siklus I

Berdasarkan hasil diskusi dengan

teman sejawat dan supervisor,

pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I sudah menunjukan kemajuan partisivasi, motivasi, dan prestasi siswa yang meningkat. Pada kegiatan pra siklus yang dapat nilai diatas KKM hanya 10 siswa dari 42 siswa atau 23,81 %, sedangkan siswa yang nilainya di bawah standar KKM mencapai 32 siswa atau 76,19% dari 42 siswa.

Pada kegiatan pembelajaran siklus I, pencapaian KKM mencapai 57,14 % atau sekitar 24 siswa. Sisanya 18 siswa atau sekitar 42,86 % belum mencapai KKM. Hasil ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut:

Diagram 4.3

Presentase Pencapaian KKM pada Kegiatan Pembelajaran Siklus I

Perbaikan Pembelajaran Siklus II

Pada siklus terakhir pembelajaran matematika dengan materi barisan dan deret aritmatika ini, prestasi belajar siswa sudah mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang mencapai nilai rata-rata 80,71 dan prosentase pencapaikan KKM yaitu 88,10 %.

PEMBAHASAN

1. Siklus I

Pada kegiatan perbaikan

pembelajaran siklus I, pada kegiatan awal

peneliti melakukan apersepsi dan

mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada kegiatan inti menjelaskan materi tentang barisan dan deret aritmatika dengan menggunakan metode ceramah, Tanya jawab, dan demonstrasi. Dan pada kegiatan akhir melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi pada siklus ini rata-rata nilai yang diperoleh siswa hanya 71,19. Tingkat prosentase pencapaian KKM pada kegiatan pembelajaran siklus I siswa yang mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berjumlah 24 sisiwa atau 57,14 %, sisanya berjumlah 18 siswa atau 42,86% belum mencapai KKM.

Berdasarkan hasil temuan di atas, peneliti selanjutnya mengadakan refleksi yang hasilnya sebagai berikut:

a. Guru merancang pembekajaran,

memepertimbangkan dan menetapkan target yang ingin dicapai.

b. Guru merancang lembar observasi siswa.

c. Guru mengarahkan dan membimbing siswa secara individual dan kelompok. d. Memberi kesempatan pada siswa

untuk mendemonstrasikan hasil

kerjanya.

e. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap pembelajaran.

f. Melatih siswa untuk bekerjasama.

g. Memberikan kesempatan kepada

(11)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 6

memahami pengetahuan yang di butuhkan.

2. Siklus II

Siklus II ini merupakan acuan dari perbaikan siklus I. Pada kegiatan Siklus II

ini, merumuskan skenario perbaikan

pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran. Pada kegiatan inti guru menjelaskan materi barisan dan deret aritmatika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatife tipe STAD yaitu dengan membagi anak ke dalam beberapa kelompok disusun. Setelah dianggap paham dan mengerti guru memberikan

evaluasi berupa tes formatif untuk

mengukur pemahaman siswa dan sebagai umpan balik bagi guru.

Dalam melaksanakan pembelajaran siklus II ini, langkah awal seorang guru adalah menyusun rencana perbaikan pembelajaran, mempersiapkan media dan alat peraga sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Dalam pembelajaran siklus II, peneliti dibantu teman sejawat untuk memberikan masukan dalam pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam praktek pembelajaran

matematika tentang barisan dan deret aritmatika ini guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengkondisikan siswa dalam situasi belajar,

b. Melakukan apersepsi sebagai kegiatan awal,

c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan,

d. Membahas cara menyelesaikan soal barisan dan deret aritmatika, melalui model pambelajaran koopratif tipe STAD,

e. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok diskus,i

f. Memberikan soal latihan,

g. Menyimpulkan materi,

h. Mengadakan evaluasi akhir

pembelajaran sebagai umpan balik

dengan cara memberikan tes berupa isian,

i. Memberikan tindak lanjut berupa

pekerjaan rumah,

Dan pada kegiatan akhir melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi pada siklus ini rata-rata nilai yang diperoleh siswa

mencapa 80,71. Tingkat prosentase

pencapaian KKM pada kegiatan

pembelajaran siklus II terjadi peningkatan yang signifikan, siswa yang mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berjumlah 37 sisiwa atau 88,10%, sedangkan sisanya berjumlah 5 siswa atau 11,90% belum mencapai KKM.

Dari hasil yang dicapai pada siklus II ini terbukti bahwa setelah di berikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD maka pemahaman dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang berarti

Jadi, dalam setiap pembelajaran

hendaknya seorang guru menyusun

rencana pembelajaran, menyiapkan media, sumber dan alat peraga yang sesuai dengan materi yang disampaikan serta model pembelajaran yang tepat, karena hal ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

SIMPULAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada mata pelajaran Matematika di kelas IX-D SMPN 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi, telah menunjukkan bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa pada bidang studi Matematika tentang barisan dan deret aritmatika.

Pengembangan kognitif dalam

bentuk hasil belajar dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada Pra siklus rata-rata hasil belajar matematika yang diperoleh adalah sebesar 54,40. Pada

(12)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 7

siklus I rata-rata hasil belajar matematika yang diperoleh meningkat menjadi 71,19 , dan pada siklus II rata-rata yang belajar matematika yang diperoleh menjadi 80,71. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar sebesar 26,31.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

terbukti mampu meningkatkan

pemahaman dan hasil belajar siswa untuk materi tentang barisan dan deret aritmatika di kelas IX-D SMPN 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi

DAFTAR RUJUKAN

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi

Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010.

S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Bandung: CV Jammars, 1999. Slavin, Robert. E., Educational

Psychology Theory and Practice, Fourth Edition, Boston, 1994. S Trianto.(2009). Mendesain model

pembelajaran inovatif - Progresif : Konsep, landasan, dan

implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media Abadi, 2009 Briggs, Leslie J. 1977. Instructional

Design,Educational Technology Publications Inc. New Jersey : Englewood Cliffs

(13)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 8 JPD: Jurnal Pedagogiana

P-ISSN 2089-7731 E-ISSN 2684-8929

DOI: doi.org/10.47601/AJP.41

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

MELALUI KEGIATAN WORKSHOP Heny Hartini

Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kab. Purwakarta

Abstrak : Tujuan penelitian tindakan sekolah yang dilakukan ini secara umum adalah upaya

untuk meningkatkan kemampuan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah binaan dalam menyusun RPP melalui pelaksanaan kegiatan workshop penyusunan RPP. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah (PTS), dengan pendekatan kualititatif dengan menyajikan data hasil penelitian secara deskriftif berupa pemaparan dari data diteliti dengan membandingkan kondisi sebelum tindakan dengan setelah tindakan dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri yang merupakan sekolah binaan peneliti yaitu SMPN 3 Babakancikao, SMPN 1 Pondoksalam, SMPN 1 Cibatu, SMPN 3 Cibatu, SMPN 1 Sukatani, SMPN 4 Sukatani. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan observasi terhadap kegiatan guru dalam menyusun RPP, dan melakukan wawancara dengan guru dalam membahas masalah-masalah yang dialami oleh guru dan tentang tanggapan guru terhadap pelaksanaan supervisi dalam penyusunan RPP. Berdasarkan hasil Penelitian Tinadakan Sekolah (PTS) dapat dilihat hasil penelitian sebagai berikut. (1) Kemampuan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah binaan peneliti dalam menyusun RPP berdasarkan hasil observasi awal masih rendah, RPP yang disusun guru dalam setiap komponennya belum sesuai dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses dalam perencanaan proses pembelajaran yang mencakup silabus dan RPP, sehingga hasilnya masih banyak kekurangan. (2) Proses pelaksanaan penelitian dengan melakukan supervisi akademik dalam upaya meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang dilakukan oleh pengawas sekolah di sekolah Binaan SMP di kabupaten Purwakarta berlangsung selama dua siklus. Guru diberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, tentang standar proses dalam perencanaan proses pembelajaran. Guru menunjukkan keseriusan dalam usahanya untuk memahami cara menyusun RPP yang baik. Informasi ini diperoleh peneliti dari hasil pengamatan pada saat pada saat melakukan tindakan peneltian dan wawancara dengan guru perihal tanggapannya terhadap pelaksanaan supervisi oleh pengawas sekolah. Guru merasa termotivasi dan dapat memahami dengan baik dalam menyusun RPP. (3) Pelaksanaan penelitian dengan melakukan supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis. Data ini diperoleh dari hasil hasil penilaian RPP yang disusun oleh guru pada siklus kesatu dan siklus kedua. Kemampuan guru dalam menyusun RPP pada siklus kesatu berdasarkan nilai rata-rata komponen RPP 75,97% dan pada siklus kedua naik menjadi 86,79%. Jadi, terjadi peningkatan 10,82% dari siklus kesatu. Berdasarkan keberhasilan pencapain nilai setiap kompenen RPP yang dicapai oleh masing-masing guru berdasarkan indikator keberhasilan penelitian ini pada siklus kesatu baru mencapai 53,44%, sedangkan pada siklus kedua naik menjadi 91,67%. Penelitian ini telh mencapai indikator keberhasilan penelitian. Kata kunci : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Workshop

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pada pasal 20

dijelaskan, bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana

(14)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 9

pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar selain menyusun

contoh Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) di sekolah dasar juga menyusun contoh/model silabus dan RPP. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada para kepala sekolah, guru, dan pembina pendidikan lainnya dalam memahami dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan.

Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru

dalam penyusunan RPP, proses

pembelajara, proses penilaian hasil

pembelajaran, analisis hasil penilaian serta pelaksanaan remedial dan pengayaan (2) Belum adanya alat ukur yang akurat untuk

mengetahui kemampuan guru, (3)

Pembinaan yang dilakukan belum

mencerminkan kebutuhan, dan (4) Budaya dan pembiasan guru dalam membaca menerima informasi masih relatif rendah. Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan di maksud antara lain: (1) kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi, pengetahuan serta sikap yang disampaikan guru tidak maksimal, (2)

kurang sempurnanya pembentukan

karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap peserta didik, (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung peserta didik terutama ditingkat dasar (hasil studi

internasional yang dilakukan oleh

organisasi Internasional Education

Achievement, 1999). Sehubungan dengan itu, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional.

Berdasar pada standar isi (SI) yang terdiri dari kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) dibuatlah silabus.

Dalam pembuatan silabus, guru

seyogyanya dapat mengembangkan

kompetensi dasar yang ada dilengkapi

dengan materi pokok pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, indikator,

penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Setelah silabus dibuat, selanjutnya guru membuat RPP. RPP merupakan perangkat yang harus dibuat oleh guru untuk persiapan mengajar agar pengelolaan kelas saat pelaksanaan pembelajaran dapat berhasil.

Namun kenyataan di lapangan

berdasarkan hasil supervisi terhadap guru masih dominan menggunakan pengelolan pembelajaran berdasarkan pola lama dan masih dominan menggunakan pengelolaan

pembelajaran yang tidak sesuai

karakteristik peserta didik dan situasi kelas. Bila ditelusuri lebih lanjut, faktor yang menyebabkan guru belum mampu melaksanakan pengelolaan pembelajaran

dengan tepat karena kemampuan

menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran belum optimal, Ada yang mengcopy paste RPP orang lain bahkan ada guru yang tidak membuat RPP.

Penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran sangat penting, karena

pengelolaan pembelajaran yang baik

sangat berpengaruh terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai indikator. Langkah yang ditempuh adalah

guru diberikan pembinaan dalam

pembuatan RPP dan setelah itu berlatih dengan pengawasan dan kegiatan yang

dilakukan secara berkala dan

berkesinambungan. Untuk mengatasi hal

tersebut perlu diupayakan Pembina

penyusunan RPP secara berkala dalam upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP.

Setelah penelitian ini pengawas sekolah diharapkan akan lebih sering mengadakan supervisi akademik dan memberi pembinaan, khususnya dalam membuat RPP dan KBM-nya. Dengan supervisi akademik akan memotivasi guru untuk meningkatkan tanggung jawabnya

(15)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 10

dan meningkatkan kinerjanya lebih

profesional.

Berdasar kondisi awal dan kondisi akhir, kualitas RPP guru ada kesenjangan. Untuk memecahkan masalah ini peneliti

melaksanaan kegiatan workshop

penyusunan RPP untuk meningkatkan kualitas RPP pembelajaran guru mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah binaan peneliti di Kabupaten Purwakarta. Diharapkan melalui pelaksanaan kegiatan

workshop penyusunan RPP dapat

meningkatkan kemampuan guru dalam membuat RPP yang lengkap, sistematis, dan berkualitas.

Di dalam Peraturan Pemerintah No

19 Tahun 2005 pasal 20 bahwa

perencanaan pembelajaran meliputi Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Membuat RPP tidaklah mudah karena guru dituntut terampil dan kreatif. RPP dibuat berdasarkan silabus. RPP kelas VII, VIII, dan IX melalui pendekatan mata pelajaran. Arikunto (2004) menyatakan bahwa, “pengalaman belajar perlu disusun untuk memberikan gagasan kepada para guru tentang rincian kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan. Agar pengalaman

belajar ini dapat mencapai tujuan

pendidikan pada berbagai tingkat, maka perlu disusun terlebih dahulu tentang kriteria penentuan pengalaman belajar”.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari

silabus untuk mengarahkan kegiatan

belajar peserta didik dalam upaya

mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP

secara lengkap dan sistematis agar

pembelajaran berlangsung secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik.

Workshop merupakan bantuan profesional yang diberikan pengawas sekolah kepada guru secara kelompok, melalui siklus perencanaan yang sistematis, koordinasi kerja kelompok yang bagus sehingga setiap kelompok mampu menghasilkan produk kinerja yang dapat memperbaiki kinerja guru.

Menurut Payaman Simanjutak

(2005), workshop (pelatihan) merupakan bagian dari investasi SDM (human

investment) untuk meningkatkan

kemampuan dan keterampilan kerja dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan

dengan kurikulum yang disesuaikan

dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek , untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.

PP No 19 tahun 2005 pasal 57 yang berbunyi; supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara

teratur dan berkesinambungan oleh

pengawas atau penilik satuan pendidikan.

Supervisi manajerial meliputi aspek

pengelolaan dan administrasi satuan

pendidikan, sedangkan supervisi akademik meliputi aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran (penjelasan pasal 57).

Hakikat supervisi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah untuk melihat dari dekat bagaimana mengajarnya seorang guru di suatu kelas kemudian hasilnya digunakan untuk bahan pembinaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Pengertian supervisi menurut Purwanto (1995: 76) supervisi ialah “aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam

melakukan pekerjaan mereka secara

efektif.” Arikunto (2004:4)

mengemukakan bahwa supervisi

merupakan peningkatan makna dari

inspeksi yang berkonotasi mencari-cari kesalahan. Jelaslah bahwa kesan seperti itu sangat kurang tepat dan tidak sesuai lagi

(16)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 11

dengan jaman reformasi seperti sekarang ini. Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidentifikasi mana hal yang sudah benar, mana yang belum benar, dan mana pula yang tidak benar, derngan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan pembinaan.

Sedangakan menurut Usman (1999), supervisi adalah pelayanan profesional bagi dan guru yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas belajar mengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009: 1107), supervisi adalah pengawasan utama, pengontrolan tertinggi.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah (PTS), dengan pendekatan kualititatif dengan menyajikan data hasil penelitian secara deskriftif berupa pemaparan dari data diteliti dengan membandingkan kondisi sebelum tindakan dengan setelah tindakan dilaksanakan. PTS merupakan penelitian yang berawal dari permasalahan sekolah, diselesaikan melalui tindakan spesifik dari gagasan peneliti untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah untuk membuat

peneliti lebih profesional terhadap pekerjaannya, memperbaiki praktik-praktik kerja, melakukan inovasi sekolah serta mengembangkan ilmu pengetahuan terapan (professional

knowledge).

Penelitian ini dilakukan dengan

prosedur penelitian meliputi: (1)

perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan dari perencanaan tindakan, (3) pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan, dan (4)

refleksi terhadap hasil pengamatan

tindakan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri yang merupakan sekolah

binaan peneliti yaitu SMPN 3

Babakancikao, SMPN 1 Pondoksalam, SMPN 1 Cibatu, SMPN 3 Cibatu, SMPN 1 Sukatani, SMPN 4 Sukatani.

Dalam penelitian ini teknik

pengumpulan data yang dipergunakan

adalah dengan melakukan observasi

terhadap kegiatan guru dalam menyusun RPP, dan melakukan wawancara dengan guru dalam membahas masalah-masalah yang dialami oleh guru dan tentang tanggapan guru terhadap pelaksanaan supervisi dalam penyusunan RPP.

Instrumen penilaian yang digunakan untuk penilaian penyususnan RPP berdasarrkan pada kelengkapan komponen-komponen RPP menurut Permendiknas No 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dalam persiapan perencanaan pelaksanaan pembelajaran. Data hasil penelitian di atas dianalisis secara kualaitatif deskrptif, perkembangannya dari setiap siklus untuk aspek/indikator dari setiap komponen RPP yang dinilai, diolah secara kualitatif

dengan cara dipersentasikan terlebih

dahulu dari keseluruhan nilai komponen-komponen RPP dan diambil rata-rata persentasenya lalu dikonversikan ke dalam aturan Suherman dan Sukjaya (Suprihatin, 2003: 24) dengan menggunakan suatu kriteria standar sebagai berikut.

1. Tingkat pencapaian 88%-100%

dikategorikan baik sekali

2. Tingkat pencapaian 75%-87% dikategorikan baik 3. Tingkat pencapaian 55%-74% dikategorikan cukup 4. Tingkat pencapaian 40%-54% dikategorikan kurang 5. Tingkat pencapaian 0%-39% dikategorikan kurang sekali

HASIL

Kondisi Awal Kemampuan Guru SD di Gugus III Batok Kecamatan Tenjo dalam Menyusun RPP sebelum Dilakukan Supervisi. Berdasarkan penilaian RPP pada

observasi awal sebelum dilakukan

penelitian, kemampuan guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia yang menjadi subjek penelitian masih rendah, nilai rata-rata komponen RPP yang dianalisa dan

dinilai berdasarkan ketentuan dalam

Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang standar proses. Berdasarkan analisis yang

(17)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 12

dilakukan peneliti dalam menilai RPP guru ditemukan masalah dalam penyusunan RPP oleh guru antara lain adalah:

a. Dalam mencantumkan kompetensi inti dan kompetetensi dasar, masih banyak yang tidak mencantumkan kode/nomor dalam KI/KD yang ada pada standar isi yang ditetapkan Mendiknas.

b. Indikator dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru belum mencakup keseluruhan materi yanga akan diajarkan, rumusan indikator dan tujuan pembelajaran masih banyak yang keliru dalam menggunakan kata operasional dan belum terfokus pada content yang harus dikuasai oleh peserta didik.

c. Pengembangan materi pembelajaran belum dibuat secara terperinci, dan

menggambarkan kompetensi yang

harus dikuasai oleh peserta didik.

d. Penggunaan metode pembelajaran

belum bervariasi dan kurang sesuai dengan karakteristik peserta didik, serta belum tergambar secara jelas dalam kegiatan pembelajaran.

e. Pengalokasian waktu pada penyusunan RPP belum sesuai dengan kedalaman materi yang dibahas, dan pembagian waktu paga kegiatan pembelajaran belum menunjukan proporsi yang ideal utuk kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Dalam kegiatan pendahuluan belum

memberikan ilustrasi tentang materi

pelajaran yang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, belum nampak pertanyaan yang terkait diduga telah

diketahui oleh peserta didik yang

berhubungan materi yang akan diajarkan. Dalam kegiatan inti belum nampak kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologi peserta

didik yang mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada kegiatan penutup belum nampak rumusan yang menggambarkan adanya umpan balik (feed back) dan tindak lanjut yang dilakukan oleh guru.

Penilaian hasil belajar peserta didik belum menggunakan teknik yang tepat dan prosedur tes tidak secara jelas kapan tes dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi dan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran di sekolah binaan peneliti, khususnya kemampuan guru penyusunan RPP di atas setelah dianalisis oleh peneliti

akan dipecahkan dengan melakukan

penelitian tindakan sekolah ini melalui pelaksanaan kegiatan workshop dalam sebuah penelitian tindakan sekolah.

1. Siklus I

Penilaian RPP guru pada siklus kesatu dapat dijelaskan bahwa kemampuan guru dalam menyusun RPP di SMPN binaan secara keseluruhan mencapai nilai rata-rata 74,90%. Dari RPP yang dinilai menunjukan peningkatan yang cukup baik

dibandingkan dengan kondisi awal

kemampuan guru dalam menyusun RPP sebelum dilaksanakan supervisi.

Berdasarkan penilaian tiap

komponen RPP guru pada siklus kesatu, rata-rata nilai komponen: (1) Kesesuaian penulisan SK/Kd dengan standar isi mencapai 90,63% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 90,00%) berarti sudah tercapai; (2) komponen pengembangan indikator pencapain kompetensi 66,79% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti belum tercapai; (3) komponen tujuan

pembelajaran 72,92% (nilai yang

diharapkan tercapai ≥80,00%) berarti

belum tercapai; (4) komponen

pengembangan materi dan bahan ajar 61,46% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 75,00%) belum tercapai; (5) komponen penggunaan metode pembelajaran 75,00% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti belum tercapai; (6) komponen penentuan alokasi waktu 81,51% (nilai

(18)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 13

yang diharapkan tercapai 80,00%) berarti sudah tercapai; (7) komponen merancang langkah-langkah kegiatan pembelajaran 77,23%; (nilai yang diharapkan tercapai 80,00%) berarti belum tercapai; (8) komponen penilaian 75,00% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti belum tercapai; (9) komponen memilih sumber dan media pembelajaran 80,21% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti sudah tercapai.

Dari sembilan komponen RPP yang dinilai, ada tiga komponen yang sudah tercapai (33,33%), sedangkan yang enam

komponen belum tercapai (66,66%).

Dilihat dari rata-rata penilian komponen secara keseluruhan pada siklus kesatu baru mencapai 74,90%.

2. Siklus II

Penilaian RPP guru pada siklus kedua, dapat dijelaskan bahwa kemampuan guru mata pelajaran bahasa Indonesia

dalam menyusun RPP menunjukan

peningkatan yang cukup baik

dibandingkan dengan nilai RPP guru pada siklus kesatu.

Berdasarkan penilaian tiap

komponen RPP guru pada siklus kedua, rata-rata nilai komponen: (1) Kesesuaian penulisan KI/Kd dengan standar isi mencapai 100,00% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 100,00%) berarti sudah tercapai; (2) komponen pengembangan indikator pencapain kompetensi 81,25% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti sudah tercapai; (3) komponen tujuan

pembelajaran 85,42% (nilai yang

diharapkan tercapai ≥80,00%) berarti

sudah tercapai; (4) komponen

pengembangan materi dan bahan ajar 83,33% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 75,00%) sudah tercapai; (5) komponen penggunaan metode pembelajaran 85,16% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti sudah tercapai; (6) komponen penentuan alokasi waktu 85,68% (nilai yang diharapkan tercapai 80,00%) berarti sudah tercapai; (7) komponen merancang

langkah-langkah kegiatan pembelajaran 87,50%; (nilai yang diharapkan tercapai 80,00%) berarti sudah tercapai; (8) komponen penilaian 88,54% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 88,54%) berarti sudah tercapai; (9) komponen memilih sumber dan media pembelajaran 80,21% (nilai yang diharapkan tercapai ≥ 80,00%) berarti sudah tercapai.

Dari sembilan komponen RPP yang dinilai, seluruhnya telah tercapai/berhasil mencapai indikator keberhasilan dalam penelitian ini. Dilihat dari rata-rata penilian komponen secara keseluruhan pada siklus kedua sudah mencapai 86,89%, maka kemampuan guru kelas di sekolah binaan dalam menyusun RPP dapat dikatakan “baik”.

Berdasarkan hasil observasi dan analisa peneliti terhadap RPP yang disusun guru pada tindakan siklus kedua ini sudah menunjukan peningkatan yang sangat baik,

hanya masih ada catatan beberapa

indikator dalam komponen penyusunan RPP yang masih ada kekurangan, namun kemampuan guru dalam menyusun RPP bila dilihat dari nilai rata-rata penilaian RPP sudah berhasil dengan baik.

PEMBAHASAN

Penelitian Tindakan Sekolah yang dilaksanakan di sekolah binaan yang merupakan tempat tugas peneliti sebagai pengawas sekolah dasar ini dilakukan terhadap enam belas orang guru sebagai subjek penelitian yang juga kolaborator dalam penyusunan RPP yang lengkap dan sistematis terlaksana dengan baik dan dapat berhasil dengan memuaskan.

Pada kegiatan observasi awal dalam penelitian ini dari seluruh komponen RPP yang dinilai kemampuan guru dalam menyusun RPP belum sesuai dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, dan petunjuk dari BSNP, sehingga hasilnya masih banyak kekurangan dan kurang

memuaskan. Selanjutnya mencermati

kemampuan guru kelas sekolah dasar di sekolah binaan dalam menyusun RPP

(19)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 14

setelah diadakan supervisi terjadi

peningkatan yang sangat baik pada siklus 1, dan siklus 2. Nilai rata-rata RPP berdasarkan komponen yang dinilai pada siklus kesatu yaitu mencapai 79,97%, dan pada siklus kedua naik menjadi 86,79%. Maka dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam menyusun RPP setelah dilakukan supervisi masuk pada kategori baik.

Namun demikian sebagai bahan pembinaan peneliti selanjutnya, masih

ditemukan beberapa masalah pada

penyusunan RPP siklus kedua ini bila

ditinjau dari hasil penilaian setiap

aspek/indikator dari komponrn RPP, yaitu pada komponen pengembangan materi dan bahan ajar indikator penjabaran materi yang memadai dan kontekstual masih kurang memuaskan. Dalam menjabarkan materi, dalam RPP yang disusun oleh guru hanya menampilkan judul materi saja. Kemudian yang kedua pada komponen

alokasi waktu dalam menentukan

pembagian waktu pada kegiatan

pembelajaran belum seimbang antara kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan

kegiatan penutup. Kemudian dalam

menentukan waktu dalam kegiatan inti juga belum sesuai dengan mdel kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam

proses belajar. Sebagaimana dalam

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, bahwa perkiraan waktu untuk yang diperlukan dalam kegiatan belajar: diskusi: 45-60 menit, tugas kelompok: 30-45 menit,

tugas individual: 10-20 menit, dan

ceramah: 5-15 menit. Merujuk pada ketentuan di atas, maka dalam membagi alokasi waktu untuk kegiatan belajar hedaknya mengacu pada skenario belajar apa yang akan dilakukan, dan kedalaman materi ajar yang harus diserap oleh peserta didik.

Secara individu pencapain rata-rata nilai RPP guru pada siklus kedua

seluruhnya sudah berhasil mencapai

indikator keberhasilan penelitian ini.

Peningkatan kemampuan guru dalam

menyusun RPP berdasarkan penilaian peneliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Rekapituasi Peningkatan Nilai Rata-rata RPP Guru Bahasa Indonesia secara

Individual pada Penelitian Tindakan Sekolah

Dari data Tabel di atas sesuai indikator keberhasilan penelitian ini dapat dirinci berdasarkan nilai kemampuan guru dalam menyusun RPP secara individual yaitu sebagai berikut.

1. G-1, pada siklus kesatu ada 4

(44,44%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 72,09% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 87,76% (kategori baik).

2. G-2, pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 81,61% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 86,71% (kategori baik)

3. G-3, pada siklus kesatu ada 1

(11,11%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 63,10% (kategori cukup). Pada siklus kedua 7

(77,78) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 84,79% (kategori baik).

(20)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 15

4. G-4, pada siklus kesatu ada 8

(88,89%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 87,17% (kategori baik). Pada siklus kedua 9

(100,00) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 93,06% (kategori sangat baik)

5. G-5, pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 81,02% (kategori cukup). Pada siklus kedua 9

(100,00) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 89,91% (kategori sangat baik)

6. G-6., pada siklus kesatu ada 3

(33,33%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 81,61% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 86,71% (kategori baik).

7. G-7, pada siklus kesatu ada 1

(11,11%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 62,04% (kategori cukup). Pada siklus kedua 7

(77,78%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 80,82% (kategori baik).

8. G-8, pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 80,82% (kategori baik). Pada siklus kedua 9 (100,00%) komponen RPP sudah tercapai, dengan nilai rata-rata 86,97% (kategori baik).

9. G-8, pada siklus kesatu ada 7

(77,78%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 83,47% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 88,56% (kategori sangat baik).

10. G-9., pada siklus kesatu ada 4

(44,44%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 75,79% (kategori baik). Pada siklus kedua 9 (100,00%) komponen RPP sudah tercapai, dengan nilai rata-rata 88,82% (kategori sangat baik)

11. G-10, pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 83,47% (kategori baik). Pada siklus kedua 9 (100,00%) komponen RPP sudah tercapai, dengan nilai rata-rata 84,06% (kategori baik)

12. G-11, pada siklus kesatu ada 4

(44,44%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 74,47% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 84,06% (kategori baik).

13. G-12, pada siklus kesatu ada 4

(44,44%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 54,30% (kategori kurang). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 81,88% (kategori baik).

14. G-13, pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 81,61% (kategori baik). Pada siklus kedua 9 (100,00%) komponen RPP sudah tercapai, dengan nilai rata-rata 90,41% (kategori sangat baik).

15. G-15.G-14 ada 5 (55,56%) komponen RPP yang tercapai, dengan nilai rata-rata 83,47% (kategori baik). Pada siklus kedua 9 (100,00%) komponen RPP sudah tercapai, dengan nilai rata-rata 87,76% (kategori baik).

16. G-14., pada siklus kesatu ada 6

(66,67%) komponen RPP yang

tercapai, dengan nilai rata-rata 82,76% (kategori baik). Pada siklus kedua 8

(88,89%) komponen RPP sudah

tercapai, dengan nilai rata-rata 88,56% (kategori sangat baik)

Berdasarkan hasil penilaian secara individual tentang kemampuan guru dalam menyusun RPP di sekolah binaan, pada siklus kesatu nilai rata-rata kemampuan guru dalam menyusun RPP yang dicapai adalah 74,90% berarti dapat dikatergorikan ”cukup”, pada siklus kedua naik menjadi 86,79% berarti dapat dikategorikan ”baik”.

(21)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 16

Sedangkan rata-rata pencapaian

keberhasilan komponen RPP sesuai dengan indikator keberhasilan dalam penelitaian ini, pada siklus kesatu mencapai 53,44% dapat dikategorikan ”kurang”, pada siklus kedua naik mencapai 91,67% dapat dikategorikan ”sangat baik”.

Dari hasil wawancara dengan subjek peneltian, mereka menunjukkan sikap yang baik dan antusias yang tinggi dalam menyusun RPP yang sesuai dengan petunjuk dari BSNP. Hal ini peneliti ketahui dari hasil pengamatan pada saat melakukan bimbingan dalam penyusunan RPP. Dari hasil wawancara dengan guru yang menjadi subjek penelitian, peneliti

memperoleh informasi bahwa secara

umum, pada mulanya guru belum tahu kerangka penyusunan RPP berdasarkan Permendikbud No. 22 Tahun 2016,

umumnya guru mengadopsi dan

mengadaptasi RPP, kebanyakan guru tidak tahu dan tidak paham menyusun RPP secara lengkap, mereka setuju bahwa guru

harus menggunakan RPP dalam

melaksanakan proses pembelajaran yang dapat dijadikan acuan/pedoman dalam

proses pembelajaran. Selain itu,

kebanyakan guru belum tahu dengan komponen-komponen RPP secara lengkap. kemampuan guru dalam menyusun RPP berdasarkan nilai RPP pada siklus kesatu dan siklus kedua dalam penelitian tindakan sekolah ini dapat dilihat pada Grafik 4.1.

Grafik 4.1

Kemampuan Guru SMP di sekolah Binaan Kabupaten Purwakarta dalam Menyusun RPP Berdasarkan Nilai RPP pada Siklus

Kesatu dan Siklus Kedua

SIMPULAN

Berdasarkan hasil Penelitian

Tinadakan Sekolah (PTS) dapat

disimpulkan sebagai berikut.

1. Kemampuan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah binaan

peneliti dalam menyusun RPP

berdasarkan hasil observasi awal masih rendah, RPP yang disusun guru dalam setiap komponennya belum sesuai dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses

dalam perencanaan proses

pembelajaran yang mencakup silabus dan RPP, sehingga hasilnya masih banyak kekurangan.

2. Proses pelaksanaan penelitian dengan melakukan supervisi akademik dalam upaya meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang dilakukan oleh pengawas sekolah di sekolah Binaan SMP di kabupaten Purwakarta berlangsung selama dua siklus. Guru diberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, tentang standar proses dalam perencanaan

proses pembelajaran. Guru

menunjukkan keseriusan dalam

usahanya untuk memahami cara

menyusun RPP yang baik. Informasi ini diperoleh peneliti dari hasil pengamatan pada saat pada saat melakukan tindakan peneltian dan

wawancara dengan guru perihal

tanggapannya terhadap pelaksanaan supervisi oleh pengawas sekolah. Guru

merasa termotivasi dan dapat

memahami dengan baik dalam

menyusun RPP.

3. Pelaksanaan penelitian dengan

melakukan supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis. Data ini diperoleh dari hasil hasil penilaian RPP yang disusun oleh guru pada siklus kesatu dan siklus

(22)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 17

kedua. Kemampuan guru dalam

menyusun RPP pada siklus kesatu berdasarkan nilai rata-rata komponen RPP 75,97% dan pada siklus kedua naik menjadi 86,79%. Jadi, terjadi

peningkatan 10,82% dari siklus

kesatu. Berdasarkan keberhasilan

pencapain nilai setiap kompenen RPP yang dicapai oleh masing-masing guru berdasarkan indikator keberhasilan penelitian ini pada siklus kesatu baru mencapai 53,44%, sedangkan pada siklus kedua naik menjadi 91,67%. Penelitian ini telh mencapai indikator keberhasilan penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. (2004). Dasar-dasar

Suvervisi.

Jakarta: Rineka Cipta.

BNSP. (2006) Naskah Akademik Tentang Standar Kepala Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Pendidikan. Depdiknas (2001) Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas (2007). Permendiknas Nomor

41 tentang Standar Proses Pendidikan

PP. Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Purwanto. N. (2008). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Undang-undang Republik Indonesia, (2003). Sistem Pendidikan

(23)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 18 JPD: Jurnal Pedagogiana

P-ISSN 2089-7731 E-ISSN 2684-8929

DOI: doi.org/10.47601/AJP.42

PENERAPAN PENDEKATAN LEARNING TOGETHER SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI MENGAJAR GURU SMP NEGERI 2

TAMBELANG TAHUN PELAJARAN 2019-2020 Yahya Winata

SMP Negeri 2 Tambelang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan Kompetensi Mengajar Guru SMP Negeri 2 Tambelang, Kabupaten Bekasi dengan menerapkan pendekatan Learning Together. Penelitian dilakukan terhadap guru- guru di SMP Negeri 2 Tambelang, Kabupaten Bekasi. Penelitian Tindakan Sekolah ini menggunakan teknik eksperimen. Data perkembangan diperoleh melalui observasi dan evaluasi kinerja . Instrumen utama dalam penelitian ini menggunakan instrumen Lembar Evaluasi dan Lembar Observasi kinerja. Adanya peningkatan nilai hasil kegiatan pembelajaran . Pada siklus 1 terdapat rata-rata nilai kegiatan pembelajaran sebesar 62,30. Pada siklus 2 terdapat nilai rata-rata kegiatan pembelajaran sebesar 71,63 (terjadi peningkatan sebesar 14,97 %). Pada siklus 3 terdapat nilai rata-rata kegiatan pembelajaran sebesar 81,79 (terjadi peningkatan sebesar 31,28 %). Adanya peningkatan hasil kegiatan guru. Pada siklus 1 rata-rata hasil kegiatan guru sebesar 64,87. Pada siklus 2 rata-rata hasil kegiatan guru sebesar 72,22 (terdapat kenaikan 11,33 %). Pada siklus 3 rata-rata hasil kegiatan guru sebesar 85,66 (terdapat kenaikan 32,04 %). Adanya peningkatan hasil kegiatan siswa . Pada siklus 1 terdapat rata-rata hasil kegiatan siswa sebesar 65,50. Pada siklus 2 terdapat rata-rata hasil kegiatan siswa sebesar 71,75 (terdapat kenaikan sebesar 9,54 %). Pada siklus 3 terdapat rata-rata hasil kegiatan siswa sebesar 85,19 (terdapat kenaikan sebesar 30,06 %). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa Kompetensi Mengajar Guru dapat ditingkatkan dengan menerapkan Pendekatan Learning Together. Dari Hasil Penelitian Tindakan Sekolah ini, diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk meningkatkan kompetensi mengajar guru. Penggunaan Metode Learnign Together dalam meningkatkan Kompetensi Mengajar Guru dapat terus dikembangkan. Untuk Pengawas Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi untuk meningkatkan sarana dan prasarana dalam mencipatakan budaya yang inovatif di tiap sekolah sebagai upaya meningkatkan hasil belajar.

(24)

Volume 8, No. 49 April 2021 | 19

Guru merupakan faktor penentu keberhasilan setiap upaya Pendidikan. Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu

(kualitas) mengajarnya. Kesempatan

belajar dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.

Di luar lingkungan sekolah,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

dapat memperoleh informasi dengan

melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat.

Dalam pembelajaran tidak lagi

mengutamakan pada penyerapan melalui

pencapaian informasi, tetapi lebih

mengutamakan pada pengembangan

kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu

ditingkatkan melalui latihan-latihan

dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000: 24).

Langkah-langkah tersebut

memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Felder, (1994: 2).

Pembelajaran kooperatif lebih

menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam

Wahyuni 2001: 2). Penelitian juga

menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah Kinerja Gurunya. (Nur, 1996: 2).

Berdasarkan pengamatan peneliti, pada umumnya guru di SMP Negeri 2

Tambelang , Kabupaten Bekasi,

mengalami kesulitan dalam hal memahami cara penyajian materi pelajaran. Kesulitan yang di alami guru, yang diperoleh melalui observasi peneliti terlihat pada: a). Rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran ; b). Minimnya keterlibatan dan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran serta kedisiplinan yang masih rendah; c). Masih kurangnya minat belajar siswa; d).Kurangnya inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru; e).

Dalam pembelajaran guru hanya

menyebutkan saja tanpa menunjukan gambaran yang mudah dipahami siswa.

Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses yang dilakukan oleh guru belum aktif. Dengan demikian dapat diduga bahwa yang menjadi kendala yang

dirasakan adalah masalah proses

pembelajaran yang kurang variasi dan kurang melibatkan siswa secara aktif. Guru menggunakan model pembelajaran yang terkesan monoton sehingga siswa menjadi kurang aktif. Setelah memperhatikan situasi kelas yang seperti itu, maka perlu dipikirkan cara penyajian dan suasana pembelajaran yang cocok untuk siswa, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pemerintah sudah sering mensosialisasikan berbagai model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang disosialisasikan

adalah model pembelajaran learning

together.

Learning together dilandasi oleh konstruktivisme sosial. Kontruktivisme sosial merupakan paradigma pembelajaran yang digagas oleh Vygotsky, pembelajaran berfokus pada proses dan interaksi dalam konteks social. Interaksi dan proses sosial mejadi perhatian dalam mencapai tujuan

Gambar

Diagram Prosentase Pencapaian KKM  Siswa pada Mata Pelajaran Matematika
Gambar 4.10. Diagram Batang Rata-rata  Hasil Kegiatan Mengajar
Gambar 4.12. Aktivitas Siswa  SIMPULAN
Gambar 4. Perbandingan Data Dampak  Negatif Gadget Terhadap Interaksi Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang.. bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dewan komisaris, komisaris independen, komite audit, dan diversifikasi korporat terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur

Pembuktian Kualifikasi dapat diwakilkan kepada orang yang tercantum dalam akte pendirian perusahaan/perubahannya dengan membawa surat kuasa dari direktur

Kolaka Timur yang termuat dalam Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : 15.8/FK/PP-DPUP/VII/2016 tanggal 19 Juli 2016, yang ditetapkan sebagai penyedia pengadaan

(2) Penerapan instumen penilaian sikap oleh guru akidah akhlak adalah: (a) observasi digunakan untuk mengamati perilaku spiritual dan sosial siswa baik saat

Tahap perkembangan atau fase (stadia) pada fenologi yang diamati pada sampel dimulai dari tahap inisiasi bunga, saat bunga anthesis sampai buah muda (Gambar 2

Secara simultan, keluarga dan kelompok referensi yang terdiri dari kelompok persahabatan, kelompok kerja, kelompok belanja, kelompok aksi-konsumen dan kelompok atau

Gambar 12 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah dalam bambu tali, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruas bagian pangkal sebelah inti